Etimologi Kata takwa ( التَّقْوَى ) berasal dari kata kerja ( وَقَى ) artinya menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung.
Terminologi Imam Al Ashfahani menyatakan: Takwa adalah menjadikan jiwa berada dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian rasa takut juga dinamakan takwa. Takwa dalam istilah syar’I adalah menjaga diri dari perbuatan dosa.
Dengan demikian maka bertakwa kepada Allah adalah rasa takut kepadaNya dan menjauhi kemurkaanNya. Seakan-akan kita berlindung dari kemarahan dan siksaanNya dengan mentaatiNya dan mencari keridhoanNya. Takwa merupakan ikatan yang mengikat jiwa agar tidak lepas kontrol mengikuti keinginan dan hawa nafsunya.
Dengan ketakwaan seseorang dapat menjaga dan mengontrol etika dan budi pekertinya dalam setiap saat kehidupannya karena ketakwaan pada hakekatnya adalah muroqabah dan berusaha keras mencapai keridhoan Allah serta takut dari adzabNya.
Definisi para ulama terdahulu yang menyatakan ketakwaan seorang hamba kepada Allah adalah dengan menjadikan benteng perlindungan di antara dia dengan yang ditakuti dari kemurkaan dan kemarahan Allah dengan melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Khalifah yang mulia Umar bin Al Khothob pernah bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang takwa. Ubai bertanya: Wahai amirul mukminin, Apakah engkau pernah melewati jalanan penuh duri? Beliau menjawab: Ya. Ubai berkata lagi: Apa yang engkau lakukan? Umar menjawab: Saya teliti dengan seksama dan saya lihat tempat berpijak kedua telapak kakiku. Saya majukan satu kaki dan mundurkan yang lainnya khawatir terkena duri. Ubai menyatakan: Itulah takwa.
Sahabat Ibnu Abas menyatakan: Orang yang bertakwa adalah orang yang takut dari Allah dan siksaanNya. Thalq bin Habib berkata: takwa adalah beramal ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena mengharap pahalaNya dan meninggalkan kemaksiatan di atas cahaya dari Allah karena takut siksaanNya
Khalifah Umar bin Al Khothob pernah berkata: Tidak sampai seorang hamba kepada hakekat takwa hingga meninggalkan keraguan yang ada dihatinya. Khalifah Ali bin Abi Tholib pernah ditanya tentang takwa, lalu beliau menjawab: Takut kepada Allah, beramal dengan wahyu (Al Qur’an dan Sunnah) dan ridho dengan sedikit serta bersiap-siap untuk menhadapi hari kiamat.
Ibnu Mas’ud menafsirkan firman Allah: اتَّقُواْ اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ dengan menyatakan: Taat tanpa bermaksiat dan ingat Allah tanpa melupakannya dan bersyukur.
Takwa ada di kalbu. Takwa adalah amalan hati (kalbu) dan tempatnya di kalbu. Perhatikan firman Allah Ta’ala: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati”. (QS. 22: 32). dalam ayat ini takwa di sandarkan kepada hati, karena hakekat takwa ada di hati.
Demikian juga firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa”. (QS. 49: 3)
Hadits Nabi Takwa itu disini! Takwa itu disini! Takwa itu disini! Kemudian beliau mengisyaratkan ke dadanya (Tiga kali). Cukuplah bagi seorang telah berbuat jelek dengan merendahkan saudara muslimnya. Setiap muslim diharamkan atas muslim lainnya dalam darah, kehormatan dan hartanya. (HR Al Bukhori dan Muslim ).
hadits Qudsi yang masyhur dan panjang dari sahabat Abu Dzar: “Wahai hambaKu, seandainya seluruh kalian yang terdahulu dan yang akan datang, manusia dan jin seluruhnya berada pada ketakwaan hati seorang dari kalian tentulah tidak menambah hal itu sedikitpun dari kekuasaanKu.” (HR Muslim) Dalam hadits ini ketakwaan disandarkan kepada tempatnya yaitu kalbu.
ALADZIINA YU’MINUUNA BIL GHAIBI (yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib) WA YUQIMUUNASH SHALAH, (mereka adalah orang-orang yang menegakan shalat) WA MIMMA RAZAQNAAHUM YUNFIQUN. (Dari apa yang Kami rizkikan mereka infakkan) WALADZIINA YU’MINUUNA BIMAA UNZILA ILAIKA WA MAA UNZILA MINQABLIKA. (Orang-orang yang beriman kepada Al-Kitab) WABIL AKHIRATIHUM YUUQINUUN. ( Dan terhadap hari akhir (kiamat) mereka iman (yakin)
Firman Allah: “Bertakwalah kepada Allah semampu kalian. Mudah-mudahan Allah memberikan kepada kita ketakwaan yang sempurna”