PENILAIAN HARGA SAHAM
Nilai Saham Nilai Buku nilai yang dihitung berdasarkan pembukuan perusahaanpenerbit saham (emiten) Nilai Pasar nilai saham di pasar yang ditunjukkan oleh harga saham tersebut di pasar Nilai Intrinsik Saham (Nilai Teoritis) nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya terjadi
Penilaian Saham Proses Valuasi saham Model Valuasi saham Analisis Cross Sectional untuk Penilaian Saham MODEL VALUASI SAHAM
Proses valuasi harga saham Analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik (NI) suatu saham dan kemudian membandingkannya dgn harga pasar saham tersebut pada saat ini. Sedangkan nilai intrinsik (NI) menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari suatu saham
Pedoman yang dipergunakan adalah 1. Apabila NI > harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai undervalued (harga terlalu rendah), dan karenanya layak dibeli atau ditahan apabila saham tersebut telah dimiliki 2. Apabila NI < harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai overvalued, dan layak dijual. 3. Apabila NI = harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi keseimbangan.
MODEL VALUASI SAHAM Model penilaian merupakan suatu mekanisme untuk merubah serangkaian variabel ekonomi atau variabel perusahaan yang diramalkan menjadi perkiraan tentang harga saham. Variabel ekonomi misalnya : laba, dividen dll.
2 model penilaian saham: 1. Pendekatan Present Value (PV) 2. Pendekatan Price Earnings Ratio ( PER)
1. Present value approach nilai saham dihitung dengan mendiskontokan arus kas masa depan yang diterima investor (diwakili o/ dividen) dividend discounted model r : tingkat keuntungan yang disyaratkan r = Rf + Premi risiko Untuk menaksir r bisa menggunakan model keseimbangan (CAPM dan APT)
Contoh: Harga perdana yang ditawarkan oleh Bank BNI sewaktu Initial Public Offering ( IPO) adalah sebesar Rp 850 per lembar saham. Diharapkan perusahaan akan memperoleh laba per lembar saham ( EPS) tahun depan Rp 160 dan 30% dibagikan sebagai dividen. Diharapkan pertumbuhan laba 17% karena pada waktu itu otoritas moneter mengharapkan agar pertumbuhan kredit perbankan tidaklah melebihi 17% per tahun. Dan karena risiko investasi pada usaha bank cukup tinggi maka digunakan r sebesar 22%. Berapa nilai intrinsik saham tersebut? Jawab: Po = D / ( r - g ) Po = ( 160 x 0,3) / ( 0,22 - 0,17) Po = Rp 960. Karena NI > harga pasar maka saham tersebut menarik untuk dibeli.
2. Pendekatan Price Earning Ratio (PER) PER = Po / E1 PER = ( E1 ( 1 - b) / ( r-g) ) / E1 PER = ( 1- b ) / ( r - g ) 1 - b = Dividen Payout Ratio (DPR) PER menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
PER dihitung dalam satuan kali PER dihitung dalam satuan kali. Misalnya PER suatu perusahaan 10 kali, berarti pasar menghargai 10 kali atas kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Bagi pemodal, semakin kecil PER suatu perusahaan semakin baik karena saham tersebut murah. Dan sebaliknya semakin besar PER berarti harganya terlalu tinggi.
Contoh: Harga saham saat ini sebesar Rp 10.000 sedangkan EPS sebesar Rp 1000. Maka PER : Po / EPS = 10000/1000 = 10x. Apakah saham yang mempunyai PER = 10 ini layak? Untuk menjawabnya kita perlu memperkirakan DPR dan r. Misalnya DPR 30% dan r sebesar 24%. Maka 10 = 0,3 / ( 0,24 - g) ; g = 0,21 Dengan demikian PER saham tersebut layak kalau kita perkirakan pertumbuhan labanya 21% pertahun. Kewajaran harga saham kemudian akan tergantung pada judgement analis untuk menilai kewajaran taksiran angka angka tersebut.
Perusahaan yang berada dalam industri yang masih pada tahap pertumbuhan akan mempunyai PER yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang berada pada industri yang sudah mapan. Hal ini karena PER berbanding lurus dengan pertumbuhan dividen atau laba ( g). PER = (1- b) / (r - g) Hubungan harga saham dengan EPS Semakin tinggi PER semakin nampak rendah EPS apabila dibandingkan dengan harga sahamnya. Contoh: saham mempunyai PER = 20 x, berarti apabila EPS sebesar Rp1000 maka saham tersebut bisa dijual Rp 20.000. Ini berarti saham tersebut hanya memberikan keuntungan 5% yaitu 1000 / 20000.
Bila deposito saja memberikan bunga 15% bagaimana mungkin saham yang cuma memberikan keuntungan 5% laku dijual? Hal ini karena adanya Present Value of Growth Opporunity (PVGO). Maka harga saham menjadi: Po = (EPS /r) + PVGO Contoh : Suad hal 290
3. Analisis Cross Sectional untuk Penilaian Saham Tujuannya: untuk mengetahui bagaimana posisi suatu saham relatif terhadap saham- saham lain, dengan menggunakan variabel tertentu (misal r atau PER) Untuk analisis ini dibutuhkan banyak saham, minimal 30 saham.
Contoh Saham A mempunyai harga di bursa Rp 3.125. Dan diperkirakan dividen tahun depan (D1) sebesar Rp 250. Dan mempunyai g sebesar 12% setiap tahunnya. Diasumsikan harga pasar sama dengan nilai intrinsiknya, maka Po = D1 / r - g 3.125 = 250 / r - 0,12 maka r = 0,2 Saham B mempunyai harga di bursa Rp 2000 dengan taksiran D1 = Rp 150 dan g = 10% maka 2000 = 150 / r - 0,1 maka r = 0,175. Dan beta (b) saham B = 0,8 dan seterusnya untuk saham lain. Kemudian dari hasil r dan b yang ditemukan diregres di mana r sebagai variabel dependen dan b sebagai variabel independen.
Tingkat keuntungan yang Diharapkan (r) Saham Tingkat keuntungan yang Diharapkan (r) Risiko ( b ) A 0,2 1,1 B 0,175 0,80 …………. ………… N
Misalnya dari hasil regresi 30 saham diperoleh persamaan taksiran r yaitu: E (r) = 0,05 + 0,15 b Dengan menggunakan persamaan ini kita dapat menaksir r untuk saham A, yaitu E (r) = 0,05 + 0,15 (1,1) E (r) = 0,215. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa saham A sebaiknya dijual karena r (0,2) < E (r) 0,215.
Saham yang mempunyai tingkat keuntungan yang lebih kecil dari yang seharusnya (tingkat keuntungan ekuilibrium (E (r)) merupakan saham yang berpotensi untuk dijual dan sebaliknya. Jadi di jual bila mempunyai excess return negatif (AR = Ri - E (Ri))
Misalnya saham yang mempunyai PER 8 x , apakah saham tersebut dibeli atau dijual. Untuk menjawab ini kita harus melihat faktor -faktor yang mempengaruhi PER. Salah satu faktor yang mempengaruhi PER adalah pertumbuhan laba. (PER sebagai variabel dependen dan pertumbuhan laba sebagai variabel independen). Elton dan Gruber (1991) menemukan persamaan antara PER dengan pertumbuhan laba yaitu:
PER = 4 + 2,3 (pertumbuhan laba) Maka jika suatu saham diperkirakan memiliki pertumbuhan laba sama dengan 10 maka PER = 4 + 2,3 ( 10 ) = 27, jika saham tersebut sekarang ditawar dengan PER di bawah 27 maka sebaiknya dibeli. Sebaliknya bila saham tersebut sekarang PERnya sudah lebih dari 27 maka sebaiknya dijual.
Dividend Discount Model dibagi 3: The Zero-Growth Model (Dividen konstan tidak bertumbuh) Dividen secara teratur dibayarkan Rp1.000, maka, nilai wajarnya adalah: Nilai saham = _D0_ atau k
2. Constant-Growth Model (Pertumbuhan dividen yang konstan) Dividen secara teratur dibayarkan Rp 1.000, maka dividen diharapkan tumbuh 5% per tahun. Return yang diinginkan adalah 20% per tahun. Nilai wajar saham adalah: Nilai saham = _D1_ atau k - g
3. The Multiple-Growth Rate Model (Dividen yang tidak dibayar dengan teratur) Dividen dibayarkan dalam 5 tahun, return yang diinginkan adalah 20% Periode 1 2 3 4 5 Dividen (Rp) 1.000 1.500 750 2.100