SELAMAT DATANG SELAMAT DATANG PESERTA LOKAKARYA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPBA BAGI GURU FISIKA SMA DI PLANETARIUM & OBSERVATORIUM JAKARTA DINAS DIKMENTI PROP. DKI JAKARTA Jakarta, 16 November 2006
TEORI OBSERVASI BENDA LANGIT Oleh: Cecep Nurwendaya Penceramah Planetarium & Obs. Jakarta
Mengapa mengamati benda langit perlu teleskop atau (teropong bintang)? Diameter sudut benda langit sangat kecil, terbesar saja matahari dan bulan sekitar ½ derajat. Intensitas cahaya yang sampai ke pengamat sangat lemah, kecuali Bulan dan Matahari.
Diameter sudut adalah besar bentangan sudut yang tampak dari pengamat. ≈ ½o OBJEK DIAMETER SUDUT OBJEK DIAMETER SUDUT (Maksium busur) (Maksimum busur) Matahari 31’ Bulan 31’ Merkurius 12,9” Venus 64,0” Mars 25,1” Jupiter 49,8” Saturnus: Bola 20,5” Cincin 49,2” Uranus 4,2” Neptunus 2,4” Pluto 0,28”
Teleskop adalah alat untuk mengamati benda langit. Fungsinya: 1. Membesarkan bayangan atau diameter sudut benda langit. M (Perbesaran) = Fokus objektif / Fokus okuler 2. Menguatkan intensitas cahaya benda langit. Diameter lensa/cermin objektif teleskop lebih besar diameter lensa mata Aperture mata manusia sekitar 9 sd. 12 mm. Perbandingan (rasio) intensitas (kuat cahaya) yang masuk ke teles-kop terhadap mata = R2 / r2 Diameter lensa Mata = r Diameter lensa / cermin teleskop = R
DIAMETER SUDUT DAN MAGNITUDO SEMU BENDA LANGIT OBJEK DIAMETER SUDUT MAGNITUDO KEKUATAN TELESKOP MAKSIMUM( BUSUR ) YANG COCOK Matahari 31’ - 27 Setiap Bulan 31’ - 12 Setiap Merkurius 12,9” - 1,9 40 – 120 x Venus 64,0” - 4,4 20 – 120 x Mars 25,1” - 2,8 100 – 300 x Jupiter 49,8” - 2,5 20 – 300 x Saturnus: Bola 20,5” - 0,4 40 – 300 x Cincin 49,2” Uranus 4,2” + 5,7 Setiap Neptunus 2,4” + 7,6 Setiap Pluto 0,28” + 14 Minimum diameter 25 cm
TELESKOP / TEROPONG 1.Kegunaan: a. Teropong bumi : tidak membalik bayangan objek: Monokuler (teropong medan / Yojana), Binokuler. b. Teropong bintang (teleskop), bayangan objek terbalik. 2. Jenis Optis: a. Refraktor (teropong pembias) atau teropong lensa. b. Reflektor (teropong pemantul) atau teropong cermin. 3. Jenis Fokus: a. Fokus Utama : Galillean (Eye piece lensa negatif), dan Keplerian( Eyepiece lensa positif). b. Fokus Newtonian, cermin sekundernya datar. c. Fokus Gregorian, cermin sekundernya cekung. d. Fokus Cassegrain , cermin sekundernya cembung e. Fokus Coude, cermin sekundernya datar mengarah ke garis sejajar sumbu rotasi bumi. f. Fokus Schmidt - Cassegrain, cermin sekundernya cembung, dilengkapi lensa koreksi di bagian tutup (atas) teropong. 4. Jenis Gerak: a. Altazimuth ( Azimuthal ), memakai gerak azimuth (datar) dan tinggi objek (Koordinat horison). b. Ekuatorial, memakai gerak sudut jam dan deklinasi. (Koordinat ekuator): sudut jam dan deklinasi. dapat digunakan motor gerak.
TEROPONG REFRAKTOR (PEMBIAS) GALILEAN 1608 (TELESKOP GALILEO) JENIS-JENIS TELESKOP (TEROPONG BINTANG) TEROPONG REFRAKTOR (PEMBIAS) GALILEAN 1608 (TELESKOP GALILEO) Penemu teleskop : Jan Lippershey - Holland BAYANGAN TEGAK OBYEKTIF LENSA POSITIF OKULER LENSA NEGATIF DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000)
1611 - Johann Kepler - Jerman TEROPONG REFRAKTOR 1611 - Johann Kepler - Jerman OBYEKTIF LENSA POSITIF OKULER LENSA POSITIF BAYANGAN TERBALIK DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000)
TEROPONG REFLEKTOR GREGORIAN 1663 – James Gregory - Scotlandia CERMIN KEDUA CEKUNG CERMIN OBYEKTIF OKULER LENSA POSITIF BAYANGAN PERTAMA BAYANGAN KEDUA TERBALIK DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000)
TEROPONG REFLEKTOR (PEMANTUL) 1672 – Isaac Newton - Inggris NEWTONIAN 1672 – Isaac Newton - Inggris CERMIN OBYEKTIF CERMIN DATAR LENSA OKULER BAYANGAN TERBALIK DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000)
TEROPONG REFLEKTOR CASSEGRAINIAN 1672 – Guillaume Cassegrain - Perancis CERMIN UTAMA (cekung) okuler CERMIN KEDUA (cembung) Bayangan terbalik DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000)
Perbesaran Teleskop (Magnifying Power) M = f objektif / f okuler Focal Ratio : f teleskop = f objektif / diameter ( aperture ) Limiting magnitudo teleskop m lim = 6 + 5 log (D (mm)/10) D 150 mm; m lim = 11,9 Daya Pisah ( Resolving Power ) a = 2,1 x 105 l detik busur d Jika l diambil tengah spektrum visible (tampak) = 5,5 x 10-5 cm (5500 Ǻ) a = 11,6 / d disebut Kriteria Dawes. a = daya pisah d = diameter objektif (cm ) l = panjang gelombang radiasi ( cm )
Nama Bintang Separasi R.A. Dec mag. h m 0 ‘ m BINTANG GANDA TERSELEKSI Nama Bintang Separasi R.A. Dec mag. h m 0 ‘ m γ(Gamma Aries) 8,4 “ 1 51 +19 03 4,2 - 4,4 Σ 401-Taurus 11” 3 28 +27 24 6,5 – 6,8 Ө2(Theta-satu) Orion A-B 8,7” 5 33 -5 25 6,8; 8; Trapezium A-C 13” 5,4; 6,8 A-D 21,6” ά1 ,ά2 - Capricornus 6’ 16” 20 15 -12 40 3,8 – 4,5 γ(Gamma) Delphinus 10” 20 44 +15 57 4,5 – 5,5 61- Cygnus 27,4” 21 05 +38 28 5,6 – 6,3 μ(Mu) Cygnus 1,5” 21 42 +28 31 4,7 – 6,0 ξ(Zeta) Aquarius 2,0” 22 26 -0 17 4,4 – 4,6 ά Centauri (Rigil Kentaurus) 13” 14 40 -60 51 -0,04 ξ(Zeta) Ursa Mayoris (Mizar) 14” 13 23 +55 06 2,4 – 4 ε1,2 (Epsilon) Lyrae, 3,5’ 18 45 +39 37 5,1 – 5,4 Doble-double (2,2”; 3”) 5,1 – 6 υ(Nu) Draco 62” 17 32 +55 10 5 - 5
SISTEM KOORDINAT HORISON Lingkaran dasar : Lingkaran Horison. Koordinat : Azimuth (A) dan Tinggi (h) Azimuth : Panjang busur yang dihitung dari titik acuan Utara ke arah Timur (searah jarum jam), sepanjang lingkaran horison sampai ke titik kaki (K). Rentang A : 0 0 s/d 360 0 Tinggi : Panjang busur yang dihitung dari titik kaki (K) di horison sepanjang busur ketinggian, ke arah Zenith jika h positip, dan ke arah Nadir jika berharga negatif. Rentang h : 0 0 s/d 900 atau 00 s/d –900. Kelemahan Sistem Horison: 1. Tergantung tempat di muka bumi. Tempat berbeda, horisonnyapun berbeda. 2. Tergantung waktu, terpengaruh oleh gerak harian. Keuntungannya: Praktis, sederhana, langsung mudah dibayangkan letak bendanya pada bola langit. Catatan : Letak titik Kardinal (UTSB) pada bola langit bebas, asal arah SBUT atau UTSB searah jarum jam.
SISTEM KOORDINAT HORISON KOORDINAT ( A , h ) Z MERIDIAN LANGIT (MERIDIAN PENGAMAT) * Bintang T h U S HORISON K B A A LINGKARAN VERTIKAL UTAMA N TELESKOP ALTAZIMUTH MEMAKAI SISTEM KOORDINAT HORISON Sumbu: Garis tegak Zenith – Nadir , Koordinat: Azimuth (A) dan Tinggi (h)
t1 t2 PENENTUAN ARAH UTARA – SELATAN DENGAN BAYANGAN TONGKAT True North (Utara benar) o t1 t2
1OB 0O 1OT 2OT 3OT 4OT 5OT Contoh Penggunaan: Jika suatu tempat memiliki variasi magnetik 10T (timur), maka arah utara sejati berada pada jarak 1o ke arah barat dari titik Utara kompas. Jika variasi magnetik 1o B (Barat), maka arah utara sejati berada pada jarak 1o ke arah timur dari titik Utara Kompas. Pada tempat lainnya menggunakan interpolasi di antara dua garis terdekat.
SISTEM KOORDINAT EKUATOR Lingkaran Dasar : Lingkaran Ekuator Langit Koordinat : Asensio rekta (a) dan Deklinasi (d). Asensio rekta : Adalah panjang busur, dihitung dari titik Aries ( titik g, Titik Musim Semi, (titik Hamal) pada lingkaran ekuator langit sampai ke titik kaki (K) dengan arah penelusuran ke arah timur. Rentang AR : 0 s/d 24 jam atau 0 o s/d 360o Deklinasi : Adalah panjang busur dari titik kaki (K) pada lingkaran ekuator langit ke arah kutub langit, sampai ke letak benda pada bola langit. Deklinasi berharga positif ke arah KLU, dan negatif ke arah KLS. Rentang d : 0 o s/d 90 o atau 0 o s/d –90o Catatan : Sudut Jam Bintang Lokal adalah panjang busur dalam jam ( 1 jam = 15 0 busur), dihitung dari Titik Kulminasi Atasnya pada meridian langit ke arah barat. Jam bintang adalah sudut jam bintang lokal titik Aries. Sudut jam bintang lokal = Jam bintang – Askensio Rekta. Koordinat ekuator bersifat universal, sangat standar dipakai dalam astronomi karena tidak terpengaruh oleh letak dan waktu pengamat di permukaan bumi. Sistem koordinat Ekuator versi II dipakai dalam aplikasi observasi. LHA bintang atau sudut jam bintang atau t Deklinasi atau d Kelemahannya hanya tergantung pada waktu pengamatan.
SISTEM KOORDINAT EKUATOR LETAK BINTANG DI BELAHAN LANGIT SELATAN DARI PENGAMAT DI BELAHAN BUMI SELATAN Z KLS S * Bintang d T Sudut jam Bintang K LINGKARAN HORISON U S Jam Bintang a B g KLU N TELESKOP EKUATORIAL MEMAKAI SISTEM KOORDINAT EKUATOR Sumbu: Sejajar sumbu bumi (KLU – KLS), Koordinat: Sudut jam (t) dan Deklinasi (d)
Apakah kita bisa melihat Matahari secara langsung? Bagaimana bentuk Matahari yang sebenarnya? Adakah alat khusus untuk melihat matahari?
Bagaimana mengamati matahari lewat teleskop yang aman? Wajib memakai filter matahari: alat yang digunakan untuk melakukan pengamatan matahari (mata, teleskop, binokular mau pun kamera). Hanya pada saat gerhana matahari total saja filter matahari tidak dipergunakan. Io FILTER ND5 I1= 10-5 Io Sinar matahari FILTER ND5, Filter Netral Densitas 5 artinya hanya melalukan 10-5 kali intensitas datang.
Jenis Filter menurut bahan Filter yang terbuat dari kaca cara membuat lebih sulit lebih mahal biasanya diproduksi oleh pabrik
Jenis filter menurut bahan Filter yang terbuat dari bahan yang sederhana Dua lapis film hitam pekat Bekas cd Bagian dalam disket Pembungkus makanan yang terbuat dari poliester berlapiskan alumunium
Tips Pengamatan Matahari (dengan teleskop) Jangan melakukan pengamatan tanpa filter Pasang filter di depan lensa objektif (bukan di eyepiece/okuler) Periksa filter sebelum digunakan Ketika akan melepas filter, arahkan teleskop ke arah lain, jangan ke arah matahari
Bersihkan filter secara teratur Bersihkan filter secara teratur. Untuk filter dari bahan kaca, bersihkan hanya dengan alkohol isopropil dan tisu bersih. Hati-hati jika melakukan pengamatan dengan anak-anak, jauhkan teleskop dari jangkauan anak-anak Beberapa filter dengan bahan seperti yang disarankan di atas memang dapat mengurangi intensitas sinar matahari, namun bukan tidak mungkin filter tersebut melewatkan radiasi tak terlihat yang membahayakan
FILTER MATAHARI ND5 SUNSPOT
FILTER MATAHARI Ha PROMINENSA
PENAMPAKAN GERHANA MATAHARI TOTAL LEWAT TELESKOP TANPA FILTER MATAHARI
GERHANA BULAN TOTAL
FASE GERHANA BULAN
KONTAK : P1 = 23.42 WIB GERHANA BULAN TOTAL, AHAD 4 MARET 2007 U T B Lama total = 1 jam 14,2 menit U + P1 KONTAK : P1 = 23.42 WIB + U1 + U2 Di Jakarta: Mthr. terbit pukul 05:58:15 WIB Bulan terbenam pukul 06:02:07 WIB + U3 MID + + U4 T P4 + B UMBRA BUMI P1 = 03:16,3 WIB EKLIPTIKA Awal parsial,U1 = 04:29,9 WIB Awal total, U2 = 05:43,9 WIB PENUMBRA BUMI MID = 06.20,8 WIB Akhir total, U3 = 06:58,1 WIB Akhir parsial, U4 = 08:11,8 WIB S P4 = 09:25,4 WIB
KONTAK : P1 = 23.42 WIB GERHANA BULAN TOTAL, SELASA 28 AGUSTUS 2007 U Lama gerhana total = 1 jam 30,9 menit U KONTAK : P1 = 23.42 WIB P1 = 14:52,0 WIB PENUMBRA BUMI Awal Parsial,U1 = 15:50,8 WIB P4 + EKLIPTIKA Awal total, U2 = 16:51,9 WIB + U4 UMBRA BUMI + U3 MID = 17:37,2 WIB T B MID + + U2 Akhir total, U3 = 18:22,8 WIB + U1 Akhir parsial, U4 = 19:23,9 WIB + P1 P4 = 20:22,5 WIB Di Jakarta: Mthr. terbenam pukul 17:55:05 WIB Bulan terbit pukul 17:51:06 WIB S
LINTASAN GERHANA MATAHARI PARSIAL (SEBAGIAN), SENIN 19 MARET 2007 GREATEST = 87 % P1 = 0:38:17.4 UT GREATEST = 2:31:48.6 UT P4 = 4:24:53.4 UT
LINTASAN GERHANA MATAHARI PARSIAL, SELASA 11 SEPTEMBER 2007 GREATEST = 75 % P1 = 10:25:38.8 UT GREATEST = 12:31:13.0 UT P4 = 14:36:23.8 UT
GERHANA MATAHARI PARSIAL GERHANA MATAHARI CINCIN PLANET MARS GERHANA MATAHARI PARSIAL GERHANA MATAHARI CINCIN PLANET SATURNUS PLANET JUPITER 1994
Komet Schwassman-Wachmann (73P), 27 April 2006, NASA HST KOMET HALLEY 1986 Tiga fragmen komet Schwassman-Wachmann B (73P), 4 Mei 2006, NASA HST
TERIMA KASIH
+ a2 = arc. tg h /f 1/f = 1/So + 1/Si PENENTUAN LEBAR BAYANGAN PADA BIDANG FILM + Tinggi h f a2 a1 1/f = 1/So + 1/Si Matahari, Bulan dan benda langit lainnya, So @ tak Berhingga Sehingga f = Si a1 = a2 Untuk sudut kecil : tg a2 = h / f h = f tg a2 a2 = arc. tg h /f
DASAR-DASAR KONFIGURASI OPTIS DALAM ASTROFOTOGRAFI Terdapat lima sistem konfigurasi: 1. Fokus Utama (Prime Fokus) 2. Proyeksi Eyepiece (Lensa Positif) Objektif f = F1/ D f = Panjang fokus efektif F1= Jarak lensa objektif ke bidang film kamera D = Diameter lensa objektif D Bidang Film F1 D Bidang Film M = L /A F1 Fe=A L f = Panjang fokus efektif L = Jarak eyepiece dari film A = Jarak eyepiece dari fokus normal= fokus eye piece (Fe) F1 = Fokus teleskop f = F1 x L/ DA
f = F/D = M x Fe / D f = F/D = (F1 x M)/ D f = F/D = (F1 x M)/ D 3. Afokal ( Lensa – Lensa Kamera – Eyepiece ) Objektif F1 Fe Fc D Eyepiece Kamera Bidang Film F = F1xFc / Fe M = F1 /Fe f = F/D = M x Fe / D 4. Proyeksi Lensa Negatif ( Barlow ) Objektif D F1 C B M = C / B Bidang Film f = F/D = (F1 x M)/ D 5. Kompresi ( Compression ) S2 D F F2 (Fokus Lensa Kompresor) F1 S Objektif M = (S2 –F2)/F2 Bidang Film f = F/D = (F1 x M)/ D
PEMGAMATAN MATAHARI Ukuran bayangan matahari pada film dapat dianggap sama dengan ukuran bayangan bulan. Berbeda dengan benda-benda langit lainnya, pemotretan matahari(terlebih lagi memakai teropong) harus menggunakan filter khu- sus untuk matahari. Filter matahari berguna untuk menyaring sejumlah besar intensitas cahaya matahari yang membakar film. Pada umumnya filter matahari memiliki densitas logaritmis sekitar 5,0 yang berarti hanya dapat meloloskan seper- Seratus ribu kali (1/105) kekuatan intensitas sumber. Beberapa filter matahari yang aman dan tidak aman dipakai dalam pemotretan matahari. Aman: - Filter-filter film metalik yang didesain khusus untuk melihat matahari dan dapat dipergunakan secara langsung. Jenis ini merupakan filter matahari terbaik. - Dua atau tiga lapis film hitam putih yang telah disinari dan telah dikembangkan sempurna (over-eks- posed). - Kaca Welder No. 14. Tidak Aman: - Filter-filter fotografi netral dengan berbagai densitas. - Seluruh kombinasi filter-filter fotografi, termasuk filter polarisasi silang. - Filter-filter yang terbuat dari film berwarna. - Filter-filter yang terbuat dari film hitam putihChromogenik’tanpa lapisan perak’, seperti Liford XP-1 atau Agfapan Vario-XL. - Kaca yang dilapisi jelaga. - Setiap filter yang dapat meneruskan cahaya benda-benda selain matahari dan lampu listrik yang sangat terang. - Setiap filter yang ditempatkan dekat eyepiece teleskop, jika tidak menggunakan cermin ber- lapis perak atau Baji Herchel. - Setiap filter yang tidak diketahui pasti aman. Lama waktu pemotretan matahari termasuk pada saat gerhana dapat dilihat di tabel eksposure time.
Fokus 50 mm Fokus 50 mm Fokus 50 mm Edward Panjaitan, Observatorium Bosscha GMT Palembang, 18 Maret 1988 Fokus 50 mm Fokus 50 mm Cecep N., Planetarium & Obs.Jakarta GMC Jakarta, 22 Agustus 1998 Fokus 50 mm Tridjoko R.,Planetarium & Obs.Jakarta GMT Tahuna, 24 Oktober 1995
Komet Schwassman-Wachmann (73P), 27 April 2006, NASA HST Komet Schwassman-Wachmann C (73P). Tiga fragmen komet Schwassman-Wachmann B (73P), 4 Mei 2006, NASA HST
Bu Tien, Pak Harto, Cecep, Rofiq, Pak Beni Murdani (di belakang) MEMORI “ KOMET HALLEY 1986 ” Cibubur, 12 April 1986 Jam 02.00 WIB. Bu Tien, Pak Harto, Cecep, Rofiq, Pak Beni Murdani (di belakang)
MARS 2005 MARS BULAN JUPITER 1. SABTU, 27 AGUSTUS 2005. Terbit = 26/7/2005 Jam 22:29:58 WIB. Transit = 27/8/2005 Jam 04:25:41 WIB. Terbenam = 27/8/2005 Jam 10:21:26 WIB. Jarak ke Pengamat = 0,6892 Satuan Astronomi. Magnitudo = - 0,9 Diameter sudut = 13,6” = 0,425 kali Jupiter = 1/140 kali Bulan MARS MARS 2005 BULAN 2. TERDEKAT KE BUMI (MINGGU, 30 OKTOBER 2005). Diameter sudut = 20“ = 2/3 kali Jupiter = 1/95 kali Bulan Terbit Jam 18:24:24 WIB. Transit Jam 00:18:14 WIB. Terbenam Jam 06:12:03 WIB. Magnitudo = -2,3 Jarak = 0,4641 Satuan Astronomi. 3. MARS PURNAMA/OPOSISI, SENIN 7 NOVEMBER 2005. Diameter sudut = 19,8” =2/3 kali Jupiter = 1/96 kali Bulan. Terbit = 17:41:04 WIB. Transit = 23:35:02 WIB. Terbenam = 05:29:01 WIB. Jarak = 0,4703 Satuan Astronomi Magnitudo = -2,3 JUPITER
PEMOTRETAN BENDA LANGIT (ASTROFOTOGRAFI) Dipersiapkan oleh : Cecep Nurwendaya Planetarium & Observatorium Jakarta Tahun 2006
Perbesaran Teleskop (Magnifying Power) M = f objektif / f okuler Focal Ratio : f teleskop = f objektif / diameter ( aperture ) Limiting magnitudo teleskop m lim = 6 + 5 log (D (mm)/10) D 150 mm; m lim = 11,9 Daya Pisah ( Resolving Power ) a = 2,1 x 105 l detik busur d Jika l diambil tengah spektrum visible (tampak) = 5,5 x 10-5 cm (5500 Ǻ) a = 11,6 / d disebut Kriteria Dawes. a = daya pisah d = diameter objektif (cm ) l = panjang gelombang radiasi ( cm )
Nama Bintang Separasi R.A. Dec mag. h m 0 ‘ m BINTANG GANDA TERSELEKSI Nama Bintang Separasi R.A. Dec mag. h m 0 ‘ m γ(Gamma Aries) 8,4 “ 1 51 +19 03 4,2 - 4,4 Σ 401-Taurus 11” 3 28 +27 24 6,5 – 6,8 Ө2(Theta-satu) Orion A-B 8,7” 5 33 -5 25 6,8; 8; Trapezium A-C 13” 5,4; 6,8 A-D 21,6” ά1 ,ά2 - Capricornus 6’ 16” 20 15 -12 40 3,8 – 4,5 γ(Gamma) Delphinus 10” 20 44 +15 57 4,5 – 5,5 61- Cygnus 27,4” 21 05 +38 28 5,6 – 6,3 μ(Mu) Cygnus 1,5” 21 42 +28 31 4,7 – 6,0 ξ(Zeta) Aquarius 2,0” 22 26 -0 17 4,4 – 4,6 ά Centauri (Rigil Kentaurus) 13” 14 40 -60 51 -0,04 ξ(Zeta) Ursa Mayoris (Mizar) 14” 13 23 +55 06 2,4 – 4 ε1,2 (Epsilon) Lyrae, 3,5’ 18 45 +39 37 5,1 – 5,4 Doble-double (2,2”; 3”) 5,1 – 6 υ(Nu) Draco 62” 17 32 +55 10 5 - 5
Mengapa mengamati benda langit perlu teleskop atau (teropong bintang)? Diameter sudut benda langit sangat kecil, terbesar saja matahari dan bulan sekitar ½ derajat. Intensitas cahaya yang sampai ke pengamat sangat lemah, kecuali Bulan dan Matahari.
Diameter sudut adalah besar bentangan sudut yang tampak dari pengamat. ≈ ½o OBJEK DIAMETER SUDUT OBJEK DIAMETER SUDUT (Maksium busur) (Maksimum busur) Matahari 31’ Bulan 31’ Merkurius 12,9” Venus 64,0” Mars 25,1” Jupiter 49,8” Saturnus: Bola 20,5” Cincin 49,2” Uranus 4,2” Neptunus 2,4” Pluto 0,28”
Teleskop adalah alat untuk mengamati benda langit. Fungsinya: 1. Membesarkan bayangan atau diameter sudut benda langit. M (Perbesaran) = Fokus objektif / Fokus okuler 2. Menguatkan intensitas cahaya benda langit. Diameter lensa/cermin objektif teleskop lebih besar diameter lensa mata Aperture mata manusia sekitar 9 sd. 12 mm. Perbandingan (rasio) intensitas (kuat cahaya) yang masuk ke teles-kop terhadap mata = R2 / r2 Diameter lensa Mata = r Diameter lensa / cermin teleskop = R
DIAMETER SUDUT DAN MAGNITUDO SEMU BENDA LANGIT OBJEK DIAMETER SUDUT MAGNITUDO KEKUATAN TELESKOP MAKSIMUM( BUSUR ) YANG COCOK Matahari 31’ - 27 Setiap Bulan 31’ - 12 Setiap Merkurius 12,9” - 1,9 40 – 120 x Venus 64,0” - 4,4 20 – 120 x Mars 25,1” - 2,8 100 – 300 x Jupiter 49,8” - 2,5 20 – 300 x Saturnus: Bola 20,5” - 0,4 40 – 300 x Cincin 49,2” Uranus 4,2” + 5,7 Setiap Neptunus 2,4” + 7,6 Setiap Pluto 0,28” + 14 Minimum diameter 25 cm
TELESKOP / TEROPONG 1.Kegunaan: a. Teropong bumi : tidak membalik bayangan objek: Monokuler (teropong medan / Yojana), Binokuler. b. Teropong bintang (teleskop), bayangan objek terbalik. 2. Jenis Optis: a. Refraktor (teropong pembias) atau teropong lensa. b. Reflektor (teropong pemantul) atau teropong cermin. 3. Jenis Fokus: a. Fokus Utama : Galillean (Eye piece lensa negatif), dan Keplerian( Eyepiece lensa positif). b. Fokus Newtonian, cermin sekundernya datar. c. Fokus Gregorian, cermin sekundernya cekung. d. Fokus Cassegrain , cermin sekundernya cembung e. Fokus Coude, cermin sekundernya datar mengarah ke garis sejajar sumbu rotasi bumi. f. Fokus Schmidt - Cassegrain, cermin sekundernya cembung, dilengkapi lensa koreksi di bagian tutup (atas) teropong. 4. Jenis Gerak: a. Altazimuth ( Azimuthal ), memakai gerak azimuth (datar) dan tinggi objek (Koordinat horison). b. Ekuatorial, memakai gerak sudut jam dan deklinasi. (Koordinat ekuator): sudut jam dan deklinasi. dapat digunakan motor gerak.
TEROPONG REFRAKTOR (PEMBIAS) GALILEAN 1608 (TELESKOP GALILEO) JENIS-JENIS TELESKOP (TEROPONG BINTANG) TEROPONG REFRAKTOR (PEMBIAS) GALILEAN 1608 (TELESKOP GALILEO) Penemu teleskop : Jan Lippershey - Holland BAYANGAN TEGAK OBYEKTIF LENSA POSITIF OKULER LENSA NEGATIF DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000)
1611 - Johann Kepler - Jerman TEROPONG REFRAKTOR 1611 - Johann Kepler - Jerman OBYEKTIF LENSA POSITIF OKULER LENSA POSITIF BAYANGAN TERBALIK DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000)
TEROPONG REFLEKTOR GREGORIAN 1663 – James Gregory - Scotlandia CERMIN KEDUA CEKUNG CERMIN OBYEKTIF OKULER LENSA POSITIF BAYANGAN PERTAMA BAYANGAN KEDUA TERBALIK DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000)
TEROPONG REFLEKTOR (PEMANTUL) 1672 – Isaac Newton - Inggris NEWTONIAN 1672 – Isaac Newton - Inggris CERMIN OBYEKTIF CERMIN DATAR LENSA OKULER BAYANGAN TERBALIK DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000)
TEROPONG REFLEKTOR CASSEGRAINIAN 1672 – Guillaume Cassegrain - Perancis CERMIN UTAMA (cekung) okuler CERMIN KEDUA (cembung) Bayangan terbalik DESAIN OLEH: ARI ISTIARDI (2000)
SISTEM KOORDINAT HORISON KOORDINAT ( A , h ) Z MERIDIAN LANGIT (MERIDIAN PENGAMAT) * Bintang T h U S HORISON K B A A LINGKARAN VERTIKAL UTAMA N TELESKOP ALTAZIMUTH MEMAKAI SISTEM KOORDINAT HORISON Sumbu: Garis tegak Zenith – Nadir , Koordinat: Azimuth (A) dan Tinggi (h)
PENENTUAN ARAH UTARA – SELATAN DENGAN BAYANGAN TONGKAT Mthr2 Mthr1 True North (Utara benar) o t1 t2
1OB 0O 1OT 2OT 3OT 4OT 5OT Contoh Penggunaan: Jika suatu tempat memiliki variasi magnetik 10T (timur), maka arah utara sejati berada pada jarak 1o ke arah barat dari titik Utara kompas. Jika variasi magnetik 1o B (Barat), maka arah utara sejati berada pada jarak 1o ke arah timur dari titik Utara Kompas. Pada tempat lainnya menggunakan interpolasi di antara dua garis terdekat.
g d a SISTEM KOORDINAT EKUATOR S Z KLS T S U B KLU N LETAK BINTANG DI BELAHAN LANGIT SELATAN DARI PENGAMAT DI BELAHAN BUMI SELATAN Z KLS S * Bintang d T Sudut jam Bintang K LINGKARAN HORISON U S Jam Bintang a B g KLU N TELESKOP EKUATORIAL MEMAKAI SISTEM KOORDINAT EKUATOR Sumbu: Sejajar sumbu bumi (KLU – KLS), Koordinat: Sudut jam (t) dan Deklinasi (d)
Bagaimana mengamati matahari lewat teleskop yang aman? Wajib memakai filter matahari: alat yang digunakan untuk melakukan pengamatan matahari (mata, teleskop, binokular mau pun kamera). Hanya pada saat gerhana matahari total saja filter matahari tidak dipergunakan. Io FILTER ND5 I1= 10-5 Io Sinar matahari FILTER ND5, Filter Netral Densitas 5 artinya hanya melalukan 10-5 kali intensitas datang.
Jenis Filter menurut bahan Filter yang terbuat dari kaca cara membuat lebih sulit lebih mahal biasanya diproduksi oleh pabrik
Jenis filter menurut bahan Filter yang terbuat dari bahan yang sederhana Dua lapis film hitam pekat Bekas cd Bagian dalam disket Pembungkus makanan yang terbuat dari poliester berlapiskan alumunium
Tips Pengamatan Matahari (dengan teleskop) Jangan melakukan pengamatan tanpa filter Pasang filter di depan lensa objektif (bukan di eyepiece/okuler) Periksa filter sebelum digunakan Ketika akan melepas filter, arahkan teleskop ke arah lain, jangan ke arah matahari
Bersihkan filter secara teratur Bersihkan filter secara teratur. Untuk filter dari bahan kaca, bersihkan hanya dengan alkohol isopropil dan tisu bersih. Hati-hati jika melakukan pengamatan dengan anak-anak, jauhkan teleskop dari jangkauan anak-anak Beberapa filter dengan bahan seperti yang disarankan di atas memang dapat mengurangi intensitas sinar matahari, namun bukan tidak mungkin filter tersebut melewatkan radiasi tak terlihat yang membahayakan
SUNSPOT FILTER MATAHARI ND5 FILTER MATAHARI Ha PROMINENSA
PENAMPAKAN GERHANA MATAHARI TOTAL LEWAT TELESKOP TANPA FILTER MATAHARI
KONTAK : P1 = 23.42 WIB GERHANA BULAN TOTAL, AHAD 4 MARET 2007 U T B S Lama Gerhana Total = 1 jam 14,2 menit U Di Jakarta: Mthr. terbit pukul 05:58:15 WIB Bulan terbenam pukul 06:02:07 WIB P1 KONTAK : P1 = 23.42 WIB U1 + U2 + U3 + U4 + + T P4 MID B + + UMBRA BUMI EKLIPTIKA P1 = 03:16,3 WIB PENUMBRA BUMI Awal parsial,U1 = 04:29,9 WIB Awal total, U2 = 05:43,9 WIB MID = 06.20,8 WIB Akhir total, U3 = 06:58,1 WIB S Akhir parsial, U4 = 08:11,8 WIB P4 = 09:25,4 WIB
KONTAK : P1 = 23.42 WIB GERHANA BULAN TOTAL, SELASA 28 AGUSTUS 2007 U Lama Gerhana Total = 1 jam 30,9 menit U KONTAK : P1 = 23.42 WIB PENUMBRA BUMI P4 EKLIPTIKA U4 UMBRA BUMI + U3 + T B + U2 + U1 + MID P1 + + P1 = 14:52,0 WIB Awal Parsial,U1 = 15:50,8 WIB Di Jakarta: Mthr. terbenam pukul 17:55:05 WIB Bulan terbit pukul 17:51:06 WIB Awal total, U2 = 16:51,9 WIB MID = 17:37,2 WIB S Akhir total, U3 = 18:22,8 WIB Akhir parsial, U4 = 19:23,9 WIB P4 = 20:22,5 WIB
LINTASAN GERHANA MATAHARI PARSIAL (SEBAGIAN), SENIN 19 MARET 2007 GREATEST = 87 % P1 = 0:38:17.4 UT GREATEST= 2:31:48.6 UT P4 = 4:24:53.4 UT
LINTASAN GERHANA MATAHARI PARSIAL, SELASA 11 SEPTEMBER 2007 GREATEST = 75 % P1 = 10:25:38.8 UT GREATEST= 12:31:13.0 UT P4 = 14:36:23.8 UT
GERHANA BULAN TOTAL
DASAR-DASAR KONFIGURASI OPTIS DALAM ASTROFOTOGRAFI Terdapat lima sistem konfigurasi: 1. Fokus Utama (Prime Fokus) 2. Proyeksi Eyepiece (Lensa Positif) Objektif f = F1/ D Bidang Film D f = Panjang fokus efektif F1= Jarak lensa objektif ke bidang film kamera D = Diameter lensa objektif F1 Bidang Film D M = L /A F1 Fe=A L f = Panjang fokus efektif L = Jarak eyepiece dari film A = Jarak eyepiece dari fokus normal= fokus eye piece (Fe) F1 = Fokus teleskop f = F1 x L/ DA
f = F/D = M x Fe / D f = F/D = (F1 x M)/ D f = F/D = (F1 x M)/ D 3. Afokal ( Lensa – Lensa Kamera – Eyepiece ) Objektif Eyepiece Kamera Bidang Film D F = F1xFc / Fe F1 Fe Fc M = F1 /Fe f = F/D = M x Fe / D 4. Proyeksi Lensa Negatif ( Barlow ) Objektif C D M = C / B Bidang Film B F1 F1 f = F/D = (F1 x M)/ D 5. Kompresi ( Compression ) F2 (Fokus Lensa Kompresor) Objektif S S2 M = (S2 –F2)/F2 D Bidang Film F f = F/D = (F1 x M)/ D F1
Apa yang harus diperhatikan dalam pemotretan benda langit. Kamera jenis SLR (single lens reflector). Lensa kamera atau teleskop yang dipergunakan. Aperture (angka bukaan rana atau diafragma) pada kamera sama dengan f rasio pada terleskop. 4. Kecepatan penyinaran film (eksposure time), tertera pada bodi ka- mera. 5. Kecepatan film dalam ASA atau ISO. 6. Jenis film 35 mm (24 x 35 mm) positif (slide) atau negatif (print). Diameter sudut objek dan ukuran terangnya (magnitudo). 8. Penggunaan tabel eksposure time sebagai panduan pemotretan. 9. Gerak harian jika tidak memakai motor gerak. 10. Penggunaan filter yang sesuai jika diperlukan. 11. Penggunaan tripod atau kaki teropong. 12.Penggunaan shutter release jika pemotretan lama.
Mengapa kita perlu teleskop untuk melihat dan memotret ben- da langit? Karena diameter sudut benda langit ukurannya kecil. Diameter sudut terbesar adalah bulan dan matahari harganya sekitar ½o. Diameter sudut adalah besar bentangan sudut yang tampak dari pengamat. ≈ ½ 0 OBJEK DIAMETER SUDUT OBJEK DIAMETER SUDUT (Maksium busur) (Maksimum busur) Matahari 31’ Bulan 31’ Merkurius 12,9” Venus 64,0” Mars 25,1” Jupiter 49,8” Saturnus: Bola 20,5” Cincin 49,2” Uranus 4,2” Neptunus 2,4” Pluto 0,28”
Aperture mata manusia sekitar 9 sd. 12 mm. Teropong atau teleskop adalah alat untuk mengamati benda langit. Fungsinya: 1. Membesarkan bayangan atau membesarkan diameter sudut benda langit. M (Perbesaran) = F objektif / F okuler 2. Menguatkan cahaya benda langit. Aperture (bukaan) lensa/cermin objektif dibagi aperture mata Dalam pemotretan benda langit, teleskop berfungsi sebagai pengganti lensa tele kamera berfokus panjang. Panjang fokus teleskop menggantikan panjang fokus lensa tele yang dipergunakan. Pemotretan memakai teropong berfokus 2 meter, setara dengan memakai lensa tele 2000 mm! Jarak fokus dan aperture teropong tetap, berbeda dengan lensa tele yang bervariasi tergantung kebutuhan pemotret. Aperture mata manusia sekitar 9 sd. 12 mm. Perbandingan (rasio) intensitas (kuat cahaya) yang masuk ke teleskop terhadap mata = R2 / r2 Diameter lensa / cermin teleskop = R Diameter lensa Mata = r
TELESKOP / TEROPONG 1.Kegunaan: a. Teropong bumi : tidak membalik bayangan objek: Monokuler (teropong medan / Yojana), Binokuler. b. Teropong bintang (teleskop), bayangan objek terbalik. 2. Jenis Optis: a. Refraktor (teropong pembias) atau teropong lensa. b. Reflektor (teropong pemantul) atau teropong cermin. 3. Jenis Fokus: a. Fokus Utama : Galillean (eye piece lensa negatif), dan Keplerian( Eyepiece lensa positif). b. Fokus Newtonian, cermin sekundernya datar. c. Fokus Gregorian, cermin sekundernya cekung. d. Fokus Cassegrain , cermin sekundernya cembung e. Fokus Coude, cermin sekundernya datar mengarah ke garis sejajar sumbu rotasi bumi. f. Fokus Schmidt - Cassegrain, cermin sekundernya cembung, dilengkapi lensa koreksi di bagian tutup (atas) teropong. 4. Jenis Gerak: a. Altazimuth ( Azimuthal ), memakai gerak azimuth (datar) dan tinggi objek. b. Ekuatorial, memakai gerak sudut jam dan deklinasi.
+ a2 = arc. tg h /f 1/f = 1/So + 1/Si PENENTUAN LEBAR BAYANGAN PADA BIDANG FILM + Tinggi h f a2 a1 1/f = 1/So + 1/Si Matahari, Bulan dan benda langit lainnya, So @ Tak berhingga Sehingga f = Si a1 = a2 Untuk sudut kecil : tg a2 = h / f h = f tg a2 a2 = arc. tg h /f
DIAMETER SUDUT DAN MAGNITUDO SEMU BENDA LANGIT OBJEK DIAMETER SUDUT MAGNITUDO KEKUATAN TELESKOP MAKSIMUM( BUSUR ) YANG COCOK Matahari 31’ - 27 Setiap Bulan 31’ - 12 Setiap Merkurius 12,9” - 1,9 40 – 120 x Venus 64,0” - 4,4 20 – 120 x Mars 25,1” - 2,8 100 – 300 x Jupiter 49,8” - 2,5 20 – 300 x Saturnus: Bola 20,5” - 0,4 40 – 300 x Cincin 49,2” Uranus 4,2” + 5,7 Setiap Neptunus 2,4” + 7,6 Setiap Pluto 0,28” + 14 Minimum diameter 25 cm
FILTER UKURAN KECEPATAN FILM Ukuran kecepatan film dalam ASA atau ISO. Penggunaan film cepat atau lambat tergantung pada objek benda langit yang dipotret.Pada umumnya disarankan sebagai berikut: A. Objek Terang: Matahari dan Bulan. Film ASA rendah s/d menengah ASA: 25, 64, 100. B. Objek Menengah Terang: Venus, Jupiter, Mars, Saturnus, Merkurius. Film ASA menengah s/d tinggi ASA: 100, 200, 400. C. Objek Lemah: Bintang, planet-planet di luar Saturnus, komet, meteor, galaksi, nebula, Gerhana Bulan Total. Film ASA tinggi, ASA: 400, 1000, 1600, 3200. FILTER Penggunaan filter dimaksudkan untuk mengurangi intensitas cahaya objek agar bayangan objek dapat terekam de- ngan baik pada film. Tujuan lain untuk menampilkan ketajaman marking atau bentuk corak permukaan objek mau- pun untuk mendapatkan efek-efek khusus tertentu sesuai seperti yang diinginkan pemotret. Pada filter fotografi, hubungan antara Faktor Filter, Persen Transmisi, dan Densitas logaritmis (D) diberikan sbb: Faktor Filter = 100 / Persen Transmisi Log D= Log10 Faktor Filter Persen Transmisi Filter Faktor Densitas Logaritmis ( D ) 50 x 2 0,3 25 x 4 6,0 10 x 10 1,0 1 x 100 2,0 0,1 x 1.000 3,0 0,01 x 10.000 4,0 0,001 x 100.000 5,0 0,0001 x 1.000.000 6.0
Tabel HUBUNGAN ANTARA FILTER DENSITAS NETRAL, FAKTOR FILTER DAN PENGURANGAN EKSPOSURE TIME. Densitas Netral Faktor filter Pengurangan E.T. 0,1 1 ¼ 1/3 0,2 1 ½ 2/3 0,3 2 1 0,4 2 ½ 1 1/3 0,5 3 1 2/3 0.6 4 2 0,7 5 2 1/3 0,8 6 2 2/3 0,9 8 3 1,0 10 3 1/3 2,0 100 6 2/3 3,0 1.000 10 4,0 10.000 13 1/3 5,0 100.000 16 2/3 6,0 1.000.000 20
f = f Rasio atau f-stop sistem = F / D PENENTUAN WAKTU PENYINARAN FILM ( EKSPOSURE TIME ) Waktu penyinaran film ( t.e.) ditentukan dari persamaan: t.e (dalam detik) = f2 ( A x B ) f = f Rasio atau f-stop sistem = F / D A = Kecepatan film dalam ASA atau ISO B = Konstantan yang ditentukan dari kecerahan intensitas objek. DAFTAR KONSTANTA B UNTUK BERBA- GAI BENDA LANGIT Objek Konstantan B BULAN Sabit tipis ( Thin Crescent ) 10 Sabit lebar (Wide Crescent ) 20 Separuh bulat ( Quarter ) 40 Cembung ( Gibbous ) 80 Purnama ( Full ) 200 Gerhana Parsial ( sebagian) 80 Parsial Umbra + Penumbra 0,25 Total relatif terang 0,05 Total relatif gelap 0,005 MATAHARI Penuh atau Parsial ( +ND 5 ) 80 Gerhana Total, Prominensa 50 Korona dalam ( medan 30 ) 5 Korona luar ( medan 100 ) 1 PLANET Venus 400 Merkurius 60 Mars 60 Jupiter 30 Saturnus 10 Tabel EKSPOSURE TIME TERPANJANG YANG MEMBERIKAN CITRA TAJAM, TANPA MEMAKAI CLOCK DRIVE. DAPAT DI- PERGUNAKAN UNTUK SETIAP OBJEK LANGIT. Rentang Panjang Eksposure Time kritis Toleransi blur Fokus Efektif ( mm ) ( dalam detik ) ( dalam detik ) 90 – 180 2 8 180 – 350 1 4 350 – 700 1/2 2 700 – 1500 1/4 1 1500 – 3000 1/8 1/2 3000 – 6000 1/15 1/4 6000 – lebih 1/30 1/8
TABEL EKSPOSURE TIME (WAKTU PENCAHAYAAN FILM) F-Rasio Objek Fase ASA Keterangan 2 5,6 11 16 100 BULAN Sabit Tipis 100 1/250 1/30 1/8 1/4 30 Waktu dalam (Thin Crescent) 400 1/1000 1/125 1/30 1/15 5 detik. 1000 1/2000 1/250 1/60 1/30 2 Sabit Lebar 100 1/500 1/60 1/15 1/8 11 ( Wide Crescent ) 400 1/2000 1/250 1/60 1/30 2 1000 << 1/500 1/125 1/60 1/2 Separuh Bulat 100 1/1000 1/125 1/30 1/15 5 ( Quartir ) 400 << 1/500 1/125 1/60 1/2 1000 << 1/1000 1/250 1/125 1/4 Cembung 100 1/2000 1/250 1/60 1/30 2 ( Gibbous ) 400 << 1/1000 1/250 1/125 1/4 1000 << 1/2000 1/500 1/250 1/8 Purnama 100 << 1/500 1/125 1/60 1/2 ( Full Moon ) 400 << 1/2000 1/500 1/250 1/8 1000 << << 1/1000 1/500 1/15 Gerhana Parsial 100 1/1000 1/125 1/30 1/15 4 ( Sebagian ) 400 << 1/500 1/125 1/60 1/2 Gerhana Total 100 20 >> >> >> >> 400 4 50 >> >> >> 1000 2 20 135 >> >>
F-Rasio Objek Fase ASA Keterangan 2 5,6 11 16 100 2 5,6 11 16 100 MATAHARI Penuh (Full) 100 1/2000 1/250 1/60 1/30 2 Memakai / Parsial 400 << 1/1000 1/250 1/125 1/4 Filter Matahari 1000 << 1/2000 1/500 1/250 1/8 (ND 5) Gerhana Total 100 1/1000 1/125 1/30 1/15 4 Tanpa Filter ( Prominensa ) 400 << 1/500 1/125 1/60 1/2 1000 << 1/1000 1/250 1/125 1/4 Gerhana Total 100 1/125 1/15 1/4 1/2 70 Tanpa Filter ( Medan 30 ) 400 1/500 1/60 1/15 1/8 11 1000 1/1000 1/125 1/30 1/15 4 Gerhana Total 100 1/30 1/4 2 5 >> Tanpa Filter ( Medan 100 ) 400 1/125 1/15 1/4 1/2 95 1000 1/500 1/30 1/8 1/4 30 METEOR 400 10 s/d 30 menit Motor Gerak 1000 (Clock Drive) KOMET & JEJAK BINTANG 400 s/d 30 menit Motor Gerak 1000 (Clock Drive) NEBULA & GALAKSI LUAR 400 10 menit s/d 1 jam Motor Gerak 1000 (Clock Drive)
PLANET F-Rasio Objek ASA Keterangan 2 5,6 11 16 100 2 5,6 11 16 100 MERKURIUS 100 1/2000 1/250 1/60 1/30 3 400 << 1/1000 1/250 1/125 1/2 1000 << 1/2000 1/500 1/250 1/4 VENUS 100 << 1/1000 1/250 1/125 1/4 400 << << 1/1000 1/500 1/15 1000 << << 1/2000 1/1000 1/30 MARS 100 1/2000 1/250 1/60 1/30 3 400 << 1/1000 1/250 1/125 1/2 1000 << 1/2000 1/500 1/250 1/4 JUPITER 100 1/1000 1/125 1/30 1/15 7 400 << 1/500 1/250 1/60 1 1000 << 1/1000 1/500 1/125 1/4 SATURNUS 100 1/250 1/30 1/8 1/4 30 400 1/1000 1/125 1/30 1/15 5 1000 1/2000 1/250 1/60 1/30 2
Tabel Eksposure time untuk daerah bintang, dalam satuan detik. PEMOTRETAN BINTANG Lama waktu maksimum pemotretan bintang, komet, nebula, galaksi, tanpa meninggalkan jejak garis pada film akibat gerak harian, ditentukan oleh persamaan: t.e. (dalam detik) = 1000 / F Cos d F = Jarak fokus lensa dalam mm d = Deklinasi bintang Tabel Eksposure time untuk daerah bintang, dalam satuan detik. Panjang Fokus Deklinasi Pusat Medan Bintang Lensa ( mm ) 00 +/- 300 +/- 450 +/- 600 +/- 750 18 55 65 80 110 220 24 40 50 60 85 160 28 35 40 50 75 140 35 30 33 40 60 110 50 (Normal) 20 23 28 40 75 75 13 15 18 25 50 100 10 12 14 20 40 135 7,5 8,5 11 15 30 150 6,5 7,5 9 13 25 200 5,0 5,5 7 10 20 300 3,3 3,8 4,7 6,5 13 400 2,5 3,0 3,5 5,0 10
PEMOTRETAN BULAN Ukuran diameter bayangan bulan atau matahari pada film ditentukan dari persamaan: d = Diameter bayangan bulan F = Panjang fokus lensa. Pada umumnya d dan F dalam mm. Tabel Ukuran citra bulan dan Jupiter pada film 35 mm untuk berbagai panjang fokus Panjang Fokus Medan Pandang Citra bulan Citra Jupiter Citra Jupiter (mm ) ( mm ) (Field of view) ( mm ) ( mm ) pada 15 x perbesaran 400 3,40 x 5,20 3,6 - - 500 2,70 x 4,10 4,5 - - 600 2,30 x 3,40 5,4 - - 700 2,00 x 2,90 6,4 - - 800 1,70 x 2,60 7,3 - - 1000 1,40 x 2,10 9,1 0,2 3,0 1250 1,10 x 1,70 11 0,25 3,8 1500 0,90 x 1,40 14 0,3 4,5 2000 41’ x 62’ 18 0,4 6,0 2500 33’ x 50’ 23 0,5 7,5 3000 28’ x 41’ 27 0,6 9,0 4000 21’ x 31’ 36 0,8 12 5000 17’ x 25’ 45 1,0 15 6000 14’ x 21’ 55 1,2 18 8000 10’ x 15’ 73 1,6 24 10.000 8,3’ x 12’ 91 2,0 30 12.000 6,9’ x 10’ 109 2,4 36 14.000 5,9’ x 8,8’ 127 2,8 42 16.000 5,2’ x 7,7’ 145 3,2 48 18.000 4,6’ x 6,9’ 164 3,6 54 20.000 4,1’ x 6,2’ 182 4,0 60 d = F / 110
Penggunaan Telefoto dan Telekonverter dapat memperbesar harga F sistem keseluruhan, sehingga memperbesar Ukuran citra objek pada bidang film. Beberapa hal penting yang diperhatikan dalam pemotretan bulan dengan Telefoto. Selalu menggunakan tripod. Lensa disetel pada f/5,6 atau f/8, khususnya jika menggunakan telekonverter, oleh karena sebagian besar lensa paling tajam pada daerah tersebut. Pastikan fokus yang tepat dengan mengamati penampakkan objek dari jendela pengintip di kamera tampak pa- ling tajam. Harus diingat bahwa penggandaan f-rasio berbanding lurus dengan panjang fokus. Hal ini sangat penting dalam menentukan eksposure time (waktu penyinaran film) dengan tepat. Sangat sulit memotret kawah-kawah bulan pada saat bulan purnama, karena cahaya bulan terlampau terang me- ngakibatkan kontras kawah-kawah berkurang. Pemotretan tofografi bulan yang baik dilakukan pada tepi permu- kaan bulan antara daerah terang-gelap(daerah terminator), khususnya pada saat fase sabit atau quartir (separuh). Jika lensa yang dipergunakan menghasilkan bayangan bulan pada film berukuran kecil, untuk kepentingan este- tika (keindahan) dapat digabungkan dengan objek-objek lain yang dapat tercakup dalam film. Sebagai contoh: Bulan sabit sesaat setelah matahari tenggelam sekaligus dapat mengabadikan pohon-pohon atau gedung-gedung pada latar belakang objek utama. Apabila berdekatan letak bulan dengan Venus atau Jupiter, waktu pemotretan bulan dapat diperpanjang beberapa stop supaya sekaligus dapat mengabadikan planet-planet tersebut. Penggunaan filter kuning (Kodak No. 8 K2) atau kuning tua N0. 15 (G) dapat mengurangi efek latar belakang yang mengijinkan waktu pencahayaan film dapat lebih diperpanjang tanpa ada resiko latar belakang objek pada film akan terbakar.
PEMOTRETAN MATAHARI Ukuran bayangan matahari pada film dapat dianggap sama dengan ukuran bayangan bulan. Berbeda dengan benda-benda langit lainnya, pemotretan matahari(terlebih lagi memakai teropong) harus menggunakan filter khu- sus untuk matahari. Filter matahari berguna untuk menyaring sejumlah besar intensitas cahaya matahari yang membakar film. Pada umumnya filter matahari memiliki densitas logaritmis sekitar 5,0 yang berarti hanya dapat meloloskan seper- Seratus ribu kali (1/105) kekuatan intensitas sumber. Beberapa filter matahari yang aman dan tidak aman dipakai dalam pemotretan matahari. Aman: - Filter-filter film metalik yang didesain khusus untuk melihat matahari dan dapat dipergunakan secara langsung. Jenis ini merupakan filter matahari terbaik. - Dua atau tiga lapis film hitam putih yang telah disinari dan telah dikembangkan sempurna (over-eks- posed). - Kaca Welder No. 14. Tidak Aman: - Filter-filter fotografi netral dengan berbagai densitas. - Seluruh kombinasi filter-filter fotografi, termasuk filter polarisasi silang. - Filter-filter yang terbuat dari film berwarna. - Filter-filter yang terbuat dari film hitam putihChromogenik’tanpa lapisan perak’, seperti Liford XP-1 atau Agfapan Vario-XL. - Kaca yang dilapisi jelaga. - Setiap filter yang dapat meneruskan cahaya benda-benda selain matahari dan lampu listrik yang sangat terang. - Setiap filter yang ditempatkan dekat eyepiece teleskop, jika tidak menggunakan cermin ber- lapis perak atau Baji Herchel. - Setiap filter yang tidak diketahui pasti aman. Lama waktu pemotretan matahari termasuk pada saat gerhana dapat dilihat di tabel eksposure time.
PEMOTRETAN GANDA ( MULTIPLE SISTEM ) Merekam perubahan letak benda langit akibat gerak harian pada satu film. Umumnya merekam perubahan fase-fase gerhana matahari maupun gerhana bulan. Lensa kamera umumnya dipakai lensa normal 50 cm atau wide angle ( 35 atau 28 mm ), bermedan pandang luas, supaya dapat merekam perubahan letak objek dalam waktu yang cukup lama. Posisi kamera umumnya tegak, supaya memperoleh medan pemotretan luas. Yang harus diperhatikan: - Kondisi langit harus tetap baik, stabil dan tidak berawan selama pemotretan berlangsung. Kedudukan kamera di tripod harus kokoh, tidak goyang akibat pemotretan dan tidak boleh berpindah tempat. Pilih ukuran lensa kamera yang sesuai dengan rentang waktu pemotretan. Selang waktu memotret setiap posisi objek diupayakan supaya citra objek tidak rapat dan tidak terlalurenggang. - Lintasan gerak harian objek harus diperkirakan dengan tepat. Akumulasi cahaya latar belakang setiap pemotretan harus diperhatikan, supaya latar belakang objek tidak menga- burkan citra objeknya sendiri. Usahakan momen paling penting misalnya midle gerhana atau total berada di tengah rangkaian potret multiple. Kalau memungkinkan pilih pemandangan latar depan objek yang khas atau spesifik. Contoh: Lensa normal 50 mm Ukuran Film: 35 x 24 mm Ukuran diameter bulan atau matahari pada film = 50/110 = 0,45 mm. Panjang film dapat memuat 35/0,45 buah = 77 piringan matahari atau bulan berimpit = 38,50. Lebar film dapat memuat 24/0,45 buah = 53 piringan matahari atau bulan berimpit = 26,50. Selang waktu pemotretan multiple yang paling disarankan sebesar 5 menit sekali, atau jarak antara dua pusat matahari yang berdekatan sekitar dua setengah kali diameter piringan matahari. Setiap perpindahan objek selebar piringan matahari ( 1/20 ) ditempuh selama 2 menit.
Sebagai catatan akhir, pada umumnya ada beberapa hal yang ditulis dalam catatan pemotretan benda langit,Yaitu: - Nama objek yang dipotret. - Kondisi udara: cerah, berawan tipis, tebal, stabil atau tidak stabil. - Detail peralatan yang dipergunakan, pencatatan f-stop termasuk filter. - Jenis film, merk, ASA, kode, untuk catatan pemprosesan. - Tanggal, waktu dan tempat pemotretan. - Lama waktu penyinaran film dalam detik. DAFTAR PUSTAKA Covington, M., 1985, Astrophptography for the Amateur, Cambridge University Press, Cam- bridge. Moore, P., The Amateur Astronomer’s Glossary, Lutherworth Press, London. -----------------, Astrophotography with your Camera, Kodak Publication No. AC-20, New York. -----------------, Solar–Eclipse Photography for the Amateur, Kodak Publication No.Am-10, Bruning, D., 1994, November’s Colorful Eclipse, Astronomy, April 1994, p. 68. Byrd, D., Shaffer, R., Search for a Young Spring Moon, Astronomy, April 1994, p.52. Talcott, R., 1995, Spy the Young Moon, Astronomy, March 1995, p.68. 8. Byrd, D., 1996, The Moon Flags Tiny Mercury, Astronomy, April 1996, p.56.
KOMET 73P/ SCHWASSMANN-WACHMANN Penemu : Arnold Schwassmann dan Arno Athur Wachmann tanggal 2 Mei 1930. Nama lain : 1930 Vl, 1979 Vlll. Designasi : 1990 Vlll, 1994 w. Periode orbit : 5,36 tahun Aphelium : 5,187 Satuan Astronomi. Perihelium : 5,187 Satuan Astronomi. Mencapai perihelium terakhir : 27 Januari 2001 Mencapai perihelium yad : 6 Juni 2006 Pada tahun 1995, komet 73P pecah menjadi: 73P: A, B, C, D & E. Maret 2006 diketahui ditemukan menjadi 8 fragmen : B, C, G, H, J, L, M & N. 18 April 2006 HST mendeteksi ada ribuan fragmen B dan G(seperti komet 3D/ Biela di abad ke 19) berubah dari 73P menjadi 73 D. Melewati bumi di akhir April dan awal mei, terdekat ke bumi sekitar tanggal 12 mei pada jarak 11,9 juta km (0,08 satuan astronomi).
POSISI KOMET SCHWASSMANN-WACHMANN TANGGAL 14 MEI 2006 JAM 01 POSISI KOMET SCHWASSMANN-WACHMANN TANGGAL 14 MEI 2006 JAM 01.00 WIB DI JAKARTA Schwassmann-Wachmann R (73P) m = 14,12 Schwassmann-Wachmann G (73P) m = 14,14 Schwassmann-Wachmann B (73P) m = 6,18 Schwassmann-Wachmann C (73P) m = 6,52 Schwassmann-Wachmann (73P) m = 6,52
Komet Schwassman-Wachmann (73P), 27 April 2006, NASA HST Komet Schwassman-Wachmann C (73P). Tiga fragmen komet Schwassman-Wachmann B (73P), 4 Mei 2006, NASA HST
POTRET BENDA-BENDA LANGIT FOKUS 2.250 mm GBT, Jakarta 10 Februari 1990 Cecep N., Planetarium Jakarta
FOKUS 1.000 mm FOKUS 1.000 mm GMT Tahuna, 25 Oktober 1995 GMT Bojonegoro, 11 Juni 1983 Darsa S., Planetarium Jakarta Darsa S., Planetarium Jakarta
GERHANA MATAHARI PARSIAL GERHANA MATAHARI CINCIN PLANET JUPITER 1994 PLANET SATURNUS
GERAK HARIAN BINTANG
Fokus 50 mm Fokus 50 mm Fokus 50 mm Edward Panjaitan, Observatorium Bosscha GMT Palembang, 18 Maret 1988 Fokus 50 mm Fokus 50 mm Cecep N., Planetarium & Obs.Jakarta GMC Jakarta, 22 Agustus 1998 Fokus 50 mm Tridjoko R.,Planetarium & Obs.Jakarta GMT Tahuna, 24 Oktober 1995
David Silvertein, GBT 28/29 November 1993 Kirk Wines, David Silvertein, GBT 3 April 1996 David Silvertein, GBT 28/29 November 1993