Kelebihan dan Kekurangan Jurnalisme Damai Dwi Firmansyah M.I.Kom
Kelebihan Jurnalisme Damai: Dengan adanya jurnalisme damai, maka media massa dan jurnalis dapat menunjukkan peran mereka untuk mampu mengelola konflik agar tetap terkendali dan mencegah tindak kekerasan dengan mempertahankan iklim kondusif suasana damai serta mendorong terciptanya suatu kreativitas yang sangat inovatif dan dinamis dalam mengeksplorasi ide-ide baru yang tiada batasnya.
Jurnalisme damai pada prinsipnya melaporkan suatu kejadian dengan bingkai (frame) yang lebih luas, lebih berimbang dan lebih akurat, yang didasarkan pada informasi tentang konflik dan perubahan-perubahan yang terjadi.
Pendekatan jurnalisme damai memberikan sebuah tawaran baru yang menghubungkan para jurnalis dengan sumber-sumber berita dan informasi, liputan yang dikerjakan, dan berbagai konsekuensi dari liputan dimaksud. Pergeseran nilai, kesadaran dan pengetahuan dari audience, menjadikan perkembangan konsekuensi menjadi lebih luas, tidak hanya pada konsekuensi etis jurnalis saja, melainkan dampak hukum dan dampak hak asasi manusia.
Jurnalisme damai diharapkan menjadi salah satu referensi bagaimana seorang jurnalis dituntut untuk mampu mentransformasikan fakta dan realitas konflik sebagai realitas media, untuk menjadi bank data wacana yang diharapkan tidak menciptakan potensi menggagas konflik dan perpecahan dalam jangka pendek maupun panjang.
Jurnalisme damai dilaksanakan dengan standar jurnalisme modern, yaitu memegang asas imparsialitas dan faktualitas dengan prinsip-prinsip menghindarkan kekerasan.
Jurnalisme damai mengungkapkan akar masalah yang terkait dengan sejarah, psikologi, sosial, budaya, dan lainnya. Dengan demikian media akan mampu mengungkap fakta lebih komprehensif dan holistik agar dapat dilakukan analisis dan pemetaan permasalahan untuk memunculkan berbagai alternatif solusinya.
Melalui strategi publikasi yang tepat, maka jurnalisme damai tidak menjadi bagian dari konflik, akan tetapi berperan aktif menjadi bagian dari solusinya
Jurnalisme damai dalam upaya menyampaikan fokus beritanya lebih pada efek kekerasan yang tidak tampak (invisible effect of violence), seperti kerusakan sosial, kerusakan budaya moral, hancurnya masa depan, maupun trauma pihak yang menjadi korban, bukan produk fisik dari konflik dan kekerasan semata, seperti potongan mayat, rumah ibadah yang hangus, wanita dan anak terlantar. Hal ini bertujuan untuk menarik empati audience, bahwa konflik yang disertai kerasan hanya mendatangkan kerugian. Disamping itu aspek keseimbangan pemberitaan (cover both side) tidak hanya pada sisi materinya saja, akan tetapi juga sumber berita. Suara korban seperti orang tua, wanita dan anak-anak harus mendapat tempat lebih banyak dalam pemberitaan dibanding porsi para elit yang bertikai.
Pendekatan jurnalisme damai memberikan jalan baru bagi pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan konflik secara kreatif dan tidak memakai jalan kekerasan. Prinsip ini disederhanakan dengan rumus, perdamaian = non – kekerasan + kreatifitas (Purnawan Kristanto, Jurnalisme yang membawa perdamaian, tt).
Logika jurnalisme damai menggunakan pendekatan menang-menang ( win-win solutions) untuk menyelesaikan konflik. Jurnalisme damai percaya, kreatifitas menjadi salah kuncinya. Caranya dengan menyediaan alternatif penyelesaikan konflik. Hal itu diyakini mampu mengurangi konflik sampai menuju titik perdamaian.
Jurnalisme damai melihat perang atau pertikaian bersenjata sebagai sebuah masalah, sebagai ironi kemanusiaan yang tidak seharusnya terjadi. Dalam konteks ini, jurnalisme damai pada dasarnya adalah seruan kepada semua pihak agar memikirkan hikmah konflik. Yaitu dengan senantiasa menggarisbawahi kerusakan dan kerugian psikologis, budaya dan struktur dari kelompok masyarakat yang menjadi korban konflik atau perang.
Jurnalisme damai lebih mementingkan empati kepada korban-korban konflik daripada liputan kontinyu tentang jalannya konflik itu sendiri. Jurnalisme damai memberikan porsi yang sama kepada semua versi yang muncul dalam wacana konflik.
Jurnalisme damai juga berusaha mengungkapkan ketidakbenaran di kedua belah pihak, bahkan kalau perlu menyebutkan nama pelaku kejahatan (evil doers) di kedua belah pihak (Pantau, edisi 09, 2000:47).
Dalam jurnalisme damai wartawan bertindak memetakan masalah, menganalisa konflik dan mengungkapkan akar persoalan. Wartawan tidak memvonis siapa yang kalah dan menang. Namun, menyelesaikan konflik secara damai, denganmenempatkan kepentingan masyarakat luas, di atas kepentingan kelompok dan golongaan tertentu.
Kelemahan Jurnalisme Damai: Meski biasanya mengaku segmentasi pembaca yang dituju untuk minim dan menggarap media dengan prinsip jurnalisme yang profesional, pemberitaannya sering kali membela kelompok tertentu.
Tidak adanya koordinasi dan rapat redaksi bersama membuat media tidak mampu membuat perencanaan yang lebih baik, berperanan positif mengeliminasi atau mengurangi konflik.
Pada prinsipnya media berpotensi untuk menjadi solusi atau sebaliknya dari sebuah konflik atau kekerasan. Sering kali saat berhadapan dengan fakta sosial berupa konflik, media dan para pengelolanya, yaitu wartawan, redaktur, dan pemodal lebih suka menggunakan pendekatan jurnalisme kekerasan (violence journalism) agar lebih laku “dijual” untuk kepentingan industri medianya. Dan memang pada kenyataannya pengguna menjadi tertarik ‘membeli’ yang akhirnya tergiring’ larut dalam suasana dan bahasa yang dibentuk oleh media sebagai opininya, yang nantinya menjadi dasar proses penentuan sikap, perilaku, atau respons masyarakat terhadap berbagai hal, termasuk konflik dam kekerasan dan dapat menjadikan masyarakat yang sakit, pemarah, pendendam, senang bertikai, senang gosip/isu dan tidak cinta damai.
Kualitas jurnalis dalam meliput konflik tidak langsung sehingga berpengaruh pada kualitas penyampaian. Peristiwa di lapangan tidak dilihat secara tajam. Ini memengaruhi efek dan pemberitaan.
TERIMA KASIH