Pancasila Sebagai Sistem Filsafat By EMI SETYANINGSIH
Pancasila sebagai Sistem Filsafat Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan system filsafat. Yang dimaksud dengan system adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. System pada umumnya memiliki cirri-ciri sbb : Suatu kesatuan bagian-bagian Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri2 Saling berhubungan, saling ketergantungan Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu system dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu system juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan bangsanya. Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas peradaban, namun demikian sila-sila tersebut bersama-sama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan dan memiliki suatu tujuan tertentu yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur betrdasarkan pancasila.
Bersifat hierarkhis dan berbentuk Piramidal Sila 1 menjiwai dan meliputi sila ke-2, 3, 4, 5. Sila 2 dijiwai dan diliputi sila ke-1, dan menjiwai serta meliputi sila ke-3, 4, 5. Begitu seterusnya. sila 5 sila 4 sila 3 sila 2 sila 1 saling isi dan mengkualifikasi
Susunan pancasila adalah hirarkis dan mempunyai bentuk pyramidal Susunan pancasila adalah hirarkis dan mempunyai bentuk pyramidal. Dalam susunan yang seperti ini, maka ketuhanan yang maha esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan, dan keadilan. Sebaliknya ketuhanan YME adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, memelihara, dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan, dan bekeadilan social demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila didalamnya megandung sila-sila lainnya.
Sebagai suatu system pengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis baik dalam arti susunan sila-sila pancasila (hirarkis piramidal) maupun isi arti sila-sila pancasila : . Susunan isi arti sila-sila pancasila meliputi tiga hal yaitu : 1. Isi arti pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-sila Pancasila. Isi arti sila-sila pancasila yang umum universal ini merupakan esensi Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak derivasi baik dalam pelaksanaan pada bidang-bidang kenegaraan dan tertib hokum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkret. Kedua, isi arti pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti pancasila sebagai pedoman kolektif Negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hokum Indonesia. Ketiga, isi arti pancasila yang bersifat khusus dan konkret yaitu isi arti pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan, dalam pengertian ini maka pancasila memiliki sifat yang dinamis.
Ideologi Pancasila Tetap Tidakberubah Umum Hakikat Pancasila universal Nilai Ideal Tetap,terlekat kelangsungan negara Pembukaan UUD45 (staatsfundamentalnorm) Norma dasar Umum kolektif Aktual dinamis sesuai perkembangan waktu& zaman UUD45 Peraturan Per-UU-an lainnya Struktural Khusus konkrit Pelaksanaan nyata dlm bid:Poleksosbud,dsb Norma Operasional
Dimensi Ontologis Pancasila Ontologi: Filsafat pokok yang menelaah ‘prinsip pertama’ (the first principle) (Frederick Sontag) ; ontologi merupakan cabang filsafat yang memusatkan perhatian pada pertanyaan mengenai akar terdalam yang mendasari struktur realitas. Ontologi sesungguhnya bertolak dari manusia. Subjek pendukung pokok sila-sila pancasila adalah manusia. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa yang berketuhanan YME , yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta yang berkeadilan social pada hakikatnya adalah manusia ( Notonagoro ). Demikian juga jika kita pahami dari segi filsafat Negara bahwa pancasila adalah dasar filsafat Negara, adapun pendukung pokok Negara adalah rakyat dan unsure rakyat adalah manusia itu sendiri. Jadi dapatlah dikatakn bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat : raga dan jiwa, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan YME. Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan YME inilah maka secara hirarkis sila pertama ketuhanan YME mendasari dan menjiwai keempat sila yang lainnya. (Notonagoro) sedangkan sila keadilan social adalah merupakan tujuan dari keempat sila yang mendahului nya, maka dari itu merupakan tujuan dari bangsa kita dalam bernegara.
Dimensi Epistemologis Pancasila APA ITU EPISTEMOLOGI Subjek (manusia) menangkap pemahaman atas objek dan ini memerlukan kepastian kebenaran, sebab sesuatu yang terbukti salah,maka tidak dapat disebut sebagai pengetahuan. Kepastian kebenaran ini dikaji dalam cabang filsafat, yaitu epistemologi atau teori pengetahuan atau gnoseologi.. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme: pengetahuan. Logos: ilmu. Fokus kajian epistemologi adalah berusaha mencari hakikat kebenaran, sumber dan metode memperoleh pengetahuan.
Ruang lingkup epistemologi Sumber pengetahuan: akal, indera dan hati Metode: rasional/logis, observari/eksperimen, intuitif Validitas: koherensi, korespondensi, pragmatis,
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
berbicara tentang sumber pengetahuan, sebagai salah satu pokok pembahasan epistemologi, maka pancasila bersumber pada nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri ( adat-istiadat, budaya, dan nilai religious ) , bukan hanya merupakan hasil perenungan serta pemikiran seseorang saja, tetapi dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara.
Masalah epistemologis pancasila dalam kerangka bangunan filsafat manusia. Maka konsep hakikat manusia yang monopluralis merupakan dasar pijak epistemology pancasila. Hakikat manusia yang monopluralis memiliki unsur-unsur pokok yaitu susunan kodrat terdiri atas jasmani dan rohani. Adapun unsur jiwa ( rohani) manusia terdiri atas potensi jiwa manusia yaitu : akal ( suatu potensi yang memungkinkan manusia untuk mendapat kebenaran pengetahuan); rasa yaitu potensi kejiwaaan manusia yang mampu mencerap hal-hal estetis; sedangkan kehendaak adalah unsur potensi jiwa manusia yang terkait dengan hal moral dan etik.
-Menurut Notonagoro, manusia memiliki potensi untuk mentransformasi pengetahuan . --pancasila mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada akal manusia. Selain itu manusia juga memiliki indera yang merupakan alat untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat empiris. Manusia pada hakikat kedudukan kodratnya adalah makhluk Tuhan YME. Maka sesuai dengan sila pertama, epistemology pancasila juga mengakui kebenaran wahyu sebagai tingkat kebenaran yang tertinggi dan bersifat mutlak.
Kebenaran dalam pengetahuan manusia adalah merupakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia, yakni akal, rasa, dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi dan mutlak. Selain itu dalam kaitanya dengan sila ke 3, ke 4, ke 5, maka epistemology pancasila juga mengakui kebenaran consensus terutama dalam kaitanya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Adapun sesuai dengan tingkatan sila-sila Pancasila yang bersifat hirarkis pyramidal maka kebenaran consensus didasari oleh kebenaran wahyu serta kebenaran manusia yang bersumber pada kehendak.
Sebagai suatu paham epistemology maka pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilpeng pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religious dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkat pengetahuan yang mutlakdalam hidup manusia.
Dimensi Aksiologis Pancasila Aksiologi adalah salah satu cabang filsafat yang membahas persoalan nilai. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjukan kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth), atau ‘kebaikan’ (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai dan melakukan penilaian. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian mengambil keputusan darinya. Keputusan itu merupakan keputusaan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang dilakukan oleh subjek penilaian tertentu berhubungan dengan unsure-unsur yang ada pada manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsure-unsure jasmani, akal, rasa, karsa, dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, benar, indah, baik, dsb.
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan dan keharusan. Maka ketika kita berbicara tentang nilai maka kita berbicara tentang hal-hal ynag ideal, tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan , dan keharusan. Berbicara tentang nilai berarti berbicara ttg das sollen bukan das sein, kita masuk ke dalam ranah normative, bukan kognitif, kita masuk ke dunia ideal bukan real. Meski demikian, diantara keduanya, diantara das sollen dan das sein, antara yang makna normative dan kognitif, antara dunia ideal, dan real itu saling berhubungan dan terkait secara erat. Artinya bahwa das sollen itu harus menjelma menjadi das sein, yang ideal harus menjadi real, yang bermakna normative harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak pandangan tentang nilai terutama dalam menggolong-golongkan nilai dan penggolongan tersebut beraneka ragam tergantung dengan sudut pandangnya.
Max Scheler, misalnya mengatakan nilai pada hakikatnya berjenjang, jadi tidak sama tingginya dan tidak sama luhurnya. Nilai-nilai itu dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah. Sejalan dengan pandangan tersebut, Notonagoro merinci nilai selain bertingkat juga berdasarkan jenisnya ada yang bersifat material dan nonmaterial. Dalam hubungan ini manusia memiliki oerientasi nilai yang berbeda-beda tergantung pada pandangan hidup dan filsafat hidup masing-masing. Nilai-nilai material relative lebih mudah diukur yaitu menggunakan indera maupun alat pengukur, sedangkan dalam hal-hal yang bersifat rohani yang menjadi alat ukur adalah hati nurani manusia , cipta, rasa, karsa, serta keyakinan.
Menurut Notonagoro, bahwa nilai-nilai Pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai vital dan material. Dengan demikian nilai-nilai pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis yaitu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik hirarkis, dimana sila ketuhanan YME sebagai basisnya sampai dengan sila keadilan social sebagai tujuannya.
Substansi Pancasila dengan kelima silanya yang terdapat pada ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Prinsip dasar yang mengandung kualitas tertentu itu merupakan cita-cita dan harapan atau hal yang ditujukan oleh bangsa Indonesia untuk diwujudkan menjadi kenyataan real dalam kehidupanya, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara.
Dengan demikian substansi Pancasila itu merupakan nilai, yang harus dijabarkan lebih lanjut kedalam suatu norma dan selanjutnya direalisasikan dalam kehidupan nyata. Dryarkara menyatakan bahwa bagi bangsa Indonesia Pancasila merupakan Sein im Sollen. Ia merupakan harapan, cita-cita, tetapi sekaligus adalah kenyataan bagi bangsa Indonesia.
THANKS FOR COMING TO BE CONTINUE….