Kebijakan Intervensi Perdagangan Pertanian
Gambar 1. Proses Terjadinya Perdagangan Antara Dua Negara Q DA SA DB SB ES ED QA QB PA PB Pw Qe r x s m Negara A Pasar Dunia Negara B (Eksportir) (Importir) Sumber : Kindleberger dan Lindert, 1982; Tweeten, 1992
Definisi Kebijakan ekonomi internasional adalah kebijakan ekonomi pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk perdagangan dan pembayaran internasional Bentuk kebijakan: kebijakan moneter dan fiskal, tarif, subsidi dan kuota
Tujuan Kebijakan Autarki: untuk menghindari pengaruh-pengaruh negara lain, baik ekonomi, politik dan moneter Kesejahteraan: dengan mengadakan perdagangan internasional suatu negara akan memperoleh keuntungan dari adanya spesialisasi. Menghilangkan /mengurangi hambatan perdagangan. Proteksi: melindungi industri dalam negeri Keseimbangan neraca pembayaran nilai tukar Depresiasi atau apresiasi Pembangunan ekonomi perlindungan industri dalam negeri, mendorong ekspor dll
Macam Restriksi dalam Perdagangan Internasional: Tarif pembebanan pajak terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara Kuota pembatasan jumlah fisik terhadap barang yang masuk dan keluar Subsidi pemberian insentif terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara
Tarif Penggolongan: Bea ekspor: pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju ke negara lain Bea transito: pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui wilayah suatu negara dengan ketentuan barang tersebut sebagai tujuan akhirnya adalah negara lain Bea impor: pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang masuk dalam area suatu negara dengan ketentuan negara tersebut sebagai tujuan akhir
Tarif Pembedaan: Pajak Ad valorem: bea yang nilainya dinyatakan dalam persentase dari nilai barang yang dikenakan bea tersebut Pajak spesifik: bea yang nilainya dinyatakan untuk tiap ukuran fisik dari barang (per unit). Ex : pungutan $ 3 untuk setiap barel minyak Pajak spesifik ad valorem/campuran: bea yang merupakan kombinasi antara spesifik dan ad valorem.
Tarif Alasan pembebanannya secara ekonomi dapat dipertanggungjawabkan karena: Infant industry melindungi industri-industri yang sedang tumbuh dari persaingan industri luar negeri yang lebih besar dan maju Diversifikasi dengan adanya tarif, maka produksi dalam negeri menjadi lebih beragam, misal : tarif ekspor CPO Employment tarif impor akan meningkatkan produksi lalu kesempatan kerja menjadi lebih besar Anti dumping membebankan tarif terhadap barang yang berasal dari negara pen-dumping
Tarif Alasan pembebanannya secara ekonomi tak dapat dipertanggungjawabkan karena: To keep money at home saving devisa The low wage negara dengan tingkat upah yang tinggi memberikan tarif terhadap negara yang memiliki tingkat upah rendah Upah tenaga kerja di Indonesia relatif murah Home market produsen dalam negeri memiliki hak terhadap pasar dalam negeri
Kuota Kuota impor A. Jenisnya: absolute/unilateral quota: nilai kuota yang besar kecilnya ditentukan sendiri oleh suatu negara tanpa persetujuan negara lain Negotiated/bilateral quote: nilai kuota yang besar kecilnya ditentukan berdasarkan perjanjian antara 2 negara atau lebih Tarif kuota: gabungan antara tarif dan kuota Mixing kuota: membatasi penggunaan bahan mentah yang diimpor dalam proporsi tertentu dalam produksi barang akhir
Kuota Kuota impor……… Efeknya: menyebabkan barang yang diimpor akan berkurang di pasar dalam negeri, sedangkan permintaan relatif tetap. Akibatnya harga di dalam negeri menjadi lebih tinggi dari pasar dunia, sehingga akan menimbulkan monopoly profits
Kuota Yang menikmati monopoly profits tergantung dari: Apabila eksportir dan importir terpisah dan mereka saling bersaing di pasar dan tidak ada sistem lisensi maka harga impor akan sama dengan harga di pasar dunia. Apabila importir memiliki lisensi impor, maka seluruh keuntungan akan dinikmati oleh importir.Begitu pula dengan eksportir. Apabila pemerintah mengadakan lelang untuk lisensi impor, maka keuntungan ada pada pemerintah dan pemegang lisensi impor
Kuota B. Kuota ekspor Tujuan pembatasan jumlah ekspor: Mencegah barang-barang yang penting jatuh/berada pada pihak lain Menjamin ketersediaan barang di dalam negeri dengan proporsi yang cukup Mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian harga untuk mencapai kestabilan harga Biasanya dikenakan pada bahan mentah yang merupakan barang perdagangan penting
Subsidi Apabila pemerintah bertujuan menaikkan produksi dalam negeri atau menurunkan impor, maka subsidi lebih baik daripada tarif (tidak ada kehilangan surplus produsen dan konsumen/DWL) Subsidi secara periodik harus dianggarkan dalam anggaran belanja, oleh karena itu manfaatnya harus ditinjau setiap tahun
Berbagai hambatan non tarif, misal : Pembatasan kuantitas impor (kuota impor) Standarisasi impor Alasan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan SPS (Sanitary dan Phytosanitary) Ecolabelling RSPO
Gambar 2. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor (a) (b) (c) Q ES ED Qe Q’e P DB SB Pw Qc Qp Q’c Q’p a b c d e 1 2 3 4 DA SA qp qc q’p q’c P’w P’w+t ED-t α β Negara A Pasar Dunia Negara B (Importir) (Eksportir) Sumber : Tweeten, 1992
Tabel 1. Analisis Dampak Pemberlakuan. Tarif Impor terhadap Tabel 1. Analisis Dampak Pemberlakuan Tarif Impor terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir Perubahan pada Negara Importir Negara Eksportir Surplus konsumen Surplus produsen Penerimaan Pemerintah Kesejahteraan nasional bersih – (a + b + c + d) a c + e e – b – d 1 - (1 + 2 + 3 + 4) -------- – (2 + 3 + 4) Kesejahteraan dunia bersih - b – d – 2 – 4 Catatan : (b+d) = α dan daerah (2+4) = β, maka total Deadweight Lossnya sama dengan α+β pada Gambar 2
Gambar 3. Dampak Pemberlakuan Subsidi Impor Keterangan Importir A ROW Surplus Konsumen a+b+c -1-2 Surplus Produsen -a-b 1+2+3 Perubahan Penerimaan Pemerintah -b-c-d-f-g-h - Kesejahteraan Nasional -b-d-f-g-h 3 Kesejahteraan Dunia -b-d-2-4
Gambar 4. Dampak Pemberlakuan Kuota Impor (a) (b) (c) ES ED Qe Q’e Q P DB SB Pw Qc Qp Q’c Q’p a b c d e 1 2 3 4 DA SA qp qc q’p q’c P’w ED’ S’A P’ Negara A Pasar Dunia Negara B (Importir) (Eksportir) Sumber : Tweeten, 1992
Tabel 2. Analisis Dampak Pemberlakuan. Kuota Impor terhadap Tabel 2. Analisis Dampak Pemberlakuan Kuota Impor terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir Perubahan pada Negara Importir Negara Eksportir Surplus konsumen Surplus produsen Penerimaan Kuota Kesejahteraan nasional bersih – (a + b + c + d) a b + e c – d + e 1 - (1 + 2 + 3 + 4) -------- – (2 + 3 + 4) Kesejahteraan dunia bersih - c – d – 2 – 4 Catatan : daerah e pada Gambar 4(a) sama dengan daerah 3 pada Gambar 4(c)
Gambar 5. Dampak Pemberlakuan Pajak Ekspor (a) (b) (c) P’w-t P Q DA SA DB SB ES ED Pw Qe ES’ P’w Q’e Qp Qc qc qp q’c q’p Q’p Q’c a b c d e f t 1 2 3 4 Negara A Pasar Dunia Negara B (Eksportir) (Importir) Sumber : Tweeten, 1992
Tabel 3. Analisis Dampak Pemberlakuan. Pajak Ekspor terhadap Tabel 3. Analisis Dampak Pemberlakuan Pajak Ekspor terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir Perubahan pada Negara Eksportir Negara Importir Surplus konsumen Surplus produsen Penerimaan pemerintah Kesejahteraan nasional bersih a + b – (a + b + c + d + e) d + f – c – e + f – (1 + 2 + 3 + 4) 1 -------- – (2 + 3 + 4) Kesejahteraan dunia bersih – c – e – 2 – 4 Catatan : daerah f pada Gambar 5(a) sama dengan daerah 3 pada Gambar 5(c)
Gambar 6. Dampak Subsidi Ekspor (a) (b) (c) P’w P DA SA DB SB ES ED Pw ESsu P’w+su Q’e q’c a b c d e f 1 2 3 4 g h qc qp q’p Q Qe Q Q’p Qp Qc Q’c Negara A Pasar Dunia Negara B (Eksportir) (Importir) Sumber : Tweeten, 1992
Tabel 4. Analisis Dampak Pemberlakuan. Subsidi Ekspor terhadap Tabel 4. Analisis Dampak Pemberlakuan Subsidi Ekspor terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir Perubahan pada Negara Eksportir Negara Importir Surplus konsumen Surplus produsen Penerimaan pemerintah Kesejahteraan nasional bersih - (a + b) (a + b + c) - (b + c + d + e + f + g) –(b + d + e + f + g) (1 + 2 + 3) - 1 - 2 -------- 3 Kesejahteraan dunia bersih - b – d – 2 – 4 Catatan : daerah (e + f + g) pada Gambar 6(a) sama dengan daerah (2 + 3 + 4) pada Gambar 6(c).
Gambar 7. Dampak Kuota Ekspor (a) (b) (c) P’ P Q DA SA DB SB ES ED Pw=P Qe ES’ P’w Q’e Qp Qc qc qp q’c q’p Q’p Q’c a b c d e 1 2 3 4 DA’ Negara A Pasar Dunia Negara B (Eksportir) (Importir) Sumber : Tweeten, 1992
Tabel 5. Analisis Dampak Pemberlakuan. Kuota Ekspor terhadap Tabel 5. Analisis Dampak Pemberlakuan Kuota Ekspor terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir Perubahan pada Negara Eksportir Negara Importir Surplus konsumen Surplus produsen Penerimaan kuota Kesejahteraan nasional bersih a + b – (a + b + c + d) c + e – d + e – (1 + 2 + 3 + 4) 1 -------- – (2 + 3 + 4) Kesejahteraan dunia bersih – d – 2 – 4 Catatan : daerah e pada Gambar 7(a) sama dengan daerah 3 pada Gambar 7(c).
HAMBATAN PENGEMBANGAN EKSPOR KE KAWASAN AMERIKA DAN ASIA Hambatan tarif; Hambatan non tarif yaitu standardisasi, karantina, SPS (Sanitary dan Phytosanitary). Tuduhan dumping dan tindakan safeguard; Isu-isu HAM, lingkungan, dll;
HAMBATAN PENCAPAIAN EKSPOR (EKSTERNAL) Semakin tajamnya persaingan global (perdagangan dan investasi) Meningkatnya proteksionisme dan blok perdagangan Meningkatnya kecenderungan penerapan hambatan non-tarif Tidak pastinya harga produk primer.
HAMBATAN…… (INTERNAL) Belum optimalnya pemanfaatan kapasitas produksi; Obsolete-nya teknologi produksi; Sangat tergantungnya pada impor bahan baku; Lemahnya penguasaan pasar dan belum efisiennya sistem distribusi; Munculnya Perda-perda baru yang tidak mendukung pengembangan industri dan perdagangan;
LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN Mendorong eskalasi ekspor non-migas dan meningkatkan daya saing global produk-produk ekspor Meningkatkan ekspor ke pasar non-tradisional (Asia Timur, Asia Selatan, Amerika Latin); Meningkatkan diplomasi dagang ke negara mitra utama dan mitra-mitra baru serta meningkatkan trade promotion; Mengembangkan sistem distribusi nasional yang efisien dan efektif; Mendorong kekuatan industri nasional menuju pembentukan industrial cluster; Secara konsisten melaksanakan kebijakan revitalisasi industri pertanian
Tingkat ketergantungan Indonesia terhadap impor produk pertanian masih tinggi, kendati neraca perdagangan komoditas pertanian masih surplus karena membaiknya kinerja sektor perkebunan seperti sawit, karet, dan kakao. impor gandum sebesar 100% dari total kebutuhan dalam negeri, impor kedelai sebanyak 61%, gula impor sebanyak 31%, impor susu sebanyak 70%, daging sapi 50%, garam sebanyak 66,% dan kapas 80%. Indonesia masih mengimpor garam beryodium dan industri sebanyak 2 juta ton per tahun dari total kebutuhan dalam negeri sebanyak 3 juta ton.
Total kebutuhan kedelai sebesar 2,4 juta ton dengan impor sebesar 1,4 juta ton dan produksi dalam negeri sebesar 1 juta ton. Namun, produksi dalam negeri hanya mencapai 700.000 ton sehingga masih perlu menambah impor. Padahal, keberadaan perajin tahu tempe yang mendekati 115.000 perajin akan menjadi peluang bisnis yang besar bagi produsen kedelai di dalam negeri.
ketergantungan terhadap impor disebabkan oleh harga produk impor seringkali lebih murah. Padahal, lebih murahnya produk impor, disebabkan oleh adanya subsidi dari negara maju serta perlakuan dumping. menambahkan karakteristik produk primer karena harganya selalu fluktuatif, sehingga sulit diprediksikan dan dapat melambung dalam waktu singkat dan sebaliknya
Konsumsi gandum terus naik dari 3,7 juta ton pada 1997 menjadi 6,59 juta ton pada 2005 dan diperkirakan menjadi 18,67 juta ton pada 2025. Konsumsi terigu per kapita sebanyak 17 kg. Indonesia juga masih bergantung pada impor daging dari Australia dan Selandia Baru Indonesia impor sapi dari Australia sebanyak 651.196 ekor atau 75% dari total ekspor sapi hidup Australia ke pasar dunia yang tercatat 869.545 ekor selama 2008
Kasus Komoditas Hortikultur ekspor komoditas hortikultura Indonesia ke pasar internasional baru 5-20% dari produksi nasional. sejumlah kendala seperti produksi yang belum efisien maupun kualitas yang masih rendah Perlu adanya upaya untuk meningkatkan efisiensi produksi terutama penurunan ongkos transportasi dari sentra produksi ke pelabuhan yang dinilai masih tinggi. buruknya infrastruktur jalan dari sentra produksi hortikultura yang akibatnya memakan biaya transportasi tinggi. Selain itu, biaya cargo pesawat udara untuk komoditas hortikultura menuju negara tujuan ekspor juga masih tinggi.
Menurut Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) yang menjadi hambatan bagi ekspor komoditas hortikultura, seperti buah-buahan dan sayuran ke negara Jepang adalah hambatan non tarif
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi impor produk pertanian di Indonesia : peningkatan produktivitas perluasan areal tanam pengamanan produksi pemberdayaan kelembagaan pertanian dukungan pembiayaan.
untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor produk primer, pemerintah harus mengubah kebijakan yang mendorong petani domestik memproduksi produk primer seperti kedelai, susu, daging, kapas dan garam. "Pemerintah dapat membatasi impor dengan instrumen bea masuk. Di sisi lain, pemerintah harus mengembangkan produksi di dalam negeri dengan memberikan insentif.
Kerjasama Indonesia Jepang Tahun 2007 Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang menandatangani Kesepakatan Kemitraan Ekonomi (Economic Partnership Agreement/EPA) yang diharapkan bisa mengembangkan kerja sama di berbagai bidang terutama di bidang ekonomi kedua negara. Pembebasan BM impor produk hortikultura sebagaimana tertuang dalam Kesepakatan Kemitraan Ekonomi (Economic Partnership Agreement/EPA) tidak banyak membantu peningkatan ekspor Indonesia tanpa penurunan hambatan non tarif.
EPA Jepang-Indonesia, antara lain berisi tentang liberalisasi perdagangan dan investasi yang mana 80% dari seluruh pos tarif Jepang menjadi nol% bagi produk ekspor Indonesia setelah EPA berlaku pada 2008. Sementara 58% pos tarif Indonesia turun menjadi nol% bagi Jepang saat EPA berlaku. Jepang merupakan tujuan ekspor utama Indonesia dengan nilai ekspor Indonesia ke Jepang pada 2006 sebesar US$21,7 miliar dengan produk unggulan antara lain pertanian, perikanan dan perkebunan senilai US$919 juta pada 2006. Langkah yang akan diambil antara lain dengan mengundang investor dari Jepang guna membantu petani buah dan sayur Indonesia meningkatkan kualitas produknya sehingga sesuai dengan standar Jepang
Perjanjian penurunan tarif impor antara Indonesia dan Jepang memberikan efek: Konsumen Jepang memperoleh harga dalam negeri lebih murah Tarif Impor produk Indonesia menjadi rendah ke Jepang Saat ditetapkan kuota ekpor tekstil oleh negara maju Jepang ikut menetapkan kuota impor oleh Indonesia Jepang menurunkan tarif atas komoditas ekspor Indonesia setelah tren penurunan tarif impor memang sudah menjadi hal umum di dunia. Jepang mengeksploitasi Indonesia dengan impor bahan baku untuk kepentingan produksi Jepang. Jepang menerima impor Indonesia berupa biji besi, alumunium, tembaga dll sebagai input jepang untuk membuat mobil. Indonesia impor mobil dari Jepang.