Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

MATA KULIAH KEBIJAKAN FISKAL

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "MATA KULIAH KEBIJAKAN FISKAL"— Transcript presentasi:

1 MATA KULIAH KEBIJAKAN FISKAL
UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA FAKULTAS EKONOMI Program Studi Ekonomi Pembangunan MATA KULIAH KEBIJAKAN FISKAL (Pertemuan Ke-6) Oleh: Pahrul Fauzi, SE, M.Si

2 Anggaran Negara Sebagai Pedoman Pendapatan dan Belanja Negara

3 Pengertian Anggaran Anggaran merupakan prakiraan dari penerimaan dan pengeluaran dalam jangka waktu tertentu Anggaran menggambarkan daftar belanja. Akan tetapi anggaran dibatasi oleh pendapatan untu menjaga keseimbangan dan mencegah pemborosan. Dalam sistem ekonomi ada tiga anggaran yang saling terkait yaitu: anggaran pemerintah, anggaran sektor swasta, dan anggaran keluarga (rumah tangga). Dalam anggaran pemerintah menyediakan pelayanan publik. Untuk mendanainya pemerintah memungut pajak dari sektor bisnis dan perorangan.

4 Kebijakan Anggaran/Politik Anggaran
Anggaran Defisit (defisit budget) Anggaran Defisit Adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan engara guan memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan pada keadaan resesif. Kebijakan ini juga sering disebut dengan kebijakan fiskal ekspansif. Anggaran Surplus (surplus budget) Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Kebijakan ini dilakukan pada saat kondisi perekonomian sedang memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

5 Anggaran Berimbang (Balanced budget)
Lanjutan Anggaran Berimbang (Balanced budget) Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang adalah agar terjadi kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin. Pada anggaran berimbang ini, diusahakan agar pengeluaran dan pendapatan berimbang. Kebijakan ini dapat menstabilkan kondisi perekonomian dan anggaran dana pemerintah.

6 HUBUNGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH

7 DASAR HUKUM PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN
Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; Perpres Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun

8 POKOK-POKOK PENGATURAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Perencanaan pembangunan daerah harus mengacu kepada rencana pembangunan nasional.

9 Interrelasi Kebijakan Makro
Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional dan Daerah Interrelasi Kebijakan Makro Kebijakan fiskal daerah harus sejalan dan mendukung dengan keempat kebijakan makro nasional. Seluruh kebijakan makro, terutama Kebijakan Fiskal mempengaruhi Kebijakan Transfer ke Daerah Kebijakan Moneter Kebijakan Fiskal Kebijakan Neraca Pembayaran Kebijakan Sektor Riil

10 9 AGENDA PRIORITAS PEMBANGUNAN (NAWACITA)
RPJMN VISI : TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG Misi 9 AGENDA PRIORITAS PEMBANGUNAN (NAWACITA) M1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. M2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan Negara Hukum. M3. Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim M4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera M5. Mewujudkan Indonesia yang berdaya saing M6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional M7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan C1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara C2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya C3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan C4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya C5. Meningkatkan kualitas hidup manusia indonesia C6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional C7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik C8. Melakukan revolusi karakter bangsa C9. Memperteguh ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial indonesia RPJMN DAERAH

11 Relevansi Kebijakan Fiskal PD Dengan
Program Kabinet Kerja Jokowi (Nawacita Jokowi-JK) 1. Membangun dari pinggir dimaksudkan bahwa pembangunan dimulai dari daerah, utamanya daerah perbatasan; 2. Meningkatkan “kesempatan” bagi daerah untuk menumbuhkembangkan inovasi dan potensi lokal, sesuai dengan culture dan kebutuhan riil masyarakatnya; 3. Inovasi dan diskresi yang diberikan kepada Daerah harus didukung dengan pendanaan dari Pusat dan kewenangan daerah untuk mengelolanya.

12 HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH

13 Kebijakan transfer (revenue assignment);
Cakupan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Pemberian kewenangan perpajakan kepada daerah (local taxing power) dan kewenangan dalam melakukan pinjaman; Kebijakan transfer (revenue assignment); Keleluasaan untuk Belanja (expenditure assignment).

14 Alur APBN ke Daerah (Money Follows Function)
PUSAT Belanja Pusat di Pusat DAERAH Belanja Pemerintah Pusat 6 Urusan Mutlak Belanja Pusat di Daerah Kanwil di Daerah Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang Subsidi Belanja Hibah Bantuan Sosial Belanja Lain-lain Di luar 6 Urusan Dana Sektoral di Daerah APBN Dikerjakan sendiri Melalui UPT Dilimpahkan ke Gubernur Dana Dekonsentrasi Ditugaskan ke Gub/Bupati/ Walikota Dana Tugas Pembantuan Belanja Untuk Daerah APBD 1. Dana Perimbangan Dana Desentralisasi 2. Dana Otonomi Khusus 3. Dana Penyesuaian Hibah Dana Darurat

15 Kebijakan Umum Transfer ke Daerah
Meningkatkan kapasitas fiskal daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; 2. Mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah dan mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antardaerah; 3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; 4. Memprioritaskan penyediaan pelayanan dasar di daerah tertinggal, terluar, terpencil, terdepan, dan pasca bencana; 5. Mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur dasar; 6. Mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah yang lebih efisien, efektif, transparan, dan akuntabel; 7. Meningkatkan kualitas pengalokasian Transfer ke Daerah dengan tetap memperhatikan akuntabilitas dan transparansi; 8. Meningkatkan kualitas pemantauan dan evaluasi Dana Transfer ke Daerah.

16 POSTUR ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA TA. 2014 DAN TA. 2015
Dalam Miliar Rupiah POSTUR 2014 2015 PERUBAHAN APBNP APBN APBN-P* APBNP 2015 – APBN 2015 Nominal % 1. Transfer ke Daerah ,1 ,5 5.859,40 0,9% 1.1. Dana Perimbangan ,0 ,5 5.359,50 1,0% Dana Bagi Hasil (DBH) ,5 ,0 ,50 -13,8% DBH Pajak 46.116 50.568,7 54.216,6 3.647,90 7,2% DBH Sumber Daya Alam 71.547 77.123,8 55.835,4 ,40 -27,6% Dana Alokasi Umum ,8 0,00 0,0% Dana Alokasi Khusus 33.000 35.820,7 58.820,7 23.000,00 64,2% 1.2. Dana Otonomi Khusus 16.148 16.615,5 17.115,5 500,00 3,0% 1.3. Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta 523 547,5 1.4. Dana Transfer Lainnya 87.948 ,1 2. Dana Desa - 9.066,2 20.766,2 11.700,00 129,1% J U M L A H ,3 ,7 17.559,40 2,7% * Setelah penambahan optimalisasi sebesar Rp3 Triliun pada pagu DAK

17 Kebijakan DBH APBN 2015 Menetapkan perkiraan alokasi DBH secara tepat waktu sesuai dengan rencana penerimaan berdasarkan potensi daerah penghasil sebagai dasar penyaluran. Menyalurkan alokasi DBH berdasarkan rencana penerimaan untuk menjamin kepastian jumlah dan waktu. Menyempurnakan sistem penganggaran dan pelaksanaan atas PNBP yang dibagihasilkan ke daerah. Melakukan perhitungan kurang bayar/lebih bayar DBH dengan memperhitungkan penyaluran tersebut berdasarkan realisasi penerimaan. Mempercepat penyelesaian penghitungan PNBP SDA yang belum dibagihasilkan.

18 KEBIJAKAN DAU 2015 Menerapkan formula DAU secara konsisten dengan penerapan prinsip Non Hold Harmless, melalui pembobotan dalam Formula DAU yaitu pada: Alokasi Dasar; Komponen Kebutuhan Fiskal; Komponen Kapasitas Fiskal. Meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah (sebagai equalization grant) yang ditunjukkan oleh Indeks Williamson yang paling optimal, melalui pembatasan porsi alokasi dasar dan mengevaluasi bobot variabel kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal, dengan arah mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah, serta memperhatikan jumlah daerah yang mengalami penurunan DAU dan total penurunannya relatif kecil. Menetapkan besaran DAU yang bersifat final (tidak mengalami perubahan), dalam hal terjadi perubahan APBN yang menyebabkan PDN Neto bertambah atau berkurang.

19 KEBIJAKAN DAK DALAM APBN 2015
Mendukung pencapaian prioritas nasional dalam RKP, serta melakukan restrukturisasi bidang DAK sehingga lebih fokus dan berdampak signifikan; Membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik untuk mendorong pencapaian standar pelayanan minimal (SPM), melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat; Memprioritaskan daerah tertinggal, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah pesisir dan kepulauan sebagai kriteria khusus dalam pengalokasian DAK; Melanjutkan kebijakan affirmatif DAK yang diprioritaskan pada bidang infrastruktur dasar untuk daerah tertinggal dan perbatasan yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah. Perubahan jumlah bidang DAK dari 19 bidang pada APBN 2014 menjadi 14 bidang pada APBN 2015 Perubahan kriteria kewilayahan dari 6 kriteria (ketahanan pangan, rawan bencana, pariwisata, daerah tertinggal, perbatasan, dan pesisir kepulauan) pada APBN 2014 menjadi 3 kriteria (daerah tertinggal, perbatasan, dan pesisir kepulauan) pada APBN 2015 19

20 Kebijakan Afirmasi DAK dalam APBN 2015
Affirmative policy kepada 196 daerah tertinggal dan/atau daerah perbatasan yang berkemampuan keuangan relatif rendah, melalui: Pemberian alokasi DAK Tambahan bagi daerah tertinggal dan perbatasan yang berkemampuan keuangan relatif rendah, yang diperuntukan bagi DAK Bidang Infrastruktur Dasar, yaitu: Infrastruktur Transportasi (sub bidang jalan dan sub bidang transportasi perdesaan); Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum; dan Infrastruktur Irigasi. 2. Dana Pendamping untuk DAK Tambahan diatur berdasarkan kemampuan keuangan daerah, yaitu: Kemampuan Keuangan Daerah Rendah Sekali, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 0% (nol persen); Kemampuan Keuangan Daerah Rendah, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 1% (satu persen); dan Kemampuan Keuangan Daerah Sedang, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 2% (dua persen). 20

21 KEBIJAKAN DAK DALAM APBN-P 2015
Dalam rangka mendukung pendanaan atas berbagai urusan pemerintahan dan penyelenggaran layanan publik yang telah diserahkan kepada daerah, maka salah satu mekanisme pendanaan yang tepat untuk mendukung program prioritas nasional adalah melalui DAK. Untuk itu dalam APBN-P 2015, dialokasikan DAK Tambahan: Untuk mengakomodasi berbagai program/kegiatan yang mendukung prioritas Kabinet Kerja (Kedaulatan Pangan, Revitalisasi Pasar Tradisional, Peningkatan Layanan Kesehatan, dan Peningkatan Konektivitas antar Wilayah), dialokasikan DAK Tambahan Pendukung Program Prioritas Kabinet Kerja (P3K2) pada TA 2015; Untuk mengakomodasi berbagai usulan daerah yang disampaikan melalui DPR- RI dan disetujui oleh DPR-RI. DAK Tambahan dialokasikan pada bidang: Bidang Infrastruktur Irigasi Bidang Pertanian Bidang Sarana Perdagangan Bidang Kesehatan, dan Bidang Transportasi/jalan Pagu DAK Tambahan dalam APBN-P 2015 disepakati sebesar Rp23 Triliun. 21

22 Sekian Dan Terimakasih
Semoga Pertemuan Kita Melalui Perkuliahan ini dapat Memberi Manfaat dan Diberkahi Allah SWT Amiin...


Download ppt "MATA KULIAH KEBIJAKAN FISKAL"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google