Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Pengantar Hukum Antar Tata Hukum
Depok, 10 September 2012 Fakultas Hukum Universitas Indonesia
2
Tim Pengajar Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki Fatmah Jatim, SH, LLM
Lita Arijati, SH, LLM Dr. Mutiara Hikmah, SH, MH Tiurma M. P. Allagan, SH, MH Yu Un Oppusunggu, SH, LLM Priskila Pratita Penasthika, SH © Yu Un Oppusunggu 2
3
Pokok-pokok Pembahasan
Pengertian Hukum Antar Tata Hukum Hukum Antar Tata Hukum Indonesia Sistematika Hukum Antar Tata Hukum Sistematika Hukum Indonesia Sejarah HATAH Titik-titik Pertalian dalam HATAH © Yu Un Oppusunggu 3
4
Peristilahan Hukum Perselisihan (Bld: Conflictenrecht, Pr: conflits de lois, conflits des statuts) Hukum Collisie (Bld: Collisierecht), Hukum Intergentiel, Hukum Antar Golongan (Bld: Intergentielrecht) Marginal Law (Ing), Grenzrecht (Jer) Hukum Antar Tempat (Bld: Interlocaalrecht), Hukum Antar Adat Hukum Antar Waktu (Bld: Intertemporaalrecht) Hukum Antar Tata Hukum (Ing: Interlegal Law, Bld: Interrechtsordenrecht, Tussensrechtsordening) Hukum Antar Tata Hukum Intern (Bld: Intern conflictenrecht, Intern interrechtsordenrecht) Hukum Antar Tata Hukum Ekstern, Hukum Perdata Internasional (Ing: Conflict of Laws, Private International Law, International Private Law) © Yu Un Oppusunggu 4
5
Latar Belakang Hukum Antar Tata Hukum di Indonesia
Kebhinnekaan bangsa Indonesia Cornelis van Vollenhoven dalam Het Adatrecht van Nederlandsch-Indië membagi bangsa Indonesia ke dalam 19 lingkungan hukum adat (rechtskringen), Nusantara menjadi daerah tujuan emigrasi bagi banyak bangsa. Tionghoa, India, Arab, Eropa. Indonesia (Hindia Belanda) adalah bekas daerah jajahan Belanda. Politik Hukum Penjajah: Politik rasial Pembagian kawula Hindia Belanda ke dalam golongan-golongan rakyat (bevolkingsgroupen) Pemberlakuan Asas Konkordansi (Concordantiebeginsel) Pemberlakuan hukum Belanda di Hindia Belanda Kemerdekaan Indonesia Kemerdekaan di Bidang Politik Kemerdekaan di Bidang Ekonomi Kemerdekaan di Bidang Sosial Penghapusan penggolongan pendudukan berdasarkan rasialisme Cita-cita pembentukan Sistem Hukum Nasional
6
Kebhinnekaan Bangsa Indonesia
Sembilan belas wilayah hukum adat: Aceh Negeri Gayo, Alas, Batak, P. Nias Daerah Minangkabau dan P. Mentawai Sumatera Selatan dan P. Enggano Daerah Melayu Bangka dan Bilitung Kalimantan Minahasa Gorontalo Daerah Toraja Sulawesi Selatan Kepulauan Ternate Kepultan Maluku – Ambon Irian Barat Kepulauan Timor Bali dan Lombok Jawa Tengah, dan Jawa Timur dan Madura Solo dan Yogyakarta Jawa Barat
7
Masyarakat Hukum Adat Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 (Perubahan Kedua):
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”**) “Masyarakat hukum” (Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto): Sistem hubungan teratur dengan hukum sendiri. © Yu Un Oppusunggu 7
8
Suku Bangsa Tionghoa di Nusantara
Terdiri dari pedagang, buruh, budak. Terbagi menjadi: Peranakan Totok Dipimpin oleh seorang “Kapiten”, kemudian Mayor, yang bertugas untuk mengutip “pajak kepala” dan menyetorkannya kepada Pemerintah Hindia Belanda. © Yu Un Oppusunggu 8
9
Suku Bangsa Eropa di Nusantara
Bangsa Belanda Bangsa Portugis Bangsa Inggris © Yu Un Oppusunggu 9
10
Suku Bangsa Arab di Nusantara
Umumnya berasal dari Hadramaut, di Selatan Jazirah Arab (Yaman). Enam koloni besar Arab di Nusantara pada abad XIX: Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang dan Surabaya. Setelah koloni Arab berpenduduk signifikan, dipimpin oleh seorang kepala koloni, biasa disebut “Kapiten”. Terbagi menjadi: Golongan Sayid Keturunan al-Husain, cucu Nabi Muhammad. Golongan Non-Sayid Qabaail atau Suku-suku Masyaayikh atau Golongan Elite Da’fa dan Masaakin Pedagang, pengrajin, petani, pembantu ‘Abiid atau Golongan Budak 10
11
Pasal 131:1 Indische Staatsregeling
Het burgerlijk- en handelsrecht en het strafrecht, zoomede de burgerlijke rechtsverordering en de strafvordering worden, onverminderd de bij of krachtens deze wet aan anderen toegekende strafwetgevende bevoegdheid, geregeld bij ordonnantie. De regeling geschiedt hetzij voor alle of eenige bevolkingsgroepen of onderdeelen daarvan of gebiedsdeelen gezamenlijk, hetzij voor een of meer dier groepen of deelen afzonderlijk. Hukum-hukum perdata, dagang dan pidana, begitu pula hukum acara perdata dan pidana, diatur dengan “undang-undang” (ordonansi), dengan tidak mengurangi wewenang yang diberikan oleh atau berdasarkan undang-undang kepada pembentuk perundang-undangan pidana. Pengaturan ini dilakukan, baik untuk seluruh golongan penduduk atau beberapa golongan dari penduduk itu ataupun sebagian dari golongan itu, ataupun baik untuk bagian-bagian dari daerah secara bersama maupun untuk satu atau beberapa golongan atau bagian dari golongan itu secara khusus. 11
12
Pasal 131:2 Indische Staatsregeling
In de ordonnanties regelende het burgerlijk- en handelsrecht worden: voor de Europeanen de in Nederland geldende wetten gevold. van welke wetten echter mag worden afgeweken zoowel wegens de bijzondere toestanden in Ned- Indië, als om hen met een of meer der overige bevolkingsgroepen of onderdeelen daarvan aan dezelfde voorschriften te kunnen onderwerpen; de Inlanders, de Vreemde Oosterlingen en de onderdeelen, waarnit deze beide groepen der bevolking bestaan, voorzoorverre de bij hen gebleken maatschappelijke behoeften dit eischen, hetzij aan de voor Europeanen geldende bepalingen, voor zooveel noodig gewijzigd, hetzij met de Europeanen aan gemeenschappelijke voorschriften onderworpen, terwijl overing Dalam ordonansi-ordonansi yang mengatur hukum perdata dan dagang ini: untuk golongan Eropa berlaku (dianut) undang-undang yang berlaku di Negeri Belanda, dan penyimpangan dari itu hanya dapat dilakukan dengan mengingat baik yang khusus berlaku menurut keadaan di Indonesia, maupun demi kepentingan mereka ditundukkan kepada peraturan perundang-undangan menurut ketentuan yang sama bagi satu atau beberapa golongan penduduk lainnya; untuk orang-orang Indonesia, golongan Timur Asing atau bagian-bagian dari golongan-golongan itu, yang merupakan dua golongan dari penduduk, sepanjang kebutuhan masyarakat menghendaki, diberlakukan baik ketentuan perundang-undangan yang sama dengan golongan Eropa, sedangkan untuk hal-hal lain yang belum diatur di situ, bagi mereka berlaku peraturan hukum yang bertalian dengan agama dan adat-kebiasaan mereka, yang hanya dapat menyimpang dari itu, apabila ternyata kepentingan umum atau kebutuhan masyarakat menghendakinya.
13
Asas Konkordansi atau Concordantie-beginsel
Dasar hukum: Pasal 131:2 (a) IS “… de in Nederland geldende wetten gevold….” “… berlaku (dianut) undang-undang yang berlaku di Negeri Belanda ….” Asas Konkordansi untuk memberlakukan Hukum di Belanda bagi Golongan Rakyat Eropa (Europeanen). Perkecualian untuk Asas Konkordansi: hukum khusus yang menyesuaikan keperluan hukum golongan Eropa dengan keadaan khusus di Indonesia; dan hukum yang berlaku bagi beberapa golongan rakyat secara bersama-sama (gemmenschappelijk recht). © Yu Un Oppusunggu 13
14
Pasal 131:4 Indische Staatsregeling
Inlanders en Vreemde Oosterlingen zijn bevoegd om, voor zooverre zij niet reeds met de Europeanen aan gemeenchappelijke voorschriften zijn onderworpen, zich in het algemeen of voor eene bepaalde rechtshandeling te onderwerpen aan niet op hen toepasselijke voorschriften van het burgerlijk en handelsrecht der Europeanen. Deze onderwerping en hare gevolgen worden bij ordonnanie geregeld. Orang-orang Indonesia dan golongan Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan kepada peraturan yang sama bagi golongan Eropa, berhak untuk menundukkan diri secara keseluruhan atau sebahagian, untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, kepada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum perdata dan hukum dagang untuk golongan Eropa yang sebetulnya tidak berlaku bagi mereka itu. Penundukkan diri kepada hukum Eropa ini beserta akibat-akibat hukumnya diatur dengan ordonansi. 14
15
Pasal 163:2 Indische Staatsregeling
Ketentuan-ketentuan untuk golongan Eropa berlaku bagi: semua orang Belanda; semua orang yang tidak termasuk dalam no. 1 yang berasal dari Eropa; semua orang Jepang dan selanjutnya semua pendatang dari luar negeri yang tidak termasuk dalam no. 1 dan no. 2 yang di negeri-asalnya berlaku bagi mereka hukum keluarga yang pada dasarnya mempunyai asas-asas hukum yang sama dengan hukum keluarga Belanda; Anak-anak yang sah atau yang diakui sah berdasarkan undang-undang di Indonesia beserta keturunan-keturunan dari orang-orang seperti yang disebutkan dalam no. 2 dan no. 3. © Yu Un Oppusunggu 15
16
Golongan-golongan Rakyat (bevolkingsgroepen) di Hindia Belanda berdasarkan 163 IS
Golongan Eropa (Europeanen) Orang Belanda; Semua orang yang berasal dari Eropa; keturunan orang Eropa; Orang Jepang; Semua orang, yang di negara asalnya, tunduk pada hukum keluarga yang pada intinya sama dengan dengan hukum Belanda, seperti Orang Thailand dan Turki; dan Keturunan sah atau diakui sebagai keturunan sah dari orang-orang di atas. Golongan Timur Asing (Vreemde Oosterlingen) Timur Asing Tionghoa Timur Asing Non Tionghoa Golongan Pribumi/Bumiputera (Inlanders) Dikecualikan dari golongan ini, orang pribumi/bumiputera yang telah dipersamakan dan masuk sebagai golongan Eropa melalui lembaga Persamaa Hak (Gelijkstelling). 16
17
Bevolkingsgroupen atau Golongan Rakyat Berdasarkan 163 IS
Europeanen/Orang Eropa Nederlanders; Keturunan Eropa; Orang Jepang; Orang-orang yang di negara asalnya tunduk pada hukum keluarga yang pada intinya memiliki persamaan dengan Hukum Belanda, seperti: Orang Thailand dan Turki; dan Anak-anak yang diakui secara sah oleh orang yang masuk dalam kelompok di atas dan keturunannya. Vreemde Oosterlingen/Timur Asing Timur Asing Tionghoa Timur Asing Bukan Tionghoa Inlanders/Pribumi Kecuali mereka yang sudah pindah ke golongan rakyat lainnya berdasarkan gelijkstelling/ persamaan hak. 17
18
Golongan-golongan Rakyat (bevolkingsgroepen) & Golongan-golongan Hukum (rechtsgroepen) menurut 131 IS Golongan Eropa Hukum Belanda sebagaimana yang berlaku di Belanda concordantiebeginsel; Dalam hal-hal tertentu, peraturan khusus yang berlaku bagi semua golongan rakyat. Golongan Timur Asing Timur Asing Tionghoa Sejak 1 Mei 1919 Hukum Eropa: Burgelijke Wetboek (dengan pengecualian tentang syarat-syarat sebelum perkawinan & Catatan Sipil), Wetboek van Koophandel, pengaturan tentang adopsi & kongsi. Dalam hal-hal tertentu, peraturan khusus yang berlaku bagi semua golongan rakyat. Timur Asing Non Tionghoa Hukum Adat Golongan Pribumi/Bumiputera Hukum Adat ; 18
19
Kemerdekaan Indonesia dan Penggolongan Penduduk
Dengan kemerdekaan Republik Indonesia, maka penduduk tidak lagi digolongkan dengan menggunakan dasar rasial, melainkan kewarganegaraan. Pasal 26 ayat (1) UUD 1945: “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.” UU No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara, ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 10 April 1946. UU No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Instruksi Presidium Kabinet Ampera tanggal 27 Desember 1966 No. 31/1966 menginstruksikan, sambil menunggu dikeluarkannya Undang-Undang Catatan Sipil yang bersifat Nasional, untuk tidak menggunakan penggolongan-penggolongan penduduk Indonesia berdasarkan pasal 131 dan 163 Indische Staatsregeling pada kantor-kantor Catatan Sipil di seluruh Indonesia dan menyatakan kantor-kantor tersebut terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia, sedangkan hanya dibedakan antara warga negara dan orang asing. UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia 19
20
Pembagian Golongan Penduduk (1)
Stb 1847 No. 23: Burgelijk Wetboek voor Indonesië dan Wetboek van Koophandel voor Indonesië berlaku di Negeri Belanda. BW menggantikan Code Civil, yang mulai berlaku semenjak tahun 1810. Tahun 1848 merupakan awal Kodifikasi di Hindia Belanda. Burgelijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel diundangkan buat orang-orang Eropa yang berada di Hindia Belanda. Reglement op het beleid der Regering van Nederlands Indie (RR) (Peraturan tentang Kebijaksanaan Pemerintahan di Hindia Belanda) 1854, khususnya pasal 75 (lama) RR, terkait dengan hukum adat. Berdasarkan pasal 75 (lama) RR, Gubernur Jenderal diberikan hak untuk memberlakukan hukum perdata Eropa atau menundukkan golongan non-Eropa ke dalam hukum perdata Eropa. Pasal 109 RR membedakan antara (i) orang-orang atau golongan Eropa – dan mereka yang dipersamakan dengannya (Indohhnesia Kristen) – dengan (ii) orang-orang atau golongan “bumiputera” – dan mereka yang dipersamakan dengannya (orang Tionghoa, Arab dan, s/d tahun 1899, Jepang). Masing-masing golongan ini tunduk pada sistem hukum publik (administratif dan pidana) dan perdata (keluarga, perdata dan dagang). 20
21
Pembagian Golongan Penduduk (2)
31 Desember 1906, suatu peraturan perundang-undangan baru dikeluarkan – tetapi baru efektif berlaku per 1 Januari 1920 – yang membagi penggolongan penduduk di Hindia Belanda menjadi (i) Golongan Eropa (termasuk orang-orang Jepang, Thailand, dan orang-orang non-Eropa lain yang memiliki sistem hukum keluarga Eropa), (ii) Golongan Bumiputera (termasuk orang Indonesia Kristen), dan Timur Asing (Tionghoa, Arab, dan bangsa Asia lainnya yang tidak masuk dalam Golongan Eropa). Tahun 1917 mulai diadakan pembedaan antara golongan “Timur Asing Tionghoa” dan “Timur Asing Bukan Tionghoa”, karena untuk yang pertama dianggap bahwa Hukum Eropa yang sudah diperlakukan terhadap mereka itu dapat diperluas lagi (Stb 1917 No. 129). Stb 1917 No. 129, tanggal 29 Maret 1917, hampir untuk seluruhnya BW dinyatakan berlaku bagi penduduk Timur Asing Tionghoa. Berlaku mulai 1 Mei 1919. Stb 1924 No. 556, berlaku sejak 1 Maret 1925, bagi Golongan Timur Asing bukan Tionghoa berlaku BW dan WvK, kecuali tentang hukum keluarga dan hukum warisan karena kematian – yang tetap diatur oleh hukum adat mereka.
22
Keberlakuan BW bagi Golongan Penduduk
Buku I, Bab Kesatu: Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak perdata “Berlaku bagi Golongan Timur Asing, lain daripada Tionghoa, dan bagi Golongan Tionghoa.” Buku I, Bab Kedua: Tentang akta-akta catatan sipil “Tak berlaku bagi Golongan Timur Asing, lain daripada Tionghoa, dan Golongan Tionghoa.” Buku I, Bab Keempat, Bagian Keempat: Tentang melangsungkan perkawinan “Tidak berlaku bagi Golongan Timur Asing lain daripada Tionghoa, dan berlaku bagi Golongan Tionghoa, kecuali pasal 71 No. 6, 74, dan 75.” 22
23
Masalah Kewarganegaraan Keturunan Tionghoa
Undang-Undang Kewarganegaraan Cina tahun 1929 menyatakan bahwa setiap orang yang dilahirkan dari orangtua Tionghoa, di mana pun mereka berada dan berapa lama pun mereka sudah melawat ke luar Cina, tetap tinggal warga negara Cina. UU No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara. 22 April 1955 ditandatangani di Bandung Perjanjian RI – RRC Mengenai Soal Dwikewarganegaraan (Sino-Indonesian Treaty on Dual Nationality) antara Menteri Luar Negeri Mr Soenario dengan Menteri Luar Negeri Chou En Lai. Dikenal sebagai Perjanjian Soenario – Chou. 3 Juni 1955 di Peking dilakukan pertukaran nota antara PM Ali Sastroamidjojo dengan PM Chou En Lai mengenai soal dwikewarganegaraan RI – RRC. Untuk implementasi pertukaran nota ini, dilakukan perjanjian pelaksanaan tanggal 15 Desember 1960. Undang-Undang No. 2 Tahun 1958 tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina Mengenai Soal Dwikewarganegaraan disahkan di Jakarta pada tanggal 11 Januari 1958 oleh Pejabat Presiden Republik Indonesia, Sartono, dan diundangkan pada tanggal 27 Januari LN 1958 No. 5, dan dilaksanakan dengan PP No. 20 Tahun 1959 dengan opsi dari tanggal 20 Januari 1960 s/d 20 Januari Oleh karena itu, anak-anak yang lahir setelah tanggal 20 Januari 1962 sudah menjadi WNI tunggal yang sesudah dewasa tidak diperbolehkan lagi memilih kewarganegaraan lain selain WNI. UU No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Perjanjian Soenario-Chou, beserta seluruh lampirannya, diakhiri secara sepihak oleh Indonesia pada tahun 1969 sebagai akibat dari tuduhan Indonesia atas keterlibatan Cina dalam peristiwa 30 September 1965.
24
Kawula Negara ≠ Warga Negara
Wet op houdende regeling van het Nederlands onderdaanschap van niet-Nederlanders (Stb 1910 No. 296, 10 Februari 1910). Peraturan mengenai Nederlands-Onderdaanschap. Peraturan ini terutama didasarkan atas asas kelahiran (ius soli). Mereka yang dilahirkan dari orangtua yang “menetap” (gevestigd) dalam wilayah Hindia Belanda (Suriname & Curacao) adalah Nederlands Onderdaan. Pembedaan antara Nederlander – warga negara Belanda – dengan Netherlands subject merupakan langkah preventif dari pencakupan orang-orang dari golongan penduduk non-Eropa untuk menjadi warga negara Belanda. Hal ini akibat dari definisi Dutch Nationals yang antara lain menyatakan bahwa “all persons born in the Kingdom or its colonies, of parents who were themselves there domiciled” sebagai warga negara Belanda. Oleh karena itu, penggunaan “Kawula” dan “Warga Negara” harus cermat dan tepat. S tetap berlaku sampai tahun 1949 dengan adanya pengakuan kedaulatan de jure atas Republik Indonesia. Tetapi untuk Irian Barat, Staatsblad ini berlaku s/d 1962, dengan berakhirnya kedaulatan Belanda atasnya. 24
25
Susunan Badan-badan Kehakiman Indonesia (1)
Pengadilan Swapraja Untuk daerah Swapraja (yang tidak langsung diperintah oleh Pemerintah Hindia Belanda). Stb 1938 No. 529, Zelfbestuursregelen Pasal 12: Warga swapraja di bawah yurisdiksi pengadilan swapraja. Pengadilan Adat Daerah yang langsung diperintah oleh Pemerintah Hindia Belanda Stb 1932 No. 80, Regeling van de inheemsche rechtspraak in recthsstreeks bestuur gebied. Pasal 10, peradilan adat dilakukan oleh: Hakim dari Persekutuan Hukum Asli (inheemsche rechtsgemeenschappen) Hakim agama (godsdienstige rechters) Pengadilan-pengadilan lain
26
Pengadilan Agama (Priesterraad)
Daerah yang langsung diperintah oleh Pemerintah Hindia Belanda Pasal 134 ayat 2 IS: “perkara-perkara perdata antara orang-orang yang beragama Islam, apabila hukum adat mereka menghendakinya, diperiksa oleh Hakim Agama, sepanjang dengan ordonansi tidak ditetapkan secara lain. Sejang 1 April 1937 (Stb 1937 No. 116) Pengadilan Agama hanya berhak untuk memeriksa dan mengadilan perselisihan suami-isteri yang beragama Islam serta perkara tentang perkawinan, talak, rujuk, dan perceraian. Pengadilan Dusun (Dorpsrechter) Pasal 3 Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesië (RO) (Stb 1847 No. 23): Perkara-perkara yang menurut hukum adat termasuk kekuasaan mengadili dari hakim dari persekutuan hukum-hukum kecil (kleine rechtsgemeenschappen) tetap ada di dalam kekuasaan mengadili mereka. 26
27
Susunan Badan-badan Kehakiman Indonesia
Pengadilan Negara Jawa dan Madura Pasal 1 RO: Pengadilan Kawedanan (districtsgerecht) Pengadilan Kabupaten (regentschapsgerecht) Pengadilan Negeri (landraad) Pengadilan Kepolisian (landgerecht) Residentiegerecht Raad van Justitie Hoogerechtshof Indonesië Luar Jawa dan Madura Pasal 1 Rechtsreglement Buitengewesten (Stb 1927 No. 227): Districtsraad Magistraatsgerecht 27
28
Susunan Badan-badan Kehakiman Indonesia
UU Darurat No. 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil. Pengadilan Sipil menjadi terdiri dari: Pengadilan Negeri Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung Republik Indonesia Peradilan Swapraja dan Peradilan Adat secara berangsur-angsur akan dihapuskan. UU No. 23 Tahun 1947 telah menghapuskan Peradilan Swapraja di Jawa dan Sumatera. Peradilan Agama tidak dihapuskan. Kekuasaan Hakim Dusun tidak dikurangi. 28
29
Susunan Badan-badan Kehakiman Indonesia
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman: Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya: Lingkungan Peradilan Umum: berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata Lingkungan Peradilan Agama: berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam 29
30
Lingkungan Peradilan Militer:
berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara: berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara Mahkamah Konstitusi. Pasal 27 UU No. 48 Tahun 2009 Pengadilan Khusus: Pengadilan yang dibentuk dalam salah satu lingkungan Peradilan di bahwa Mahkamah Agung, antara lain, adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial dan pengadilan perikanan yang berada di lingkungan peradilan umum, serta pengadilan pajak yang berada di lingkungan peradilan tata usaha negara. © Yu Un Oppusunggu 30
31
Hukum Perdata Internasional atau HATAH Ekstern: Definisi
Gautama: “Keseluruhan peraturan dan keputusan-hukum yang menunjukkan stelsel-hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga(-warga) negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara, yang berbeda dalam lingkungan-lingkungan-kuasa-tempat, (pribadi-) dan soal-soal.” 31
32
Skema HPI W W T T P P S S Negara X Negara Y
W : tijdsgebied (lingkungan-kuasa-waktu) T : ruimtegebied (lingkungan-kuasa-tempat) P : personengebied (lingkungan-kuasa-pribadi) S : zakengebied (lingkungan-kuasa-soal-soal) © Yu Un Oppusunggu 32
33
Hukum Perdata Internasional atau HATAH Ekstern
HATAH Ekstern memiliki unsur asing. HATAH Ekstern adalah hukum perdata nasional! © Yu Un Oppusunggu 33
34
Hukum Internasional Publik vis-à-vis Hukum Perdata Internasional
Pengertian: Keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan/persoalan yang melintasi batas negara antara: 1. Negara dengan negara, 2. Negara dengan subyek hukum bukan Negara, dan 3. antarsubyek hukum bukan Negara. Sumber hukum formil: 1. perjanjian internasional, 2. kebiasaan internasional, 3. prinsip-prinsip umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab, 4. keputusan pengadilan, 5. doktrin, dan 6. perundang-undangan. Hukum Perdata Internasional Pengertian: supra Aneka kaidah HPI: kaidah penunjuk, kaidah berdiri-sendiri, kaidah pencerminan. Sumber hukum: s.d.a Ruang lingkup: HPI Materiil: hukum pribadi, hukum harta kekayaan, hukum keluarga, hukum waris. HPI Formil: kualifikasi, persoalan pendahuluan, penyelundupan hukum, hak-hak yang telah diperoleh, ketertiban umum, pilihan hukum, timbal-balik dan pembalasan, penyesuian, pemakaian hukum asing, renvoi, pelaksanaan putusan hakim asing.
35
Sejarah Hukum Perdata Internasional
Hukum Romawi Ius civile (civil law, hukum perdata): hukum yang berlaku bagi warga-warga negara Roma. Ius gentium (hukum bangsa-bangsa): hukum yang berlaku bagi hubungan hukum yang melibatkan berbagai sumber hukum. Teori Statuta dan Negara-negara Kota Italia di Abad Pertengahan Konflik antara hukum asing dengan hukum lokal. Konflik antara prinsip personalitas dan prinsip teritorialitas. Lahirnya negara-bangsa (nation-state). Common Law Perkembangan hukum di negara-negara common law yang berdasarkan pada sistem peradilan juri. 35
36
Sumber Utama Hukum Perdata Internasional Indonesia
Algeemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesië (AB) (Stb 1847 No. 23): Pasal 16: Statuta Personal Pasal 17: Statuta Realia Pasal 18: Statuta Mixta Perjanjian-perjanjian Internasional: NY Convention, Washington Convention, dst. Doktrin RUU Hukum Perdata Internasional Indonesia © Yu Un Oppusunggu 36
37
Pasal 16 Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesië
De wettelijke bepalingen betreffende den staat en den bevoegdheid der personen blijven verbindend voor Nederlandse Onderdanen, wanneer zijn zich buiten ‘s lands bevinden. Evenwel zijn zij bij vestiging in Nederland of in eene andere Nederlandsche kolonie, zoolang zij aldaar hunne woonplaats hebben, ten aanzien van het genoemde gedeelte van het burgerlijk recht onderworpen aan de ter plaatse geldende wet. Ketentuan-ketentuan dalam undang-undang mengenai status dan wewenang seseorang tetap berlaku bagi kawula negara Belanda, apabila ia berada di luar negeri. Akan tetapi apabila ia menetap di Negeri Belanda atau di salah satu daerah koloni Belanda, selama ia mempunyai tempat tinggal di situ berlakulah mengenai bagian tersebut dan hukum perdata yang berlaku di sana. Lex Originis atau Statuta Personal. 37
38
Pasal 17 Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesië
Ten opzigte van onroerende goederen geldt de wet van het land of de plaats, alwaar die goederen gelegen zijn. Terhadap barang-barang yang tidak-bergerak berlakulah undang-undang dari negeri atau tempat di mana barang-barang itu berada. Lex rei sitae atau Statuta Realis. © Yu Un Oppusunggu 38
39
Pasal 18 Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesië
De vorm van elke handeling wordt beoordeeld naar de wetten van het land of de plaats, alwaar die handeling is verrigt. Bij de toepassing van dit en ban het voorgaande art. moet steeds worden acht gegeven op het verschil, hetwelk de wetgeving daarstelt tusschen Europeanen en Indonesiërs Bentuk tiap tindakan hukum akan diputus oleh pengadilan menurut perundang-undangan dari negeri atau tempat, di mana tindakan hukum itu dilakukan. Untuk menerapkan pasal ini dan pasal di muka, harus diperhatikan perbedaan yang diadakan oleh perundang-undangan antara orang-orang Eropa dan orang-orang Indonesia. Locus regit actum atau Statua Mixta. © Yu Un Oppusunggu 39
40
Dasar Keberlakuan AB Menurut Hukum Positif Indonesia
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945: Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945 (Perubahan Keempat): Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****) © Yu Un Oppusunggu 40
41
Pembidangan Tata Hukum Indonesia
Hukum Tata Negara Hukum Administrasi Negara, mencakup: Hukum Kepegawaian Hukum Pajak Hukum Administrasi Perburuhan Hukum Administrasi Agraria Hukum Pribadi Hukum Harta Kekayaan, meliputi: Hukum Bedan, termasuk Hukum (Perdata) Agraria Hukum Perikatan, meliputi: Hukum Perjanjian (Hukum Dagang) Hukum Penyelewengan Perdata Hukum Hak Imaterial Hukum Keluarga (Adat, Barat, Islam, dan Antar-Hukum Keluarga) Hukum Waris (Adat, Barat, Islam, dan Antar-Hukum Waris) Hukum Pidana Hukum Acara Hukum Internasional, meliputi: Hukum Internasional Publik & Hukum Perdata Internasional © Yu Un Oppusunggu 41
42
HATAH dan Cabang-cabang Ilmu Hukum
Sejarah Hukum Politik Hukum Sosiologi Hukum Antropologi Hukum Hukum Adat Hukum Perdata Hukum Islam Hukum Internasional Perbandingan Hukum Perdata © Yu Un Oppusunggu 42
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.