Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "HUKUM PENGANGKUTAN LAUT"— Transcript presentasi:

1 HUKUM PENGANGKUTAN LAUT
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA KULIAH 6 DR. CHANDRA MOTIK S.H., MSc. ROMI GOZALI RUKMAWIJAYA, SH., MM., AAAIK

2 TUBRUKAN KAPAL (AANVARING / COLLISION )
Dalam pelayaran potensi untuk terjadinya bencana dan musibah yang menimpa kapal sangat besar sehingga dapat menimbulkan kecelakaan terhadap kapal. Keadaan seperti itu dapat terjadi karena ulah manusia dan kejadian alamiah seperti kapal karam, kapal kandas, tubrukan kapal. Apabila terjadi kecelakaan kapal dapat berakibat terhadap penumpang dan barang sehingga perlu diberikan pertolongan dan penyelamatan dan selanjutnya akan menimbulkan kerugian bagi para pihak. Tubrukan kapal adalah benturan, sentuhan, dan menabrak dua kapal atau lebih satu sama lain ( Pasal 534 (2) KUHD ). Pengertian tersebut oleh pasal 544 dan 544a KUHD diperluas, yaitu : Jika suatu kapal melanggar atau tidak memenuhi ketentuan perundangn – undangan meskipun tidak ada persentuhan dengan kapal lain; Jika suatu kapal menabrak benda lain yang bukan kapal, dapat berupa benda bergerak atau tetap seperti rambu – rambu laut lentera kapal dan dermaga. Chandra Motik Maritime Center

3 TUBRUKAN KAPAL (AANVARING / COLLISION )
Diatur didalam Pasal 534 s/d 544 A KUHD  Penubrukan ialah: Tubrukan atau penyentuhan antara kapal-kapal satu sama lain. Macamnya penubrukan kapal: Tubrukan kapal yang sesungguhnya (eigenlijke aanvaring) ialah suatu tubrukan atau persentuhan kapal yang terjadi antara kapal yang satu dengan kapal yang lain (pasal 534 (2) KUHD). Yang dimaksud dengan kapal haruslah diartikan seperti rumusan Pasal 309 KUHD (1) – secara luas.  Tubrukan kapal yang tidak sesungguhnya (coneigenlijke aanvaring) ialah tubrukan kapal atau persentuhan kapal yang terjadi antara kapal yang satu tapi yang lainnya bukan kapal melainkan jembatan.

4 TUBRUKAN KAPAL (AANVARING / COLLISION )
Tanggung jawab untuk mengganti kerugian: 1.Apabila timbulnya tubrukan kapal karena a. kebetulan (toeval) b. Overmacht (keadaan memaksa) c. Adanya sifat keragu-raguan tentang terjadinya tabrakan (atau yang menyebabkan terjadinya tubrukan) maka dalam ke 3 hak tersebut diatas tidak ada pihak yang salah dan oleh karena tidak ada yang bersalah, maka kerugian itu dipikul oleh mereka yang menceritanya. Pasal 535 KUHD 2.Apabila timbulnya tubrukan disebabkan karena adanya kesalahan pada salah satu pihak atau adanya kesalahan pada kapal lain, maka pihak pengusaha kapal yang berbuat salah satu itu harus bertanggung jawab untuk seluruh kerugian. Pasal 536 KUHD. Chandra Motik Maritime Center

5 Chandra Motik Maritime Center
KECELAKAAN KAPAL Pengertian antara kapal karam dan kapal terdampar tidak diberikan dalam KUHD, tetapi diatur dalam satu bagian ( title VII ). Kapal karam, kapal pecah, dan kapal terdampar meskipun secara empiris berbeda pengertiannya, namun secara yurisdis memiliki akibat hukum yang sama, yaitu dalam pertolongan, penyelamatan, dan penemuan barang – barang dilaut. Dalam KUHD hanya dibedakan dalam hal tempat kejadian di tanah pantai atau dibagian luar ( lepas pantai, dilaut ). Dengan terjadinya peristiwa tubrukan, karam, pecah, dan terdampar perlu diambil tindakan-tindakan pertolongan terhadap penumpang dan penyelamatan barang – barang. Pertolongan orang dan penyelamatan barang diatur dalam KUHD dan Konvensi Internasional di Brussel pada tanggal 27 Mei 1967, yaitu Internasional Convention for The Unification of Certain Rules of Law Relating to Asstance and Salvage at Sea. Chandra Motik Maritime Center

6 Chandra Motik Maritime Center
KECELAKAAN KAPAL Kecelakaan kapal dapat menimbulkan kerugian bagi pihak – pihak yaitu pemilik kapal, penumpang dan pemilik barang. Oleh karena itu perlu diatur kerugian macam apa yang timbul dan siapa yang memikul tanggung jawab. Menurut KUHD kerugian yang muncul dari pelayaran ada dua macam yaitu pertama, kerugian umum ( avarey grosse ) ialah kerugian laut yang bermanfaat bagi kapal dan muatan. Kedua, kerugian khusus ialah kerugian yang hanya meliputi kapal itu sendiri atau barang – barang muatan itu sendiri ( Pasal 698 – Pasal 701 KUHD ). Chandra Motik Maritime Center

7 TANGGUNG JAWAB UNTUK MENGGANTI KERUGIAN :
Apabila timbulnya tubrukan kapal karena :  Kebetulan (toeval) Overmacht (keadaan memaksa) Adanya sifat keragu – raguan tentang adanya tubrukan (atau yang menyebabkan adanya tubrukan)   Maka dalam ke -3 hal tersebut diatas tidak ada pihak yang salah. Dan oleh karena tidak ada yang salah, maka kerugian ini dipikul mereka yang menderitanya. (Pasal 535 KUHD) Apabila timbulnya tubrukan disebabkan karena adanya kesalahan pada salah satu pihak, atau adanya kesalahan pada kapal lain, maka pihak pengusaha kapal yang berbuat salah, harus bertanggung jawab untuk seluruh kerugian (Pasal 536 KUHD). Apabila terjadinya tubrukan kapal itu karena adanya kesalahan dari kedua belah pihak (schuld van wederjijde), maka para pengusaha kapal dari masing-masing kapal yang bertabrakan itu harus bertanggung jawab, masing-masing seimbang dengan beratnya kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh kedua belah pihak (Pasal 537 KUHD). Chandra Motik Maritime Center

8 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940 (SCHEPELINGEN ONGEVALLEN REGELING)
Stb. No. 447/1940 Pasal 1 (1). Majikan wajib memberi kepada seorang pelaut yang mendapat kecelakaan dalam hubungannya dengan pekerjaannya di atau untuk kepentingan kapal yang diwajibkan memberi tunjangan, ganti-rugi menurut ketentuan dalam Peraturan ini. Dalam melaksanakan Peraturan ini dianggap sebagai kecelakaan juga kehilangan perlengkapan yang dikarenakan suatu kecelakaan kapal. Majikan wajib memberi ganti rugi yang sama kepada seorang pelaut yang mendapat kecelakaan di kapal yang diwajibkan memberi tunjangan di mana pelaut itu bekerja, di luar pekerjaannya. (2) Jika pelaut meninggal dunia karena akibat suatu kecelakaan sebagai termaksud pada ayat (1), kewajiban tersebut berlaku terhadap keluarga yang ditinggalkannya. (3) Jika suatu perusahaan di mana seorang pelaut pada waktu kecelakaan bekerja, beralih kepada seorang majikan lain, pelaut dan keluarga yang ditinggalkan ini tetap memiliki ketentuan peraturan ini yang menjadi beban majikan baru. Chandra Motik Maritime Center

9 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 2 (1). Dengan kapal dalam peraturan ini dimaksud kapal atau perahu tersebut di bawah ini: kapal yang digunakan atau ditujukan untuk pengangkutan orang atau barang atau perusahaan perikanan; perahu penarik dan kapal dan galangan yang ditarik perahu penarik; perahu pemadam kebakaran; perahu clayton dan perahu pembasmi penyakit lainnya; perahu penolong dan sampan sepanjang semata-mata digunakan untuk tujuan pertolongan atau sepanjang merupakan perlengkapan dari kapal atau perahu termaksud pada sub 1 s/d 4 yang lalu dan tidak digunakan di luar tujuannya. kapal keruk yang berada di laut atau didaerah lautan nasional. (2). Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan kapal yang menurut ayat yang lalu tidak dipandang sebagai kapal dalam arti peratuan ini sebagai kapal yang demikian. Chandra Motik Maritime Center

10 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
(3). Kecuali yang dikecualikan pada ayat yang berikut, dalam peraturan ini yang dimaksud dengan kapal yang diwajibkan memberikan tunjangan adalah : kapal yang mempunyai sifat kapal laut Indonesia menurut pasal 2 atau Aturan Peralihan ayat (3) ”Peraturan Surat Laut dan Pas Kapal 1934” (Staatsblad 1934 No. 78) seperti telah diubah dan ditambah; Kapal milik dari atau disewa tanpa awak kapal oleh seorang atau suatu perusahaan yang menjalankan usahanya seluruhnya atau sebagian terbesar di Indonesia atau menggunakan kapal tersebut seluruhnya atau sebagian terbesar di Indonesia.  (4) Dengan kapal yang diwajibkan membayar tunjangan dalam arti Peraturan ini tidak dimaksudkan kapal yang digunakan atau ditujukan untuk pengangkutan orang atau barang atau perusahaan perikanan tetapi tidak diperlengkapi dengan mesin alat penggerak, kecuali jika dan sepanjang kapal ini dengan peraturan perundangan ditetapkan sebagi kapal yang diwajibkan memberi tunjangan. Chandra Motik Maritime Center

11 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 3 Dengan majikan dalam peraturan ini dimaksudkan tiap orang atau badan hukum yang mempekerjakan seorang atau lebih di atau untuk kepentingan suatu kapal yang diwajibkan memberi tunjangan. Pasal 4 Dengan nakhoda dalam peraturan ini dimaksudkan nakhoda dan bila ia tidak ada atau berhalangan seseorang yang bertindak demikian. Chandra Motik Maritime Center

12 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 5 (1). Dengan pelaut dalam peraturan ini dimaksudkan : a. tiap anggota awak kapal yang bekerja pada seorang majikan di atau untuk kepentingan kapal yang diwajibkan memberi tunjangan, dengan menerima upah; b. orang lain daripada yang termaksud pada sub a yang selama adanya kapal yang diwajibkan memberi tunjangan dalam wilayah Indonesia di bandar, pelabuhan, gelanggang, tempat karantina dan sebagainya melakukan pekerjaan dengan menerima upah, sepanjang pekerjaan itu dilakukan di atau pada suatu kapal yang diwajibkan memberi tunjangan. (2). Dalam pelaksanaan Peraturan ini, dipandang pula sebagai pelaut walaupun mereka tidak menerima, para magang, murid, penumpang yang melakukan pekerjaan pelaut dan orang semacam itu yang bekerja di atau untuk kepentingan kapal yang diwajibkan memberi tunjangan. Chandra Motik Maritime Center

13 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
(3). Mereka yang berdasarkan perjanjian pemborongan pekerjaan melakukan pekerjaan di atau untuk kepentingan kapal yang diwajibkan memberi tunjangan yang biasa di kapal itu, dalam melaksanakan Peraturan ini dipandang sebagai pelaut bekerja pada yang memborongkan, kecuali bila mereka sendiri mengusahakan suatu kapal yang diwajibkan memberi tunjangan seperti termaksud dalam Undang-undang Kecelakaan 1947, dimana pekerjaan borongan dilakukan. (4). Mereka yang bekerja pada seseorang dengan siapa majikan mengadakan perjanjian pemborongan pekerjaan di atau untuk kepentingan kapal yang diwajibkan memberi tunjangan yang biasa di kapal itu, dalam melakukan pekerjaan untuk melaksanakan perjanjian tersebut dipandang sebagai pelaut yang bekerja pada majikan yang memborongkan dan melakukan pekerjaan di atau untuk kepentingan kapal yang diwajibkan memberi tunjangan, kecuali bila pemborongan sendiri mengusahakan suatu kapal yang diwajibkan memberi tunjangan seperti termaksud dalam Undang-undang Kecelakaan 1947, di mana pekerjaan borongan dilakukan. Chandra Motik Maritime Center

14 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
(5). Tidak dipandang sebagai pelaut dalam peraturan ini adalah : Pegawai negeri dan pegawai daerah swatantra, kecuali bila mereka dengan peraturan pemerintah ditetapkan sebagai pelaut dalam arti peraturan ini; mereka terkena Undang-undang Kecelakaan 1947; orang warga negara asing atau barang tanpa kewarganegaraan yang menerima ganti rugi berdasarkan suatu peraturan kecelakaan luar negeri. Chandra Motik Maritime Center

15 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 6 Dengan demikian keluarga yang ditinggalkan pelaut yang meninggal dunia dalam peraturan ini dimaksudkan : janda, yaitu wanita yang pada waktu kecelakaan menjadi isteri pelaut itu, atau jika pelaut pada saat tersebut mempunyai lebih dari seorang istri, janda-jandanya; duda (janda laki-laki) yang tidak mempu bekerja, jika pada waktu kecelakaan penghidupannya seluruhnya atau sebagian terbesar menjadi tanggungan pelaut wanita yang meninggal dunia; anak yang sah dan yang diakui sah, belum kawin, dibawah usia 16 tahun yang penghidupannya seluruhnya atau sebagian terbesar menjadi tanggungan pelaut yang meninggal dunia. Chandra Motik Maritime Center

16 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 7 (1). Dengan upah dalam peraturan ini dimaksudkan : tiap pembayaran uang yang diterima pelaut sebagai ganti pekerjaannya, kecuali premi khusus yang dikecualikan dengan peraturan perundangan; pemberian penginapan, makanan dan pakaian dengan cuaca-cuaca Untuk menetapkan nilainya dalam uang, bagian-bagian upah tersebut pada b, ditetapkan berdasarkan ketentuan yang akan diadakan dengan peraturan perundangan. (2). Orang termaksud pada pasal 5 ayat (2), dalam melaksanakan peraturan ini dipandang menerima upah sebesar upah terendah seorang pelaut yang melakukan pekerjaan yang sama atau hampir sama macamnya di atau untuk kepentingan kapal yang sama yang diwajibkan memberi tunjangan. (3). Bagi orang termaksud pada pasal 5 ayat (3) upahnya dipandang sama dengan upah seorang pelaut yang di atau untuk kepentingan kapal yang diwajibkan memberi tunjangan milik majikan atau di atau untuk kepentingan kapal yang sama macamnya telah bekerja selama satu tahun dan yang melakukan pekerjaan yang sama atau hampir sama macamnya. Chandra Motik Maritime Center

17 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 8 (1). Dengan upah sehari dalam Peraturan ini dimaksudkan : a. jika upah ditetapkan harian, upah yang hanya dibayar untuk satu hari; b. jika upah ditetapkan mingguan, upah yang harus dibayar untuk satu minggu dibagi tujuh; c. jika upah ditetapkan bulanan, upah yang harus dibayar untuk satu bulan dibagi 30. (2). Jika upah ditetapkan lain daripada harian, mingguan atau bulanan, maka dalam melaksanakan peraturan ini upah sehari ditetapkan oleh pegawai pengawas termaksud pada pasal 9, setelah merundingkannya dengan majikan dan pelaut. Terhadap penetapan pegawai pengawas dalam waktu satu bulan dapat dimintakan banding kepada Menteri Perhubungan. (3). Dalam hal pelaut setelah mendapat kecelakaan, masih menerima satu atau lebih bagian upah tersebut pada ayat (1) sub b pasal 7, maka bagian upah tersebut selama berlangsung, tidak diikutsertakan dalam menghitung upah sehari yang menjadi dasar penetapan ganti rugi. (4). Jika upah sehari berjumlah lebih dari dua puluh rupiah, selebihnya itu tidak diindahkan untuk penetapan ganti rugi. Pasal 9 Dewan Peraturan Perundangan akan ditunjuk dokter-dokter Penasehat dan pegawai-pegawai pengawas untuk melaksanakan peraturan ini. Chandra Motik Maritime Center

18 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940 MACAM DAN BESARNYA GANTI RUGI
BAGIAN KEDUA MACAM DAN BESARNYA GANTI RUGI Pasal 10  (1). Kecuali yang ditetapkan dalam Bagian Ketiga, ganti rugi termaksud pada Pasal 1 terdiri atas : Pengobatan dokter dan perawatan bagi pelaut yang mendapat kecelakaan dengan cuma-cuma termaksud pemberian obat dan alat pembalut yang diperlukan, selama paling lama satu tahun sejak hari kecelakaan. pemondukan dan makan dengan cuma-cuma bagi pelaut yang mendapat kecelakaan jika ia dirawat di kapal atau di suatu tempat lain daripada di rumahnya. pengangkutan bagi pelaut yang mendapat kecelakaan dengan cuma-cuma ketempat perawatan. penguburan pelaut yang meninggal dunia dengan cuma-cuma. selekas-lekasnya setelah sembuh, jika perjanjian kerja laut juga telah berakhir dan tidak diadakan untuk perjalanan itu, pengangkutan dengan cuma-cuma ke tempat perjanjian kerja laut diadakan Dalam pengangkutan termasuk biaya penghidupan dan penginapan selama perjalanan. dalam hal kehilangan perlengkapan karena kecelakaan kapal, suatu ganti rugi menurut ketentuan yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan. suatu pembayaran uang menurut ketentuan pada pasal 11 peraturan ini. (2). Seorang pelaut yang mengadakan perjanjian kerja laut atas dasar suatu perjalanan, memiliki hak termaksud pada ayat yang lalu sub 5: jika ia harus dirawat di suatu tempat yang bukan juga merupakan tempat akhir perjalanan yang telah diperjanjikan. jika ia pada waktu kedatangannya di tempat akhir perjalanan yang telah diperjanjikan, tidak lagi mampu melakukan pekerjaan yang dapat ia lakukan pada waktu kecelakaan.

19 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 11 (1). Jika pelaut karena kecelakaan meninggal dunia, ahli waris yang ditinggalkan menerima suatu pembayaran uang sekaligus sejumlah : a. 360 kali upah untuk janda atau duda; jika ada lebih dari seorang janda, pembayaran itu dibagi merata; b. 120 kali upah sehari untuk tiap anak, dengan pengertian bahwa tunjangan untuk semua anak bersama-sama berjumlah tidak lebih dari 240 kali upah sehari; jika ada lebih dari seorang anak, pembayaran itu dibagi merata antara mereka. (2). Terhadap golongan Indonesia asli dan golongan warga negara turunan Timur Asing majikan dipandang telah melakukan pembayaran secara sah, jika ia melakukan pembayaran termaksud pada ayat (1) sub a, kepada seorang atau orang-orang yang menurut keterangan pegawai Perwakilan Indonesia, Kepala Desa, harus diakui sebagai janda atau janda-jandanya. (3). Pembayaran termaksud pada ayat (1) sub b untuk tiap anak, dilakukan kepada walinya yang sah. Terhadap golongan Indonesia asli dan golongan warga negara turunan Timur Asing majikan melakukan pembayaran dengan sah, jika ia melakukan pembayaran itu menurut suatu keterangan dari seorang pegawai Perwakilan Indonesia, Kepala Desa yang bersangkutan yang mengatakan manakah anak-anak yang usianya dibawah 16 tahun yang penghidupannya seluruhnya atau sebagian terbesar dibiayai oleh pelaut yang meninggal dunia dan siapakah walinya yang sah. (4). Dalam hal cacat sama sekali untuk selama-lamanya (yang dimaksud adalah keadaan dimana pelaut tidak mungkin melakukan suatu pekerjaan yang dibeli upah yang ia mampu melakukannya pada waktu mendapat kecelakaan) pelaut sejak saat upahnya untuk sebagian dihentikan, menerima suatu pembayaran sejumlah lima puluh persen dari upahnya untuk tiap hari. Pembayaran itu (kecuali bila kedua pihak menghendaki lain) dilakukan pada waktu-waktu dimana upah biasanya dibayarkan. Chandra Motik Maritime Center

20 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 11 (5). Dalam hal cacat sebagian untuk selama-lamanya, pelaut sejak saat upahnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian dihentikan, menerima suatu pembayaran sejumlah sekian persen dari upah sehari, untuk tiap hari. Ketentuan pada ayat 4 kalimat kedua berlaku pula disini. (6). Dalam hal cacat untuk selama-lamanya yang tidak disebutkan dalam daftar termaksud pada ayat yang lalu, jumlah persen dari upahnya sehari itu ditetapkan oleh pegawai pengawas dengan memperhatikan derajat cacat pelaut dan setelah mendapatkan kata sepakat dokter penasehat dari daerah di mana kecelakaan terjadi; jika terdapat perbedaan pendapat antara pejabat-pejabat tersebut, diputuskan oleh Menteri Perhubungan setelah mendengar pertimbangan Menteri Kesehatan. (7). Dalam hal cacat untuk sementara, selama paling lama 26 pekan sejak hari kecelakaan, pelaut menerima pembayaran sejumlah delapan puluh persen dari upahnya sehari untuk tiap hari ia menderita cacat. Setelah berakhirnya jangka waktu tersebut dan jika cacat untuk sementara itu masih berlangsung, maka selama berlangsungnya terus cacat itu pembayaran dikurangi menjadi 50% dari upah sehari, untuk tiap hari ia menderita cacat. (8). Selama menurut pendapat dokter penasehat belum dapat dipastikan apakah cacat itu untuk selama-lamanya, ketentuan pada ayat yang lalu berlaku. Chandra Motik Maritime Center

21 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 12 (1). Majikan dan tiap ahli waris pelaut dapat mengadakan perjanjian untuk menggantikan pembayaran sekaligus termaksud pada ayat (1) pasal 11 menjadi pembayaran bulanan. (2). Pembayaran bulanan termaksud pada ayat yang lalu berjumlah : bagi janda atau duda, selama ia tidak kawin lagi, 1½ persen dari jumlah pembayaran sekaligus yang menjadi haknya. bagi tiap anak, selama belum mencapai usia 16 tahun penuh, 1½ dari jumlah pembayaran sekaligus yang menjadi haknya. Ketentuan pada ayat (3) pasal 11 berlaku disini. Chandra Motik Maritime Center

22 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 13 (1). Majikan dan pelaut yang mendapat kecelakaan dapat mengadakan perjanjian menggantikan pembayaran berkala termaksud pada ayat (4) dan (5) pasal 11, menjadi pembayaran sekaligus. Untuk menggantikan pembayaran berkala termaksud pada ayat (4) pasal 11, diharuskan adanya persetujuan dari pegawai pengawas, dengan tidak mengurangi ketentuan pada pasal 14. (2). Pembayaran sekaligus ini berjumlah berturut-turut 48, 40, 32 atau 24 kali jumlah yang menjadi hak buruh untuk jangka waktu satu bulan, jika pembayaran berkala itu telah berlangsung selama berturut-turut kurang dari satu tahun, satu tahun atau lebih tetapi kurang dari dua tahun, dua tahun atau lebih tetapi kurang dari tiga tahun dan tiga tahun atau lebih. Chandra Motik Maritime Center

23 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 14 (1). Majikan, setelah mendapat persetujuan dari pegawai pengawas, berwenang mengadakan pergantian termaksud pada pasal 12 dan 13, jika upah sehari dari pelaut pada waktu kecelakaan berjumlah Rp. 2,- atau kurang. (2). Majikan wajib mengadakan pergantian termaksud pada pasal 12, jika seorang ahli waris yang ditinggalkan pelaut itu yang berdiam di Indonesia mengajukan permintaan untuk itu, pegawai pengawas menyetujui dan upah pelaut sehari pada waktu kecelakaan berjumlah lebih dari Rp. 2,- (3). Majikan, tidak perduli jumlah upah seharinya, setelah mendapat persetujuan pegawai pengawas, dapat mengadakan perubahan termaksud pada pasal 13, jika pelaut bertempat tinggal atau berangkat ke suatu tempat di luar Indonesia. (4). Pergantian termaksud pada pasal 13, harus diadakan : a. jika majikan meninggal dunia dan ahli warisnya menerima warisan dengan syarat mengadakan pendaftaran harta peninggalan; b. jika majikan merupakan badan hukum dibubarkan. (5). Juga dalam hal tersebut pada a dan b ayat yang lalu, pembayaran berkala kepada ahli waris yang dilakukan menurut ayat (1) pasal ini atau menurut pasal 12, harus diubah menjadi pembayaran sekaligus. Pembayaran sekaligus ini dihitung cara tersebut pada pasal 13 ayat (2). Chandra Motik Maritime Center

24 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940 GUGURNYA DAN BERUBAHNYA GANTI RUGI
BAGIAN KETIGA GUGURNYA DAN BERUBAHNYA GANTI RUGI Pasal 15 (1). Majikan tidak wajib memberi ganri rugi, jika : a. pelaut dengan sengaja menimbulkan kecelakaan yang menimpanya. b. suatu kecelakaan termaksud pada pasal 1 ayat (1) kalimat ketiga, semata-mata dikarenakan kesalahan besar dari yang tertimpa itu. (2). Jika pelaut pada waktu kecelakaan berada dalam keadaan terpengaruh oleh minuman keras atau minuman yang yang memabukkan, atau secara keterlaluan melalaikan suatu aturan keselamatan yang diadakan dengan atau berdasarkan sesuatu ketentuan perundang-undangan atau yang disahkan oleh Menteri Perhubungan atau penguasa asing yang berwenang, maka dengan persetujuan pegawai pengawas, pembayaran termaksud pada pasal 10 ayat (1) sub 7 dapat dikurangi dengan sebanyak-banyaknya separoh. Terhadap keputusan pegawai pengawas dalam waktu satu bulan dapat dimintakan banding kepada Menteri Perhubungan. (3). Pembayaran berkala kepada seorang pelaut yang tertimpa kecelakaan atau kepada seorang dari ahli warisnya, tidak dilakukan selama waktu yang bersangkutan menjalani pidana hilang kemerdekaan untuk tiga bulan atau lebih dan juga selama ditempatkan dalam Rumah Pendidikan Negara.

25 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 16 (1). Jika tidak mungkin mendapatkan pertolongan dokter yang berwenang tepat pada waktunya dan pelaut yang mendapat kecelakaan tanpa alasan yang dapat dibenarkan menolak diperiksa atau diobati oleh orang yang cakap yang ditunjuk oleh majikan atau nakhoda, yang sementara dapat memberi pengobatan, atau jika pelaut yang mendapat kecelakaan sebelumnya menghindarkan diri dari pengobatan yang demikian, maka hak pelaut atau ahli warisnya atas pembayaran termaksud pada pasal 10 ayat (1) sub 7, gugur. (2). Dalam hal pelaut yang mendapat kecelakaan tanpa alasan yang sah menolak diperiksa atau diobati oleh seorang dokter yang berwenang ditunjuk oleh majikan atau sebelumnya menghindarkan diri dari pengobatan yang demikian itu, hak pelaut atau ahli waris atas pembayaran termasuk pada pasal 10 ayat (1) sub 7, gugur pula. (3). Hak ini gugur pula, jika pelaut yang mendapat kecelakaan karena keberangkatannya ke tempat lain tidak memungkinkan pengobatan oleh dokter yang berwenang ditunjuk oleh majikan atau nakhoda yang perlu untuk pulihnya kesehatan. (4). Sebagai alasan sah dalam arti kata ayat pertama dipandang antara lain takut untuk dibedah. (5). Sebagai alasan sah dalam arti kata ayat kedua dipandang antara lain takut untuk dibedah yang menurut pendapat dokter penasehat atau bilamana pendapat ini tidak mungkin tepat pada waktunya, menurut pendapat dokter yang mengobati, adalah berbahaya. Chandra Motik Maritime Center

26 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 17 Majikan berwenang tidak melakukan pembayaran termaksud pada pasal 11 ayat (7), selama lima hari yang pertama sejak hari kecelakaan jika pelaut tidak dirawat oleh perusahaan atau jika tidak terdapat keterangan dokter yang berwenang bahwa pelaut yang mendapat kecelakaan sesudah kecelakaan itu tidak mampu melakukan pekerjaan. Pasal 18 (1). Majikan yang tetap mempekerjakan pelaut yang mendapat kecelakaan dengan memberi upah, berwenang mengurangi pembayaran termaksud pada pasal 11 ayat (5), (6) dan (7), dengan suatu jumlah sedemikian sehingga upah baru ditambah dengan pembayaran itu, sama jumlahnya dengan upah yang diterima pelaut pada waktu mendapat kecelakaan. (2). Majikan berwenang mengurangi pembayaran termaksud pada pasal 11 ayat (5), (6) dan (7) paling banyak sampai separoh, jika ia dengan memberikan alat buatan atau dengan pendidikan khusus mengurangkan akibat yang merugikan pelaut. Pengurangan itu hanya dapat dilakukan majikan setelah mendapat persetujuan dari pegawai pengawas dan dokter penasehat. Jika tidak tercapai persesuaian pendapat, Menteri Perhubungan yang memutuskan. (3). Jika pelaut atau ahli warisnya berdasarkan perjanjian kerja atau berdasarkan suatu pertanggungan yang diadakan oleh majikan atau dari suatu dana dimana ikut sertanya diperjanjikan dalam atau diakibatkan oleh perjanjian kerja, berhak atas suatu ganti rugi atau tunjangan karena mendapat kecelakaan seperti termaksud pada pasal 1 peraturan ini atau suatu pensiun janda dan anak yatim piatu, maka majikan berwenang mengurangkan ganti rugi atau tunjangan itu dari pembayaran yang harus dilakukannya sesuai dengan ketentuan dalam Bagian yang lalu. Pengurangan ini hanya dapat dilakukan majikan setelah mendapat persetujuan dari pegawai pengawas. Jika tidak terdapat persesuaian paham, maka diputuskan oleh Menteri Perburuhan. Chandra Motik Maritime Center

27 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 19 (1). Jika dalam hal cacat untuk selama-lamanya terjadi perubahan besar dalam tingkat cacatnya yang tertimpa kecelakaan maka baik yang tertimpa kecelakaan maupun majikan dalam jangka waktu tiga bulan setelah kecelakaan dapat mengajukan permintaan kepada pegawai pengawas untuk menetapkan kembali jumlah tunjangan yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan dalam Bagian kedua. Pegawai pengawas hanya mengambil keputusan penasehat; dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara pejabat-pejabat tersebut, Menteri Perhubungan memutuskannya setelah mendengar pendapat dari Menteri Perburuhan. (2). Jika pembayaran telah dilakukan sekaligus, peninjauan kembali termaksud pada ayat yang lalu, hanya dapat dilakukan jika keadaan cacat itu memburuk. (3). Peninjauan kembali termaksud pada pasal ini tidak dapat didasarkan pada memburuknya cacat yang dikarenakan tindakan pelaut yang sengaja atau kelalaian besar atau sebagai akibat kecelakaan baru. Chandra Motik Maritime Center

28 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
BAGIAN KEEMPAT TATA USAHA, PENGAWASAN DAN TATA CARA PADA PERSELISIHAN Pasal 20 (1). Nakhoda kapal yang diwajibkan memberi tunjangan, wajib memberitahukan tiap kecelakaan yang menimpa seorang pelaut kepada pegawai pengawas yang ditunjuk dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah, menurut aturan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah itu. (2). Menteri Perhubungan dapat membebaskan dari kewajiban itu seorang nakhoda yang berdasarkan aturan perundang-undangan lain telah diwajibkan melaporkan kecelakaan. (3). Pelaut yang tertimpa kecelakaan, keluarganya dan sesama pelaut dapat juga memberitahukan suatu kecelakaan kepada pegawai pengawas. Chandra Motik Maritime Center

29 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 21 (1). Majikan wajib memelihara suatu daftar umum dimana di catat semua kecelakaan yang menimpa pelaut seperti termaksud pada pasal 1 peraturan ini. Selain itu nakhoda kapal yang diwajibkan, memberi tunjangan berukuran sekurang-kurangnya 100 m kubik isi kotor, wajib memelihara suatu daftar umum dimana dicatat tiap kecelakaan yang menimpa seorang dari para pelaut seperti termaksud pada pasal 1 peraturan ini. Kedua daftar harus diselenggarakan menurut suatu contoh yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. (2). Majikan wajib pula dalam daftar yang tersebut tadi atau dalam suatu daftar tersendiri mencatat dengan cermat ganti rugi dan jika ada, macam dan cara pembayaran seperti termaksud pada pasal 11, 12, 13 dan 14. Chandra Motik Maritime Center

30 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 22 (1). Secepat mungkin setelah terjadinya kecelakaan majikan atau nakhoda sepanjang mungkin, menghitung berdasarkan ketentuan pada pasal 11 jumlah tunjangan yang menjadi hak pelaut yang tertimpa kecelakaan atau ahli warisnya berdasarkan peraturan ini. (2). Dalam hal pelaut meninggal dunia atau mendapat luka yang membahayakan jiwanya, majikan atau nakhoda menyelidiki juga orang-orang yang termasuk keluarga pelaut yang ditinggalkan atau akan ditinggalkan. Chandra Motik Maritime Center

31 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 23 (1). Dengan Peraturan Perundangan dapat ditetapkan dalam hal manalah kapal yang diwajibkan memberi tunjangan dimana kecelakaan itu terjadi yang menurut pasal 20 harus dilaporkan, wajib singgah di suatu tempat atau di pelabuhan. (2). Setelah menerima pemberitahuan seperti termaksud pada pasal 20, pegawai pengawas secepat mungkin mengadakan pemeriksaan setempat mengenai sebab dan akibat kecelakaan itu. (3). Orang-orang yang ada hubungannya dengan pemeriksaan yang diminta oleh Pegawai Pengawas untuk memberi keterangan atau untuk memberi bantuan teknis, wajib memenuhi permintaan itu. (4). Majikan dan nakhoda wajib memberi kesempatan kepada pegawai pengawas untuk melihat daftar termaksud pada pasal 21 dan semua surat yang membuat bahan yang diperlukan untuk menetapkan ganti rugi. (5). Dalam pemeriksaan pegawai pengawas meneliti apakah jumlah tunjangan termaksud pada pasal 22 adalah benar. Jika menurut pendapatnya tidak demikian halnya, maka ia mengadakan perundingan dengan majikan atau nakhoda agar tunjangan itu ditetapkan pada jumlah yang sebenarnya. (6). Jika jumlah tunjangan termaksud pada pasal 22 belum ditetapkan, maka sedapat mungkin jumlah itu ditetapkan pada waktu diadakan pemeriksaan oleh pegawai pengawas. Sedapat mungkin pada waktu pemeriksaan itu, ditetapkan pula pula presentase dari upah sehari termaksud pada pasal 11 ayat (16). (7). Dengan peraturan Perundingan dapat ditetapkan, bahwa kapal yang diwajibkan memberi tunjangan tidak diperbolehkan berangkat ketempat lain sebelum pegawai pengawas menyelesaikan pemeriksaannya. Chandra Motik Maritime Center

32 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 24 Perbedaan pendapat dalam melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam atau berdasarkan peraturan ini, diselesaikan oleh pegawai pengawas sedapat mungkin secara damai. Pasal 25 (1). Dalam hal suatu perselisihan mengenai kewajiban memberi ganti rugi dimintakan putusan Pengadilan, pegawai pengawas sambil menunggu putusan itu, berwenang dalam hal yang mendesak mewajibkan majikan atau nakhoda : a. melaksanakan atau menyuruh melaksanakan ketentuan pada pasal 10 ayat (1) sub 1 s/d 5. b. kepada pelaut atau ahli waris yang ditinggalkan membayar suatu tunjangan sementara yang ditetapkan oleh pegawai pengawas. (2). Kewajiban termaksud pada huruf b ayat yang lalu hanya dapat dipikulkan jika antara pihak-pihak telah jelas bahwa pembayaran itu harus dilakukan dan perselisihan itu semata-mata berkenaan dengan besar jumlahnya. (3). Jika jumlah tunjangan itu telah ditetapkan dalam suatu putusan yang tidak dapat diubah lagi, pembayaran sementara yang dilakukan berdasarkan keputusan pegawai pengawas seperti termaksud pada ayat pertama, diperhitungkan dengan jumlah tersebut. (4). Jika jumlah tunjangan termaksud pada ayat yang lalu adalah lebih kecil dari pembayaran yang telah dilakukan dan jika dalam putusan yang tidak dapat diubah lagi ditetapkan bahwa tidak ada kewajiban membayar ganti rugi, maka kelebihan tunjangan sementara yang telah dibayarkan, diganti oleh Negara dan bunga 6% setahun. (5). Jika antara pihak-pihak sudah jelas bahwa suatu tunjangan harus diberikan dan mengenai jumlahnya tidak terdapat perselisihan, akan tetapi majikan lalu membayarkannya pada saat-saat termaksud pada pasal 11 ayat (4), (5) dan (7), maka pegawai pengawas berwenang mewajibkan majikan untuk segera melakukan pembayarannya. Chandra Motik Maritime Center

33 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 26 (1). Tuntutan ganti rugi berdasarkan peraturan ini bagi pelaut kadaluwarsa karena lewatnya waktu satu tahun setelah kecelakaan, dan bagi ahli waris yang ditinggalkan karena lewatnya waktu satu tahun setelah meninggalnya pelaut. (2). Pembayaran tunjangan kadaluwarsa karena lewatnya waktu satu tahun setelah hari pertama pembayaran itu harus dilakukan. (3). Tenggang waktu tersebut pada ayat (1) dan (2) dapat dilampaui jika yang berkepentingan dapat meyakinkan Pengadilan bahwa melampaui waktu itu dikarenakandi luar keasalahannya. Chandra Motik Maritime Center

34 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
BAGIAN KELIMA Pembebasan Pasal 27 Menteri Perhubungan atas permintaan majikan yang menyediakan cukup tanggungan untuk melaksanakan peraturan ini dengan sebaik-baiknya, dapat menetapkan bahwa tidak usah diadakan pemeriksaan terhadap tiap kecelakaan seperti termaksud pada pasal 23. Pasal 28 Pegawai pengawas berwenang berdasarkan pemberitahuan termaksud pada pasal 20, juga melakukan pemeriksaan termaksud pada pasal 23 dalam hal telah diberi pembebasan termaksud pada pasal yang lalu, jika dilihat dari sifat khusus dari kecelakaan itu dipandangnya ada cukup alasan. Chandra Motik Maritime Center

35 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
BAGIAN KEENAM ATURAN PIDANA DAN TANGGUNG JAWAB PERDATA Pasal 29  Dengan kurungan selama-lamanya tiga bulan atau benda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah di pidana barang siapa yang tidak memenuhi kewajiban tertera pada pasal 20, 21, 23 ayat (3) dan (4) dan pasal 25 ayat (1) dan (5) yang dibebankan padanya, kecuali jika ia dibebaskan oleh atau berdasarkan peraturan ini. Pasal 30  Dipidana dengan penjara selama-lamanya empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah.  barang siapa yang membujuk seorang pelaut atau seorang ahli waris yang ditinggalkan untuk tidak memberitahukan suatu kecelakaan kepada pegawai pengawas.  barang siapa yang dengan salah satu cara tersebut pada pasal 55 ayat (1) sub 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan sengaja membujuk seorang pelaut atau seorang ahli waris yang ditinggalkan untuk tidak menggunakan sesuatu hak yang dimilikinya berdasarkan peraturan ini.  barang siapa yang dengan sengaja memberi keterangan palsu mengenai suatu kecelakaan atau akibatnya kepada pegawai pengawas.  barang siapa dengan sengaja bertindak bertentangan dengan kewajiban yang dibebankan padanya oleh pasal 23 ayat (1) dan (7). Chandra Motik Maritime Center

36 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 31 Tindak pidana termaksud pada pasal 29 dipandang sebagai pelanggaran yang termaksud pada pasal 30 sebagai kejahatan. Pasal 32 (1). Jika tindak pidana tertera pada pasal 29 dilakukan oleh suatu badan hukum, tuntutan dilakukan dan pidana dijatuhkan terhadap anggota-anggota pengurus yang bertempat tinggal di Indonesia atau jika anggota semacam itu tidak ada, terhadap wakil badan hukum itu yang ada di Indonesia. (2). Ketentuan pada ayat yang lalu pasal ini berlaku pula dalam semua hal lainnya dimana suatu badan hukum bertindak sebagai pengurus atau wakil badan hukum yang lain. Chandra Motik Maritime Center

37 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 33 (1). Pengusutan tindak pidana yang diatur dalam atau berdasarkan peraturan ini, selain pegawai yang pada umumnya mengusut tindak pidana, juga ditugaskan kepada pegawai yang ditunjuk dengan Peraturan Perundangan. (2). Orang-orang tersebut pada ayat (1), senantiasa dapat memasuki semua tempat-tempat pelaut dipekerjakan dan semua tempat dan ruangan di mana pelaut-pelaut bertempat tinggal atau dirawat. Jika mereka ditolak untuk memasukinya, maka jika perlu mempergunakan bantuan polisi. Pasal 34 Tiap janji yang melenyapkan atau mengurangi tanggung jawab majikan menurut Peraturan ini adalah batal. Pasal 35 Tanggung jawab perdata dari majikan terhadap kerugian yang diderita oleh salah seorang pelautnya karena kecelakaan, hilang dalam hal dan sepanjang ganti rugi telah diberikan berdasarkan peraturan ini. Chandra Motik Maritime Center

38 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
BAGIAN KETUJUH ATURAN PENUTUP Pasal 36 (1). Ganti rugi yang diberikan berdasarkan peraturan ini tidak dapat dialihkan, tidak dapat digadaikan atau dipakai sebagai tanggungan pinjaman, tidak dapat disita untuk melaksanakan putusan Pengadilan, untuk dijadikan tanggungan sambil menunggu putusan Pengadilan atau untuk membayar hutang dalam keadaan pailit. (2). Suatu kuasa untuk menerima suatu ganti rugi selalu dapat ditarik kembali. Semua perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan tersebut adalah batal. Pasal 37 Semua surat dan catatan yang dibuat berhubungan dengan pelaksanaan peraturan ini adalah bebas dari bea materai. Chandra Motik Maritime Center

39 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Pasal 38 (1). Dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah dapat dibebankan suatu kewajiban kepada majikan tertentu untuk mengadakan perjanjian pertanggungan dengan suatu penanggung tertentu mengenai tanggung jawab menurut peraturan ini atas ganti rugi karena kecelakaan akibat perang. Pemerintah berusaha agar perjanjian pertanggungan itu dapat diadakan dengan syarat yang pantas. (2). Dalam peraturan perundangan, kepada majikan yang tidak memenuhi tanggungan yang ditetapkan untuk pembayaran ganti rugi secara baik berdasarkan peraturan ini dapat dikenakan pengumpulan uang guna pendirian suatu dana dari mana ganti rugi akan dibayarkan dalam hal tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundangan tersebut. (3). Selama ketentuan pada ayat yang lalu belum dilaksanakan, ganti rugi yang harus dibayar majikan yang dinyatakan failit, dibayar oleh Negara kepada yang berhak, menurut aturan yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Negara karena pembayaran itu dengan sendirinya memiliki hak, tuntutan dan hak khusus yang tadinya dimiliki orang yang bersangkutan terhadap majikan. Pasal 39 Segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan dan menjalankan peraturan ini selanjutnya masih perlu diatur, dan diatur dengan atau berdasarkan peraturan perundangan. Chandra Motik Maritime Center

40 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Chandra Motik Maritime Center

41 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Chandra Motik Maritime Center

42 PERATURAN KECELAKAAN PELAUT 1940
Chandra Motik Maritime Center

43 Chandra Motik Maritime Center
TERIMA KASIH Chandra Motik Maritime Center


Download ppt "HUKUM PENGANGKUTAN LAUT"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google