Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehYandi Santoso Telah diubah "7 tahun yang lalu
1
PERMASALAHAN HUKUM DI PENGADILAN TERHADAP PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI Oleh : DR. HJ. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat Disampaikan dalam acara Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan Narkotika di Hotel Garden Permata Bandung, 19 November 2015 DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
2
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
DASAR HUKUM 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 2 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 3 PP Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu narkotika 4 SEMA Nomor 04 Tahun tentan g Penem patan Penyal ahgun aan, Korba n Penyal ahgun aan dan Pecan du Narkot ika ke dalam Lemba ga Rehabi litasi Medis dalam Rehabi litasi Sosial 5 SEMA Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial 6 Peraturan Bersama Nomor 1/PB/MA/III/2014 tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
3
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Badai Narkoba Masih Menerpa Indonesia Tahun 2015 5,8 Juta Jiwa Pengguna Narkoba Sumber : BNN DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
4
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
Tidak cukup dengan pemberian hukuman penjara karena tidak menimbulkan efek jera karena mempunyai double function yaitu : sebagai pelaku dan sebagai korban DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
5
SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2010
PENEMPATAN PENYALAHGUNAAN, KORBAN PENYALAHGUNAAN DAN PECANDU NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL Revisi SEMA Nomor 7 Tahun 2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkotika ke dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
6
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dan b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana sebagai berikut : Terdakwa pada saat ditangkap oleh Penyidik Polri dan Penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a diatas ditemukan barang bukti pemakaian 1 (satu) hari dengan rincian antara lain sebagai berikut : DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
7
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
KELOMPOK RINCIAN Kelompok Metamphetamine (Shabu) : 1 gram Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram = 8 butir Kelompok Heroin : 1,8 gram 4. Kelompok Kokain 5. Kelompok Ganja : 5 gram 6. Daun Koka 7. Meskalin 8. Kelompok Psilosybin : 3 gram DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
8
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
KELOMPOK RINCIAN 9. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethlamide) : 2 gram 10. Kelompok PCP (phencyclidine) : 3 gram 11. Kelompok Fentanil : 1 gram 12. Kelompok Metadon : 0,5 gram 13. Kelompok Morfin : 1,8 gram 14. Kelompok Petidin : 0,96 gram 15. Kelompok Kodein : 72 gram 16. Kelompok Bufrenorfin : 32 mg DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
9
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Surat uji Laboratorium positif menggunakan Narkotika berdasarkan permintaan penyidik. d. Perlu surat Keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh Hakim. e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap narkotika DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
10
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Dalam hal Hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri Terdakwa, Majelis Hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
11
TEMPAT-TEMPAT REHABILITASI YANG DIMAKSUD ADALAH :
Lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang dikelola dan/atau dibina dan diawasi oleh Badan Narkotika Nasional; Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Depkes RI); Panti Rehabilitasi Departemen Sosial RI dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD); Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang mendapat akreditasi dari dari Departemen Kesehatan atau Departemen Sosial (dengan biaya sendiri). DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
12
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, Hakim harus dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi/taraf kecanduan Terdakwa, sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar dalam proses terapi dan rehabilitasi adalah sebagai berikut : PROGRAM LAMANYA a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1 bulan b. Program Primer : lamanya 6 bulan c. Program Re-Entry DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
13
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
SEMA NO. 03 TAHUN 2011 Ternyata : SEMA No. 4 Tahun 2010 Proses rehabilitasi bagi ybs belum optimal dan implementasi belum terdapat keterpaduan diantara penyalahguna. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
14
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Posisi sangat sentral kepada Hakim khususnya terkait penempatan dalam Lembaga Medis dan Sosial tetap menunjuk pada SEMA No. 4 Tahun 2010. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
15
PERMASALAHAN DI PENGADILAN NEGERI TENTANG BARANG BUKTI
Berat barang bukti dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah bukan sebagaimana sisa uji laboratorium BNN, melainkan berat barang bukti sebagaimana perbuatan terdakwa bersama-sama tapi tidak dijadikan saksi. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
16
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Permohonan penetapan penyitaan dari polisi terhadap barang bukti narkotika tidak dicantumkan beratnya tetapi hanya keterangan bungkus besar, kecil dan sedang. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
17
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Dalam pemeriksaan di persidangan terdakwa mengakui ada barang bukti yang sudah diambil darinya, tapi tidak dihadirkan di muka persidangan karena tidak pernah dilakukan penyitaan secara resmi. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
18
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Sering terjadi perbedaan antara Majelis Hakim dengan Jaksa Penuntut Umum mengenai status barang bukti dalam perkara narkotika, Majelis Hakim biasanya memutus tentang barang bukti berdasarkan ketentuan Pasal 101 UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu bahwa barang bukti dirampas untuk negara, sedangkan Jaksa Penuntut Umum menuntut agar barang bukti dirampas untuk dimusnahkan. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
19
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Di dalam persidangan tindak pidana narkotika, Penuntut Umum mengajukan barang bukti berupa alat komunikasi (handphone) yang telah disita secara sah, akan tetapi sering kali keberadaan barang bukti tersebut tidak memberikan kapasitas keberadaan sebagai barang bukti (tidak memiliki kualitas pembuktian), barang bukti handphone tersebut senantiasa dalam keadaan mati dan Penuntut Umum pada saat mengajukan barang bukti di persidangan tidak menempatkan barang bukti tersebut secara maksimal. Terlebih bila dalam perkara tindak pidana narkotika yang dalam fakta persidangan, dalam perbuatan melawan hukumnya terdakwa melakukan perbuatannya dalam system sindikat atau kartel, namun ketika Hakim mempertanyakan handphone sebagai alat untuk melakukan perbuatan komunikasi untuk transaksi, hanya tertumpu pada keterangan terdakwa saja, Penuntut Umum tidak bias menunjukkan bagian mana dalam handphone tersebut yang dipergunakan apakah sms atau komunikasi langsung? DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
20
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Perintah kepada Penuntut Umum agar menghadirkan transkrip dari riwayat pembicaraan dan SMS terhadap vendor jasa pelayanan komunikasi? Karena sering kali Penuntut Umum mengemukakan alasan bahwa pembukaan riwayat komunikasi dari vendor jasa pelayanan komunikasi rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama dalam perijinannya. Bagaimakah mengenai status barang bukti berupa handphone yang dihadirkan di sidang dalam perkara tindak pidana Narkotika, bila ternyata barang bukti tersebut tidak memiliki kualitas sebagai barang bukti. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
21
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Pegawai Pengadilan Negeri tidak memiliki / tidak diberi pembekalan keterampilan khusus untuk memahami jenis-jenis Narkotika, sehingga pada saat terjadi pelimpahan perkara dan menerima barang bukti berupa Narkotika menerima apa adanya dari petugas Kejaksaan Negeri, begitu pula setelah barang bukti tersebut diajukan di persidangan, petugas bagian pidana hanya bias menerima dan kemudian menyimpannya di ruang barang bukti, sehingga hal ini rawan menimbulkan penyalahgunaan barang bukti tersebut oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
22
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Apabila terjadi kehilangan atau berkurangnya atau adanya penyangkalan terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan atau keberatan dari terdakwa terhadap barang bukti yang diajukan yang diakibatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab apakah dengan cara menukarnya dengan narkotika palsu atau mengambilnya sebagian dll, petugas bagian barang bukti apakah bisa dinyatakan lalai terhadap tugasnya, padahal yang bersangkutan tidak paham akan jenis-jenis narkotika tersebut? DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
23
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Banyak perkara tindak pidana narkotika yang dilimpahkan ke pengadilan, dalam ketetapan status barang bukti dari kejaksaan negeri hanya memuat untuk kepentingan pembuktian? DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
24
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI HAKIM DALAM PROSES REHABILITASI PERKARA NARKOBA Para terdakwa yang tersangkut penyalahguna narkotika bagi diri sendiri (Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009) yang telah memenuhi persyaratan untuk atau disebabkan telah dapat direhabilitasi karena : Tidak ada assesment / rekam jejak. Tidak ada pemahaman dari instansi yang bersangkutan atau keluarga terdakwa. Tidak ada kejelasan LP yang menangani rehabilitasi atau yang ditunjuk untuk itu. Diperlukan keterangan ahli di persidangan. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
25
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Tentang penentuan tempat menjalani rehabilitasi bagi pecandu, pengguna dalam putusan, belum ada informasi tentang rumah sakit yang telah / dapat menerima rehabilitasi bagi para pecandu, pengguna kepada Pengadilan Negeri atau Kejaksaan Negeri. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
26
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Untuk menentukan lamanya rehabilitasi bagi pecandu, pengguna, perlu didengar keterangan saksi ahli pada umumnya berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Negeri, sebagaimana dimaksud dalam SEMA No. 4 tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
27
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Menurut SEMA No. 4 Tahun 2010 dinyatakan bahwa untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, Hakim harus dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi / taraf kecanduan terdakwa, sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli. Kenapa dalam berkas perkara yang terdapat hasil assesment BNN yang merekomendasikan perlunya rehabilitasi terhadap terdakwa, tidak disertai dengan adanya keterangan ahli? Darimana Hakim dapat menentukan taraf kecanduan dan lamanya proses rehabilitasi yang diperlukan oleh seorang terdakwa tanpa adanya keterangan ahli? DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
28
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Menurut SEMA No. 4 Tahun 2010 dinyatakan bahwa dalam hal Hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri terdakwa, Majelis Hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya. Belum tersedianya tempat rehabilitasi di wilayah hukum Pengadilan Negeri? Kurangnya sosialisasi dari pemerintah khususnya Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial mengenai daftar tempat-tempat rehabilitasi yang tersedia dan telah mendapat rekomendasi dari Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial? DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
29
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Menurut Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri Sosial RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI dan Kepala Badan Narkotika Nasional, Nomor : 01/PB/MA/III/2014, Nomor : PER-005/A/JA/03/2014, Nomor : 1 Tahun 2014, Nomor : PERBER/01/III/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi, dinyatakan bahwa yang melakukan asesment terhadap pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika adalah Tim Assesment Terpadu. Apakah hasil assesment yang dikeluarkan oleh BNN harus dilengkapi dengan hasil pemeriksaan analisa medis dan psikososial dari Tim Assesment Terpadu? DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
30
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Daftar Rumah Sakit yang menjadi rujukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan adalah sebagai berikut : RSUD Hasan Sadikin Bandung RSUD Tasikmalaya RSUD Syamsudin Sukabumi RSJD Provinsi Jawa Barat Rumah Sakit Marxoeki Mahdi Bogor RSUD Kota Bekasi RSUD Gunung Jati Cirebon Puskesmas Sukmajaya Depok Puskesmas Bogor Timur Puskesmas Salam Kota Bandung DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
31
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Sukabumi Puskesmas Sukarahayu Subang Puskesmas Pondok Gede Bekasi Puskesmas Sukabumi Kota Sukabumi Puskesmas Sarijadi Bandung Puskesmas Garuda Bandung Puskesmas Kedung Badak Rumah Sakit Bhayangkara Tk. III Secapa Sukabumi Rumah Sakit Bhayangkara Brimob Kelapa Dua Rumah Sakit Bhayangkara Bogor Rumah Sakit Bhayangkara Indramayu DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
32
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
PERLU SINERGITAS DIANTARA PENEGAK HUKUM DAN MASYARAKAT DALAM MEMBERANTAS PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
33
DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
TERIMA KASIH DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH.,MH
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.