Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PAPARAN BIDANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DALAM RANGKA RAPAT KOORDINASI, INTEGRASI, SINKRONISASI DAN SINERGI (KISS) TAHUN 2009.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PAPARAN BIDANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DALAM RANGKA RAPAT KOORDINASI, INTEGRASI, SINKRONISASI DAN SINERGI (KISS) TAHUN 2009."— Transcript presentasi:

1 PAPARAN BIDANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DALAM RANGKA RAPAT KOORDINASI, INTEGRASI, SINKRONISASI DAN SINERGI (KISS) TAHUN 2009

2 BAPPEDA PROVINSI JAWA TIMUR (PERGUB JATIM 100/2008)
BIDANG PEMBIAYAAN BAPPEDA PROVINSI JAWA TIMUR (PERGUB JATIM 100/2008)

3 TUGAS MELAKSANAKAN PERUMUSAN KEBIJAKAN DAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR DI BIDANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN YG MELIPUTI PERENCANAAN ALOKASI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

4 FUNGSI PELAKSANAAN INVENTARISASI PERMASALAHAN BIDANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN UNTUK PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM BIDANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN KAJIAN KEBIJAKAN DI BIDANG PEMBANGUNAN DAN SISTEM INFORMASI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM DI BIDANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PELAKSANAAN KOORDINASI EVALUASI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

5 STRUKTUR ORGANISASI KEPALA BAPPEDA SSEKRETARIS BIDANG-2
BIDANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN SUB BIDANG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBIAYAN PEMBANGUNAN SUB BIDANG PERENCANAAN ALOKASI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

6 ISUE STRATEGIS Kondisi krisis keuangan global tingginya pengangguran
Terbatasnya Sumber Pembiayaan Pembangunan, antara lain disebabkan : Terbatasnya pembiayaan pembangunan APBN/APBD; Terbatasnya jumlah dana perimbangan ke Propinsi ; Belum optimlahnya pengelolaan sumber keuangan potensial Daerah (BUMD,Wilayah Laut dll) di Propinsi Jawa Timur Rendahnya investasi swasta/masy. secara umum dipahami sbg akibat faktor keamanan/stabilitas. Regulasi/Perijinan Peluang bisnis di berbagai sektor oleh Pemerintah Daerah relatif rendah (prospektus bisnis, business plan, dll) Masih banyak aset yang idle Peran intermediasi Perbankan masih belum optimal Sumber pembiayaan terbatas ( primadona masih pada pos PKB dan BBNKB)

7 Bidang Pembiayaan Pembangunan:
KEBIJAKAN APBD 2009 Bidang Pembiayaan Pembangunan: Meningkatkan manajemen Pembiayaan daerah yang mengarah pada akurasi, efisiensi, efiktifitas dan profitabilitas ; Pembangunan daerah yang dilakukan diharapkan mampu dibiayai tidak hanya bersumber dari APBD saja, tetapi juga dari sumber-sumber yang lain seperti masyarakat, swasta serta pemerintah pusat (APBN)

8 STRATEGI BIDANG PEMBIAYAAN 2009
1. Perlu dikembangkan alternatif pembiayaan guna mengatasi keterbatasan dana PAD maupun APBD/APBN antara lain pemanfaatan aset-aset Pemerintah Provinsi , pemanfaatan Batas Wilayah Laut, Kerjasama Internasional (Bilateral dan Lembaga Internasional); 2. Sharing pembiayaan antara Pemerintah Pusat – Provinsi – Kabupaten/Kota serta mengembangkan kemitraan antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat  agar tidak mengganggu fleksibilitas fiskal daerah;

9 UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SUMBER KEUANGAN DAERAH
Peningkatan kemampuan pembiayaan pembangunan daerah : Peningkatan penggalian pendapatan daerah melalui eksentifikasi sumber-sumber penerimaan daerah ; Peningkatan kemampuan pembiayaan investasi publik melalui pola kemitraan dengan masyarakat dan swasta ; Peningkatan investasi swasta melalui berbagai instrumen fiskal dan berbagai insentif dalam penanaman modal ; Pendayagunaan potensi pinjaman serta pengembangan pembiayaan indikatif ; Pemanfaatan program Corporate Social Responsibility (CSR)  ( Integrasi public – private );

10 Lanjutan Peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan daerah :
a. Kerjasama pembangunan, baik antar Pemda dan antar negara, dengan masyarakat dan swasta, maupun lembaga-lembaga donor ; b. Privatisasi berbagai pelayanan publik maupun BUMD/Perusda ; c. Revitalisasi aset-aset pemda ; d. Pengembangan berbagai kebijakan program/proyek pembangunan yang layak jual terhadap investasi swasta, baik domestik maupun internasional.

11 RENCANA STRATEGIS 2010 ALTERNATIF PEMBIAYAAN DILUAR APBN DAN APBD
PUBLIC – PRIVATE DEVELOPMENT FUNDING PARTNERSHIP (MISAL : APBD PROVINSI – CSR) KERJASAMA INTERNASIONAL ORGANISASI PBB (UNICEF, WFP, ILO dll) SECARA BILATERAL (JEPANG, PERANCIS, KOREA, MALAYSIA DLL) NON LEMBAGA JEPANG (KENZUZE PROGRAM / TRAINING atau MAGANG) PEMANFAATAN ASSET TERWUJUD PEMANFAATAN RUANG MILIK JALAN PROVINSI PEMANFAATAN WILAYAH LAUT 12 MIL

12 DEFINISI CSR menurut beberapa literatur :
Definisi TangguNGJawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) DEFINISI CSR menurut beberapa literatur : “The commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives the local community and society at large to improve the quality of life, in ways that are both good for business and good for development. ” (World Bank) “Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community at large.” (The World Business Council for Sustainable Development) “Upaya sungguh sungguh dari entitas bisnis meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan ” (Lingkar Studi CSR Indonesia)

13 Konsep dan Pertimbangan Implementasi CSR
Konsep CSR didasari oleh tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines yang dikenal sebagai 3P (People, Profit, Planet) yaitu Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) agar keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan Pertimbangan Untuk memenuhi regulasi, hukum dan aturan yg mengaturnya Sebagai investasi sosial perusahaan untuk mendapatkan image yang positif Bagian dari strategi bisnis perusahaan Untuk memperoleh licence to operate dari masyarakat setempat Bagian dari risk management perusahaan untuk meredam atau menghindari konflik sosial.

14 Pemetaan Respon Perusahaan yg Wajib Melaksanakan CSR berdasarkan UU No
Pemetaan Respon Perusahaan yg Wajib Melaksanakan CSR berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 ATURAN CSR Psl 74 UU PT No. 40/2007 PENGELOMPOKAN PERUSAHAAN PUNISH & REWARD Dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perseroan yg menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yg dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yg pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Perseroan yg tdk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perusahaan yang menolak dan menghindari CSR. Perusahaan yang memenuhi CSR dengan aturan dan standar minimal Merupakan kelompok terbesar shg hrs didorong untuk meningkatkan aktivitas CSR-nya Perusahaan yang memenuhi CSR di atas standar minimal Layak mendapat insentif lebih dari pemerintah. Contoh: mendapat keringanan pajak Perusahaan yg melaksanakan CSR secara proaktif dan berkontribusi optimal. Kelompok perusahaan yg seharusnya mendapat banyak insentif dan fasilitas dari pemerintah

15 Apakah PKBL = CSR BUMN ? Secara konsep Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang dilaksanakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak jauh berbeda dengan best practices CSR yang dilakukan oleh perusahaan swasta sehingga dapat dikatakan bahwa PKBL merupakan praktek CSR yang dilakukan oleh BUMN. Peran PKBL BUMN mempunyai cakupan yang lebih luas dibanding praktek CSR yang dilakukan oleh perusahaan swasta karena PKBL- BUMN juga diharapkan untuk mampu mewujudkan 3 pilar utama pembangunan (triple tracks) yang telah dicanangkan pemerintah dan merupakan janji politik kepada masyarakat, yaitu: (1) pengurangan jumlah pengangguran; (2) pengurangan jumlah penduduk miskin; dan (3) peningkatan pertumbuhan ekonomi. Melalui PKBL diharapkan terjadi peningkatan partisipasi BUMN untuk memberdayakan potensi dan kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan masyarakat dengan fokus diarahkan pada pengembangan ekonomi kerakyatan untuk menciptakan pemerataan pembangunan.

16 Ruang Lingkup PKBL vs CSR
Secara best practices, aktifitas CSR yang dilakukan perusahaan swasta juga mencakup ruang lingkup PKBL BUMN RUANG LINGKUP PKBL PRAKTEK CSR SAMPOERNA GRUP ASTRA PROGRAM KEMITRAAN PinjamanModal Kerja Mitra Produksi Sigaret Pendididikan Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna di Pasuruan seluas 10 Ha Pembiayaan dan Pembinaan kepada Supplier Astra POGRAM BINA LINGKUNGAN Bencana alam Pembentukan ”Sampoerna Resque” Donasi 2,5 Milyar untuk Aceh Pendidikan Pelatihan Pemberian Bea Siswa kepada Mhs Perguruan Tinggi Bea Siswa Astra untuk SD-Perguruan Tinggi Peningkatan Kesehatan Sumbangan Sembako bagi tukang becak FIF Peduli Bocah Hydrochepalus Pengembangan Sarana dan prasarana umum Sumbangan pembangunan ruang belajar dibeberapa kampus ” Sampoerna Room” Sumbangan Air bersih , Ambulance, MCK Sarana Ibadah Sumbangan sarana ibadah di sekitar lokasi operasional Sumbangan Mesjid , Gereja, Perayaan Keagamaan Pelestarian Alam Partisipasi Malang Ijo Royo Royo Go Green With Astra

17 Perbandingan CSR berdasarkan UU PT No. 40/2007 dengan PKBL - BUMN
Dasar Hukum CSR PKBL Ps. 74 UU No. 40 tahun 2007 Peraturan Pemerintah (masih dalam Rancangan) Ps.2 ayat (1) huruf e dan Ps.88 ayat (1) UU No.19 Tahun 2003 jo. Peraturan Meneg BUMN No.PER-05/MBU/2007 Sasaran/Tujuan Menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya setempat secara berkelanjutan (Penjelasan Ps.74 ayat (1) Program Kemitraan : Untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri Program Bina Lingkungan : Pemberdayaan kondisi sosial masyarakat Obyek Peraturan Perusahaan (Perseroan Terbatas) yg menjalankan kegiatan usaha dibidang / berkaitan dengan Sumber Daya Alam (SDA) (Ps.74 ayat (1)) Perusahaan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan SDA, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam (Penjelasan Ps.7 ayat (1) Persero (termasuk Persero Terbuka) dan Perum (Ps.2 ayat (1) dan (2) Peraturan Meneg BUMN No.PER-05/MBU/2007)

18 Lingkup Tanggung Jawab
Perbandingan CSR berdasarkan UU PT No. 40/2007 dengan PKBL - BUMN (lanjutan) Sifat Peraturan CSR PKBL Memaksa (wajib dilaksanakan) bagi perusahaan yang terkait SDA dan/atau perusahaan yang usahanya berdampak pada fungsi kemampuan SDA, apabila tidak dilaksanakan, maka dapat dikenakan sanksi (Ps.74 ayat (3) Terhadap Persero dan Perum, sifat peraturan memaksa (wajib dilaksanakan) karena Program tersebut dijadikan salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan Persero / Perum (Ps. 2 ayat (1) jo. Ps.30 ayat (1) Peraturan Meneg BUMN No.PER-05/MBU/2007) Lingkup Tanggung Jawab Terbatas di lingkungan/masyarakat di wilayah kegiatan usaha Perusahaan (Penjelasan Ps.7 ayat (1) Lebih luas dari lingkup Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 (tidak sebatas wilayah tempat kegiatan usaha Persero atau Perum) Perlakuan Anggaran Diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran (Ps.74 ayat (2) Maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan Maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Bina Lingkungan.

19 Dampak implementasi Pasal 74 UU PT No. 40/2007 terhadap PKBL BUMN
Memperkuat peran PKBL dan bersifat wajib (mandatory) khususnya bagi BUMN di bidang SDA yaitu yang bergerak pada sektor energi, perkebunan, kehutanan, pertambangan, semen, kertas dan telekomunikasi dan atau yang terkait SDA seperti sektor aneka industri, sandang, kosntruksi, baja dan konstruksi baja dan lain-lain. Untuk BUMN yang tidak terkait langsung dengan SDA misalnya BUMN di bidang keuangan maka pelaksanaan PKBL bersifat sukarela (voluntary) namun karena BUMN juga terikat oleh pasal 2 ayait 1e dan Pasal 88 ayat 1 dari UU No. 19 tahun menyebabkan BUMN sebagai Agent of Development harus aktif dan berperan serta dalam memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat di wilayah operasional BUMN. Perlunya dilakukan penyelerasan Peraturan Menteri BUMN terkait PKBL dengan pasal 74 UU PT No. 40/2007

20 Penerapan CSR berdasarkan kebiasaan / praktek yang berlaku (best practices)
KRITERIA PERLAKUAN Dasar Peraturan Masing-masing negara memiliki aturan tersendiri, yang bersumber pada kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Sasaran/Tujuan Merupakan suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab sosial terhadap pemegang saham, karyawan, konsumen, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan Memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya (definisi CSR oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) Obyek Peraturan Setiap organisasi, khususnya perusahaan Sifat Peraturan Tidak memaksa dan cenderung bersifat moral obligation Berdasarkan ISO 26000, pelaksanaan CSR adalah bersifat voluntary dan tidak dimaksudkan untuk sertifikasi pihak ketiga. Lingkup Tanggung Jawab Lebih luas dari lingkup Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007(tidak sebatas wilayah tempat kegiatan Organisasi / Perusahaan)

21 CSR sebagai Trend Global
Penerapan kebijakan dalam pemberian pinjaman dana oleh bank-bank Eropa. Contoh, bank-bank di Eropa hanya akan memberikan pinjaman kepada perusahaan perkebunan di Asia apabila ada jaminan dari perusahaan tersebut, yaitu pada saat membuka lahan perkebunan tidak dilakukan dengan membakar hutan. Penerapan ecolabelling untuk produk-produk furniture yang dipasarkan di Amerika yang menjelaskan bahwa produk tersebut diproduksi dengan suatu tanda bukti bahwa bahan baku kayunya diambil secara bijaksana dengan memperhatikan lingkungan Perusahaan multinasional tidak hanya melaporkan kinerja keuangan dalam Laporan Tahunan Perusahaan tetapi juga melaporkan aktifitas CSRnya

22 Rangkuman Secara konsepsi, PKBL merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) suatu BUMN terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders), baik internal (pemegang saham, manajemen perusahaan dan karyawan) maupun eksternal (masyarakat sebagai kelompok sasaran dan penerima manfaat). Terbitnya UU PT No. 40/2007 memperkuat posisi PKBL khususnya bagi BUMN di bidang dan atau terkait SDA. Bagi BUMN yang usahanya tidak terkait langsung dengan SDA, maka PKBL hanya bersifat sukarela namun posisi BUMN sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 19/2003 diharuskan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Kesadaran tentang pentingnya mempraktikkan CSR telah menjadi tren global seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Berdasarkan UU PT No. 40/2007, penerapan CSR di Indonesia bersifat wajib (memaksa). Hal ini berbeda dengan penerapan CSR secara best practices di kebanyakan negara maju dimana penerapan CSR pada korporasi bersifat sukarela, karena ditunjang oleh kesadaran yang tinggi dari pelaku usaha serta regulasi yang mengatur aspek sosial dan lingkungan hidup terkait aktivitas bisnis sudah berjalan dengan baik.

23 KERJASAMA INTERNASIONAL
Peraturan Menlu nomor 09/A/KP/XII/2006/01 ttg Panduan Umum Tata Cara Hubungan & Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah ; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengisyaratkan perlu dilakukannya penyesuaian kewenangan pelaksa-naan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 ttg Pemerintahan Daerah.

24 KERJASAMA INTERNASIONAL
Pada dasarnya pelaksanaan Politik Luar Negeri merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Namun seiring dengan berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah tersebut, kebijakan Hubungan Luar Negeri dan diplomasi oleh Pemerintah Pusat antara lain juga diarahkan untuk memberdayakan dan mempromosikan potensi Daerah, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

25 KERJASAMA INTERNASIONAL
Strategi Program : Melakukan Koordinasi dengan perwakilan negara sahabat ; Mencari peluang utk mendapatkan sumber potensial pembiayaan dari negara sahabat ; Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Organisasi PBB ; Penjajagan kerjasama dengan NGO / Non Lembaga seperti KOICA, LAPIS, Islamic Relief, Rangsit University Thailand ;

26 Pemanfaatan asset PP 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Negara/ Daerah (Bab VI Pemanfaatan : Pasal 19-31) saling menguntungkan kedua belah pihak, pengelolaannya hrs dilaks. secara profesional, tidak membebani APBD dan tidak mengakibatkan terjadinya perubahan status pemilikan atas kekayaan Daerah

27 PERENCANAAN ALOKASI PEMBIAYAAN
Mengidentifikasi masalah dan memberikan masukan kebijakan tentang SiLPA terkait (berapa normatifnya besarnya SiLPA). Memberikan masukan terkait dengan kebijakan untuk melakukan pinjaman. Memberikan masukan Kebijakan untuk melakukan dana cadangan. Memberikan masukan Kebijakan untuk Investasi (berapa alokasi rencana modal dasar BUMD, Modal Bergulir, Deposito). Keempat Kegiatan diatas sebagai bahan penyusunan KUA dan PPAS maupun RAPBD. Menyusun Rencana Kebijakan tentang Sharing/Kemitraan Pendanaan Pembangunan.

28 MITRA KOORDINASI SKPD KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA PROV JATIM
No. 01/KPTS/I/201/2009 TENTANG SKPD MITRA KOORDINASI BIDANG PADA BAPPEDA PROV JATIM BIDANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN: BIRO KEUANGAN BIRO ADMINISTRASI KERJASAMA DINAS PENDAPATAN BADAN PENANAMAN MODAL

29 TERIMA KASIH


Download ppt "PAPARAN BIDANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DALAM RANGKA RAPAT KOORDINASI, INTEGRASI, SINKRONISASI DAN SINERGI (KISS) TAHUN 2009."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google