Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Kasus Audit BPK di Depnaker

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Kasus Audit BPK di Depnaker"— Transcript presentasi:

1 Kasus Audit BPK di Depnaker

2 Ringkasan Kasus

3 Kronologi Kasus (1) Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (19/2), menahan mantan ketua tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Bagindo Quirino. Dia diduga telah menerima uang saat mengaudit proyek sistem pelatihan dan permagangan di Depnakertrans pada tahun (Harian Surya, Sabtu 21 Februari 2009)

4 Kronologi Kasus (2) JAKARTA -- Taswin Zein, terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengembangan sistem pelatihan dan pemagangan Balai Latihan Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2004, menuding Ketua Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan proyek tersebut, Bagindo Quirino, menerima duit Rp 650 juta dari bendahara proyek, Monang Tambunan. Duit tersebut diserahkan dalam dua tahap di tempat parkir sebuah restoran ayam goreng dan Bank Mandiri Wisma Baja, Jakarta. Di rumah makan itu Monang menyerahkan Rp 400 juta kepada Bagindo. "Saya menjadi saksinya," kata Taswin saat menanggapi keterangan Bagindo dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin. Menurut Taswin, yang juga mantan Kepala Sub-Direktorat Pengembangan Sistem dan Inovasi Direktorat Produktivitas Ditjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Monang kembali menyerahkan duit Rp 250 juta kepada Bagindo di pelataran parkir Bank Mandiri Wisma Baja. Koran Tempo,

5 Kronologi Kasus (3) Majelis hakim yang diketuai Kresna Menon juga mencecar Bagindo dengan soal proses audit proyek yang merugikan keuangan negara Rp 13,69 miliar tersebut. Hakim menilai audit proyek itu tidak serius. Tim auditor tidak memeriksa bendahara proyek. Mereka juga tidak memeriksa semua daerah yang mendapat barang. Selain Bagindo, dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan, Edy Hariyanto dan Indra Saputra, dihadirkan dalam persidangan tersebut. Mereka berdua mengatakan tidak ikut membuat kesimpulan hasil audit proyek tersebut. "Yang membuat kesimpulan Pak Bagindo," ujar mereka. SUTARTO

6 Kronologi Kasus (4) Penyelewengan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) berkaitan dengan pelaksanaan dua proyek, yakni Pengembangan Sistem Pelatihan dan Pemagangan senilai Rp15 milyar dan Proyek Peningkatan Fasilitas Mesin dan Peralatan sebagai Tempat Uji Kompetensi senilai Rp35 milyar. Dari kedua proyek inilah Taswin yang telah divonis empat tahun penjara, mengeruk keuntungan pribadi. Modus korupsi dalam kasus ini adalah dengan menunjuk langsung para rekanan proyek. Untuk proyek pertama, Taswin menunjuk CV Dareta dan PT Mulindo Agung Trikarsa. Sementara, proyek kedua, dibagi rata kepada empat perusahaan rekanan, yaitu PT Panton Pauh Putra, PT Mulindo Agung Trikarsa, PT Suryantara Purna Wibawa dan PT Gita Vidya Hutama.  Penunjukan rekanan diawali dengan pengajuan nota dinas permohonan izin prinsip penunjukan langsung ke Menakertrans –ketika itu dijabat oleh Fahmi Idris. Kedua proyek tersebut sebenarnya tidak masuk kualifikasi proyek yang dapat dilakukan penunjukan langsung. Taswin sempat “mengakali” dengan membentuk panitia pengadaan dan penerima barang yang ternyata fiktif.   “Berdasarkan hasil penyidikan dan fakta persidangan, KPK telah menetapkan Bagindo Quirino sebagai tersangka,” ungkap Ketua KPK Antasari Azhar dalam jumpa pers, Jumat (13/2). Lagi-lagi, KPK berpegangan pada fakta persidangan. Cara yang sama juga digunakan KPK ketika menetapkan Aulia Pohan dkk sebagai tersangka dalam kasus aliran dana Bank Indonesia.

7 Kronologi Kasus (5) Dalam kasus ini terjadi penunjukan langsung 5 perusahaan yakni PT Mulindo Agung Trikarsa, CV Dareta, PT Pantau Putra, PT Suryantara Purnawibaca, PT Gita Vidya Utama dalam dua proyek Depnakertrans. Saat proyek itu berjalan, Taswin menjadi pimpro peningkatan permagangan sebesar Rp 35 miliar. Dakwaan primer yang dikenakan pada Taswin adalah pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU 31/1999 yang telah diubah UU 20/2001 tentang pemberantasan tipikor dengan ancaman penjara seumur hidup, minimum 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara, dengan denda Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar. Dakwaan subsider pasal 3 jo pasal 18 UU 31/1999 yang telah diubah UU 20/2001 dengan ancaman minimum 1 tahun maksimal 20 tahun penjara, dengan denda Rp 50 juta sampai Rp 1 miliar. Taswin juga didakwa melakukan penyuapan bersama Sesdijen Bina Pendagri Depnakertrans Bachrun Effendi dan para pemilik perusahaan rekanan ke auditor atau pemeriksa BPK Bagindo Quirino Rp 600 juta untuk mengubah hasil temuan BPK tentang adanya penyimpangan pada proyek sistem pemagangan Depnakertrans. Perbuatan terdakwa tersebut di ancam pidana pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31/1999 yang diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana jo pasal 55 ayat 1 ke jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

8 Kronologi Kasus (6) JAKARTA, KAMIS- Majelis hakim Pemgadilan Tipikor dibuat geram oleh ketidakseriusan Ketua Tim Auditor BPK untuk proyek pengembangan dan pemagangan di Depnakertrans, Bagindo Quirino, dalam mengaudit proyek tersebut. "Saudara ini auditor kan?" cecar Anggota Majelis Hakim, Hendra Yospin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (9/10). Ada sejumlah perbuatan Bagindo yang menunjukkan ketidakseriusan tersebut. Pertama, dari sejumlah daerah yang mendapatkan barang dalam proyek tersebut, dia hanya memeriksa dua daerah, yaitu Bekasi dan Pandeglang. Itu pun diserahkan kepada anggota tim Edy Hariyanto dan Indra Saputro. Menurut Bagindo, hal itu disebabkan oleh surat tugasnya yang hanya melingkupi daerah Jakarta dan sekitarnya. Kedua, Bagindo tidak memeriksa bendaharawan proyek, Monang Tambunan, tanpa alasan. Ketiga, dia tidak melakukan survei harga barang untuk mendapatkan harga pembanding yang kredible. Bagindo justru menerima data dari seseorang yang mengaku pegawai sekjen Depnakertrans bernama Sukimun. "Sebab, waktunya pendek. Kan untuk bertanya ke toko itu perlu waktu, harus menelepon satu-satu. Terkadang kita harus membeli barang jika ingin mengetahui harga. Apalagi pada waktu itu kan tahun 2005 dan kita perlu daftar harga 2004," kilahnya.

9 Kronologi Kasus 7 Mengenai siapa itu Sukimun, Edy Hariyanto mengatakan dia adalah pegawai BPK satu angkatan dengannya, yang sekarang bekerja di Biro Umum BPK.  Akan tetapi, Taswin menyebut Sukimun itu nama fiktif. Menurut dia, yang menyerahkan daftar harga ke Bagindo adalah Monang. "Soal Sukimun itu tidak benar. Saya pernah menugaskan Monang Tambunan untuk menyerahkan data pendukung berupa daftar harga barang di Ciloto. Pada pertemuan di Ciloto saya memang menyuruh Monang untuk memenuhi permintaan saksi (Bagindo) terkait data pendukung," tuturnya. Selain itu, Bagindo juga tidak merinci pelanggaran prosedur yang dilakukan dalam proyek pengadaan barang tersebut. Pada laporan Bagindo hanya disebutkan ada penunjukan langsung yang sudah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Bantah mengarahkan Pada sidang kasus pengadaan barang ini, jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Muhibuddin, sempat menanyakan apakah Bagindo pernah mengarahkan Taswin, Monang Tambunan, dan Bahrun Efendi, supaya tidak mengakui penyerahan uang ke dia. "Apakah Saudara pernah mengarahkan terdakwa, Monang Tambunan, dan Bahrun Efendi, supaya tidak mengakui tentang adanya penyerahan uang?" tanya Muhibuddin. "Tidak Pak," jawab Bagindo.


Download ppt "Kasus Audit BPK di Depnaker"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google