Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehHadian Irawan Telah diubah "7 tahun yang lalu
1
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MEDAN AREA
Mata Kuliah: Analisis Kebijakan dan Kebijakan Publik Bobot: 3 Sks Kelas: Pagi Smester/Tingkat: IV/II Program Studi: Ilmu Pemerintahan Dosen Pengampu: Armansyah Matondang S.Sos., M.Si Universitas Medan Area 2015
2
Model pendekatan dalam proses pembuatan kebijakan publik
A. Model Kelembagaan (institution Model): kebijakan sebagai hasil dari lembaga Public policy adalah ditentukan, dilaksanakan dan dipaksakan secara otoritatif oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Lembaga pemerintah memberikan public policy tiga karakteristik. 1. pemerintah meminjamkan legitimasi pada kebijaksanaan (policy). Kebijaksanaan pemerintah dipandang sebagai kewajiban yg legal, yg harus dipatuhi semua warga negara.
3
lanjutan 2. Sifat universalitas kebijakan publik. Kebijakan pemerintah menjangkau semua rakyat dalam suatu masyarakat, baik individu maupun kelompok. 3. pemerintah memonopoli paksaan dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemerintah sah memberikan sanksi dan menghukum, menuntut loyalitas dari semua rakyat, dan mengeluarkan policy-policy yg mengatur seluruh masyarakaat.
4
Kelemahan pendekatan institusional
1. Tidak menjelaskan kaitan antara struktur lembaga pemerintah dan isi kebijakan publik. 2. Pendekatan ini hanya menjelaskan mengenai struktur organisasi, tugas, dan fungsi lembaga2 tertentu tanpa secara sistematis menelaah akibat karaakteristik kelembagaan dng hasil kebijakan. Akibatnya tidak ada hubungan yg jelas antara institusi dan policy sehingga pendekatan ini sering dianggap tidak penting dan tidak produktif.
5
Lanjutan 3. Dapat menciptakan perubahan institusional yg akan mengakibatkan perubahan kebijakan. Dalam kenyataanya tidak selalu ada korelasi perubahan institusi dng perubahan kebijakan. Secara teoritis, perubahan kebijakan dapat terjadi karena proses implementasi dan dampak kebijakan yg tidak sesuai dengan tujuan kebijakan.
6
b. Model proses: kebijakan sebagai suatu aktifitas politik
Model proses menggunakan pendekatan politik modren (behavioral) sebagai dasar analisis kebijakan publik. Pendekatan ini berpusat pada tingkah laku individu atau aktor politik. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk mencari pola2 tingkah laku (proses) yg dapat diidentifikasi. Model proses berguna dalam membantu memahami aneka macam kegiatan yg terlibat dalam proses pembuatan policy. Proses kebijakan terdiri atas berikut ini. 1. Identifikasi masalah (problem identification). Identifikasi masalah kebijakan melalui tuntutan dari individu atau kelompok untuk kegiatan pemerintah.
7
Lanjutan 2. Agenda setting. Fokus perhatian dari media massa dan pejabat publik dalam masalah publik secara khusus untuk memutuskan hal2 yg akan diputuskan. 3.perumusan usul kebijakan (policy formulation). Penentuan agenda permasalahan dan pengusulan program untuk penyelesaian masalah. 4. Pengesahan kebijakan (policy legitimation). Memilih suatu usulan, pembentukan dukungan politik untuk usulan tersebut, dan mengesahkan sebagai undang2 hukum.
8
Lanjutan 5. Pelaksanaan kebijakan (policy implementation). Implementasi kebijakan melalui pengorganisasian birokrasi, menyiapkan pembiayaan atau memberikan pelayanan, menarik pajak, dan sebagainya. 6.Evaluasi kebijakan (policy evaluation). Penganalisisan tentang program, evaluasi hasil dan pengaruhnya, dan menyarankan perubahan dan penyesuaian.
9
Kelemahan model proses
Model proses hanya menekankan tahapan aktifitas yang dilakukan dalam menghasilkan public policy. Kelemahan model ini kurang memerhatikan isi substansin dari policy yg akan dibuat.
10
c. Model rasionalisme: kebijakan sebagai pencapaian keuntungan sosial secara maksimal
Tujuan kebijakan adalah maksimalisasi keuntungan sosial. Artinya pemerintah harus membuat kebijakan yg mengakibatkan masyarakat luas mendapat keuntungan dng mengurangi pembiayaan dalam jumlah besar yg dikeluarkan oleh masyarakat. Policy yg rasional dirancang secara tepat untuk memaksimalkan hasil nilai bersih (net value achievement).
11
Syarat yg harus dipenuhi untuk suatu policy yg rasional
1. Mengetahui keinginan atau kebutuhan masyarakat (preferensi nilai). 2. Mengetahui seluruh alternatif kebijakan yg mendukung pencapaiaan manfaat kebijakan. 3. Mengetahui seluruh konsekuensi kebijakan. 4. Memperhitungkan rasio antara manfaat dan biaya yg dipikul dari setiap alternatif. 5. Memilih alternatif kebijakan yg efisien.
12
Lanjutan Policy yg rasional memerlukan informasi tentang pilihan2 policy, kemampuan prediktif untuk mengetahui secara tepat akibat dari pilihan policy tersebut dan kecerdasan untuk menghitung secara tepat perimbangan antara biaya dan keuntungan (the ratio of cost and benefits).
13
Halangan yg merintangi pembuatan policy yg rasional
1. Tidak ada nilai2 sosial yg disetujui. Nilai2 khusus dari individu dan kelompok saling berselisih. (misal: pornografi/aksi). 2. Pertentangan manfaat dan biaya tidak dapat diperbandingkan.s 3. Pembuat kebijakan tidak terdorong membuat keputusan yg berdasarkan tujuan masyarakat, tetapi hanya keuntungan pribadi dan kelompok, seperti kekuasaan, status, dan kekayaan. 4. Pembuat kebijakan tidak termotivasi untuk memaksimalkan keuntungan sosial, tetapi hanya memuaskan tuntutan untuk kemajuan. Yakni tdk berusaha mencari jalan terbaik yg menguntungkan semua pihak, tetapi hanya menemukan satu alternatif kebijakan yg segera dapat dikerjakan.
14
Lanjutan halangan policy rasional
5. Adanya investasi besar dalam suatu kebijakan dapat menghalangi pembuat kebijakan mempertimbangkan alternatif yg ditetapkan sebelumnnya. 6. Hambatan mengumpulkan informasi yg diperlukan untukmengetahui seluruh alternatif. 7. Baik kemampuan prediktif dari ilmu sosial dan prilaku maupun kemampuan prediktif ilmu fisik dan biologi tidak cukup memadai untuk meningkatkan kemampuan pembuat kebijakan dalam memahami akibat dari setiap alternatif.
15
Lanjutan 8. Meskipun dilengkapi oleh kemajuan teknis analisis yg canggih pembuat kebijakan tidak mempunyai intelegensia yg mencukupi untuk menghitung secara tepat manfaat dan biaya ketika muncul masalah rumit dalam bidang politik, ekonomi dan budaya yg harus ditangani. 9. Ketidakpastian mengenai konsekuensi dari berbagai alternatif menyebabkan pembuat kebijakan bersikap kaku mempertahankan keputusan sebelumnya. 10. Sifat terpecah belah dari pembuatan kebijakan dalam birokrasi yg besar sulit mengoordinasikan pembuatan keputusan disebabkan muncul berbagai input dari banyak ahli menyamarkan point sebenarnya dari keputusan yg akan ditetapkan.
16
d. Model inkremental: kebijakan sebagai Variasi dari Kebijakan sebelumnya
Kebijakan publik sebagai keberlanjutan dari kebijakan pemerintah sebelumnnya dengan sedikit mengadakan perubahan atau melakukan modifikasi kebijakan yg bersifat tambal sulam. Dasar pemikiran inkrementalisme adalah bersifat konservatif, yaitu pembuat kebijakan menerima keabsahan program2 yg telah mapan dan secara diam2 menyetujui agar kebijakan sebelumnnya tetap dilaksanakan. Perhatian program baru dipusatkan untuk menambah, mengurangi, dan menyempurnakan program2 yg telah ada.
17
Alasan pembuatan kebijakan lebih inkrementalis
1. Keterbatasan waktu, informasi, ataupun biaya untuk meneliti atas kebijakan yg sedang berjalan atau meneliti dari semua kemungkinan alternatif dari suatu kebijakan yg ada. 2. Menerima keabsahan dari kebijakan sebelumnnya karena ketidak tentuan akibat2 yg ditimbulkan dari kebijakan yg baru. 3. Mungkin terdapat investasi dalam program yg ada sehingga dapat menghalangi perubahan yg radikal. 4. Secara politis, inkrementalisme adalah cara yg bijaksana. Penting untuk menurunkan ketegangan konflik, memelihara kestabilan, dan melindungi sistem politik.
18
Lanjutan Inkrementalisme didukung pula oleh sifat manusia yg cenderung mempertahankan stabilitas, kurang menyukai konflik, dan tidak mau bersusah payah mencari hal yg paling baik di antara yg baik.
19
e. Model kelompok: kebijakan sebagai keseimbangan kelompok
Interaksi antar kelompok dalam masyarakat merupakan fakta sentral dari politik dan public policy. Kelompok merupakan jembatan esensial yg menghubungkan antara individu dan pemerintahnya. Politik merupakan perjuangan di antara kelompok2 untuk memengaruhi kebijakan publik. Tugas sistem politik adalah mengatur konflik antar kelompok dng cara: 1. Menetapkan aturan main dalam kelompok yang sedang berjuang.
20
Lanjutan poin2 dan penjelasan
2. Mengatur kompromi dan menyeimbangkan kepentingan. 3. Membentuk kompromi dalam bentuk kebijakan publik. 4. Melaksanakannya (poin poin di atas). Kebijakan publik, pada waktu tertentu adalah ekuilibrium dari perjuangan antar kelompok. Perubahan pengaruh relatif suatu kelompok kepentingan dapat menyebabkan perubahan pada kebijakan publik. Artinya, policy akan bergerak ke arah yg dikehendaki oleh kelompok yg mendapatkan pengaruh dan akan menjauh dari kelompok yg kehilangan pengaruh.
21
Lanjutan Pengaruh dari kelompok kepentingan ditentukan oleh jumlah anggota, kekayaan yg dimiliki, kekuatan organisasi, kepemimpinan, akses ke pembuat keputusan, dan kohesi internal internal organisasi. Pembuat kebijakan merespons tekanan dari kelompok yg melakukan bargaining, negoisasi, dan kompromi atas tuntutan yg saling bersaing di antara kelompok yg berpengaruh.
22
f. Model elite: kebijakan sebagai preferensi elite
Istilah elite, adalah bagian yg terpilih atau tersaring. Dalam kehidupan kelompok, elite adalah bagian yg superior secara sosial dari suatu masyarakat. Dalam kehidupan politik elite adalah kelompok tertentu dari masyarakat yg sedang berkuasa. Kebijakan publik dilihat sebagai preferensi dari nilai2 elite yg sedang berkuasa. Model elite menyarankan bahwa rakyat dalam hubungannya dng kebijakan publik hendaknya dibuat apatis atau miskin informasi.
23
Lanjutan Elite yg lebih banyak membentuk opini masyarakat dalam persoalan kebijakan dibandingkan dng massa membentuk opini elite. Pejabat pemerintah, administratur, birokrat hanya melaksanakan kebijakan yg dibuat elite. Kebijakan mengalir dari elite ke massa melalui administrator.
24
Rumusan ringkas model elite
1. Masyarakat dibagi dalam dua bagian, yaitu yg mempunyai kekuasaan (dng jumlah sedikit) dan yg tidak mempunyai kekuasaan (dng jumlah banyak). Massa tidak berperan memutuskan kebijakan publik. 2. Elite yg memerintah tidak mencerminkan massa yg diperintah. Kebijakan mengalir dari kehendak elite. Rakyat hanya menjadi objek keinginan elit. 3. Gerakan nonelite yg membahayakan posisi elite harus dikendalikan secara kontinu untuk mencapai stabilitas dan menghindari revolusi.
25
Lanjutan 4. Elite membagi konsensus atas nama nilai2 dasar dari suatu sistem sosial yg ada dan perlindungan dari sistem tersebut. Di Indonesia, dasar konsensus elite adalah falsafah dasar negara pancasila. 5. Kebijakan publik tidak merefleksi tuntutan masyarakat, tetapi menonjolkan kepentingan sekelompok orang yg berkuasa (elite). Perubahan dalam kebijakan publik bersifat tambal sulam (inkremental). 6. Elite lebih banyak memengaruhi massa daripada massa memengaruhi elite.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.