Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
ASOSIASI PERTEKSTILAN INDONESIA
“Peran LPKS dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kerja Industri Tekstil Produk Tekstil”
2
GAMBARAN UMUM INDUSTRI TPT
Indonesia merupakan salah satu negara produsen TPT dunia. Industri TPT merupakan salah satu penyumbang utama sektor industri pengolahan karena keunggulannya dalam: (1) meraih devisa ekspor; (2) menyerap tenaga kerja yang jumlahnya sangat signifikan; dan (3) memasok kebutuhan pasar domestik. Industri TPT Indonesia terintegrasi dari hulu ke hilir dari mulai industri pembuatan serat sampai ke industri garmen.
3
PDB Tekstil dan Produk Tekstil Harga berlaku, seri 2010 (Persen) (Triliun Rupiah)
GDP 2010 2011 2012 2013 2014 2015 PDB Nasional 6,864.13 7,831.73 8,615.70 9,546.13 10,565.82 11,540.79 PDB Industri Manufaktur 1,512.76 1,704.25 1,848.15 2,007.43 2,219.44 2,405.41 PDB Industri Tekstil dan Produk Tekstil 96.31 108.19 116.56 129.91 139.03 139.39 Distribusi Ind. Tekstil dan Produk Tekstil 1.40% 1.38% 1.35% 1.36% 1.32% 1.21% Sumber: BI, berdasarkan data BPS Kontribusi terhadap PDB menurun, pertumbuhan industri menurun tajam.
4
Kontribusi TPT pada Neraca Perdagangan Nasional (dalam Juta USD & Persen)
NO Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 I NATIONAL EXPORT 203,496.6 190,020.3 182,551.8 176,292.5 150,282.3 NON OIL & GAS 162,019.6 153,043.0 149,918.8 145,960.6 131,730.3 TEXTILE & CLOTING 13,255.2 12,460.0 12,679.3 12,740.8 12,285.0 CONTRIBUTION: TO TOTAL EXPORT 6.5% 6.6% 6.9% 7.2% 8.2% TO TOTAL OF NON OIL & GAS 8.1% 8.5% 8.7% 9.3% II NATIONAL IMPORT 177,435.6 191,689.5 186,628.7 178,178.8 142,694.8 136,734.0 149,125.3 141,362.3 134,718.9 118,081.6 8,430.4 8,143.6 8,472.7 8,566.0 7,976.9 4.8% 4.2% 4.5% 5.6% 6.2% 5.5% 6.0% 6.4% 6.8% III TOTAL 380,932.2 381,709.7 369,180.5 354,471.3 292,977.1 298,753.6 302,168.3 291,281.1 280,679.5 249,811.9 21,685.6 20,603.5 21,152.0 21,306.8 20,261.8 5.7% 5.4% 7.3% 7.6% IV BALANCE 26,061.1 (1,669.2) (4,076.9) (1,886.3) 7,587.5 25,285.5 3,917.7 8,556.4 11,241.7 13,648.7 4,824.8 4,316.4 4,206.6 4,174.8 4,308.1 18.5% -258.6% -103.2% -221.3% 56.8% 19.1% 110.2% 49.2% 37.1% 31.6% Sumber: BPS, Processed by Trade Data and Information Center, Ministry of Trade Keterangan: *) Angka sementara
5
Perkembangan Realisasi Investasi Sektor TPT
Niai Realsiasi Investasi (Trillion Rupiah) (PMA dan PMDN) Komposisi dominasi Investasi +36.7% Sumber: BKPM, diolah API; *) Data awal
6
Neraca Perdagangan TPT
Export -3.6%, Import -6.9% Balance+3.2% Export -7.1%, Import -6.7% Balance -6.1% Export -1.0%, Import -9.7% Balance -0.5%
7
Neraca Perdagangan TPT Nasional
DESCRIPTION 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Change 2015/2014 (+/-) 2015/2014 000 Ton Mn. USD Qty Value Fiber Export 317.8 560.5 349.8 749.4 334.9 592.5 346.4 563.9 419.7 570.2 433.8 527.0 3.37% -7.57% 14.2 (43.2) Import 817.3 1,693.0 852.7 2,666.4 940.7 2,214.2 992.0 2,225.4 1,054.2 2,326.0 995.0 1,883.8 -5.62% -19.01% (59.3) (442.2) Balance (499.5) (1,132.5) (502.9) (1,917.1) (605.8) (1,621.6) (645.7) (1,661.6) (634.6) (1,755.8) (561.1) (1,356.8) -11.57% -22.73% 73.4 399.0 Total Trade 1,135.1 2,253.5 1,202.5 3,415.8 1,275.6 2,806.7 1,338.4 2,789.3 1,473.9 2,896.2 1,428.8 2,410.8 -3.06% -16.76% (45.1) (485.4) Yarns 790.5 2,188.9 707.1 2,407.5 748.5 2,218.6 888.2 2,423.7 936.8 2,496.7 1,000.7 2,336.5 6.82% -6.41% 63.9 (160.1) 117.5 408.5 153.3 559.3 205.0 646.5 223.2 722.3 235.8 715.8 228.9 639.2 -2.92% -10.71% (6.9) (76.7) 673.0 1,780.4 553.7 1,848.2 543.5 1,572.1 665.0 1,701.4 701.0 1,780.8 771.8 1,697.3 10.09% -4.69% 70.8 (83.5) 907.9 2,597.4 860.4 2,966.8 953.5 2,865.1 1,111.4 3,146.0 1,172.7 3,212.5 1,229.6 2,975.7 4.86% -7.37% 57.0 (236.8) Fabric 292.2 1,614.8 288.0 1,964.6 295.3 1,911.1 286.3 1,802.1 349.6 1,813.8 304.7 1,674.1 -12.86% -7.71% (45.0) (139.8) 480.6 3,459.4 541.7 4,447.9 610.3 4,543.5 595.9 4,559.9 629.0 4,601.5 4,695.1 1.63% 2.03% 10.2 93.6 (188.4) (1,844.6) (253.7) (2,483.3) (315.0) (2,632.5) (309.6) (2,757.7) (279.3) (2,787.7) (334.5) (3,021.0) 19.76% 8.37% (55.2) (233.3) 772.7 5,074.2 829.7 6,412.5 905.6 6,454.6 882.3 6,362.0 978.6 6,415.3 943.9 6,369.1 -3.55% -0.72% (34.7) (46.2) Garment 442.3 6,500.2 447.6 7,689.9 445.3 7,183.0 466.8 7,383.8 462.1 7,359.8 452.8 7,284.8 -2.01% -1.02% (9.3) (74.9) 42.2 288.6 38.5 347.1 43.9 378.6 62.6 476.4 61.1 444.4 401.5 -28.08% -9.65% (17.1) (42.9) 400.1 6,211.6 409.1 7,342.8 401.3 6,804.4 404.3 6,907.4 401.0 6,915.3 408.9 6,883.3 1.96% -0.46% 7.9 (32.0) 484.5 6,788.9 486.1 8,037.0 489.2 7,561.6 529.4 7,860.2 523.2 7,804.2 496.7 7,686.4 -5.05% -1.51% (26.4) (117.8) Other Texile Product 125.9 358.2 148.5 443.8 129.2 554.8 112.7 505.8 110.5 500.4 104.2 462.5 -5.75% (6.4) (37.9) 79.3 336.9 95.1 409.7 93.7 360.7 87.1 488.7 88.4 478.2 73.8 357.3 -16.53% -25.29% (14.6) (120.9) 46.5 21.3 53.5 34.1 35.5 194.1 25.5 17.0 22.1 22.2 30.4 105.3 37.38% 374.12% 8.3 83.1 205.2 695.0 243.6 853.5 222.9 915.5 199.8 994.5 198.9 178.0 819.8 -10.54% -16.23% (21.0) (158.8) Total 1,968.6 11,222.7 1,941.0 13,255.2 1,953.1 12,460.0 2,100.5 12,679.3 2,278.8 12,740.8 2,296.2 12,285.0 0.77% -3.58% 17.4 (455.8) 1,536.9 6,186.4 1,681.3 8,430.4 1,893.6 8,143.6 1,960.9 8,472.7 2,068.5 8,566.0 1,980.8 7,976.9 -4.24% -6.88% (87.7) (589.1) 431.7 5,036.3 259.7 4,824.8 59.5 4,316.4 139.5 4,206.6 210.3 4,174.8 315.4 4,308.1 50.00% 3.19% 105.1 133.3 3,505.5 17,409.0 3,622.4 21,685.6 3,846.8 20,603.5 4,061.4 21,152.0 4,347.3 21,306.8 4,277.0 20,261.8 -1.62% -4.90% (70.3) (1,045.0) SOURCE: BPS, Processed by Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) & Directorate Textile & Multivarious Industry, Directorate General Manafacturing-Based Industry, Ministry of Industry, SB2011
8
Tekstil dan Produk Tekstil Distribusi Ekspor/Impor per Negara/Regional
Ekspor TPT Indonesia 2015 USD 12,284,963,311 Impor TPT Indonesia 2015 USD 7,976,867,580 Sumber: BPS, diolah API
9
Tekstil dan Produk Tekstil Distribusi Ekspor/Impor per Negara/Regional
Ekspor TPT Indonesia 2015 USD 12,284,963,311 Impor TPT Indonesia 2015 USD 7,976,867,580 Sumber: BPS, diolah API
10
STRATEGIC POSITION OF TPT INDUSTRY IN NATIONAL ECONOMY
CONTRIBUTION OF THE TEXTILE INDUSTRY IN THE NATIONAL MANUFACTURE WORKER THE TEXTILE INDUSTRY SECTOR DISTRIBUTION OF THE LOCATION ITPT: 1.37% to national worker 10.3% to manufacture Source: BPS, compiled by API. Source: BPS, Ministry of Manpower and Transmigration, the Ministry of Industry compiled by API.
11
Permasalahan Tenaga Kerja Industri TPT
Salah satu kelemahan Industri TPT mempunyai produktifitas yang rendah, sehingga pembangunan SDM industri yang berkualitas dengan spesialisasi dan kompetensi memadai, menjadi kebutuhan mutlak dalam pengembangan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia. Kalangan industri seringkali mengeluhkan kualitas SDM yang dihasilkan oleh dunia pendidikan di Indonesia. Dunia pendidikan sebagai bagian dari sistem rantai pasok (suply chain) untuk memenuhi SDM di industri masih terasa ada gap yang dalam antara kompetensi yang dihasilkan oleh dunia pendidikan dengan standar kompetensi industri. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pelatihan dan pengembangan SDM di Industri perlu dikelola secara profesional.
12
PERAN STRATEGIS ITPT Bagi Indonesia, selain penyedia lapangan kerja dan penghasil devisa bersih (nilai devisa ekspor 13 milyar dollar, lokasinya yang tersebar, ITPT juga berperan sebagai “alat pemerataan perekonomian daerah”. Sebagai industri penyedia lapangan kerja , terutama untuk lulusan SMP, SMA/SMK, atau yang sederajat. Sifatnya yang padat karya disadari atau tidak ITPT telah menjadi “Jaring Pengaman Sosial” disisi pendapatan penduduk. Produk tekstil nasional telah diekspor ke ±200 negara. Hal ini membuktikan bahwa produk ITPT nasional menjadi industri “icebreakers" atau “lokomotif” untuk produk produk industri nasional lainnya dalam menembus pasar non-tradisional. Menjadi motor pengerak berkembangnya sektor lain karena memiliki keterkaitannya kedepan (forward linkage) maupun keterkaitan kebelakang (backward linkage), baik dalam lingkup ITPT (hulu-antara-hilir) maupun sektor ekonomi lain seperti industri pendukung (supporting industries), industri penyedia infrastruktur, dan industri jasa penunjang lainnya.
13
KEBUTUHAN TENAGA KERJA
2013 2014 2015 Jumlah Tekstil Garmen Kebutuhan Operator 58.000 82.000 91.000 61.000 88.000 96.000 Ahli 835 1.180 1.310 878 1.267 1.382 Ahli Madya 870 1.230 1.365 915 1.320 1.440 Terampil 6.792 9.602 10.656 7.143 10.305 11.242 Total 66.490 94.012 69.936
15
PENDIDIKAN & PELATIHAN
DUNIA USAHA & INDUSTRI MISS MATCH
16
SDM CERDAS & BERMARTABAT
D U N I A K E R J A D U N I A P E N D I D I K A N P E L A T I H A N K E R J A LINK & MATCH
17
STRATEGI PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL
Pendekatan Pengembangan tenaga kerja industry harus mengacu kepada SKKNI Pengembangan SDM dengan mengacu pada kebutuhan dunia industri; Peningkatan kualitas pendidikan yang dapat menghasilkan tenaga terampil, ahli madya, dan ahli industri; Meningkatkan kompetensi SDM industri dengan pemberdayaan lembaga sertifikasi profesi dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP); Mengembangkan program pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan SDM Industri yang siap pakai
19
Kemasan Program pelatihan berbasis kompetensi
Kemasan Kualifikasi. Kemasan ini berisi sejumlah unit kompetensi yang menjadi kandungan dari suatu tingkat kualifikasi tertentu, sesuai dengan jenjang kualifikasi Misalnya jenjang kualifikasi I, II, III dan seterusnya. Penamaan untuk setiap jenjang kualifikasi mengikuti penamaan yang digunakan oleh masing-masing sektor atau bidang profesi. Pelatihan dengan kemasan kualifikasi, sangat baik untuk keperluan kaderisasi. Kemasan Okupasi. Kemasan ini berisi sejumlah unit kompetensi yang menjadi kandungan dari suatu okupasi atau jabatan tertentu. Kandungan unit kompetensi ini mengacu pada deskripsi fungsi, tugas dan tanggung-jawab jabatan (Job Description). Kemasan okupasi dapat bersifat umum dan atau bersifat khusus yang hanya berlaku di perusahaan atau organisasi tertentu. Pelatihan dengan kemasan okupasi banyak dilakukan dalam rangka penempatan, penugasan dan pengembangan karier. Kemasan Klaster Kompetensi. Kemasan ini berisi sebagian dari unit kompetensi yang menjadi kandungan suatu jenjang kualifikasi dan atau kandungan okupasi tertentu. Walaupun demikian, kemasan klaster kompetensi ini tetap harus memenuhi kelayakan untuk bekerja (employble). Pelatihan dengan kemasan klaster kompetensi banyak dilakukan dalam rangka upgading atau pemenuhan kebutuhan khusus.
20
SISTEM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI Dipengaruhi oleh introduksi sistem TVET di Jerman & Australia. Pada UU No. 13/2003 ditetapkan sistem pelatihan kerja berbasis kompetensi yang didalamnya mencakup tiga komponen yaitu standar kompetensi, pelatihan berbasis kompetensi dan sertifikasi kompetensi. Pada UU No. 20/2003 ditetapkan sertifikasi kompetensi untuk siswa SMK. STANDAR KOMPETENSI LEMBAGA DIKLAT PROGRAM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI (PBK) Kurikulum / Modul Metode Pengajar/instruktur Sarana & Prasana AKREDITASI Lulusan Pelatihan Lisensi oleh BNSP Lembaga Sertifikasi Kompetensi Sertifikasi Kompetensi melalui uji kompetensi Skema Sertifikasi Metode Uji Asesor Kompetensi TUK Tenaga Kerja Kompeten (memiliki Sertifikat Kompetensi Angkatan Kerja Keterpaduan pelaksanaan sistem diklat berbasis kompetensi pada BLK dan SMK secara garis besar dapat dilihat pada diagram diatas. Sebagai output dari sistem ini adalah tenaga kerja kompeten sesuai kebutuhan industri
21
TIGA PILAR SISTEM TVET NASIONAL
Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan (Technical and Vocational Education and Training - TVET) PILAR PERTAMA Standar kompetensi sebagai pencerminan kebutuhan pasar kerja yang dibuat oleh pengguna/industri PILAR KEDUA Program Diklat berbasis Standar Kompetensi untuk menghasilkan peserta didik yang menguasai kompetensi yang dibuat oleh lembaga diklat PILAR KETIGA Sertifikasi Kompetensi mengacu pada standar kompetensi untuk memastikan kompetensi peserta didik yang dilaksanakan oleh LSP TENAGA KERJA KOMPETEN STANDAR KOMPETENSI PROGRAM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI SERTIFIKASI KOMPETENSI Permasalahan yang dihadapai adalah masing-masing pilar belum berfungsi efektif. Pilar pertama terkendala pengembangan SK belum terwujud secara kualitatif dan kuantitatif. Pilar kedua lembaga diklat belum memiliki kemampuan menerapkan program diklat berbasis kompetensi. Pilar ketiga terkendala pada jumlah LSP, dan belum adanya pengakuan dari industri pengguna
22
Pelaku TVET Nasional Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dibawah Kemendikbud Politeknik/Sekolah Tinggi dan Akademi Komunitas dibawah Kemenristekdikti Balai Latihan Kerja (BLK) dibawah pembinaan Kementerian Ketenagakerjaan (UPTP) dan Pemerintah Daerah (UPTD) Lembaga Pelatihan Kerja/Kursus (LPK) milik swasta dan perusahaan
23
Rekomendasi Kebijakan
PELAKU PILAR ASOSIASI INDUSTRI LEMBAGA DIKLAT LSP PENGEMBANGAN STANDAR KOMPETENSI Meningkatkan kemampuan asosiasi industri membuat SKKNI Memberikan bantuan hibah kepada asosiasi industri untuk menyusun SKKNI Meningkatkan kemampuan lembaga diklat memahami SKKNI untuk pengembangan materi pembelajaran meningkatkan kemampuan LSP memahami SKKNI untuk pengembangan skema sertifikasi PENGEMBANGAN PROGRAM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI Memverifikasi kualitas materi diklat Memberikan orientasi industri kepada instruktur memberikan kesempatan kerja/magang kepada peserta didik Meningkatkan kemampuan lembaga diklat mengembangkan program diklat berbasis kompetensi Meningkatkan kualitas dan kuantitas lembaga diklat Memberikan informasi ttg skema sertifikasi yang dimiliki LSP Meningkatkan kemampuan lembaga diklat mengembangkan materi PENGEMBANGAN SERTIFIKASI KOMPETENSI Mendorong asosiasi industri mendirikan LSP3 Mendorong asosiasi industri dan regulator menetapkan skema sertifikasi Mendorong asosiasi industri memberikan rekognisi terhadap sertifikasi kompetensi Meningkatkan kemampuan LSP mengembangkan materi diklat Mewajibkan peserta didik mengikuti uji kompetensi/SK Meningkatkan kualitas dan kuantitas skema sertifikasi Meningkatkan kualitas dan aksebilitas pelaksanaan UK Melakukan registrasi SK
24
REKOMENDASI PROGRAM ASPEK PILAR KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN STANDAR KOMPETENSI Membentuk Majelis Pengembangan Standar Kompetensi (MPSKI) dibawah KADIN Indonesia untuk meningkatkan kapasitas penyusunan SKKNI asosiasi PENGEMBANGAN PROGRAM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI Mengharmonisasikan pelaksanaan akreditasi lembaga pelatihan antara LA (Lembaga Akreditasi)-LPK dan BAN (Badan Akreditasi Nasional)-PNF (Pendidikan Non Formal) Membentuk forum koordinasi lembaga diklat dan industri di tingkat kab/kota PENGEMBANGAN SERTIFIKASI KOMPETENSI Meningkatkan kapasitas BNSP melalui Memiliki anggaran mandiri SDM berkualitas Memiliki fungsi koordinatif pelaksanaan SK secara nasional
25
Pelatihan kerja berbasis kompertensi harus didukung dengan fasilitas dan sarana, instruktur dan tenaga kepelatihan serta pembiayaan yang sesuai dengan jenis, kemasan dan tingkat program pelatihan yang telah ditetapkan. Pelatihan kerja berbasis kompetensi diselenggarakan di lembaga pelatihan kerja (LPK), baik milik pemerintah, swasta maupun perusahaan. Pelatihan kerja berbasis kompetensi juga dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan atau pelatihan dilaksanakan langsung di pabrik/perusahaan. Untuk mengetahui sejauh mana suatu LPK telah mampu menyelenggarakan pelatihan berbasis kompetensi, dilakukan akreditasi. Akreditasi adalah proses pemberian pengakuan formal yang menyatakan bahwa suatu LPK telah mampu melakukan kegiatan pelatihan kerja berbasis kompetensi, untuk jenis, kemasan dan tingkat program pelatihan tertentu. Sesuai dengan UU.No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan PP No.31 Tahun 2006 Tentang Sislatkernas, akreditasi LPK bersifat sukarela dan dilaksanakan oleh Lembaga Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja (LA-LPK) yang independen yang dibentuk dengan Peraturan Menteri.
26
Peserta pelatihan yang telah berhasil menyelesaikan program pelatihan berbasis kompetensi, berhak mendapat Sertifikat Pelatihan. Sertifikat pelatihan diterbitkan oleh LPK. Sertifikat Pelatihan berbeda dengan Sertifikat Kometensi. Sertifikat Pelatihan adalah tanda bukti resmi bahwa seseorang telah berhasil menyelesaikan suatu program pelatihan kerja tertentu. Sedang Sertifikat Kompetensi adalah tanda bukti bahwa seseorang telah menguasai kompetensi kerja tertentu sesuai dengan SKKNI. Sertifikat Kompetensi diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang telah mendapatkan lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Peserta pelatihan yang telah berhasil menyelesaikan program pelatihan dapat mengakses Sertifikat Kompetensi melalui Sertifikasi Kompetensi.
27
Foto Kegiatan Pelatihan
31
KEGIATAN DIKLAT III
32
Kegiatan Pelatihan TPT
BDI Jakarta Bdi Surabaya Kemenaker Operator Garmen 7.500 4.000 512 QC 100 Supervisor
33
Terima Kasih
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.