Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI"— Transcript presentasi:

1 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
DALAM KERANGKA IMPLIKASI PENERAPAN UU NO.3 / 2014 pada acara: Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Program Pengembangan Industri Agro Tahun 2014 Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal Lombok, 6 Maret 2014

2 TOPIK BAHASAN I. RANCANGAN TEKNOKRATIK RPJMN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN II. UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN III. DRAFT RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL IV. REVIEW BASELINE PAGU INDIKATIF TAHUN 2015

3 RANCANGAN TEKNOKRATIK RPJMN 2015-2019 SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN

4 A TAHAPAN PEMBANGUNAN DALAM RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG NASIONAL (RPJPN) A RKP 2005 RKP 2006 RKP 2007 RKP 2008 RKP 2009 RKP 2010 RKP 2011 RKP 2012 RKP 2013 RKP 2014 RKP 2015 RKP 2016 RKP 2017 RKP 2018 RKP 2019 RKP 2020 RKP 2021 RKP 2022 RKP 2023 RKP 2024

5 BIDANG PEMBANGUNAN DALAM RPJPN 2005-2015
BIDANG-BIDANG PEMBANGUNAN DALAM RPJPN B Sosial budaya dan kehidupan beragama 1 Ekonomi Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), Politik, Pertahanan dan keamanan, Hukum dan aparatur, Pembangunan wilayah dan tata ruang, Penyediaan sarana dan prasarana, Pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup. 2 3 4 5 6 7 8 9 BIDANG PEMBANGUNAN DALAM RPJPN TEMA PRIORITAS RKP TAHUN 2015

6 RPJPN: Arah Pembangunan Ekonomi - 2025 Transformasi Perekonomian
Arah utamanya adalah mengembangkan perekonomian domestik yang kuat, berorientasi dan berdaya saing global Transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif menjadi perekonomian berkeunggulan kompetitif. Dengan prinsip dasar: Mengelola peningkatan produktivitas nasional melalui inovasi dan penguasaan iptek. Mengelola kelembagaan ekonomi yang melaksanakan praktek terbaik dan kepemerintahan yang baik secara berkelanjutan. Mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan 6

7 RPJPN: Arah Pembangunan Ekonomi - 2025 Struktur Perekonomian
Sektor industri sebagai motor penggerak. Didukung oleh pertanian, kelautan, pertambangan, serta jasa-jasa pelayanan. Menerapkan praktik-praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh. Pengembangan iptek diarahkan untuk mendukung daya saing nasional. Kebijakan pasar kerja diarahkan untuk terciptanya pasar kerja yang fleksibel, hubungan industrial yang harmonis, keselamatan kerja yang memadai, penyelesaian industrial yang memuaskan. 7

8 RPJPN: Arah Pembangunan Ekonomi - 2025 Pembangunan Industri Manufaktur
Diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing dengan struktur industri yang sehat dan berkeadilan, yaitu: Dalam hal penguasaan usaha, struktur industri disehatkan dengan meniadakan praktek-praktek monopoli dan berbagai distorsi pasar; Dalam hal skala usaha, struktur industri akan dikuatkan dengan menjadikan IKM sebagai basis industri nasional yaitu terintegrasi dalam mata rantai pertambahan nilai dengan industri berskala besar; Dalam hal hulu-hilir, struktur industri akan diperdalam dengan mendorong diversifikasi ke hulu dan ke hilir membentuk rumpun industri yang sehat dan kuat. 8

9 TANTANGAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
1 Terjadinya gejala deindustrialisasi sejak tahun 2001 Share industri dalam PDB terus menurun sejak 2001 2 Postur populasi industri yang kurang kuat Jumlah industri besar dan sedang terlalu sedikit Industri mikro dan kecil sangat banyak namun tidak terkait dengan Industri Besar / Sedang 3 Ekspor bahan mentah dari pertanian dan pertambangan sangat besar tanpa nilai tambah Sementara impor bahan intermediate sangat tinggi 4 Produktivitas industri sangat rendah Kemampuan mencipta nilai tambah melalui pengembangan produk baru sangat rendah Sebaran industri tidak merata, terkonsentrasi di P. Jawa dan Sumatera.

10 INDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL
Share industri dalam PDB menurun 29,1 persen pada tahun 2001 menjadi 23,1 persen pada kuartal-3 Tahun 2013. Sejak 2005 sektor industri pengolahan tumbuh lebih lambat dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto, namun untuk sektor industri non migas, sejak tahun 2011 pertumbuhannya lebih tinggi dari PDB.

11 POSTUR POPULASI INDUSTRI - 2011
SCALE ESTABLISHMENT Micro (Labor <5) 2,554,787 Small (5<=Labor<20) 424,284 Medium (20<=Labor<100) 16,295 Large (Labor >=100) 7,075 Account only 2% Entrepreneur of Micro and Small Industries have higher eduction degree (Diploma – S1, S2, and S3) account only 2% of the total. This figure indicate capacity of micro and small industries to absorb external knowledge as well as to apply it, is very limited. Micro and small manufacturing industries account almost 99% However, their contribution to industrial value added is only 8%. Micro and small industries are very important as the seed to become larger industries.

12 PERKEMBANGAN POPULASI INDUSTRI BESAR SEDANG
Sejak tahun 2006, jumlah industri besar dan sedang mengalami penurunan Sementara kapasitas yang terpakai sudah mencapai 79% SEHINGGA TANTANGANNYA ADALAH MENAMBAH POPULASI INDUSTRI SECARA BESAR-BESARAN

13 EKSPOR DIDOMINASI KOMODITI BERNILAI TAMBAH RENDAH
IMPOR Ribu Ton $ 73 M 20 Ribu T $ 1,314 M 20 Ribu T Juta Ton SITC 232 Natural Rubber SITC 62 Rubber Products SITC 233 Synthetic Rubber Produksi Domestik Juta Ton Milliar USD $ 62 M 35 Ribu T EKSPOR

14 EKSPOR BERNILAI TAMBAH RENDAH IMPOR BERNILAI TAMBAH TINGGI
441 Ribu T $ 956 M 379 Ribu T $ 424 M 126 Ribu T $ 335 M 140 Ribu T SITC 28731 Al Ore SITC 28732 Alumina SITC 6841 Al & Al Alloy Unwrought IMPOR (dalam Ribu Ton) EKSPOR 2011 M = Million T = Ton SITC 6842 Al & Al Alloy Worked SITC 69X Other Mfg Prod of Al $ 522 M 168 Ribu T Refining Smelting Extrusion Rolling Casting Fabricating Juta Ton

15 PRODUKTIVITAS RENDAH: Nilai Tambah Per Tenaga Kerja - Tahun 2011
579 Perusahaan: atau hanya 2,5 % 39,1 % 500 juta – 1 Milyar 100 juta – 500 juta Perusahaan: atau 39,1 % di bawah 100 juta Perusahaan: atau 53,8 %

16 INDUSTRI: ARAH KEBIJAKAN
Akselerasi Pertumbuhan Industri PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI Khususnya di luar Pulau Jawa: (1) Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri terutama yang berada dalam Koridor ekonomi ; (2) Kawasan Peruntukan Industri ; (3) Kawasan Industri; (4) Sentra IKM; (5) Kawasan Ekonomi Khusus; (6) Kawasan Berikat / Export Processing Zone (EPZ); (7) Kawasan Perdagangan Bebas (FTZ). PENUMBUHAN POPULASI DAN PEMERATAAN PERSEBARAN INDUSTRI Investasi untuk menambah populasi industri paling tidak sekitar 8 ribu usaha industri berskala besar dan sedang dimana 50% tumbuh di luar jawa, serta tumbuhnya Industri Kecil sekitar 20 ribu unit usaha PENINGKATAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS (Nilai Ekspor dan Nilai Tambah Per Tenaga Kerja): (1) Meningkatkan efisiensi teknis; (2) Mengembangkan industri dengan kandungan teknologi yang lebih tinggi; 3) Meningkatkan kemampuan industri mengembangkan produk baru (New Product Development, NPD); dan (4) Perluasan Pasar dalam negeri dan ekspor.

17 KORIDOR BALI - NUSA TENGGARA
KORIDOR EKONOMI Pembangunan Infrastruktur Utama Koridor Ekonomi Perlu Terus Dilaksanakan "Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional" ''Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional'' KORIDOR SULAWESI KORIDOR PAPUA – KEP. MALUKU KORIDOR SUMATERA KORIDOR KALIMANTAN "Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional" KORIDOR JAWA “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi dan Pertambangan Nasional” KORIDOR BALI - NUSA TENGGARA "Pendorong Industri dan Jasa Nasional" ''Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional''

18 LIMA ELEMEN UTAMA KORIDOR EKONOMI
Pembangunan Koridor Ekonomi: Pengembangan kegiatan ekonomi utama di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi disertai penguatan konektivitas antar pusat-pusat ekonomi dan lokasi kegiatan ekonomi utama serta fasilitas pendukungnya

19 Sasaran Pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Diarahkan untuk meningkatkan kemampuan suatu wilayah dalam mengembangkan daya saing produk unggulan sesuai dengan kompetensi sumber daya lokal dan diharapkan dapat berperan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah-wilayah yang kesenjangannya masih tinggi  Pemerataan Pertumbuhan KAPET/KSCT Diarahkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu yang ditujukan untuk melipatgandakan pertumbuhan ekonomi nasional, serta memberikan dampak yang besar pada peningkatan lapangan kerja dalam negeri  Pertumbuhan Tinggi KEK Diarahkan untuk memperluas dan memodernisasikan perekonomian melalui pengembangan industri manufaktur dan industri logistik sebagai respon terhadap pertumbuhan perdagangan dunia yang cepat dan peningkatan efisiensi pemanfaatan transportasi terutama kepelabuhanan baik laut maupun udara  Pertumbuhan Tinggi KPBPB/ FTZ 19

20 LANDASAN HUKUM Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas (FTZ) yang berfungsi sebagai tempat untuk a.l.: kegiatan manufaktur, rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, pengepakan, dan pengepakan ulang atas barang dan bahan baku dari dalam dan luar negeri, pelayanan perbaikan atau rekondisi permesinan, dan peningkatan mutu, UU 44 / 2007 – Perpu1/200 Pasal 9. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. UU no. 39 Tahun Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Kawasan Berikat (KB): adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor  PP 32 Tahun Tentang Penimbunan Berikat Kawasan Industri (KI): adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang ikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri  PP 24 Tahun 2008 Tentang Kawasan Industri.

21 INSENTIF FISKAL REGULASI INSENTIF 1. KAWASAN BERIKAT
PMK 143 tahun 2011 tentang Gudang Berikat Penangguhan Bea Masuk Pengecualiaan atas: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Pembebasan Cukai Tidak berlaku bagi barang untuk dikonsumsi di KawasanBerikat, PMK No. 147 tahun 2011 tentang Kawasan Berikat PMK. 255 tahun 2011 tentang Perubahan Pertama Atas PMK No. 147 tahun 2011 PPMK 44 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PMK No. 147 tahun 2011 2. KAWASAN INDUSTRI Kawasan Industri yang juga sebagai Kawasan Berikat mendapat fasilitas yang sama Pasal 4 PMK 147 Tahun tahun 2011 tentang Kawassan Berikat. 3. KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) UU no. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus  Bab VI: Pasal 30 s/d Pasal 47 Fasilitas PPh Keringanan PBB Bebas Bea dan Cukai untuk barang impor Insentif Pajak dan Retribusi Daerah Kemudahan pertanahan, perizinan, Keimigrasian dan Investasi

22 RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI
IV. PENINGKATAN PERAN IKM 4 6 7 3 2 1 9 15 8 5 16 10 Utamanya untuk mendukung penguatan struktur industri dengan memperbesar keterkaitan antara industri besar dan IKM. LOKASI DI SELURUH INDONESIA. 7 4 7 3 2 7 3 I. INDUSTRI BERBASIS HASIL TAMBANG II. INDUSTRI BERBASIS HASIL PERTANIAN III. INDUSTRI BERBASIS SDM & PASAR DOMESTIK (Umumnya di P. Jawa) Industri Batubara di Muara Enim Sumsel dan Palangkaraya Kalteng Industri Berbasis Migas di Bontang Kaltim, Bintuni – Papua Barat, Industri Bijih Besi di Batu Licin dan Kulon Progo dan Nikle di Halmahera dan Sulteng Industri Alumunium di KualaTanjung Sumut , Alumina di Kalbar dan Riau Kepulauan Industri Semen di Sorong Papua Barat 6. Industri Pengolahan CPO KEK Sei Mangke Sumut, Dumai Riau dan Maloy Kaltim 7. Industri Hilir Produk Karet Jambi, Sumut, Sumsel, dan Kalimantan Barat 8. Industri Bubur Kayu (Pulp) dan Kertas di Sumatera dan Kaltim 9. Industri Pengolahan Rotan di Palu dan Cirebon 10. Industri Kakao di Sulawesi Barat 11. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi dan Alas Kaki 12. Industri Mesin dan Peralatan 13. Industri Komponen Elektronika dan Telematika 14. Industri Alat transportasi Darat dan komponennya 15. Industri Galangan Kapal di Lamongan dan Bintan 16. Industri Garam di Nusa Tenggara Timur 17. Industri Furniture

23 RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI BERBASIS AGRO
No. Kawasan Industri Lokasi Luas Komoditi Utama Kabupaten Provinsi 1 Sei Mangkei Simalungun Sumatera Utara 2.002,0 Ha Minyak Sawit (CPO) 2 Kuala Tanjung Batubara 2.000,0 Ha Industri Hilir Aluminium 3 Dumai Medang Kampai Riau 1.000,0 Ha Biodesel berbasis CPO Palu Palu utara Sulawesi Tengah 1.500 Ha Kakao, Kelapa, Rotan dan Rumput Laut Gowa Sulawesi Selatan 115,7 Ha-Tahap I-A 89,6 Ha Tahap I-B 717,7 Ha Tahap I-C 514,1 Tahap II Pengolahan Hasil Perkebunan Takalar 5.000 Ha Agro, Minyak dan Petrokimia

24 POPULASI USAHA INDUSTRI
2011 23.370 2015 27.408 2019 35.647 INDUSTRI SKALA BESAR DAN SEDANG Jumlah ijin usaha PMDN dan PMA selama adalah PMA dan 693 PMDN Selama dicapai total ijin usaha PMA dan PMDN PERLU TAMBAHAN DARI 2011 – 2019 ADALAH = INDUSTRI

25 PENUMBUHAN POPULASI INDUSTRI
1. Hilirisasi Hasil Pertanian Utamanya Karet, Minyak Sawit, Kakao, Rempah-rempah. 2. Hilirisasi Bahan Tambang / Galian Aluminium, Besi, Nikel, dan Tembaga, Gibs, Semen, Silika, dll. 3. Industri Pemasok Intermediate Goods (Pendalaman Struktur) Tekstil, Alat Angkut, Elektronik, Makanan dan Minuman, Mesin dan Perkakas 4. Integrasi ke Global Production Network Subsidiary, Contract Manufacturing, Independent Supplier 5. Pembinaan IKM sebagai basis Penumbuhan IBS Integrasi ke OEM sebagai pemasok intermediate goods Memasok kebutuhan barang konsumsi bernilai tambah tinggi

26 PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
3 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENCIPTA NILAI TAMBAH Bahan Baku / Komponen Barang Jadi / Setengah Jadi Proses Produksi MEMBANGUN INDUSTRI DGN KANDUNGAN TEKNOLOGI YG LEBIH TINGGI 2 FAKTOR INPUT (Tenaga Kerja, Kapital) Scrap / Waste MENINGKATKAN EFISIENSI TEKNIS DENGAN: Revitalisasi permesinan industri Peningkatan keterampilan tenaga kerja Optimalisasi economic of scope  aglomerasi  klaster industri 1

27 PEMERINTAH DITUNTUT BERPERAN AKTIF
EFISIENSI TEKNIKAL Revitalisasi Permesinan Indusri Pembaharuan mesin produksi sehingga lebih efisien dengan kualitas produk lebih tinggi (mengurangi waste) Mendorong penerapan best practice dalam mengelola usaha industri Peningkatan Keterampilan Naker Fasilitasi pengem-bangan ketrampil-an naker saat “entry” Fasilitasi pening-katan keteram-pilan bagi yang sudah bekerja (long life learning) Standard kompe-tensi naker Pemanfaatan Economic of Scope Fasilitasi terjadi-nya aglomerasi Pembinaan terba-ngunnya klaster industri Mendorong dan memfasilitasi transaski antar perusahaan domestik PEMERINTAH DITUNTUT BERPERAN AKTIF

28 INDUSTRI MENURUT KANDUNGAN TEKNOLOGI Statistik Industri Tahun 2010
PERUSAHAAN (UNIT) TENAGA KERJA (ORANG) NILAI TAMBAH (RP. MILYAR) 1 Low Technology 16.207 2 Medium Low Technology 4.629 3 Medium High Technology 1.952 4 High Technology 557 61.551 JUMLAH 23.345 PROGRAM KERJA Mendorong tumbuhnya industri berteknologi tinggi  Optimalisasi Pelaksanaan Perpres 28 / 2008 Mendorong Kewirausahaan Berbasis Teknologi  Perguruan Tinggi

29 RANTAI PENCIPTAAN NILAI TAMBAH
NILAI PRODUK YANG DITETAPKAN PADA SETIAP MATA RANTAI Design and NPD Manufacturing Marketing and Sales Disposal and Recycling 70 % 20% 10% Not Significant HAMPIR SEMUA INDUSTRI NASIONAL Memaksimalkan penguasaan teknologi produksi, sehingga kesempatan 20% untuk menentukan nilai barang dapat secara optimal dimanfaatkan. Mendorong industri nasional melakukan pengembangan produk baru (New Product Development, NPD) Pembangunan pusat-pusat disain produk Inovasi / adopsi teknologi untuk mendukung pengembangan produk baru

30 UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN

31 TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
SKEMA UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN A TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Instrumen Pendukung Komite Industri Nasional Peran Serta Masyarakat Pengawasan dan Pengendalian, Sanksi Instrumen Pendukung Perizinan Penanaman Modal Bidang Industri Fasilitas Industri Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Bidang Perindustrian Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Kebijakan Industri Nasional Rencana Kerja Pembangunan Industri Pembangunan Sumber Daya Industri Pembangunan SDM Pemanfaatan SDA Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi Penyediaan Sumber Pembiayaan Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri Standardisasi Industri Infrastruktur Industri Sistem Informasi Industri Nasional Perwilayahan Industri Pemberdayaan Industri IKM Industri Hijau Industri Strategis P3DN Kerja Sama Internasional di Bidang Industri Tindakan Pengamanan dan Penyelamatan Industri Tindakan Pengamanan Industri Tindakan Penyelamatan Industri

32 KETENTUAN POKOK YANG DIATUR DALAM UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN
B Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Perindustrian (Pasal 5-7) Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional ( III) Kebijakan Industri Nasional ( IV) Industri Strategis (Pasal 84) Pemanfaatan Sumber Daya Alam (Pasal 84) Pembangunan Sumber Daya Manusia (Pasal 16-29) Infrastruktur Industri (Pasal 62) Standardisasi Industri (Pasal 50-61) Tindakan Pengamanan Industri (Pasal 96-99) Fasilitas Industri (Pasal )

33 TENTANG PERINDUSTRIAN
AMANAT PERATURAN PERUNDANGAN DALAM UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN C UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN 1 RUU 16 RPP 5 RPerpres 12 RPermenperin RPP RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL

34 RUU Pembentukan Lembaga Pembiayaan Pembangunan Industri
Kewenangan Pengaturan Yang Bersifat Teknis Untuk Bidang Industri Tertentu Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Perwilayahan Industri dan Kawasan Industri Sumber Daya Manusia Industri Sumber Daya Alam Untuk Industri Dalam Negeri Penjaminan Risiko atas Pemanfaatan Teknologi Industri Standardisasi Industri Sistem Informasi Industri Nasional Bentuk Fasilitas dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Nonfiskal; Penguatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas kepada Industri Kecil dan Menengah Industri Strategis Industri Hijau Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Kerjasama Internasional di Bidang Industri Tindakan Pengamanan dan Penyelamatan Industri Dalam Negeri Perizinan Industri anan dan Penyelamatan Industri Dalam Negeri 16 Rancangan Peraturan Pemerintah

35 12 Rancangan Peraturan Menteri
Kebijakan Industri Nasional Pengadaan Teknologi Industri Melalui Proyek Putar Kunci Penetapan Kondisi Dalam Rangka Penyelamatan Perekonomian Nasional dan Penetapan Tindakan Pengamanan Industri Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komite Industri Nasional Industri yang Memiliki Keunikan dan Merupakan Warisan Budaya Bangsa Hanya Dapat Dimiliki oleh WNI serta Industri Menengah Tertentu Dicadangkan untuk Dimiliki oleh WNI 5 RPerpres Rencana Kerja Pembangunan Industri Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Pembangunan Wirausaha Industri, Pembina Industri Dan Penyediaan Konsultan Industri Perusahaan Industri Tertentu Dan Perusahaan Kawasan Industri Yang Wajib Melakukan Manajemen Energi Dan Manajemen Air Pengadaan Teknologi Industri Melalui Penelitian Dan Pengembangan, Kontrak Penelitian Dan Pengembangan, Usaha Bersama, Pengalihan Hak Melalui Lisensi, Dan/Atau Akuisisi Teknologi Serta Audit Teknologi Industri Penetapan Kondisi Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Industri Dalam Negeri Dan/Atau Pembangunan Industri Pionir Tata Cara Memperoleh Sertifikat Industri Hijau Ketentuan Dan Tata Cara Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri Penetapan Tindakan Pengamanan Berupa Nontarif Kriteria Industri Kecil, Industri Menengah Dan Industri Besar Standar Kawasan Industri Dan Pengecualian Terhadap Kewajiban Berlokasi Di Kawasan Industri Peran Serta Masyarakat Dalam Pembangunan Industri Tata Cara Pengawasan Dan Pengendalian Usaha Industri Dan Usaha Kawasan Industri 12 Rancangan Peraturan Menteri

36 DRAFT RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL

37 A RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL (RIPIN) KIN RPJPN RIPIN
RIPIN paling sedikit memper­hatikan: potensi sumber daya Industri; budaya Industri dan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat; potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah; perkembangan Industri dan bisnis baik nasional maupun internasional; perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional; Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota UU 17 TAHUN 2007 UU 3 TAHUN 2014 TTG PERINDUSTRIAN PP RPJPN RIPIN 20 Thn Arah Pembangunan Industri: Industri yang berdaya saing Keterkaitan dengan pengembangan IKM Struktur Industri yang sehat dan berkeadilan Mendorong perkembangan ekonomi di luar Pulau Jawa RIPIN paling sedikit meliputi: visi, misi, dan strategi pembangunan Industri; sasaran dan tahapan capaian pembangunan Industri; bangun Industri nasional; pembangunan sumber daya Industri; pembangunan sarana dan prasarana Industri; pemberdayaan Industri; dan perwilayahan Industri. PERPRES PERDA PERPRES RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI PROPINSI RPJMN KIN 5 Thn RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KAB/KOTA PERPRES PERMEN KIN paling sedikit meliputi: sasaran pembangunan Industri; fokus pengembangan Industri; tahapan capaian pembangunan Industri; pengembangan sumber daya Industri; pengembangan sarana dan prasarana; pengembangan perwilayahan Industri; fasilitasi dan kemudahan. RENJA PEMBANGUNAN INDUSTRI RKP 1 Thn

38 1. VISI, MISI, DAN STRATEGI PEMBANGUNAN INDUSTRI
Visi Pembangunan Industri Nasional Misi Pembangunan Industri Nasional Menjadi Negara Industri Tangguh yang bercirikan: Struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat dan berkeadilan Industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global Industri yang berbasis inovasi dan teknologi Meningkatkan daya saing internasional; Memperkuat, memperdalam, dan menyehatkan struktur industri; Memenuhi kebutuhan dalam negeri dan substitusi impor; Meningkatkan nilai tambah di dalam negeri melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan; Membangun iklim usaha industri yang kondusif; Mempercepat pengembangan wilayah dan memperkokoh konektivitas ekonomi nasional. Meningkatkan kuantitas dan kualitas penyerapan tenaga kerja; Meningkatkan kemampuan riset untuk pengembangan dan inovasi serta mendorong aplikasi teknologi; Menciptakan wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan budaya masyarakat serta menjaga keutuhan NKRI. Strategi Pembangunan Industri Nasional Meningkatkan nilai tambah sumber daya alam sepanjang rantai nilai yang berkelanjutan di dalam negeri Memperkuat struktur industri nasional Mengembangkan dan mengadopsi teknologi industri, inovasi dan kreativitas Memperkokoh faktor – faktor pendukung sektor industri Menumbuhkan Industri di seluruh wilayah Indonesia Memperkuat kemampuan dan peran Industri Kecil dan Menengah Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri (P3DN)

39 2. SASARAN DAN TAHAPAN CAPAIAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Sasaran Jangka Panjang Sasaran Jangka Menengah Industri manufaktur telah mencapai taraf industri kelas dunia, yang didukung oleh sumber daya produktif, daya kreatif serta kemampuan kompetensi inti industri daerah; Seimbangnya sumbangan IKM terhadap PDB dibandingkan sumbangan industri besar; Kuatnya jaringan kerjasama (networking) antara IKM dan industri besar, serta industri di dunia Tersedianya bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi dan komponen yang diproduksi di dalam negeri. Semakin kuatnya keterkaitan antara sektor industri dengan sektor ekonomi lainnya. Semakin kokohnya struktur industri di dalam negeri. Semakin beragamnya jenis produk industri yang diekspor. Semakin menyebarnya industri keluar Pulau Jawa. Semakin meningkatnya kontribusi industri kecil dan menengah terhadap PDB sektor industri Meningkatnya kemampuan sektor industri untuk menyediakan lapangan kerja baru

40 3. BANGUN INDUSTRI NASIONAL

41 Industri Andalan Tahun 2015 - 2035 :
Definisi : industri prioritas yang akan berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian di masa yang akan datang. Industri-industri tersebut tidak hanya mengandalkan sumber daya alam sebagai keunggulan komparatif tetapi lebih banyak menggunakan sumber daya manusia berpengetahuan dan terampil, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai keunggulan kompetitif. Industri Andalan Tahun : Industri Pangan Industri Farmasi dan Kosmetik Industri Tekstil, Alas Kaki dan Household Industri Alat Transportasi Industri Elektronika & Telematika Industri Pembangkit Energi

42 INDUSTRI ANDALAN Industri Pangan Industri Farmasi dan Kosmetik
Industri Alat Transportasi Industri Kendaraan bermotor roda 2, Industri Kendaraan bermotor roda 4, kapal nelayan, kereta api, roket peluncur Industri pengolahan ikan Industri pengolahan susu Industri pengolahan minyak nabati Industri pengolahan buah-buahan dan sayuran Industri Minuman. Industri tepung. Industri gula berbasis tebu. Industri Bahan Penyegar, meliputi Industri Pengolahan Kakao, dan Industri Pengolahan Kopi Industri pakan. Industri Oleofood, Oleokimia dan Kemurgi Industri pengolahan hasil hutan dan perkebunan, meliputi : Industri pengolahan kayu, Industri pengolahan rotan, Industri furnitur, Industri pulp dan kertas, Produk-produk obat-obatan dan kosmetik. Industri Tekstil, Alas Kaki dan household Serat sintetis Industri benang dan kain, Produk tekstil/garmen, produk alas kaki, serta produk plastik dan karet untuk keperluan rumah tangga Industri Pembangkit Energi Industri Elektronika dan Telematika industri Pembangkit Listrik Sel Surya, Industri Biodiesel, Industri Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, Industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap/Batubara, serta Industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap/Gas Alat elektronika rumah tangga dan perkantoran; Alat transmisi telekomunikasi darat; Alat receiver telekomunikasi; Konten telematika;

43 Industri bahan penolong dan aksesories
INDUSTRI PENDUKUNG Definisi : Industri yang akan berperan sebagai faktor pemungkin bagi pengembangan industri andalan secara integratif dan komprehensif. Industri barang modal Industri komponen Industri bahan penolong dan aksesories Mesin perkakas untuk pengerjaan logam; Mesin Tekstil; Mesin untuk pengerjaan pangan, kosmetika, dan farmasi; Mesin-mesin untuk pertambangan, penggalian dan konstruksi; Alat material handling (pengangkat dan pemindah); Perangkat pembantu (jig, fixture, mould, dies & tools); Komponen untuk otomasi (mekatronika), Komponen elektronika; Komponen mikro elektronika; Komponen solar cell Komponen dan perlengkapan KBM roda 2 dan roda 4; Komponen Kapal, dan Komponen pesawat Packaging (basis karton). Zat Additive. Dye stuff. Packaging (basis plastik). katalis.

44 Industri hulu mineral tambang Industri hulu migas dan batubara
Definisi : industri dasar yang menghasilkan bahan baku yang digunakan untuk kegiatan industri lainnya baik industri andalan maupun industri pendukung. Industri hulu agro Industri hulu mineral tambang Industri hulu migas dan batubara industri tepung dan industri pulp dan kertas; Industri Pengolahan dan Pemurnian Besi Baja dasar Industri Pengolahan dan Pemurnian Bukan Besi Industri Pembentukan Logam (Metal Forming) Industri Logam untuk industri strategis Industri Petrokimia Hulu , Industri Kimia Organik , Industri Resin Sintetik dan Bahan Plastik , Industri Karet Sintetik, dan Industri Serat Tekstil.

45 MODAL DASAR DAN PRASYARAT
Pembangunan industri prioritas memanfaatkan modal dasar yang dimiliki oleh Indonesia berupa: Sumber daya alam yang diolah dan dimanfaatkan secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan Sumber daya manusia yang memiliki kompetensi kerja di bidang Industri Pengembangan, penguasaan, dan pemanfaatan Teknologi Industri, kreativitas serta inovasi Pembangunan industri prioritas perlu didukung oleh prasyarat yang meliputi : Penyediaan infrastruktur industri di dalam dan/atau di luar kawasan peruntukan Industri, Penetapan kebijakan dan regulasi yang mendukung iklim usaha yang kondusif bagi sektor industri Penyediaan alokasi dan kemudahan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan Industri nasional

46 PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS
Kelompok industri prioritas Berbasis Mineral Hasil Tambang No Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) Jenis Produk 2035 1 Industri Pengolahan dan Pemurnian Besi Baja dasar Iron ore pellet dari bijih/pasir besi dalam negeri, besi spons, pig iron, slab, billet, bloom, long product (baja polos, ulir, baja profil) dan flat product (baja lembaran) dan baja paduan rendah (low alloy steel) Besi spons, pig iron, baja paduan rendah (low alloy steel), baja paduan tinggi (high alloy steel), seperti baja tahan aus, baja tahan panas dan baja tahan korosi 2 Industri Pengolahan dan Pemurnian Bukan Besi Aluminium: alumina, aluminium alloy berbentuk ingot/ billet/ slab untuk diolah menjadi peralatan rumah tangga, pengepakan, komponen, kabel listrik dan produk ekstrusi untuk struktural Nikel: Nikel Pig Iron, ferronikel, nikel matte, stainless steel Tembaga: katoda tembaga, tembaga untuk transmisi daya dan transportasi Aluminium: aluminium alloy berbentuk ingot/billet/slab untuk diolah menjadi peralatan rumah tangga, pengepakan, komponen, kabel listrik dan produk ekstrusi untuk struktural Nikel: nikel murni, stainless steel (baja tahan karat) serta heat resitant steel (baja tahan panas) Tembaga: produk tembaga untuk industri minyak & gas, transmisi daya, transportasi, dan pertahanan. 3 Industri Hilir Pengolahan Logam Produk pengecoran (casting) besi/baja dan paduannya Produk pengecoran (casting) logam bukan besi/baja dan paduannya: logam berbasis aluminium, tembaga, dan nikel Produk ekstrusi (extrusion) besi baja dan bukan besi baja serta paduannya: produk penempaan (forging), produk penarikan (wire drawing), produk penggilingan (rolling) Produksi besi/baja dan bukan besi/baja untuk mendukung industri minyak dan gas, telekomunikasi, dan energi 4 Industri Logam untuk industri strategis Bahan baku untuk industri perkapalan dan kereta api Bahan baku untuk industri perkapalan, kereta api, dirgantara dan hankam 5 Industri Pengolahan Logam Jarang (Rare Metal) dan PGM - Au, Ag, Rh, Pd, Te, Ru, Re, As, Pt, Is, Ti, Zr, dan lain-lain

47 PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS
Kelompok industri prioritas Berbasis Migas dan Batubara No Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) Jenis Produk 2035 1 Industri Petrokimia Hulu Etilena,Propilena,Butadiene, P-Xylena, Metanol, Ammonia, Benzena, Toluena, Asam formiat Etilena,Propilena,Butadiene, P-Xylena, Metanol, Ammonia, Benzena, Toluena, Asam formiat (Peningkatan kapasitas dan kualitas) 2 Industri Kimia Organik Kaprolaktam, semen, Kaolin, pasir silika Carbon black, Metil Metakrilat, Asam Tereftalat, Asam Asetat Kaprolaktam, semen, Kaolin, pasir silika Carbon black, Metil Metakrilat, Asam Tereftalat, Asam Asetat (Peningkatan kapasitas dan kualitas) 3 Industri Pupuk pupuk tunggal (basis nitrogen), pupuk tunggal (basis fosfat), pupuk tunggal (basis kalium), Pupuk Majemuk Pupuk tunggal (basis fosfat), pupuk tunggal (basis kalium), Pupuk Majemuk (Peningkatan kapasitas) 4 Industri Garam Garam industri dan garam konsumsi 5 Industri Semen Semen 6 Industri Resin Sintetik Dan Bahan Plastik LDPE, HDPE, PP, Nilon, PET, Akrilik LDPE, HDPE, PP, Nilon, PET, Akrilik (Peningkatan kapasitas dan pembangunan pabrik baru) 7 Industri Karet Sintetik BR, SBR, IR, ABR BR, SBR, IR, ABR (Peningkatan kapasitas) 8 Industri Serat Tekstil Serat Nilon, serat poliester, Serat Akrilik dan rayon Serat Nilon, serat poliester, Serat Akrilik (Peningkatan kapasitas dan kualitas serta pembangunan baru) 9 Industri Kimia Penunjang Industri Unggulan Propelan, Bahan peledak, Packaging (basis karton dan plastik), Zat Additive, zat pewarna tekstil (Dye stuff), katalis 10 Industri Plastik, Pengolahan Karet dan barang dari karet Plastik : Barang-barang plastik, Produk plastik rumah tangga, Pengolahan karet : Ban pnumatic, Ban luar dan ban dalam, Barang-barang karet engineering, dan barang dari karet untuk keperluan rumah tangga Engineering Plastics,Engineering Rubber, Produk plastik dan karet untuk kesehatan, elektrik, elektronik dan permesinan, Produk plastik dan karet ‘advance material’ 11 Industri Farmasi Dan Obat-Obatan Produk Farmasi, Produk Kosmetik Produk Farmasi, Produk Kosmetik (Peningkatan kapasitas, kualitas dan keanekaragaman)

48 PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS
Kelompok industri prioritas berbasis agro No Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) Jenis Produk 2035 1 Industri Pangan, meliputi: Industri pengolahan ikan Industri pengolahan susu, Industri pengolahan minyak nabati, Industri pengolahan buah-buahan dan sayuran, Industri Minuman Industri tepung Industri gula berbasis tebu Manisan buah & sayuran, Buah & sayuran dalam kaleng, sari buah & sayuran Minyak kasar (minyak makan) dari nabati (non sawit) dan hewani, VCO, kelapa parut kering, tepung/cairan santan. Ikan awet (beku, asap, kering), ikan olahan (fillet, bakso, surimi), aneka olahan ikan dan hasil laut Susu bubuk (formula, makanan bayi), susu cair (pasteurisasi, UHT dan kental, yogurt), keju, ice cream, confectionary, Minuman ringan, AMDK Pati ubi kayu, Pati lainnya, Gula pasir, Gula dan pemanis lainnya Manisan buah & sayuran, Buah & sayuran dalam kaleng, sari buah & sayuran, healthy foods Minyak makan, VCO, oleokimia (fatty acids, fatty alcohols), minyak ikan (cairan, konsentrat, tepung), dan pangan fungsional Ikan awet (beku, asap, kering), ikan olahan (fillet, bakso, surimi), aneka olahan ikan, dan pangan fungsional Susu bubuk (formula, makanan bayi), susu cair (pasteurisasi, UHT dan kental, yogurt), keju, ice cream, confectionary, pangan fungsional, Minuman ringan, AMDK, minuman kesehatan Pati ubi kayu, Pati lainnya, modified starch (dextrin, cyclodextrin), bioplastik, biofuel Gula pasir, Gula dan pemanis lainnya, bioetanol 2 Industri Bahan Penyegar, meliputi: Industri Pengolahan Kakao Industri Pengolahan Kopi Bubuk Coklat, Makanan dari coklat, Lemak coklat Minuman kopi dalam kemasan, kopi bubuk Bubuk Coklat, Makanan dari coklat, Lemak coklat, pangan fungsional, produk kosmetik Minuman kopi dalam kemasan, kopi bubuk, produk farmasi berbasis caffein 3 Industri pakan Ransum pakan ternak/ ikan Ransum pakan ternak/ ikan,

49 PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS
Kelompok industri prioritas berbasis agro (lanjutan) No Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) Jenis Produk 2035 4 Industri Oleofood, Oleokimia dan Kemurgi, meliputi: Industri Oleofood Industri Oleokimia Industri Kemurgi Industri Oleofood (Minyak Goreng Kelapa Sawit, Pengemasan Sederhana Minyak Goreng, Margarine dan Shortening, specialty Fat dan Confectionary, Farmasi dan Vitamin a.l. Betacarotene/Vit A, Tocopherol/ Vit E, Tocotrienol, MCT/ Medium Chain Triglyceride Industri Oleokimia (Fatty Acid, Fatty Alcohol, Fatty Nitrogene, Methyl Ester, Biolube, Bioplastic, Biosurfactant, dsb Glycerine based chemical) Industri Kemurgi (Biodiesel dari minyak sawit/ FAME (Fatty Acid Methyl Ester), Bioethanol Anhidrat FGE (Fuel Grade Ethanol), Bioavtur (Bio jet fuel) dan POME (Palm Oil Mill Effluent) processing 5 Industri pengolahan hasil hutan dan perkebunan, meliputi : Industri pengolahan kayu, rotan dan furniture Industri pulp dan kertas Kayu lapis, Kerajinan, ukir-ukiran dari kayu Kerajinan dari rotan Furniture Bubur kertas (pulp), dan barang kertas. Kayu lapis, Kerajinan ukir-ukiran dari kayu, energi biomassa; Furniture; Bubur kertas dan barang kertas, bioetanol, pemanis buatan (sweetener), nano-cellulose derivatives, bio-based fiber & polymers (carbon fiber, vicous), new generation of biobased composit

50 PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS
Kelompok industri prioritas berbasis SDM dan Teknologi No Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) Jenis Produk 2035 1 Industri Mesin – Permesinan Mesin perkakas untuk pengerjaan kayu; Mesin perkakas untuk pengerjaan logam; Mesin Tekstil; Mesin untuk pengerjaan pangan, kosmetika, dan farmasi; Mesin-mesin untuk pertambangan, penggalian dan konstruksi; Mesin injeksi plastik; Alat material handling (pengangkat dan pemindah); Perangkat pembantu (jig, fixture, mould, dies & tools); Komponen dan suku cadang penggerak mula; Komponen transmisi mekanik dan hidrolik; Komponen untuk otomasi (mekatronika). Alat material handling cerdas (AGV, ASRS); Mesin perkakas logam presisi; Perangkat pembantu presisi tinggi (jig, fixture, mould, dies & tools); Komponen transmisi mekanik dan hidrolik presisi (mikro-nano); Komponen untuk otomasi presisi (mekatronika); Mesin Tekstil. 2 Industri Tekstil dan Produk Tekstil Serat sintetis; Benang dan kain; Produk tekstil/garmen (termasuk rajut); Produk tekstil khusus untuk rumah tangga, medikal, otomotif dan lain-lain Produk tekstil khusus (High Tech Textile), Produk tekstil/garmen. 3 Industri Alat Uji dan Kedokteran Alat ukur mekanik; Alat ukur elektrik dan elektronik; Alat kedokteran; Alat kesehatan/olah raga; Kamera cinematografi, proyektor dan perlengkapannya Alat ukur presisi; Alat laboratorium; Alat kesehatan (termasuk untuk keperluan militer/darurat)

51 PENTAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS
Kelompok industri prioritas berbasis SDM dan Teknologi No Kelompok Jenis Industri (KBLI/ISIC) Jenis Produk 2035 4 Industri Alat Transportasi Kendaraan bermotor roda 2; Kendaraan bermotor roda 4; Komponen dan perlengkapan KBM roda 2 dan roda 4; Kereta Api; Kapal nelayan; Kapal laut besar (long distance); Komponen kapal; Pesawat terbang; Komponen pesawat; Roket peluncur. Kendaraan bermotor BBG, Hybrid, fuelcell; Kereta listrik; Kapal laut dan kapal selam; Pesawat terbang (termasuk untuk keperluan pertahanan) Roket peluncur 5 Industri Kulit dan Alas Kaki Produk kulit pakaian; Produk kulit accesories (tas dll); Alas kaki; Produk kulit kebutuhan khusus (otomotif dll). Produk kulit khusus (otomotif, industri) 6 Industri Alat Kelistrikan Motor listrik; Turbin; Generator: Battery basah & kering; Transformator; Kabel konduktor (paduan tembaga). Motor listrik daya besar efisien; Motor listrik mikro-nano; Solar cell; Green battery; Konduktor arus mikro (micro ampere). 7 Industri Elektronika dan Telematika HP dan laptop Alat elektronika rumah tangga; Alat elektronika perkantoran; Alat transmisi telekomunikasi darat; Alat receiver telekomunikasi; Konten telematika; Komponen elektronika; Komponen mikro elektronika; Komponen solar cell Alat elektronika rumah tangga smart; Alat elektronika perkantoran smart; Satelit; Alat receiver telekomunikasi smart; Komponen elektronika Mikro dan Nano elektronika; Komponen & sistem solar cell terintegrasi; Alat elektronika pertahanan.

52 MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN
KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No Kelompok Jenis Industri Jenis Produk Rencana Aksi Kebijakan Operasional 1 Industri Pangan Industri pengolahan ikan (Ikan awet (beku, asap, kering), ikan olahan (fillet, bakso, surimi), aneka olahan ikan dan hasil laut ) Industri pengolahan susu (Susu bubuk (formula, makanan bayi), susu cair (pasteurisasi, UHT dan kental, yogurt), keju, ice cream, confectionary, Industri pengolahan minyak nabati (Minyak kasar (minyak makan) dari nabati (non sawit) dan hewani, VCO, kelapa parut kering, tepung/cairan santan.) Industri pengolahan buah-buahan dan sayuran (Manisan buah & sayuran, Buah & sayuran dalam kaleng, sari buah & sayuran ) Industri Minuman (Minuman ringan, AMDK) Industri tepung (Pati ubi kayu, Pati lainnya) Industri gula berbasis tebu (Gula pasir, Gula dan pemanis lainnya) Menjamin ketersediaan bahan baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) melalui koordinasi dengan instansi terkait dan kemitraan serta integrasi antara sisi hulu dan sisi hilir. Meningkatkan perbaikan proses pengolahan melalui penerapan CPPOB dan HACCP, serta bantuan mesin/peralatan pengolahan produk pangan; Meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk melalui sertifikasi Halal, SNI, serta peningkatan kemampuan dan kualifikasi laboratorium uji mutu; Meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi proses dan rekayasa produk industri pangan melalui penelitian dan pengembangan yang terintegrasi Meningkatkan kerjasama industri internasional (teknologi dan investasi). Mengembangkan sentra industri pengolahan kelapa terpadu. Meningkatkan pemanfaatan tepung sebagai bahan baku produk makanan berbasis tepung non gandum. Mempercepat penyediaan lahan untuk ekstensifikasi lahan perkebunan tebu dan pembangunan PG baru. Promosi dan perluasan pasar produk industri pangan Penyediaan insentif fiskal (Tax Allowance) Pengenaan Bea Keluar dalam rangka penjaminan ketersediaan bahan baku. Pemberian insentif PPN Ditanggung Pemerintah untuk produk antara (intermediate goods) tepung non gandum produksi dalam negeri. Penggabungan pabrik gula yang berkapasitas kecil (tidak masuk skala keekonomian). Pengaturan tata niaga impor gula melalui pemberlakuan Importir Produsen, dan penetapan gula sebagai produk yang masuk kategori High Sensitive List (HSL) Pengaturan investasi PG Baru yang terintegrasi dengan perkebunan tebu Penjaminan resiko atas pemanfaatan teknologi industri Pemberlakuan HPP gula Menerapkan prinsip-prinsip industri hijau Meningkatkan kualitas dan kapasitas sistem logistik

53 MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN
KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No Kelompok Jenis Industri Jenis Produk Rencana Aksi Kebijakan Operasional 2 Industri Bahan Penyegar Industri Pengolahan Kakao (Bubuk Coklat, Makanan dari coklat, Lemak coklat) Industri Pengolahan Kopi (Minuman kopi dalam kemasan, kopi bubuk) Menjamin ketersediaan bahan baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) melalui koordinasi dengan instansi terkait dan kemitraan serta integrasi antara sisi hulu dan sisi hilir. Meningkatkan mutu biji kakao melalui fermentasi Meningkatkan perbaikan proses pengolahan melalui penerapan CPPOB dan HACCP, serta bantuan mesin/peralatan pengolahan produk pangan; Meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk melalui sertifikasi Halal, SNI, serta peningkatan kemampuan dan kualifikasi laboratorium uji mutu; Menyiapkan SDM yang berkompeten di bidang industri bahan penyegar (cupper, roaster, barista) Meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi proses dan rekayasa produk industri bahan penyegar melalui penelitian dan pengembangan yang terintegrasi Meningkatkan kerjasama industri internasional (teknologi dan investasi). Promosi dan perluasan pasar produk industri kopi dan kakao di dalam dan luar negeri. Pencabutan PP No 2/1996 dan Kepmenperindag No 11/1996 Penyediaan insentif fiskal (Tax Allowance) Pengenaan Bea Keluar untuk biji kakao dalam rangka penjaminan ketersediaan bahan baku. Penjaminan resiko atas pemanfaatan teknologi industri Meningkatkan kualitas dan kapasitas sistem logistik Pemberlakuan SNI wajib untuk produk kopi

54 MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN
KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No Kelompok Jenis Industri Jenis Produk Rencana Aksi Kebijakan Operasional 3 Industri pakan Ransum pakan ternak/ ikan Menjamin ketersediaan (kuantitas, kualitas dan kontinuitas) pasokan bahan baku industri pakan Meningkatkan mutu dan standard produk industri pakan Menerapkan SNI wajib ransum pakan ternak Meningkatkan kapasitas dan kualifikasi laboratorium pengujian dan standarisasi mutu produk Meningkatkan kegiatan R&D, promosi dan adopsi teknologi untuk peningkatan mutu produk Meningkatkan kualitas dan kapasitas sistem logistik Melakukan sinergi dengan instansi terkait tentang kebutuhan dan penyediaan bahan baku industri, energi dan sumberdaya industri lainnya, termasuk ketersediaan lahan dan infrastruktur pendukungnya. Pengaturan tata niaga impor melalui pemberlakuan Importir Produsen dan Importir Terdaftar Penerapan prinsip-prinsip industri hijau

55 MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN
KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No Kelompok Jenis Industri Jenis Produk Rencana Aksi Kebijakan Operasional 4 Industri Oleofood, Oleokimia dan Kemurgi, Industri Oleofood (Minyak Goreng Kelapa Sawit, Pengemasan Sederhana Minyak Goreng, Margarine dan Shortening, specialty Fat dan Confectionary, Farmasi dan Vitamin a.l. Betacarotene/Vit A, Tocopherol/ Vit E, Tocotrienol, MCT/ Medium Chain Triglyceride Industri Oleokimia (Fatty Acid, Fatty Alcohol, Fatty Nitrogene, Methyl Ester, Biolube, Bioplastic, Biosurfactant, dsb Glycerine based chemical) Industri Kemurgi (Biodiesel dari minyak sawit/ FAME (Fatty Acid Methyl Ester), Bioethanol Anhidrat FGE (Fuel Grade Ethanol), Bioavtur (Bio jet fuel) dan POME (Palm Oil Mill Effluent) processing  Penjaminan ketersediaan (kuantitas, kualitas dan kontinuitas) pasokan bahan baku industri. Meningkatkan kapasitas produksi industri oleofood (minyak goreng sawit, margarine, specialty fat dan confectionary), oleokimia, biodiesel dan bioethanol. Memberikan bimbingan teknis pengemasan kepada IKM dalam rangka penerapan kebijakan wajib substitusi minyak goreng curah dengan minyak goreng kemasan sederhana. Penyusunan dan penerapan SNI untuk bioavtur. Meningkatkan produksi minyak goreng ber-SNI (terfortifikasi Vit. A) dalam kemasan bermerk dan/ atau kemasan sederhana Koordinasi penanganan issue anti dumping dan anti negative campaign produk hilir minyak sawit di Fora Internasional. Mengusulkan proposal kerjasama Riset Teknik Indonesia – Korea (IKCEPA) Membangun fasilitas fisik tangki timbun curah cair CPO dan produk tutunannya di KIPI (Kawasan Industri & Pelabuhan Internasional) Maloy Kalimantan Timur. Insentif fiskal (Tax Allowance, Tax holiday). Pemberlakukan SNI Minyak Goreng Sawit secara Wajib (SNI 7709:2012) Revisi PMK No 75/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tariff bea keluar, untuk menambahkan nomor HS dan deskripsi barang. MoU Indonesia-Korea dan Indonesia-Uni Eropa tentang kerjasama riset teknik dan promosi investasi Menetapkan Harga Patokan Ekspor (HPE) dan Harga Indeks Pasar (HIP) untuk produk biodiesel. Promosi Investasi di dalam dan luar negeri. Penerbitan Penjelasan dan Justifikasi Teknis untuk keperluan Fasilitas perpajakan.

56 MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN
KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No Kelompok Jenis Industri Jenis Produk Rencana Aksi Kebijakan Operasional Fasilitasi dan koordinasi pembangunan IHKS Gelombang II (second wave) di provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Papua Meningkatkan kemampuan investasi industri biodiesel dan bioetanol yang lebih ramah lingkungan Melakukan pembinaan standarisasi produk biofuel (biodiesel, bioethanol, bioavtur). Menyusun kebijakan teknis terkait kewajiban penggunaan Biodiesel 20% (B-20) untuk sector transportasi, industri, dan pembangkit listrik. Advokasi tuduhan anti dumping Biodiesel dan issue EU Red di Uni Eropa serta advokasi issue NODA EPA di Amerika Serikat. Memfasilitasi penyelesaian masalah kepabeanan atas ekspor produk oleokimia dan turunannya. Meningkatkan kapastas produksi pengolahan POME (Palm Oil Mill Effluent) terintegrasi dengan Pabrik Kelapa Sawit untuk mengurangi emisi GRK (Gas Rumah Kaca)

57 MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN
KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No Kelompok Jenis Industri Jenis Produk Rencana Aksi Kebijakan Operasional 5 Industri pengolahan hasil hutan dan perkebunan, Industri pengolahan kayu, rotan dan furniture (Kayu lapis, Kerajinan, ukir-ukiran dari kayu dan rotan, Furniture kayu dan rotan) Melakukan pendampingan dan mentoring terhadap IKM dalam rangka mendapatkan sertifikat legalitas kayu (SVLK) Menjamin ketersediaan bahan baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) melalui koordinasi dengan instansi terkait dan kemitraan serta integrasi antara sisi hulu dan sisi hilir. Meningkatkan kemampuan SDM dalam penguasaan teknik produksi dan desain untuk meningkatkan daya saing dan kualitas produk Pembangunan pendidikan kejuruan dan vokasi bidang pengolahan kayu, rotan dan furniture. Penerapan teknologi pemanfaatan bahan baku alternatif dari (kayu sawit, kayu karet, dsb) Fasilitasi pusat desain furniture kayu di Jepara dan furniture rotan di Cirebon Meningkatkan promosi dan perluasan pasar guna mendorong tumbuhnya industri furniture rotan dalam negeri Penyusunan standar kompetensi kerja nasional (SKKNI) bidang industri furniture Memaksimalkan implementasi skema Sistem Resi Gudang (SRG) dalam rangka mengendalikan buffer-stock, harga jual serta kualitas. Kebijakan pelarangan ekspor rotan mentah dan rotan setengah jadi (Permendag No 35/2011) tetap dipertahankan Kebijakan pelarangan ekspor log kayu Kebijakan pemberlakuan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) terhitung 1 Januari 2015 (Permendag No 81/2013). Mempercepat sertifikasi legalitas kayu di sektor hulu (HPH/HTI/Hutan Rakyat dan Industri primer).

58 MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN
KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS BERBASIS AGRO No Kelompok Jenis Industri Jenis Produk Rencana Aksi Kebijakan Operasional 5 Industri pengolahan hasil hutan dan perkebunan, Industri pulp dan kertas (Bubur kertas (pulp), Kertas budaya, kertas berharga, kertas tissue, kertas khusus, kertas bergelombang, papan kertas, kertas lainnya) Pengembangan industri pulp dengan skala besar dan terpadu dengan HTI Menjamin ketersediaan bahan baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) melalui optimalisasi penggunaan kertas bekas lokal. Mendorong penerapan industri hijau pada industri pulp dan kertas Penyusunan dan revisi SNI produk pulp dan kertas serta pengkajian regulasi teknis bagi produk IPK yang menyangkut keselamatan, kesehatan dan keamanan konsumen. Pengembangan sumber energi alternative biomasa dengan memanfaatkan black liquor dan kulit kayu. Insentif fiskal (Tax Holiday) Pencabutan moratorium atau penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut. Pemberlakuan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) secara mandatori bagi produk industri pulp dan kertas secara wajib sejak 1 Januari 2013 sesuai Permendag No. 64/M-DAG/PER/10/2012.

59 REVIEW BASELINE PAGU INDIKATIF TAHUN 2015

60 LATAR BELAKANG Dalam rangka penyusunan dokumen RPJM Nasional maka diperlukan pengaturan dalam penyusunan alokasi anggaran (baseline) untuk setiap program dan kegiatan yang akan dilaksanakan selama periode 2015 – 2019. Pengaturan tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas baseline yang disusun oleh K/L sehingga layak digunakan sebagai acuan dalam penetapan pagu. Untuk menjaga kualitas baseline diperlukan penyesuaian (review) baseline pada setiap tahun sebelum proses penyusunan RKP dilakukan. Pengaturan Review Baseline dilakukan secara komprehensif tidak hanya fokus pada belanja K/L. Namun perlu juga dilakukan untuk belanja Non K/L, Transfer ke Daerah, dan Pengeluaran Pembiayaan.

61 TUJUAN Meningkatkan Kualitas Belanja Melalui Efektifitas dan Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga Penajaman penganggaran berbasis kinerja melalui Perampingan terhadap output kegiatan (pemilahan jenis output) Penyederhanaan proses perencanaan dan penganggaran melalui simplifikasi penghitungan dan pembahasannya.

62 BASELINE Dalam kaitannya dengan baseline, akan dilakukan 2 (dua) kegiatan: Penyusunan Baseline RPJM Nasional Penyusunan Baseline RPJMN adalah proses penyusunan alokasi anggaran RPJMN untuk periode 5 (lima) tahun. Dilakukan pada tahun terakhir RPJMN berjalan; Dilakukan penghitungan secara detail sampai dengan level komponen; Data dasar penyusunan adalah data tahun 2014; Dihasilkan alokasi untuk periode 5 (lima) tahun (2015 – 2019). Review (Penyesuaian) Baseline Tahunan Review Baseline adalah proses penyesuaian alokasi anggaran RPJMN yang dilakukan setiap tahun berjalan. Dilakukan pada tahun berjalan (mulai tahun 2016); Penyesuaian dilakukan pada tingkat output; Dasar penyesuaian (obyek) adalah tahun pertama dari forward estimate; Cara penyesuaian melalui parameter dan non-parameter.

63 PENYUSUNAN BASELINE RPJMN
Penyusunan Baseline RPJM Nasional harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Penetapan kebijakan-kebijakan yang akan berhenti atau dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang, dengan indikator penyelesaian yang jelas. Prinsip penghitungan secara keseluruhan (full costing) sehingga pada saat implementasi kebijakan dapat memenuhi seluruh kebutuhan pendanaannya, yang meliputi identifikasi hal-hal berikut: Rentang waktu program atau kegiatan; Output yang akan dihasilkan oleh kegiatan; Komponen beserta volume dan satuan biayanya untuk tahun awal; Kelompok biaya komponen yaitu Biaya Administrasi Keluaran (BAK) dan Biaya Langsung Keluaran (BLK); Penyesuaian parameter dan non parameter untuk satuan harga di tahun-tahun berikutnya.

64 KERANGKA PENYUSUNAN BASELINE RPJM NASIONAL
TAHUN 2017 TAHUN 2014 TAHUN 2015 TAHUN 2016 TAHUN 2019 TAHUN 2018 HASIL REVIEW BASELINE REVIEW Kebijakan RPJMN Periode Berikutnya Hasil Evaluasi RKA KL 2014 DAN PRAKIRAAN MAJU BASELINE RPJMN Dasar Pertimbangan PROYEKSI

65 KERANGKA BASELINE RPJMN
…..Disiplin fiskal dan dinamika pembangunan……. Resource Envelope Baseline RKP Ruang Gerak Efisiensi dan refocusing Efisiensi dan refocusing Baseline RPJMN 2015 2016 2017 2018 2019 65 65

66 REVIEW (PENYESUAIAN) BASELINE TAHUNAN (RKP)
Penyiapan Data Rekapitulasi Hasil Review Baseline Review Data RKA KL 2014 Penghitungan Tahun 2015 BASELINE RPJMN Program, Kegiatan, Output dan Komponen: Berlanjut Tidak Berlanjut Penyempurnaan Output Identifikasi Komponen dan Kelompok Biaya Komponen Alokasi Program, Kegiatan, Output dan Komponen yang berlanjut dan baru; Volume target pada tingkat output; Program, Kegiatan, Output dan Komponen yang tidak berlanjut Cara penghitungan Biaya Operasional dan Non-Operasional; Dasar penghitungan: Kebijakan dan Hasil Evaluasi; Parameter dan Non Parameter yang digunakan; Satuan Biaya. Penghitungan: Alokasi Program merupakan penjumlahan dari alokasi kegiatan Alokasi Kegiatan merupakan penjumlahan dari alokasi Output Alokasi Output merupakan penjumlahan dari alokasi komponen; Alokasi Komponen merupakan hasil penghitungan Volume Komponen x Harga Satuan x Inflasi Penghitungan Tahun Rentang waktu Program dan Kegiatan; Parameter dan non-parameter yang digunakan; Alokasi Output merupakan hasil proyeksi berdasarkan volume target. Data RKA-K/L 2014 Data TA 2013 Data Dukung Lainnya 1 2 3 4 5

67 POTENSI EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI
Potensi dapat dikenali dengan: Melihat ketidakberlanjutan Program, Kegiatan, Output dan Komponen; Contoh: Pelaksanaan pemilu 2014 (KPU, Bawaslu, Polri) Kegiatan pendukung siklus 5 tahunan (MPR, DPR, DPD, Setneg) Output cadangan (Hasil optimalisasi DPR) Melihat keterkaitan antara komponen dengan output; Komponen pengadaan kendaraan tidak terkait langsung dengan pencapaian output pembinaan teknis jalan dan jembatan Melihat kelayakan nilai suatu alokasi untuk menghasilkan sebuah output atau menjalankan sebuah kegiatan; Alokasi Biaya Administrasi Keluaran (BAK) lebih besar daripada alokasi Biaya Langsung Keluaran (BLK) Melihat output yang dihasilkan apakah merupakan sesuai dengan kewenangan; Adanya tumpang tindih terhadap suatu output yang dihasilkan oleh K/L dengan kewenangan daerah Output yang dihasilkan tidak sesuai dengan tusi K/L

68 PENERAPAN SISTEM INSENTIF
Review baseline menghasilkan: Baseline baru Efisiensi Hasil efisiensi diperoleh dari Program, Kegiatan, Output dan Komponen yang: Berhenti Kurang efisien Hasil efisiensi dikembalikan (tidak dikurangi) ke Pagu K/L untuk: Memenuhi/menambah target kegiatan prioritas (komponen BLK) Insentif diberikan dengan memperhitungkan hasil efisiensi yang dihasilkan Semakin besar efisiensi yang dihasilkan, maka akan semakin besar pula insentif yang diberikan. Penghitungan inentif yang diberikan mengikuti rumus berikut:

69 HASIL REVIEW BASELINE No Program Pagu 2014 Pagu 2015 Total
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perindustrian 2 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perindustrian 3 Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perindustrian 4 Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri Manufaktur 5 Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro 6 Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi 7 Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kecil Menengah 8 Program Pengembangan Perwilayahan Industri 9 Program Kerja Sama Industri Internasional 10 Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri Total

70 BASELINE ANGGARAN DITJEN INDUSTRI AGRO TAHUN 2015
Kode Program/Kegiatan/Output/Komponen Target Tahun 2015 Baseline Anggaran Tahun 2015 (Rp juta) Jumlah Satuan 7 Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro ,7 1833 Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Hasil Hutan dan Perkebunan 43.868,2 003 Standar Nasional Indonesia (SNI) 12 RSNI 1.034,3 004 Partisipasi Dit. IHHP dalam sidang dan pameran di Dalam Negeri (DN) maupun Luar Negeri (LN) 15 Partisi 14.840,7 005 Rumusan Perencanaan, Evaluasi dan Laporan 4 Dokumen 2.142,0 006 Pengembangan industri oloekimia dan kemurgi 2 komoditas 8.816,3 007 Pengembangan Industri Hasil Hutan dan Perkebunan 3 17.035,0 1834 Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Minuman dan Tembakau 53.631,0 004 Rumusan Perencanaan, Evaluasi dan Laporan 2.933,9 005 Berkembangnya Industri Pangan Komoditi 7.927,5 006 Berkembangnya Industri Bahan Penyegar 19.110,0 007 Berkembangnya Industri Minuman Lainnya 10.804,5 008 Standardisasi Standard 5.977,7 009 Partisipasi Dit. Industri MINTEM dalam Kerja Sama dan Pameran di Dalam Negeri dan Luar Negeri 8 Partisipasi 6.877,5 1835 Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan ,0 007 Revitalisasi Permesinan Industri Gula Pabrik Gula ,5 008 Pengembangan Industri Pangan 12.715,5 009 Pengembangan Industri Pakan 1 2.047,5 010 Pengembangan Industri Bahan Penyegar 5.302,5 011 Pengembangan Industri Oleofood 2.520,0 012 Standardisasi 6.982,5 013 Promosi dan Kerjasama pada Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan 3.150,0 014 Rumusan Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan 2.572,5 1836 Penyusunan dan Evaluasi Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro 54.885,5 001 Dokumen Perencanaan, Penganggaran, Monitoring, Evaluasi dan Data 6 8.400,0 002 Rekomendasi Peningkatan Iklim Usaha, Mutu Produk dan Kerjasama industri 17 Rekomendasi 16.980,5 003 Laporan Keuangan dan BMN Laporan 2.887,5 004 Fasilitasi Kepesertaan dan Pelaksanaan Pembinaan Aparatur 112 Orang 997,5 994 Layanan Perkantoran Bulan Layanan 24.108,0 995 Kendaraan Bermotor Unit 283,5 996 Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi 80 808,5 997 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 208 420,0

71 Proporsi Biaya Administrasi Keluaran dan Biaya Langsung Keluaran

72 TERIMA KASIH Biro Perencanaan Kementerian Perindustrian
Gedung Kementerian Perindustrian Lt. 7 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav Jakarta Selatan Telp/Fax : (021) ext 4020, Website :

73 3. PERWILAYAHAN INDUSTRI
Perwilayahan Industri, penetapan wilayah tertentu berdasarkan kriteria perwilayahan industri, meliputi: rencana tata ruang wilayah (mengacu kepada PP 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) pendayagunaan potensi sumber daya wilayah secara nasional (potensi sumber daya alam meliputi sumber daya alam tidak terbarukan (minerba dan migas) dan sumber daya alam terbarukan (pertanian, perkebunan, kelautan dan kehutanan) peningkatan daya saing Industri berlandaskan keunggulan sumber daya yang dimiliki daerah (ketersediaan infrastruktur berupa jalan, pelabuhan, energi, telekomunikasi; lokasi geografis; dan potensi SDM); dan peningkatan nilai tambah sepanjang rantai nilai (keterkaitan hulu-hilir, mengacu kepada definisi “rantai nilai” (value chain) adalah serangkaian urutan kegiatan utama dan kegiatan pendukung yang dilakukan Perusahaan Industri untuk mengubah input (Bahan Baku) menjadi output (barang jadi) yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan/konsumen).

74 3. PERWILAYAHAN INDUSTRI
Perwilayahan Industri dilaksanakan melalui: pengembangan Wilayah pusat pertumbuhan industri (penetapan WPPI mengacu kepada MP3EI yang dapat diperluas ke daerah lain sesuai dengan kriteria perwilayahan industri) pengembangan kawasan peruntukan Industri (penetapan kawasan peruntukan industri mengacu kepada RTRW nasional, propinsi dan kabupaten/kota) pembangunan Kawasan Industri (penetapan kriteria dan lokasi kawasan industri 20 tahun kedepan dengan target sebanyak 100 kawasan industri baru). catatan : Jumlah Kawasan Industri eksisting di Korea (300), Malaysia (287), Thailand (27), Filipina (20) kriteria penetapan kawasan industri : berada di dalam kawasan peruntukan industri berada dekat dengan pelabuhan laut (maksimal 100 km) baik eksisting maupun rencana memiliki potensi sumber daya alam meliputi sumber daya alam tidak terbarukan (minerba dan migas) dan sumber daya alam terbarukan (pertanian, perkebunan, kelautan dan kehutanan) berada di jalur regional propinsi atau kabupaten pengembangan sentra Industri kecil dan Industri menengah (keterkaitan sebagai pemasok industri besar, potensi sumber daya alam, potensi SDM, definisi sentra yang terdiri atas lebih dari satu industri yang sejenis, meliputi sentra eksisting maupun baru).

75 4. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
1. Pembangunan Sumber Daya Manusia Menteri menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaga­kerjaan atas usul Menteri. Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima usulan Menteri. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan tidak ditetapkan, Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dinyatakan berlaku oleh Menteri sampai dengan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaga­kerjaan. Untuk jenis pekerjaan tertentu di bidang Industri, Menteri menetapkan pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia secara wajib.

76 4. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
2. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Pemanfaatan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan wajib dilakukan oleh: Perusahaan Industri pada tahap perancangan produk, perancangan proses produksi, tahap produksi, optimalisasi sisa produk, dan pengelolaan limbah; dan Perusahaan Kawasan Industri pada tahap perancangan, pembangunan, dan pengelolaan Kawasan Industri, termasuk pengelolaan limbah. Dalam rangka peningkatan nilai tambah sumber daya alam, Pemerintah mendorong pengembangan Industri pengolahan di dalam negeri. Dalam rangka peningkatan nilai tambah Industri guna pendalaman dan penguatan struktur Industri dalam negeri, Pemerintah dapat melarang atau membatasi ekspor sumber daya alam. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk Industri dalam negeri.

77 4. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
3. Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam pengembangan, peningkatan penguasaan, dan pengoptimalan pemanfaatan Teknologi Industri. Menteri menetapkan kebijakan pemilihan, pengadaan, dan pemanfaatan Teknologi Industri dengan memperhatikan aspek kemandirian, ketahanan Industri, keamanan, dan pelestarian fungsi lingkungan. Pemerintah dapat melakukan pengadaan Teknologi Industri. Pengadaan Teknologi Industri dilakukan melalui penelitian dan pengembangan, kontrak penelitian dan pengembangan, usaha bersama, pengalihan hak melalui lisensi, dan/atau akuisisi teknologi. Dalam keadaan tertentu, Pemerintah dapat melakukan pengadaan Teknologi Industri melalui proyek putar kunci. Penyedia teknologi dalam proyek putar kunci wajib melakukan alih teknologi kepada pihak domestik Pemerintah melakukan penjaminan risiko atas pemanfaatan Teknologi Industri yang dikembangkan di dalam negeri. Untuk pengendalian pemanfaatan Teknologi Industri, Pemerintah: mengatur investasi bidang usaha Industri; dan melakukan audit Teknologi Industri. Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi: kerja sama penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Industri antara Perusahaan Industri dan perguruan tinggi atau lembaga penelitian dan pengembangan Industri dalam negeri dan luar negeri; promosi alih teknologi dari Industri besar, lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, dan/atau lembaga lainnya ke Industri kecil dan Industri menengah; dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan dalam negeri dan/atau Perusahaan Industri dalam negeri yang mengembangkan teknologi di bidang Industri.

78 4. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
4. Pengembangan Dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat dalam pembangunan Industri. Dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan: penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan berinovasi; pengembangan sentra Industri kreatif; pelatihan teknologi dan desain; konsultasi, bimbingan, advokasi, dan fasilitasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya bagi Industri kecil; dan fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif di dalam dan luar negeri.

79 4. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
5. Penyediaan Sumber Pembiayaan Pemerintah memfasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan Industri. Pembiayaan dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan usaha, dan/atau orang perseorangan. Pembiayaan yang berasal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah hanya dapat diberikan kepada Perusahaan Industri yang berbentuk badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Pembiayaan diberikan dalam bentuk: a. pemberian pinjaman; b. hibah; dan/atau c. penyertaan modal. Pemerintah dapat mengalokasikan pembiayaan dan/atau memberikan kemudahan pembiayaan kepada Perusahaan Industri swasta. Pengalokasian pembiayaan dan/atau pemberian kemudahan dilakukan dalam bentuk: penyertaan modal; pemberian pinjaman; keringanan bunga pinjaman; potongan harga pembelian mesin dan peralatan; dan/atau bantuan mesin dan peralatan. Pengalokasian pembiayaan dan/atau pemberian kemudahan pembiayaan kepada Perusahaan Industri swasta sebagaimana dimaksud pada poin 6 huruf a dan huruf b dapat dilakukan dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional. Pengalokasian pembiayaan dan/atau pemberian kemudahan pembiayaan kepada Perusahaan Industri swasta sebagaimana dimaksud dalam poin 6 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam rangka peningkatan daya saing Industri dalam negeri dan/atau pembangunan Industri pionir. Dalam rangka pembiayaan kegiatan Industri, dapat dibentuk lembaga pembiayaan pembangunan Industri. Lembaga pembiayaan pembangunan Industri berfungsi sebagai lembaga pembiayaan investasi di bidang Industri. Pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Undang-Undang.

80 5. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI
1. Standardisasi Industri Menteri melakukan perencanaan, pembi­naan, pengembangan, dan pengawasan Standardisasi Industri. Standardisasi Industri diselenggarakan dalam wujud SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara. Menteri dapat menetapkan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib. Penetapan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib dilakukan untuk: keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan; pelestarian fungsi lingkungan hidup; persaingan usaha yang sehat; peningkatan daya saing; dan/atau peningkatan efisiensi dan kinerja Industri. Menteri berkoordinasi dengan menteri terkait menarik setiap barang yang beredar dan/atau menghentikan kegiatan Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib. Menteri mengawasi pelaksanaan selu­ruh rangkaian penerapan SNI dan pemberlakuan SNI, spe­sifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib. Yang dimaksud dengan “seluruh rangkaian” adalah kegiatan pengawasan di pabrik dan koordinasi pengawasan di pasar dengan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian terkait

81 5. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI
2. Infrastruktur Industri Pemerintah dan Pemerintah Daerah men­jamin tersedianya infrastruktur Industri. Infrastruktur Industri paling sedikit meliputi: lahan Industri berupa Kawasan Industri dan/atau kawasan peruntukan Industri; fasilitas jaringan energi dan kelistrikan; fasilitas jaringan telekomunikasi; fasilitas jaringan sumber daya air; fasilitas sanitasi; dan fasilitas jaringan transportasi. Penyediaan infrastruktur Industri dilakukan melalui: pengadaan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang pembia­yaan­nya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; pola kerja sama antara Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan swasta, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dan swasta; atau pengadaan yang dibiayai sepenuhnya oleh swasta. Untuk mendukung kegiatan Industri yang efisien dan efektif di wilayah pusat pertumbuhan Industri dibangun Kawasan Industri sebagai infrastruktur Industri yang harus berada pada kawasan peruntukan Industri sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Pembangunan Kawasan Industri dilaku­kan oleh badan usaha swasta, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau koperasi. Dalam hal tertentu, Pemerintah mem­pra­karsai pembangunan Kawasan Industri.

82 5. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI
3. Sistem Informasi Industri Nasional Setiap Perusahaan Industri wajib menyampaikan Data Industri yang akurat, lengkap, dan tepat waktu secara berkala kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota Data Industri disampaikan melalui Sistem Informasi Industri Nasional Setiap Perusahaan Kawasan Industri wajib menyampaikan Data Kawasan Industri yang akurat, lengkap, dan tepat waktu secara berkala kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota. Data Kawasan Industri disampaikan melalui Sistem Informasi Industri Nasional. Berdasarkan permintaan Menteri, Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri wajib memberikan data selain Data Industri dan Data Kawasan Industri yang terkait dengan: data tambahan; klarifikasi data; dan/atau kejadian luar biasa di Perusahaan Industri atau Perusahaan Kawasan Industri. Menteri mengadakan data mengenai perkembangan dan peluang pasar serta perkembangan Teknologi Industri. Pengadaan data sebagaimana dilakukan paling sedikit melalui: sensus, pendataan, atau survei; tukar menukar data; kerja sama teknik; pembelian; dan intelijen Industri. Menteri membangun dan mengembangkan Sistem Informasi Industri Nasional. Sistem Informasi Industri Nasional paling sedikit memuat: Data Industri; Data Kawasan Industri; Data perkembangan dan peluang pasar; dan Data perkembangan Teknologi Industri.

83 6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
1. Industri Kecil dan Industri Menengah Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pembangunan dan pemberdayaan Industri kecil dan Industri menengah untuk mewujudkan Industri kecil dan Industri menengah yang: berdaya saing; berperan signifikan dalam penguatan struktur Industri nasional; berperan dalam pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja; dan menghasilkan barang dan/atau Jasa Industri untuk diekspor. Untuk mewujudkan Industri kecil dan Industri menengah dilakukan: perumusan kebijakan; penguatan kapasitas kelembagaan; dan pemberian fasilitas. Dalam rangka merumuskan kebijakan, Menteri menetapkan prioritas pengembangan Industri kecil dan Industri menengah dengan mengacu paling sedikit kepada: sumber daya Industri daerah; penguatan dan pendalaman struktur Industri nasional; dan perkembangan ekonomi nasional dan global. Penguatan kapasitas kelembagaan paling sedikit dilakukan melalui: peningkatan kemampuan sentra, unit pelayanan teknis, tenaga penyuluh lapangan, serta konsultan Industri kecil dan Industri menengah; dan kerja sama dengan lembaga pendidikan, lembaga penelitian dan pengembangan, serta asosiasi Industri dan asosiasi profesi terkait.

84 6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
1. Industri Kecil dan Industri Menengah Pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf c diberikan dalam bentuk: peningkatan kompetensi sumber daya manusia dan sertifikasi kompetensi; bantuan dan bimbingan teknis; bantuan Bahan Baku dan bahan penolong; bantuan mesin atau peralatan; pengembangan produk; bantuan pencegahan pencemaran lingkungan hidup untuk mewujudkan Industri Hijau; bantuan informasi pasar, promosi, dan pemasaran; akses pembiayaan, termasuk mengusahakan penyediaan modal awal bagi wirausaha baru; penyediaan Kawasan Industri untuk Industri kecil dan Industri menengah yang berpotensi mencemari lingkungan; dan/atau pengembangan, penguatan keterkaitan, dan hubungan kemitraan antara Industri kecil dengan Industri menengah, Industri kecil dengan Industri besar, dan Industri menengah dengan Industri besar, serta Industri kecil dan Industri menengah dengan sektor ekonomi lainnya dengan prinsip saling menguntungkan.

85 6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
2. Industri Hijau Untuk mewujudkan Industri Hijau, Pemerintah melakukan: perumusan kebijakan; penguatan kapasitas kelembagaan; Standardisasi; dan pemberian fasilitas Penguatan kapasitas kelembagaan dilakukan dengan peningkatan kemampuan dalam: penelitian dan pengembangan; pengujian; sertifikasi; dan promosi. Dalam melakukan Standardisasi, Menteri menyusun dan menetapkan standar Industri Hijau. Standar Industri Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat ketentuan mengenai: Bahan Baku, bahan penolong, dan energi; proses produksi; produk; manajemen pengusahaan; dan pengelolaan limbah. Penyusunan standar Industri Hijau dilakukan dengan: memperhatikan sistem Standardisasi nasional dan/atau sistem standar lain yang berlaku; dan berkoordinasi dengan kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup, bidang riset dan teknologi, bidang Standardisasi, serta berkoordinasi dengan asosiasi

86 6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
2. Industri Hijau Penerapan standar Industri Hijau secara bertahap dapat diberlakukan secara wajib. Perusahaan Industri wajib memenuhi ketentuan standar Industri Hijau yang telah diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Perusahaan Industri yang tidak memenuhi ketentuan standar Industri Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa: peringatan tertulis; denda administratif; penutupan sementara; pembekuan izin usaha Industri; dan/atau pencabutan izin usaha Industri. Perusahaan Industri dikategorikan sebagai Industri Hijau apabila telah memenuhi standar Industri Hijau Perusahaan Industri yang telah memenuhi standar Industri Hijau diberikan sertifikat Industri Hijau. Sertifikasi Industri Hijau dilakukan oleh lembaga sertifikasi Industri Hijau yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Menteri. Dalam hal belum terdapat lembaga sertifikasi Industri Hijau yang terakreditasi, Menteri dapat membentuk lembaga sertifikasi Industri Hijau. Untuk mewujudkan Industri Hijau, Perusahaan Industri secara bertahap: membangun komitmen bersama dan menyusun kebijakan perusahaan untuk pembangunan Industri Hijau; menerapkan kebijakan pembangunan Industri Hijau; menerapkan sistem manajemen ramah lingkungan; dan mengembangkan jaringan bisnis dalam rangka memperoleh Bahan Baku, bahan penolong, dan teknologi ramah lingkungan.

87 6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
3. Industri Strategis Industri Strategis dikuasai oleh negara. Industri Strategis terdiri atas Industri yang: memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak; meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis; dan/atau mempunyai kaitan dengan kepen­tingan pertahanan serta keamanan Negara. Penguasaan Industri Strategis oleh negara dilakukan melalui: pengaturan kepemilikan; penetapan kebijakan; pengaturan perizinan; pengaturan produksi, distribusi, dan harga; dan pengawasan. Pengaturan kepemilikan Industri Strategis dilakukan melalui: penyertaan modal seluruhnya oleh Pemerintah; pembentukan usaha patungan antara Pemerintah dan swasta; atau pembatasan kepemilikan oleh penanam modal asing.

88 6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
3. Industri Strategis Penetapan kebijakan Industri Strategis paling sedikit meliputi: penetapan jenis Industri strategis; pemberian fasilitas; dan pemberian kompensasi kerugian. Izin usaha Industri Strategis diberikan oleh Menteri. Pengaturan produksi, distribusi, dan harga dilakukan paling sedikit dengan menetapkan jumlah produksi, distribusi, dan harga produk. Pengawasan meliputi penetapan Industri Strategis sebagai objek vital nasional dan pengawasan distribusi. Ketentuan lebih lanjut mengenai Industri Strategis diatur dengan Peraturan Pemerintah.

89 6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
4. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk pemberdayaan Industri dalam negeri, Pemerintah meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Produk dalam negeri wajib digunakan oleh: lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan satuan kerja perangkat daerah dalam pengadaan barang/jasa apabila sumber pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, termasuk pinjaman atau hibah dari dalam negeri atau luar negeri; dan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta dalam pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah dan/atau pekerjaan-nya dilakukan melalui pola kerja sama antara Pemerintah dengan badan usaha swasta dan/atau mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara. Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dilakukan sesuai besaran komponen dalam negeri pada setiap barang/jasa yang ditunjukkan dengan nilai tingkat komponen dalam negeri. Ketentuan dan tata cara penghitungan tingkat komponen dalam negeri merujuk pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. Tingkat komponen dalam negeri mengacu pada daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh Menteri. Menteri dapat menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri pada Industri tertentu. Dalam rangka penggunaan produk dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan fasilitas paling sedikit berupa: preferensi harga dan kemudahan administrasi dalam pengadaan barang/jasa; dan sertifikasi tingkat komponen dalam negeri. Pemerintah mendorong badan usaha swasta dan masyarakat untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri.

90 6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
5. Kerja Sama Internasional di Bidang Industri Dalam rangka pengembangan Industri, Pemerintah melakukan kerja sama internasional di bidang Industri. Kerja sama internasional di bidang Industri ditujukan untuk: pembukaan akses dan pengembangan pasar internasional; pembukaan akses pada sumber daya Industri; pemanfaatan jaringan rantai suplai global sebagai sumber peningkatan produktivitas Industri; dan peningkatan investasi. Dalam melakukan kerja sama internasional di bidang Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat: menyusun rencana strategis; menetapkan langkah penyelamatan Industri; dan/atau memberikan fasilitas. Pemberian fasilitas kerja sama internasional di bidang Industri sebagaimana poin 3 huruf c paling sedikit meliputi: bimbingan, konsultasi, dan advokasi; bantuan negosiasi; promosi Industri; dan kemudahan arus barang dan jasa.

91 6. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
5. Kerja Sama Internasional di Bidang Industri Dalam meningkatkan kerja sama internasional di bidang Industri, Pemerintah dapat menempatkan pejabat Perindustrian di luar negeri. Penempatan pejabat Perindustrian di luar negeri dilakukan berdasarkan kebutuhan untuk meningkatkan ketahanan Industri dalam negeri. Dalam hal belum terdapat pejabat Perindustrian, Pemerintah dapat menugaskan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk meningkatkan kerja sama internasional di bidang Industri. Pejabat Perindustrian dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri. Pemerintah dapat membina, mengembangkan, dan mengawasi kerja sama internasional di bidang Industri yang dilakukan oleh badan usaha, organisasi masyarakat, atau warga negara Indonesia


Download ppt "KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google