Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Pleno Pemicu III Kelompok XXII
Annisa S – Caroline – Cindya K – Gito W – Hemastia M – M Fachreza - Risca N – Sandra L – Sharfina F Pleno Pemicu III Kelompok XXII Annisa S – Caroline – Cindya K – Gito W – Hemastia M – M Fachreza - Risca N – Sandra L – Sharfina Annisa S – Caroline – Cindya K – Gito W – Hemastia M – M Fachreza - Risca N – Sandra L – Sharfina Annisa S – Caroline – Cindya K – Gito W – Hemastia M – M Fachreza - Risca N – Sandra L – Sharfina F
2
Pemicu Tn. S, usia 45 tahun datang berobat ke UGD dengan keluhan panasi tinggi, sakit kepala, dan menggigil sejak 4 hari yang lalu disertai kenciing berwarna merah kehitaman. Sejak kemaren sore tidak buang air kecil dan mulai sesak napas. Dua minggu sebelumnya Tn.S pergi keperluan dinas di Papua selama 2 hari.
3
Data Tn. S 45 tahun Keluhan: sejak 4 hari yang lalu panas tinggi, sakit kepala, dan menggigil, kencing bewarna kehitaman Kemaren sore: tidak BAK dan sesak napas Sejak dua minggu yang lalu: dinas ke papua 2 hari
4
Identifikasi Masalah 1. mengapa Tn. S megalami keluhan di atas?
2. apakah ada hubungan antara kepergiaannya ke Papua dengan keluhan yang dialaminya sekarang?
5
Gangguan Imbangan Cairan
Analisis Masalah Sesak Napas Manifestasi Klinik GAGAL GINJAL Kronik BAK Akut Kronik Lupus Patofisiologi Malaria P. Falciparum Diabetik Gangguan Imbangan Cairan
6
Hipotesis Tn. S mengalami gagal ginjal akut yang di karenakan Malaria Falciparum
8
Perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun).
Ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Terjadi karena rusaknya massa nefron ginjal. merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral,
9
Diawali dengan glomerulonefritis dan pielonefritis atau nefrosklerosispenyakit tidak dihambat, maka seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan jaringan parut. PERJALANAN KLINIS GGK Dapat dilihat dari hubungan antara bersihan kreatinin dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) Terdapat 3 stadium:
10
STADIUM I disebut Penurunan Cadangan Ginjal. kreatinin serum dan kadar nitroge urea (BUN ) normal pasien asimtomatik. Gangguan terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal ,seperti tes pemekatan urin yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.
11
STADIUM II insufisiensi ginjal, >75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal). kadar BUN meningkat. kadar kreatinin meningkat Azotemia biasanya ringan (kecuali bila pasien mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi). Timbul gejala nokturia dan poliuria
12
Nokturia (berkemih di malam hari)
pengeluaran urin waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml. Dikarenakan hilangnya pola pemekatan urin normal sampai tingkatan tertentu di malam hari. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah urin siang hari dan malam hari adalah 3:1 atau 4:1. dapat terjadi sebagai respons terhadap kegelisahan atau minum cairan yang berlebihan, terutama teh, kopi atau bir yang diminum sebelum tidur.
13
Poliuria berarti peningkatan volume urin yang terus meningkat.
Pengeluaran urin normal sekitar 1500 ml per hari dan berubah-ubah sesuai dengan jumlah cairan yang diminum. Poliuria akibat insufisiensi ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun biasanya poliuria bersifat sedang dan jarang lebih 3liter/hari.
14
STADIUM III penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia. sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200,000 nefron yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal Bersihan kreatinin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat. Urin menjadi isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Pasien biasanya menjadi oligurik.
15
Biasanya pasien akan meninggal kecuali bila mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialysis. Bentuk hiperbolik grafik azotemia yang dihasilkan dengan membandingkannya terhadap nilai GFR menggambarkan penyakit yang berlanjut tetapi meningkat secara perlahan-lahan, makin lama makin cepat.
16
Patofisilogi GGK Terdapat 2 teori:
Sudut pandangan tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya.
17
hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, yang berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur, namum sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal Uremia akan tejadi bila jumlan nefron sudah sangat berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesis nefron yang utuh ini sangat berguna untuk menjelaskan pola adaptasi fungsional pada penyakit ginjal progresif, yaitu kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit tubuh kendati GFR sangat menurun.
18
Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respons terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal. Kalau sekiar 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan resorpsi oleh tubulus) tidak dapat lagi dipertahankan.
19
Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun proses konservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada makanan dapat mengubah keseimbangan yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR (yang berarti makin sedikit nefron yang ada) semakin besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan urin menyebabkan berat jenis urin tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu sama dengan konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.
20
Empat faktor resiko utama dalam perkembangan ESRD adalah usia, ras, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Insidensi gagal ginjal diabetikum sangat meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. ESRD yang disebabkan oleh nefropati hipertensif 6,2 kali lebih sering terjadi pada orang Afrika-Amerika daripada orang Kaukasia. Secara keseluruhan insidensi ESRD lebih besar pada laki-laki (56,3%) daripada perempuan (43,7%).
21
hipotesis hiperfiltrasi
hipotesis hiperfiltrasi. Menurut teori tersebut, nefron yang utuh pada akhirnya akan cedera karena kenaikan aliran plasma dan GFR serta kenaikan tekanan hodrostatik intrakapiler glomerulus (misalnya, tekanan kapiler glomerulus).
22
Kesimpulan Tn. S mengalami infeksi P.Falciparumgagal ginjal akutasidosis metaboliksesak napas Dengan ditambah pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah tepi (tebal&tipis)
23
Blackwater fever Sindrom yang muncul karena tidak adanya defisiensi G-6-PD di daerah endemik malaria Cirinya: gejala tiba-tiba, menggigil, demam dan hemolisis intravaskular, + hemoglobinemia, hemoglobinuria dan gagal ginjal. Khas pada individu yang mengalami serangan berulang malaria P. falciparum.
24
Etiologi Periode berulang destruksi sel darah merah tidak terkontrolnya serangan malaria falciparum hemolisin hemolisis parasit perubahan komposisi kimia sel darah merah tunggal menstimulasi produksi autoantbodi + komplemen hemolisis eritrosit
25
Faktor predisposisi Infeksi falciparum yang intense dan berulang, tidak diobati secara maksimal dengan quinine. Terapi yang tidak teratur dan dosis penekan untuk obat antimalaria. Serangan hemoglobinuria sebelumnya. Konsumsi quinine yang tidak teratur. Darah rhesus negatif. Satu kali serangan blackwater fever dapat menyebabkan serangan lain.
26
Faktor predisposisi Anak usia balita Wanita hamil
Penderita dengan daya tahan tubuh rendah Penduduk dari daerah endemis malaria yg telah lama meninggalkan daerah tersebut dan kembali ke daerah asalnya.
27
Epidemiologi area holo dan hiperendemik malaria falciparum
Umur dan usia tidak mempengaruhi insidens lebih jarang terjadi pada anak-anak.
28
Manifestasi klinik Hemolisis anemia kematian
Parasitemia berat jarang di darah tepi Lesi di SSP tidak umum 50% kasus akibat gagal ginjal gangguan vaskular, vasokonstriksi renal + juxtaglomerular shunt iskemik korteks dan glomerulus tepi + perubahan tubulus. ↓ filtrasi glomerulus + reabsorpsi berlebih tubular + terhalangnya nefron = anuria atau uremia
29
Manifestasi klinik malaria serebral acidosis: pH darah <7,25
anemia berat (Hb<5g/dl; hematokrit<15%) gagal ginjal akut (oliguria) setelah rehidrasi + kreatinin > 3 mg/dl edema paru non-kardiogenik hipoglikemi: gula darah < 40 mg/dL kejang berulang > 2 x/24 jam makroskopik hemoglobinuri parasit di pembuluh kapiler jaringan otak.
30
Manifestasi klinik gangguan kesadaran ringan kelemahan otot
hiperparasitemia >5% di daerah hipoendemik ikterik (bilirubin >3mg/dl) hiperpireksia
31
Pemeriksaan darah Anemia sering terjadi
Jumlah eritrosit sedikit (1 juta RBC/ml) hemoglobin berkurang hingga 10%. Parasit ditemukan 75% pada darah tepi sehari sebelum puncak, 50% saat hari serangan, 25% setelah serangan hari pertama. oksihemoglobinemia, methemaglobinemia, hiperbilirubinemia Urea darah meningkat.
32
Pemeriksaan urine Urine sewarna anggur merah
menjadi coklat hingga hitam. oksihemoglobin (merah), methemaglobin (coklat), dan urobilin. Awalnya berupa urin basa, lalu urin asam empedu, debris epitel amorf, + sedikit eritrosit. Silinder hialin, granular, dan hemoglobin. Selama serangan akut, kadar albumin di urine tinggi.
34
Penegakan Diagnosis Red Cells are not enlarged.
Rings appear fine and delicate and there may be several in one cell. Some rings may have two chromatin dots. Presence of marginal or applique forms. It is unusual to see developing forms in peripheral blood films. Crescent shape appearance Maurer's dots may be present.
35
Prognosis kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan,
kegagalan fungsi organ, juga kepadatan parasit.
36
Defisiensi G6PD Enzim G6PD hexose-monophosphate shunt pathway = 10% metabolisme glukosa d eritrosit Lama hidup eritrosit dengan defisiensi G6PD sangat diperpendek Oksidansia primakuin, kina, asam asetilsalisilat, fenasetin, nitrofuran, sulfonamid, kinidin, probenesid, para-amino salicylic acid (PAS), vitamin K dan lain-lain. infeksi atau asidosis merangsang hemolisis.
37
Penderita kelainan sel darah merah
defisiensi G6PD, HbE, HbS sukar dihinggapi plasmodium malaria. Pada defisiensi G6PD dikenal 3 type: Homozygote XX, Heterozygote XX, dan Hemizygote XY homozygote + hemizygote, eritrosit sukar dapat dihinggapi plasmodium malaria karena seluruh eritrositnya kekurangan G6PD. plasmodium malaria eritrosit hemolisis
38
heterozygote = orang normal
sebagian eritrositnya (50 %) normal dan sebagian lagi defisiensi G6PD plasmodium eritrosit yang normal saja, obat-obat antimalaria pada eritrosit yang defisiensi G6PD hemolisis
39
Eritosit + parasit perubahan kimia eritrosit autoantigen autoantibodi rx antigen + komplemen lisis dari eritrosit yang tersensitisasi
40
Daftar pustaka Marshal H. Blackwater fever. Pada Clinical malariology. Tokyo. 1986: Zulkarnain I, Setiawan B. Malaria berat. Pada Sudoyo A, et al (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Jakarta: Balai Penerbit Dept. IPD. 2006: Djinawi NK, Tantular K, Buditjahjono H. Malaria tropica dengan penyulit “blackwater fever”. Pada Cermin dunia kedokteran no.23. Jakarta. 1981: 38-9.
41
Annisa S – Caroline – Cindya K – Gito W – Hemastia M – M Fachreza - Risca N – Sandra L – Sharfina F
Terima Kasih Annisa S – Caroline – Cindya K – Gito W – Hemastia M – M Fachreza - Risca N – Sandra L – Sharfina Annisa S – Caroline – Cindya K – Gito W – Hemastia M – M Fachreza - Risca N – Sandra L – Sharfina Annisa S – Caroline – Cindya K – Gito W – Hemastia M – M Fachreza - Risca N – Sandra L – Sharfina F
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.