Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

MEMBANGUN TRADISI PEMILU LUBER DAN JURDIL

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "MEMBANGUN TRADISI PEMILU LUBER DAN JURDIL"— Transcript presentasi:

1 MEMBANGUN TRADISI PEMILU LUBER DAN JURDIL
Oleh : Dr. Muhammad Kadafi, S.H.,M.H. Rektor Universitas Malahayati Di sampaikan pada; Seminar Nasional Fakultas Hukum Universitas Malahayati Bandar Lampung, 30 Maret 2017

2 PENDAHULUAN Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu dilaksanakan dengan menganut asas LUBER JURDIL. .

3 . Pemilihan umum mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai:
Sarana memilih pejabat publik (pembentukan pemerintahan), Sarana pertanggungjawaban pejabat publik, dan Sarana pendidikan politik rakyat. Menurut Austin Ranney, pemilu dikatakan demokratis apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: Penyelenggaraan secara periodik (regular election), Pilihan yang bermakna (meaningful choices), Kebebasan untuk mengusulkan calon (freedom to put forth candidate), Hak pilih umum bagi kaum dewasa (universal adult suffrage), Kesetaraan bobot suara (equal weighting votes), Kebebasan untuk memilih (free registration oh choice), Kejujuran dalam perhitungan suara dan pelaporan hasil (accurate counting of choices and reporting of results)

4 . Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis ( pasal 5 UU No 15 Tahun 2011 Tentang Pemilihan Umum )

5 . Masalah yang terjadi saat ini adalah, ketika peraturan perundang-undangan memberikan ruang gerak yang begitu luas terhadap warga negara atas partisipasi politik ternyata tidak serta merta meningkatkan kesadaran warga negara untuk turut serta dalam proses elektoral. Walaupun kesadaran politik rakyat tidak hanya diukur dengan tingkat partisipasi pemilu yang hanya berlangsung lima tahun sekali, melainkan juga dengan sejauh mana mereka aktif mengawasi atau mengoreksi kebijakan dan perilaku pemerintahan selama lima tahun pemerintahan itu berjalan.

6 . Kesadaran politik warga negara untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik bangsa baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi hal yang begitu krusial. Krusial dalam artian bahwa keterlibatan warga negara dalam transisi demokrasi menjadi begitu penting dalam penentuan pemimpin bangsa dan wakil- wakil rakyat yang diharapkan bertindak atas nama rakyat yang memilihnya.

7 Ada 3 hal yang membuat warga negara tidak tertarik pada keikutsertaan politik atau disebut apati;
adanya sikap acuh tak acuh, tidak tertarik atau rendahnya pemahaman mereka mengenai masalah politik adanya keyakinan bahwa usaha mereka untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah tidak berhasil mereka tinggal dalam lingkungan yang menganggap bahwa tindakan apati merupakan suatu tindakan yang terpuji.

8 Sebuah survei pemilih Indonesia dengan tema besar demokrasi di Indonesia yang dilakukan The Asian Foundation memaparkan alasan ketidaktertarikan pemilih pada politik di antaranya adalah sebagai berikut: Jika tak tertarik pada politik, mengapa? Tidak suka berpolitik 37% Saya tidak berpendidikan/terlalu miskin 30% Politik sangat kotor 13% Buang-buang waktu/saya terlalu sibuk 8% Lainnya 5% Tidak tahu 16%

9 Keengganan masyarakat mengikuti pemilu tak selamanya menunjukkan terjadinya penurunan demokrasi. Karena keengganan itu di samping muncul akibat apatisme publik pada partai politik, bisa juga karena semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat bahwa partisipasi politik demokratis selama ini tidak selamanya – bahkan harus – melalui aktivitas pemilu. Pada saat seperti inilah dengan sendirinya golput akan meningkat.

10 Kesimpulan Berjalan baiknya sebuah negara tidak terlepas dari partisipasi politik warga negaranya. Tingginya partisipasi politik menunjukkan bahwa warga negara memahami kehidupan politik Pemilu adalah ajang atau sarana masyarakat dalam memilih pemimpin baik ditingkat pusat maupun daerah untuk 5 tahun mendatang. KPU sebagai lembaga negara yang menyelenggaraan pemilu harus bersikap netral dan Independent tidak boleh diintervensi oleh penguasa. Pemerintah dan Partai Politik harus bisa membangun komunikasi politik secara baik kepada masyarakat sehingga terjadinya golput akan berkurang.

11 TERIMA KASIH .


Download ppt "MEMBANGUN TRADISI PEMILU LUBER DAN JURDIL"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google