Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU"— Transcript presentasi:

1 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU
REPUBLIK INDONESIA KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILU DALAM RANGKA PILKADA SERENTAK

2 DASAR HUKUM DKPP 1. 2. 3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomo Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota 4. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun tentang Pola Organisasi dan Tata Ke Sekretariat Badan Pengawas Pemilihan Umum dan Umum; Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor Sekretariat Panitia Pengawas Pemilih 5. Pengawas Pemilihan Umum, dan Dew 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 20 Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum; 6. Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013 tenta Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum; Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomo 7. Tahun 2013 tentang Pemeriksaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Daerah. DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

3 TUGAS DAN WEWENANG TUGAS DKPP (Pasal 111 ayat (3)UU 15/2011) •
menerima pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu; melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu; menetapkan putusan; dan menyampaikan putusan kepada pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti. memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan; memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain; dan memberikan sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode etik. DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

4 KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILU Prinsip Dasar Etika dan Perilaku
12 ASAS 1) Kemandirian; 2) Kejujuran; 3) Keadilan; 4) Kepastian hukum; 5) Ketertiban; 6) Kepentingan umum; 7) Keterbukaan; 8) Proporsionalitas; 9) Profesionalitas; 10) Akuntabilitas; 11) Efisiensi; dan 12) Efektifitas. Prinsip Dasar Etika dan Perilaku Penyelenggara pemilu wa melaksanakan 12 a tersebut dibagi menjad kelomp 1) 2) 3) Asas mandiri dan adil, kepastian hukum, kejujuran, keterbukaan, dan akuntabilitas, 4) 5) 6) Asas kepentingan umum, proporsionalitas, profesionalitas, efisiensi, dan efektifitas. Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, DKPP Nomor 13, 11, 1 Tahun 2012 Tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Um DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

5 ASAS MANDIRI DAN ADIL a. Bertindak netral dan tidak memihak terhadap partai politik tertentu, calon,pese pemilu, dan media massa tertentu; b. Memperlakukan secara sama setiap calon, peserta Pemilu, calon pemilih,dan pih lain yang terlibat dalam proses Pemilu; c. Menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh burukterhad pelaksanaan tugas dan menghindari dari intervensi pihak lain; d. Tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan atasmasal atau isu yang sedang terjadi dalam proses Pemilu; e. Tidak mempengaruhi atau melakukan komunikasi yang bersifat partisandeng pemilih; f. Tidak memakai, membawa, atau mengenakan simbol, lambang atau atributya secara jelas menunjukkan sikap partisan pada partai politik ataupeserta Pem tertentu; DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

6 Lanj ASAS MANDIRI DAN ADIL memberitahukan pilihan politiknya secara
g.Tidak memberitahukan pilihan politiknya secara terbuka dan tid menanyakan pilihan politik kepada orang lain; h.Memberitahukan kepada seseorang atau yang peserta diajukan Pemilu atau selengk keputus dansecermat mungkin akan dugaan yangdikenakannya; i. Menjamin kesempatan yang sama kepada setiap peserta Pemi yangdituduh untuk menyampaikan pendapat tentang kasus ya dihadapinya atau keputusan yang dikenakannya; j. Mendengarkan semua pihak yang berkepentingan dengan diajukan kas yangterjadi dan mempertimbangkan semua alasan yang adil; seca k.Tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun dari peserta yang Pemil calonpeserta Pemilu, perusahaan atau individu dap menimbulkankeuntungan dari keputusan lembaga penyelenggara Pemilu. DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

7 ASAS KEPASTIAN HUKUM a. Melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu y secarategas diperintahkan oleh peraturan perundang-undang b. Melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu y sesuaidengan yurisdiksinya; Melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan pemilu, menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perunda undangan; dan c. d. Menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berkaitandengan Pemilu sepenuhnya diterapkan secara tidak berpihak dan adil. DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

8 ASAS JUJUR, KETERBUKAAN, DAN AKUNTABILITA
menjelaskan keputusan yang diambil berdasarkan peraturan perundang-undanga tata tertib, dan prosedur yang ditetapkan; membuka akses publik mengenai informasi dan data yang berkaitandengan kepu yang telah diambil sesuai peraturan perundang-undangan; menata akses publik secara efektif dan masuk akal serta efisien terhadapdokume informasi yang relevan sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan; b. c. d. menjelaskan kepada publik apabila terjadi penyimpangan dalam proseskerja lemb penyelenggara Pemilu serta upaya perbaikannya; menjelaskan alasan setiap penggunaan kewenangan publik; memberikan penjelasan terhadap pertanyaan yang diajukan mengenaikeputusan telah diambil terkait proses Pemilu; dan memberikan respon secara arif dan bijaksana terhadap kritik danpertanyaan pub e. f. g. DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

9 ASAS KEPENTINGAN UMUM a. memastikan pemilih memahami secara tepat mengenai prose Pemilu; b. membuka akses yang luas bagi pemilih dan media untuk berpartisipasidalam proses penyelenggaraan Pemilu; c. menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya atau memberikan suaranya; dan d. memastikan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pemilihyang membutuhkan perlakuan khusus dalam menggunakan dan menyampaikan hak pilihnya. DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

10 penentukeputusan yang menyangkut kepentingan sendiri sec
ASAS PROPORSIONALITAS a. mengumumkan adanya hubungan atau keterkaitan pribadi y dapatmenimbulkan situasi konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugaspenyelenggara Pemilu; b. menjamin tidak adanya penyelenggara Pemilu yang menjadi penentukeputusan yang menyangkut kepentingan sendiri sec langsung maupuntidak langsung;dan c. tidak terlibat dalam setiap bentuk kegiatan resmi maupun tid resmi yangdapat menimbulkan konflik kepentingan. DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

11 ASAS PROFESIONALITAS, EFISIENSI,
DAN EFEKTIFITAS a. menjamin kualitas pelayanan kepada pemilih dan peserta sesuai dengan standar profe administrasi penyelenggaraan Pemilu; b. bertindak berdasarkan standar operasional prosedur dan substansi profesiadministras Pemilu; c. bertindak hati-hati dalam melakukan perencanaan dan penggunaananggaran agar tida berakibat pemborosan dan penyimpangan; melaksanakan tugas sebagai penyelenggara Pemilu dengan komitmentinggi; d. e. menggunakan waktu secara efektif sesuai alokasi waktu yang ditetapkanoleh penyelen Pemilu; tidak melalaikan pelaksanaan tugas yang diatur dalam organisasipenyelenggara Pemil menggunakan keuangan yang bersumber dari APBN dan APBD atau yangdiselenggara atas tanggungjawab Pemerintah dalam melaksanakan seluruh kegiatan penyelenggara Pemilu. f. g. DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

12 PRINSIP PERADILAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILU a. Presumption of innocent  (praduga tidak bersalah) b. Equality before the law;  (Persamaan kedudukan di dalam hukum) c. Fair trial  Pengadilan yang adil dan tidak memihak; d. Asas Sidang Terbuka untuk Umum; e. Asas Pembuktian Bebas  “Majelis Panel” hanya menetapk beban pembuktian; DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

13 Lanj PRINSIP PERADILAN f.
KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILU f. g. Audi et alteram partem  Semua pihak harus didengar; Iudex ne procedat ex officio  Pihak yang berkepentingan adalah Penga sedangkan Majelis Sidang DKPP sekadar menunggu untuk kemudian mengabulkan atau sebaliknya dan variasi di antara keduanya; h. Dominus litis  Asas keaktifan hakim, untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak berimbang; Secundum allegata iudicare  Hakim terikat pada peristiwa yang diaju oleh para pihak; i. j. Verhandlungsmaxime  Para pihak yang wajib membuktikan dan buka hakim; DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

14 SUBJECTUM LITIS (Pihak-pihak Berperkara)
Pencari keadilan (justice seeker), yakni warga Negara yang dirugikan hak -hak elektoralitas (the electoral right) Penyelenggara Pemilu (anggota KPU, anggota Bawaslu, serta jajaran Sekretariat) Jajaran administrator KPU, yakni anggota KPU, anggota KPU Provinsi atau KIP Aceh, anggota KPU Kabupaten/Kota atau KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN Jajaran Pengawas Pemilu, yakni anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Jajaran sekretariat KPU dan Bawaslu di seluruh jenjang dalam lembaga penyelenggara Pemilu. Namun khusus jajaran ini, penegakannya dilakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku terkait penegakan disiplin kode etik kepegawaian. DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

15 Objek perkara yang ditangani oleh DKPP terbatas hanya kep persoalan
OBJECTUM LITIS (KPU dan Bawaslu di seluruh jenjang) Objek perkara yang ditangani oleh DKPP terbatas hanya kep persoalan perilaku pribadi atau orang per orang pejabat a petugas penyelenggara pemilihan umum. Objek pelanggaran etika yang dapat diperkarakan serupa den kualifikasi tindak pidana dalam sistem peradilan yaitu : pidana, menyangkut sikap dan perbuatan yang mengandung unsur ja dan melanggar hukum yang dilakukan oleh perseorangan individu secara sendiri-sendiri atau pun bersama-sama y dipertanggung-jawabkan juga secara individu orang per ora DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

16 ASAS PERSIDANGAN 1. Pra Persidangan a. Asas Sidang Terbuka untuk Umum
b. c. d. e. f. g. h. i. Asas Sidang Terbuka untuk Umum Speedy administration of justice, speedy trial (peradilan cepat) Independency of Judiciary (mandiri dan merdeka) The rule of law, equality before the law (persamaan kedudukan di dalam hu Restitutio in Integrum (adanya kepastian) Presumption of innocent (asas praduga tak bersalah) Eidereen Wordt Geacht de Wette Kennen (menepiskan alasan ketidaktahuan Fair trial, atau trial self-incrimination (tidak memihak) Cogatitionis poenam nemo patitur (sanksi karena perbuatan bukan karena pikiran/in cognito) DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

17 MODUS PELANGGARAN KODE ETIK No Kategorisasi
Deskripsi 1. Vote Manipulation Mengurangi, menambahkan, atau memindahkan perolehan suara dari satu peserta Pe peserta Pemilu lainnya, perbuatan mana menguntungkan dan/atau merugikan peserta satu dengan lainnya. Mengurangi, menambahkan, atau memindahkan perolehan suara dari satu peserta Pem 2. Bribery of Officials Pemberian sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada penyelenggara Pe dengan maksud memenuhi kepentingan pemberinya atau untuk menguntungkan dan/a merugikan pihak lain dalam kepersertaan suatu Pemilu (candicacy). 3. Un-Equal Treatment Perlakuan yang tidak sama atau berat sebelah kepada peserta Pemilu dan pemangku ke lain. 4. Infringements of the right to vote Pelanggaran terhadap hak memilih warga negara dalam Pemilu. 5. Vote and Duty Secrecy Secara terbuka memberitahukan pilihan politiknya dan menanyakan pilihan politiknya Pemilu kepada orang atau pemilih lain. 6. Abuse of Power Memanfaatkan posisi jabatan dan pengaruh-pengaruhnya, baik atas dasar kekeluargaa kekerabatan, otoritas tradisional atau pekerjaan, untuk mempengaruhi pemilih lain ata penyelenggara Pemilu demi mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi. 7. Conflict of Interest Benturan kepentingan. DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

18 Lanj MODUS PELANGGARAN KODE ETIK No Kategorisasi Deskripsi 8.
Sloppy Work of Election Process Ketidakcermatan atau ketidaktepatan atau ketidakteraturan atau kesalahan dalam pro Pemilu. 9. Intimidation and Violence Melakukan tindakan kekerasan atau intimidasi secara fisik maupun mental. 10. Broken or Breaking of the Laws Melakukan tindakan atau terlibat dalam pelanggaran hukum. 11. Absence of Effective Legal Remedies Kesalahan yang dapat ditoleransi secara manusiawi sejauh tidak berakibat rusaknya integritas penyelenggaraan Pemilu, juga hancurnya independensi dan kredibilitas penyelenggara Pemilu. 12. The Fraud of Voting Day Kesalahan-kesalahan yang dilakukan penyelenggara Pemilu pada hari pemungutan dan penghitungan suara. 13. Destroying Neutrality, Impartiality, and Independent Menghancurkan/menganggu/mempengaruhi netralitas, imparsialitas dan kemandirian DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

19 Lanj ASAS PERSIDANGAN 2. Persidangan a.
Ius curia novit (hakim mengetahui hukum dan tidak dapat menolak) b. Nemo judex indoneus in propria (hakim objektif) c. Acori in cumbit probation (pengadu harus punya bukti) d. Audi et alteram partem (wajib mendengar pihak yang berperkara) e. Eines mannes rade ist keines mannes rede, man soll sie horen alle beide (tidak mener keterangan dari salah satu pihak) f. Verhandlungs maxime (para pihak harus yang membuktikan bukan majelis pemeriks g. Iudex ne procedat ex officio (pihak yang paling berkepentingan adalah pengadu) h. Secundum allegate iudicare (pemeriksa terikat peristiwa) i. Dominus litis (pemeriksa berlaku aktif) j. Unus testis nullus testis “satu saksi bukan saksi” (kesaksian paling kurang dua oran secara konsisten) DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

20 Lanj ASAS PERSIDANGAN 3. Putusan a.
b. Lex dura, sed temen scripta ((hukum itu keras demikianlah adanya) In dubio pro reo (jika perbuatan dilakukan sebelum ada aturan terle dahulu diambil ketentuan yang paling ringan) Actore non probante, reus absolvitur (dibebaskan) Probation plena (bukti tertulis) Res judicate proveri tate habetur (bersifat mengikat dan final) The binding forse of precedent, atau staro decises et quiete nonmove c. d. e. f. (putusan pengadilan hakim sebelumnya, mengikat kepada hakim-ha lain untuk materi duduk perkara serupa  popular di AS, Inggris penganut Anglo Saxon) DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

21 AMAR PUTUSAN SANKSI. AMAR PUTUSAN. 1. Putusan DKPP dibacakan di
dalam suatu persidangan dengan memanggil pihak Teradu dan Pengadu. 2. Amar Putusan DKPP dapat menyatakan, apakah: (1) Pengaduan tidak dapat diterima; (2) Teradu terbukti melanggar; atau (3) Teradu tidak terbukti melanggar. SANKSI. ■ Teguran Tertulis, ■ Pemberhentian Sementara, ■ atau Pemberhentian Tetap. Namun apabila Putusan dinyatakan sebagai tak terbukti, DKPP merehabilitasi pihak Teradu. DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

22 SISTEM SANKSI ETIKA Sanksi yang bersifat berat Sanksi yang bersifat
membina atau mendidik berupa peringatan atau teguran, mulai dari bentuk yang paling ringan, yaitu teguran lisan sampai ke tingkat yang paling berat, yaitu peringatan keras secara tertulis, terdokumentasi, dan tersebar secara terbuka untuk khalayak yang luas; bersifat berat bertujuan menyelamatkan citra, kehormatan, kepercayaan publik terhadap institusi dan jab yang dipegang oleh pelanggar kode etik, yaitu d bentuk pemberhentian yang bersangkutan d jabatan yang dapat bersifat sementara atau be tetap. Pemberhentian sementara dimaksudkan memulihkan keadaan, yaitu sampai dicapain kondisi yang bersifat memulihkan keadaan ko atau sampai kepada keadaan pelanggar dengan pelanggaran atau kesalahan yang terjadi tel terpulihkan. Sedangkan pemberhentian teta dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah s tuntas dengan maksud untuk menyelamatk institusi jabatan dari perilaku yang tidak layak dari pemegangnya. (Prof. Jimly Asshiddiqie) DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

23 Bawaslu wajib mengawa pelaksanaan Putusan KPU wajib melaksanakan
Putusan DKPP Putusan DKPP bersifat Final dan Mengikat Pasal 112 ayat (12) UU 15/2011.  Pasal 8 ayat (4) huruf k, Pasal 9 huruf k, dan Pasal 10 ayat (4) hur Pasal 112 ayat (13) UU 15/2011. Peraturan DKPP No 1 Tahun 2013 Pasal 43 ayat (2) Penyelenggara Pemilu wajib melaksanakan putusan DKPP paling lama 7 (tujuh) hari sejak putusan dibacakan. Ayat (3) Bawaslu memiliki tugas untuk mengawasi putusan DKPP  Pasal 12 butir j dan Pasal 14 butir k UU 8/2 Bawaslu wajib mengawa pelaksanaan Putusan DKPP  Ketentuan Pasal 73 ayat (3) hu angka 12 UU 15/2011.  Pasal 32 butir f UU 8/2015 DEWAN KEHORMATAN PENYEL RE

24 REKAPITULASI PENANGANAN PERKARA DUGAAN PELANGGARAN KODE ETIK DKPP
TAHUN 2012 - 2015 No Tahun Pengaduan Diterima Dismis Perkara Disidangkan Putusan Per Individu Perkara Diputus Putusan Rehabilitasi Peringatan Tertulis Pemberhentian Sementara Pemberhentian Tetap 1 2012 99 61 30 25 18 30 30 21 2 2013 606 444 141 383 126 13 109 141 104 3 2014 879 546 333 661 308 5 180 365 252 4 2015 35 31 7 15 10 8 10 8 TOTAL 1619 1082 511 1084 462 18 327 546 385 DEWAN KEHORMATAN PENYELE REP

25 125 115 105 ~ 95 85 80 70 65 SS 45 40 30 20 s ii: ii: s.:. E c ;:, !' 1 ;:, e s: "' ;; ;; s,:., c ;; e ii c: E e s: e "e' E ,;8 ~ "' ~ "' "' :i c: "' 120 110 100 90 119 GRAFIK PENGADUAN LIMA PROVINSI TERBANYAK DAN TERSEDIKIT 7 5 60 so St 26 -: cf-o.. r,1,..-+';.i. 35 2 5 33 , 10 ~~ , SI , .c: . e . . . . s s . . . . - .".'.. .~ c: t: .li ;; t: .Ii i:; > ci !.l . :> .. . ;:, u "' ;; . . ~ "' != ~ < . . .!! 1 c ~ "' !; . . ! = SI, ;;; . . -;;; ! 5 .!! 1 . . a: a: ::, ~ a. ! 3 "' c: i . . E ~ E . . . J= . . g. .s ". .' J = . . c ~ . . ;:: - "' "' ;:: "' ~ .!! c: "' :> . . c: :> ,_ e c: - "' "' . . ".;' "' c - .; . . - " ' (! c: J( ·.; ; c: "' 3 ! !! c c . . "' . . . .; ~ .; "' .!! 1 . . - . . I ! c re c: c: ;;; . . ·;;; \!) a. ::, co i . . "' E ;;;: "' ,. , ·.;; j ;;; ~ ::, i -"' ::, 0. c: 1 E c ~ s .li ;:, j c.. "' .. .. "' ~ ;;; ."§' c 3 ::, ::, - "' Jll 3 "' "' ;;; "' ::, :, "' ::, "' "' c. .i. "' .li "' "' "' -;; "' ;;; "' ::, ::, "' "' z z ::, 1. Lima Provinsi Sumatera Utara Terbanyak, yakni Papua sebanyak (14,45%) kasus, P 103 (11.72 %) kasus, Jawa Timur 59 (6.71 %) kasus, Jawa B (5.01 %) kasus, dan Sulawesi Selatan 42 (4.78 %) kasus 2. Lima Provinsi Tersedikit, yakni Provinsi Kalimantan Utara dengan jumlah k (0.23 %), Provinsi Bali dengan jumlah kasus 4 (0.46 %), Provinsi D.I Yogy dengan jumlah kasus 4 (0.46 %), Provinsi Kalimantan Selatan dengan jumlah k (0.57 %), dan Provinsi Kep. Riau dengan jumlah kasus 6 (0.68 %),

26 GRAFIK PENGADUAN PELANGGARAN KODE ETIK
PENYELENGGARA PEMILU TAHUN _~~~~~~~~~-1--''--~~~~~~~~~~~~~~~~- 250 200 150 100 s o o~::::=:=::::::::=:::::~~ --2012 --2013 2014 Lonjakan Pengaduan OKPP Bulan Mel 2014 mencapa 334 Penga uan o~::::=:=::::::::=:::::~~ f!!!!~:;::::::~::::::::::::::::: =::=:~~ Lonjakan pengaduan terjadi pada Pileg 9 April 2014 dan Pilpres 9 Juli 2014. pengaduan dimulai sejak pertengahan April Grafikal menanjak dan Lonjakan mencapai puncaknya pada Mei 2014, untuk akhirnya anti-klimaks pada Juni dan Juli hingga Agustus 2014. DEWAN KEHORMATAN PENYELE REP

27 REKAPITULASI KATEGORI PELANGGARAN KODE ETIK DALAM SIDANG DKPP TAHUN
No Kategori Pelanggaran Frekuensi 1 Vote Manipulation 124 2 Bribery of Officials 25 3 Un-Equal Treatment 82 4 Infringements of the right to vote 12 5 Vote and Duty Secrecy REKAPITULASI KATEGORI PELANGGARAN KODE ETIK DALAM SIDANG DKPP TAHUN 2014 6 Abuse of Power 50 7 Conflict of Interest 8 Sloppy Work of Election Process 47 9 Intimidation and Violence 3 10 Broken or Breaking of the Laws 7 11 Absence of Effective Legal Remedies 12 The Fraud of Voting Day 13 Destroying Neutrality, Impartiality, and Independent 6 Total 356 DEWAN KEHORMATAN PENYELE REP

28


Download ppt "DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google