Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PENGUJIAN PROTEIN HASIL PERAIRAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PENGUJIAN PROTEIN HASIL PERAIRAN"— Transcript presentasi:

1 PENGUJIAN PROTEIN HASIL PERAIRAN
T.Hidayat Protein Analysis

2 1. apa yang dimaksud dengan protein?? 2. Fungsi protein??
3. contoh asam amino esensial dan non esensial masing masing 5. 4. apakah protein bisa disebut sebagai asam amino??? Dan apakah asam amino bisa disebut protein?? Jelaskan pendapat anda! Aris Munandar S.Pi., M.Si Protein Analysis

3 Analisa Protein dan Senyawa Bernitrogen
Pada umumnya metode modern untuk menentukan konsentrasi protein secara kuantitatif dilakukan dengan cara KOLORIMETRI atau SPEKTROFOTOMETRI. Selain itu, kebanyakan metode umum yang dipakai adalah penetapan kadar protein kasar dengan metode KJELDAHL. Pemilihan metode : - pereaksi yang tersedia - sensitivitas yang diinginkan - macam sampel - cepat, mudah digunakan dan dapat digunakan untuk menganalisis sejumlah sampel pada waktu yang sama Protein Analysis

4 FK (Faktor Konversi) yang umum digunakan adalah 6
FK (Faktor Konversi) yang umum digunakan adalah 6.25, dari asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen, dan 100 dibagi 16 adalah 6.25 Sesungguhnya asumsi tersebut tidak benar, karena tidak semua protein mengandung tepat 16% nitrogen Kadar protein yang dihitung harus dilaporkan sebagai kadar protein kasar (crude protein) Nitrogen yang terdapat dalam bahan pangan sesungguhnya bukan hanya berasal dari asam-asam amino protein, tetapi juga dari senyawa-senyawa nitrogen lainnya yang dapat/tidak dapat digunakan sebagai sumber nitrogen oleh tubuh Kadar nitrogen dalam bahan pangan bervariasi g/kg (15-18%) tergantung dari jumlah asam-asam amino protein yang dikandungnya, serta senyawa-senyawa lain seperti purin, pirimidin, asam amino bebas, vitamin, kreatin, kreatinin, gula-gula amino. Protein Analysis

5 Penetapan Protein Kasar (Metode KJELDAHL)
Metode ini didasarkan pada penentuan jumlah nitrogen yang ada dalam sampel (-NH2, NH3, senyawa amonium, urea, asam amino bebas, dan komponen nitrogen lainnya) Untuk mengetahui jumlah protein dalam sampel, hasil perhitungan jumlah nitrogen harus dikalikan dengan faktor protein Bahan FK Bir, sirup, biji-bijian, ragi, makanan ternak, buah-buahan, teh, malt, anggur, tepung jagung 6.25 Beras 5.95 Roti, gandum, makaroni, bakmi 5.70 Kacang tanah 5.46 Kedelai 5,71 Kenari 5.18 Susu dan produk-produk susu 6.38 Dr. Joko Santoso Protein Analysis

6 Dalam daging (sapi), satu bagian nitrogen terdapat sebagai asam-asam amino bebas dan peptida; daging ikan juga mengandung senyawa-senyawa ini serta basa nitrogen volatil (volatile base nitrogen) Setengah dari jumlah total nitrogen dalam kentang tidak terdapat sebagai protein; bahkan air susu ibu (ASI) juga mengandung banyak urea. Prinsip: Bahan-bahan berkarbon dalam sampel dioksidasi dan nitrogen dikonversi menjadi amonia. Amonia selanjutnya direaksikan dengan asam berlebih hingga membentuk amonium sulfat. Larutan tersebut dibasakan dan amonia diuapkan untuk kemudian diserap dalam larutan asam borat. Jumlah nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan melalui titrasi dengan HCl. Protein Analysis

7 Senyawa organik + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4 + SO2
Tahap analisis : Destruksi: destruksi sampel untuk membentuk amonium sulfat merupakan bagian yang terpenting. Faktor yang dianggap paling mempengaruhi adalah jenis katalis yang digunakan dan waktu pemanasan, serta penambahan bahan pereduksi atau pengoksidasi. Destilasi: amonia didestilasi setelah penambahan sejumlah alkali, kemudian diikat oleh larutan asam yang diketahui volumenya serta konsentrasinya. Titrasi: asam dititrasi untuk menentukan berapa banyak amonia yang didestilasi. Dengan cara ini akhirnya dapat dihitung berapa persentase nitrogen yang terkandung dalam bahan pangan, dan kadar proteinnya dihitung dengan mengalikan FK. Protein Analysis

8 Larutan asam borat jenuh Larutan asam klorida 0.02 N
Pereaksi: Asam sulfat pekat, BJ 1.84 Air raksa oksida Kalium sulfat Larutan natrium hidroksida-natrium tiosulfat (larutkan 60 g NaOH dan 5 g NaS2O5.5H2O dalam air dan encerkan sampai 100 mL) Larutan asam borat jenuh Larutan asam klorida 0.02 N Peralatan: Pemanas Kjeldahl lengkap yang dihubungkan dengan pengisap uap melalui aspirator Labu Kjeldahl berukuran 30/50 mL Alat destilasi lengkap dengan erlenmeyer berpenampung berukuran 125 mL Buret 25/50 mL Protein Analysis

9 Prosedur: Timbang sejumlah kecil sampel (kira-kira akan membutuhkan 3-10 mL HCl 0.01 N atau 0.02 N) dalam labu Kjeldahl. Tambahkan 1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2.0 ± 0.1 mL H2SO4. Jika sampel lebih dari 15 mg, tambahkan 0.1 mL H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Tambahkan beberapa butir batu didih. Didihkan sampel selama jam sampai cairan menjadi jernih. Dinginkan, tambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan (hati-hati tabung menjadi panas), kemudian didinginkan. Pindahkan isi labu kedalam alat destilasi. Cuci dan bilas labu 5-6 kali dengan 1-2 mL air, pindahkan air cucian kedalam alat destilasi. Letakkan erlenmeyer 125 mL yang berisi 5 mL larutan H2BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam H2BO3. Protein Analysis

10 (mL HCl – mL blanko) x N HCl x 14.007 x 100 % Protein = x FK mg sampel
Prosedur (lanjutan): Tambahkan 8-10 mL larutan NaOH-Na2S2O3, kemudian lakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 mL destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondensor dengan air, dan tampung bilasannya dalam erlenmeyer yang sama. Encerkan isi erlenmeyer sampai kira-kira 50 mL kemudian titrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu (mL HCl – mL blanko) x N HCl x x 100 % Protein = x FK mg sampel Protein Analysis

11 Metode ini memerlukan 1-10 mg protein/mL
Metode BIURET Merupakan salah satu cara terbaik untuk menentukan kadar protein suatu larutan Dalam larutan basa, Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida (-CO-NH-) suatu protein yang menghasilkan warna ungu dengan absorbansi maksimum pada 540 nm Absorbans ini berbanding langsung dengan konsentrasi protein dan tidak tergantung pada jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama per satuan berat Metode ini memerlukan 1-10 mg protein/mL Hanya sedikit senyawa pengganggu misalnya urea (mengandung gugus –CO-NH-) dan gula pereduksi yang akan bereaksi dengan ion Cu2+ Protein Analysis

12 Larutan protein standar: buat larutan bovine serum albumin
Prinsip: Ikatan peptida dalam suatu senyawa akan bereaksi dengan tembaga sulfat basa membentuk senyawa kompleks berwarna ungu, sebagai hasil reaksi ikatan peptida dengan Cu2+ Jumlah warna yang terbentuk tergantung pada konsentrasi protein dalam sampel Pereaksi: Biuret (3 g CuSO4.5H2O + 9 g Na-K-tartarat dalam 500 mL NaOH 0.2 N, tambahkan 5 g KI, encerkan sampai dengan 1000 mL dengan NaOH 0.2 N Larutan protein standar: buat larutan bovine serum albumin Protein Analysis

13 Pembuatan kurva standar:
Masukkan kedalam tabung reaksi 0, 0.1, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 ml larutan protein standar. Tambahkan air sampai volume total masing-masing 4 mL. Tambahkan 6 mL pereaksi Biuret kedalam masing-masing tabung reaksi dan campur merata. Simpan tabung reaksi pada suhu 37oC selama 10 menit atau pada suhu kamar selama 30 menit, sampai membentuk warna ungu sempurna. Ukur absorbansi pada 520 nm, dan buat grafik hubungan antara abosrbansi dengan konsentrasi Persiapan sampel: Sampel harus berupa cairan, jika berbentuk padatan maka harus dihancurkan terlebih dahulu dengan warring blender dan penambahan air. Protein Analysis

14 Hancuran yang diperoleh disaring lalu disentrifuse
Hancuran yang diperoleh disaring lalu disentrifuse. Supernatan didekantasi untuk dipergunakan selanjutnya. Protein yang terukur pada supernatan adalah “soluble protein”. Perhatikan faktor pengenceran! Jika cairan berupa larutan protein seperti protein konsentrat, isolat yang tidak keruh, maka persiapan sampel cukup dengan pengenceran saja. Jika cairannya keruh atau mengandung bahan-bahan yang mengganggu seperti glukosa maka harus dilakukan perlakuan-perlakuan sebagai berikut: Alikuot atau ekstrak didistribusikan kedalam tabung reaksi seperti pada waktu penetapan standar, kemudian tambahkan air sampai volume total masing-masing 1 mL Kedalam masing-masing tabung reaksi tambahkan 1 mL TCA 10% sehingga protein akan terdenaturasi Protein Analysis

15 Sentrifuse pada 3000 rpm 10 min sampai protein yang terdenaturasi mengendap, supernatan dibuang dengan cara dekantasi Kedalam endapan tambahkan 2 mL etil eter, campur merata dan sentrifuse kembali. Hal ini akan membantu menghilangkan residu TCA. Biarkan mengering pada suhu kamar Kedalam endapan kering tambahkan air 4 mL, campur merata (jangan harapkan seluruhnya akan larut) Tambahkan 5 mL pereaksi Biuret, alkali dalam pereaksi ini akan melarutkan endapan yang tersisa Penetapan sampel: - 0.1 – 1 mL sampel (dipipet dengan tepat) dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian diperlakukan seperti dalam penetapan standar Protein Analysis

16 Banyak digunakan untuk pengukuran konsentrasi protein dalam larutan
Metode LOWRY Banyak digunakan untuk pengukuran konsentrasi protein dalam larutan Keuntungan metode ini sensitivitas tinggi, yang diukur adalah banyaknya ikatan peptida yang terdapat dalam protein Dapat mengukur kadar protein sampai dengan konsentrasi 5 μg Kekurangannya : (i) banyaknya senyawa pengganggu (buffer asam, amonium sulfat > 0.15%, glisin > 0.5% dan merkaptan); (ii) jumlah tirosin dan triptofan bervariasi sehingga pembentukan warna akan bergantung pada jenis protein yang dianalisis Prinsip: Reaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan (merupakan residu protein) akan menghasilkan warna biru Protein Analysis

17 Warna yang terbentuk terutama dari hasil reduksi fosfomolibdat dan fosfotungstat, oleh karena itu warna yang terbentuk tergantung pada kadar tirosin dan triptofan dalam protein. Metode Lowry mempunyai sensitivitas 100 x lebih sensitif daripada metode Biuret Senyawa fenolik juga dapat membentuk warna biru dengan metode Lowry ini sehingga dapat mengganggu hasil penetapan. Gangguan ini dapat dihilangkan dengan cara mengendapkan protein dengan TCA, hilangkan supernatannya dan melarutkan kembali endapan protein yang diendapkan oleh TCA kemudian baru dianalisis. Penambahan Folin Ciocalteau : membentuk kompleks BIRU (akibat reduksi Folin Ciocalteau oleh residu tirosin dan triptofan) dan intensitas warna tergantung dari konsentrasi protein dalam senyawa tersebut. Protein Analysis

18 Pembuatan Pereaksi Folin Ciocalteau:
Biasanya tersedia secara komersial Pembuatan sendiri: 100 g natrium tungstat + 25 mg natrium molibdat mL akuades + 50 mL asam fosfat 85% mL HCl pekat kedalam labu 2 L. Campuran ini direfluks dengan hati-hati selama 10 jam dengan menggunakan kondensor. Sesudah didinginkan g lithium sulfat + 50 mL akuades + beberapa tetes Br2, pendidihan dilanjutkan lagi selama 10 menit tanpa kondensor (akan membantu dalam menghilangkan kelebihan brom). Sesudah pendinginan, volume larutan dijadikan 100 mL dan saring jika perlu. Filtrat tidak boleh ada warna kehijauan, jika ada maka pendidihan harus dilakukan sekali lagi. Ini merupakan “stock reagent”, larutkan dengan air 1:1 sebelum digunakan. Protein Analysis

19 PENETAPAN NITROGEN NON PROTEIN (NNP)
Dapat diterapkan pada semua jenis makanan dan bahan pangan Sampel diekstrak dengan air. Protein diendapkan dengan tembaga asetat dan komponen NNP tinggal dalam larutan. Sesudah penyaringan nitrogen dalam filtrat ditetapkan dengan metode Kjeldahl. Pereaksi: Tembaga asetat monohidrat 3% (w/v) Larutan alumunium potasium sulfat 24H2O 10% (w/v) Silikon antibusa Prosedur: Timbang/pipet sejumlah sampel (2 g untuk sampel yang mengandung protein sampai 25 %; 1 g untuk 25-50% dan 0.5 g untuk > 50%) Protein Analysis

20 Pindahkan sampel kedalam labu Kjeldahl
Untuk sampel susu dan sejenisnya kocok dengan cepat, hangatkan pada penangas sampai 40oC, kocok lagi kemudian dinginkan sampai 20oC, kemudian ambil alikuot secukupnya biasanya 11 mL. Pindahkan sampel kedalam labu Kjeldahl Tambahkan kira-kira 50 mL akuades, sedikit batu didih dan 1-2 tetes silikon antibusa Digest (ekstrak) campuran dengan mendidihkannya selama 30 min (jangan sampai kering) Sementara hasil ekstrak masih panas, tambahkan 2 mL larutan alumunium sulfat, campur merata Panaskan kembali sampai mendidih Tambahkan 50 mL larutan tembaga sulfat, campur merata Biarkan sampai dingin Saring melalui kertas saring dengan menggunakan corong berdiameter 4 inch dan labu Buchner. Cuci labu Kjeldahl dan endapan dengan 50 mL air dingin Pindahkan filtrat dari labu Buchner kedalam labu Kjeldahl, kemudian tetapkan kadar nitrogennya dengan metode Kjeldahl Protein Analysis

21 PENETAPAN TOTAL VOLATILE BASE NITROGEN (TVN) dan TRIMETILAMIN (TMA)
Sampel diekstrak dengan TCA 5% sehingga seluruh proteinnya mengendap dan seluruh komponen volatil bernitrogen larut dalam TCA Ekstrak TCA kemudian didestilasi sehingga komponen volatil bernitrogen ditangkap oleh larutan HCl 0.01 M Untuk menetapkan TMA, kedalam destilat yang sudah dititrasi dengan NaOH ditambah formaldehida 16% sehingga seluruh komponen yang mengandung gugus NH2 terikat oleh formaldehida, TMA sendiri tidak terikat Dengan mentitrasi kembali campuran yang sudah ditambah formaldehida ini, maka kadar TMA dapat diketahui Protein Analysis

22 Larutan TCA 5% (w/v), NaOH 2M, HCl 0.01 M, NaOH 0.01 M
Pereaksi: Larutan TCA 5% (w/v), NaOH 2M, HCl 0.01 M, NaOH 0.01 M Formaldehida 15% (w/v) netral )432.4 mL formaldehida 37% encerkan dengan akuades menjadi 1000 mL, tambahkan 100 g MgCO3 kocok sampai larutan menjadi jernih. Jika MgCO3 tidak larut seluruhnya saring. Tepatkan pH menjadi 7.0 Indikator merah fenol (0.1 g merah fenol dengan 2.84 mL NaOH 0.1 M, encerkan dengan air menjadi 100 mL) Prosedur: Timbang 100 g sampel (ikan/daging) yang sudah digiling, masukkan dalam waring blender Tambahkan 300 mL larutan TCA 5%, homogenkan sampel Pisahkan ekstrak TCA dengan cara penyaringan atau sentrifuse Ambil 5 mL ekstrak TCA, masukkan kedalam alat destilat Kjeldahl semi-mikro. Tambahkan 5 mL NaOH 2 M Protein Analysis

23 Lakukan destilasi dimana destilat ditangkap dengan 15 mL HC; 0.01 M
Tambahkan beberapa tetes merah fenol kedalam destilat, lalu titrasi dengan NaOH 0.01 M standar sampai tercapai titik akhir Tambahkan 1 mL formaldehida 16% untuk setiap 10 mL campuran sesudah titrasi pertama, kocok, kemudian titrasi lagi dengan NaOH 0.01 M standar Perhitungan 14 (300 + w) x (15 – V1) x TVN (mg/100 g) = x M 14 (300 + w) x V2 x TMA (mg/100 g) = x M Protein Analysis

24 V1 = volume NaOH 0.01 M yang dibutuhkan untuk titrasi I
Keterangan: 14 = berat atom nitrogen V1 = volume NaOH 0.01 M yang dibutuhkan untuk titrasi I M = berat sampel (g) w = jumlah air yang ada dalam bahan (g) V2 = volume NaOH 0.01 M yang dibutuhkan untuk titrasi II Protein Analysis

25 Perubahan protein pada proses pengolahan

26 Protein ikan Berdasarkan kelarutannya dalam air dan lokasi terdapatnya
letaknya Nomenklatur Sangat mudah larut dalam air Kenayakan terdapat pada sarkoma Miogen, protein sarkoplasma Tidak larut dalam air Pada jaringan pengikat dan dinding sel Stroma, protein jaringan pengikat Sedikit larut; mudah larut jika ada garam Pada benang-benang daging (miofibril, miofilamen) Protein miofibrilar, protein struktural

27 Protein sarkoplasma disebut juga miogen, termasuk golongan ini adl albumin, mioalbumin, mioprotein. Sangat mudah larut dalam air, ada juga yang sukar larut tetapi dalam kondisi basa lemah atau asam menjadi larut dalam air. Inti sel termasuk protein komplek yg terdapat pada sarkoplasma.

28 Protein jaringan pengikat
Disebut juga stroma Kebanyakan terdapat pada miosepta dan endomiosin. Ada juga yang terdapat pada sarkolema atau bagian tubuh yg lain. Contoh protein jaringan pengikat : Kolagen

29 kolagen Kolagen terdiri atas asam-asam amino penyusun protein
Tidak mengandung triptofan, sistin dan sistein. Kadang-kadang sedikit metionin dan tirosin Struktur kolagen menyerupai benang-benang jala. Jika kolagen dipanaskan dalam air strukturnya akan berubah, terjadi peptida-peptida dengan berat molekul yang lebih rendah disebut gelatin. Pada pemanasan lanjut akan membentuk jeli.

30 Protein miofibrilar Merupakan protein yang terdapat pada benang-benang daging (miofibril dan miofilamen) Yg termasuk golongan ini adalah protein glubolin misalnya miosin, aktin dan tropomiosin. Memegang peranan penting dalam proses kontraksi dan relaksasi daging ikan Jumlahnya sekitar 50% dari selutruh protein yg ada Sifatnya sukar larut dalam air

31 Protein yg mudah larut dalam air
Miogen dan protein sarkoplasma 20-25% dari jumlah protein ikan, dalam sarkoplasma hanya 15-12%, apabila ikan kontraksi konsentrasinya tinggal separohnya. Kebanyakan miogen berupa enzim-enzim berperan pada pembentukan bau dan warna ikan. Protein sarkoplasma berperan dalam otolisa daging; pemecahan KH menjadi asam laktat menyebabkan pH ikan turun.

32 Protein yg tidak larut dalam air
Golongan stroma tidak banyak pada ikan sehingga tidak memerlukan pelayuan seperti daging hewan mamalia darat. Kolagen tidak larut dalam air tetapi larut dalam alkali Selain kolagen juga ada elastin, dapat membentuk jeli. Jumlahnya sekitar 6% dari jumlah protein pd ikan

33 Protein yg larut dalam larutan garam
Merupakan protein yg sukar larut dalam air, dapat larut dalam larutan garan (NaCl misalnya) dalam konsentrasi tertentu. Termasuk protein ini : aktin (15-25%), miosin (50-60%) dan tropomiosin (3-5%) Aktin dan miosin dapat membentuk aktomiosin komplek dalam proses kontraksi. Protein ini mudah rusak pada pengolahan.

34 kromoprotein Komponen pemberi warna pada daging dan darah
Hemoglobin  warna merah darah Mioglobin  warna merah daging, jumlahnya sedikit sehingga daging ikan cenderung pucat Kromoprotein dapat menyebabkan timbulnya warna yg tidak disukai pada pengolahan (kehijauan).

35 enzim Merupakan katalisator biologik pada metabolisme.
Berupa protein sederhana atau komplek. Banyak terdapat pada hati, pankreas, perut besar, usus, dan ginjal Pada saat hidup berfungsi sebagai katalisator dalam sintesis senyawa-senyawa yg dibutuhkan tubuh. Setelah mati berperan sebagai pembusuk dalam proses otolisa.

36 HASIL PENELITIAN MENGENAI KANDUNGAN PROTEIN HASIL PERAIRAN
Protein Analysis

37 Skipjack Protein Analysis

38 Protein Analysis

39 Protein Analysis

40 Protein Analysis

41 Protein Analysis

42 Protein Analysis

43 Protein Analysis

44 Protein Analysis

45 Protein Analysis

46 Protein Analysis

47 アりがとう ございます Arigatou gozaimasu Thank You Terima Kasih
アりがとう ございます  Arigatou gozaimasu  Thank You Terima Kasih Taufik Hidayat S.Pi., M.Si Protein Analysis


Download ppt "PENGUJIAN PROTEIN HASIL PERAIRAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google