Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehIwan Dharmawijaya Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
PENERAPAN EVALUASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI DAERAH
ERNAN RUSTIADI
2
Pengertian Daya Dukung
Kemampuan dari suatu sistem untuk mendukung (support) suatu aktivitas sampai pada level tertentu
3
Pengertian Daya Dukung (carrying capacity)
Dalam perspektif biofisik wilayah, daya dukung dapat didefinisikan sebagai jumlah maksimum populasi yang dapat didukung oleh suatu wilayah, sesuai dengan kemampuan teknologi yang ada (Binder and Lopez, 2000). Wildlife carrying capacity
4
Konsep-konsep daya Dukung
daya dukung fisik (physical), daya dukung lingkungan/ekologis (ecological), daya dukung sosial (social), daya dukung ekonomi (economic).
5
Daya Dukung Lingkungan
Demand Side Supply Side Status Daya Dukung Lingkungan Carrying Capacity Ecological Footprint Pola Konsumsi dan Kebutuhan Sumberdaya Kebutuhan Air per Kapita Populasi Penduduk Kebutuhan Lahan per Kapita Kebutuhan Lahan Setara Beras Kebutuhan Air (m3/tahun) Status DDL Air Pasokan Air (m3/tahun) Neraca Air Penggunaan Lahan (Ha) Administrasi Wilayah Kemampuan Lahan (Ha) Data Produksi Produksi Aktual Setara Beras (ton/Ha) Produksi Potensial Setara Beras (ton/Ha) Potensi Lahan Setara Beras Status DDL Lahan
6
2 Komponen Daya Dukung Lingkungan
(1) kapasitas penyediaan (supportive capacity) (2) kapasitas tampung (assimilative capacity).
7
komponen penentu daya dukung
daya lenting ekosistem (ecosystem resilience), tingkat teknologi, preferensi konsumen, permintaan sumberdaya, Isu-isu distribusi dan pemerataan.
8
(Eco-footprints) = Jejak Ekologi (1/4)
Ecological Footprint (Eco-footprints) = Jejak Ekologi (1/4) Peneliti Bill Rees and Mathis Wackernagel mengembangkan konsep ecological footprint: luas lahan yang diperlukan untuk menyediakan segala sumberdaya and mengabsorb limbah yang diterjemahkan sebagai luas tapak di bumi
9
Ecological Footprint (Eco-footprints) = Jejak Ekologi (2/4)
Cara merepresentasikan dampak manusia pada lingkungan dengan “menterjemahkan” dampak pada luas lahan Luas lahan diperlukan untuk kebutuhan produksi pangan, bangunan (permukiman), mengabsorb limbah, dan lain-lain. JE secara lebih sederhana merupakan ukuran luas lahan yang diperlukan oleh manusia
10
Ecological Footprint (Eco-footprints) = Jejak Ekologi (3/4)
JE (jejak ekologi - ecological footprint) merupakan alat ukur dampak kegiatan manusia terhadap lingkungan alami, sebagai ukuran standar konsumsi sumberdaya yang dapat diperbaharui (atau equivalensinya)
11
Ecological Footprint (Eco-footprints) = Jejak Ekologi (4/4)
Selisih JE dengan kapasitas biologi (biocapacity) yang merupakan ukuran ketersediaan lahan menggambarkan surplus/defisit sumberdaya lahan dalam mendukung kehidupan manusia. Semakin besar JE semakin buruk (rakus/boros) sumberdaya alam Konsummsi Bioproduk memerlukan sekitar 50-70% luas tapak
12
Ilustrasi Kota London di Inggris memiliki tapak ekologi seluas 120 kali ukuran luas kotanya Kota-kota di Amerika dengan penduduk 650,000 jiwa membutuhkan tapak seluas 30,000 km2 untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan domestiknya (rumah tangga) tanpa memperhitungkan kebutuhan industrinya Sebagai Bandingan untuk kota-kota di India dengan ukuran populasi yang sama hanya membutuhkan 2,800 km2 (1/11 kali)
13
Jejak Ekologi, Indeks Kerawanan Lingkungan (EVI) dan Status Lingkungan beberapa Negara di Dunia, 2008 Sumber : Global Footprint Network ( Retrieved on ). Catatan : EVI = Environemental Vulnerability Index
14
Kartogram Konsumsi Dunia 2003
15
Kontekstual Evaluasi Daya Dukung Lingkungan di Indonesia (1/2)
Walau Indonesia secara umum memiliki keseimbangan ekologi namun keseimbangan ekologi Indonesia terancam karena: Sebagian sumberdaya alam (barang dan jasa) digunakan bukan untuk konsumsi domestik (untuk diekspor) Daya beli (pendapatan) yang masih rendah menyebabkan kita tidak mampu bersaing membeli dan mengkonsumsi sumberdaya luar negeri Masalah kita bukan pada besaran JE tapi masalah keseimbangan kebutuhan ekspor dan domestik, sehingga status “surplus ekologi“ sering tetap tidak memadai
16
Kontekstual Evaluasi Daya Dukung Lingkungan di Indonesia (2/2)
Sangat penting untuk memisahkan konsep daya dukung yang berspektif global, nasional, regional dan lokal Berbagai Daerah mengalami defisit ekologi dalam artian sebenarnya karena “supply” domestik & impor < “demand” domestik & ekspor Sd + Si << Dd + De
17
UU No. 32 Th 2009 Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
18
Evaluasi Daya Dukung Lingkungan (DDL) dalam Penataan Ruang
19
3 Pendekatan Kajian Daya Dukung Lingkungan (DDL) Pedoman Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah (PERMEN LH No.17,Tahun 2009) Kajian DDL aspek Lahan A.1. Berbasis Neraca Bioproduk A.2. Berbasis Kemampuan Lahan B. Kajian DDL aspek Air
20
Daya Dukung Lingkungan
Demand Side Supply Side Status Daya Dukung Lingkungan Carrying Capacity Ecological Footprint Pola Konsumsi dan Kebutuhan Sumberdaya Kebutuhan Air per Kapita Populasi Penduduk Kebutuhan Lahan per Kapita Kebutuhan Lahan Setara Beras Kebutuhan Air (m3/tahun) Status DDL Air Pasokan Air (m3/tahun) Neraca Air Penggunaan Lahan (Ha) Administrasi Wilayah Kemampuan Lahan (Ha) Data Produksi Produksi Aktual Setara Beras (ton/Ha) Produksi Potensial Setara Beras (ton/Ha) Potensi Lahan Setara Beras Status DDL Lahan
21
A.1. Evaluasi Daya Dukung Lingkungan (DDL) Berbasis Neraca Bioproduk (1) Evaluasi Pemanfaatan Ruang (eksisting): Kajian DDL Kondisi Eksisting (2) Evaluasi Rancangan RTRW: Kajian DDL Sesuai RTRW (Simulasi)
22
Cara Penghitungan Penghitungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Penghitungan Ketersediaan (Supply) Lahan Rumus: Keterangan: SL = Ketersediaan lahan (ha) Pi = Produksi aktual tiap jenis komoditas (satuan tergantung kepada jenis komoditas). Komoditas yang diperhitungkan adalah pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Hi = Harga satuan tiap jenis komoditas (Rp/satuan) di tingkat produsen. Hb = Harga satuan beras (Rp/kg) di tingkat produsen. Ptvb = Produktivitas beras (kg/ha) Dalam penghitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk menyetarakan produk non beras dengan beras adalah harga.
23
2. Penghitungan Kebutuhan (Demand) Lahan Rumus:
Keterangan: DL = Total kebutuhan lahan setara beras (ha) N = Jumlah penduduk (jiwa) KHLL = Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk adalah kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktivitas beras total Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara beras/kapita/ton Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal dapat menggunakan data rata-rata produktivitas nasional sebesar 2400 kg/ha/tahun Dalam penghitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk menyetarakan produk non beras dengan beras adalah harga.
24
Satuan Harga Produk Pertanian (dominan sawah) unit basis lahan
Data Produktivitas Lokal Data Harga Komoditas
25
3. Penentuan Status Daya Dukung Lahan
Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan antara ketersediaan lahan (SL) dan kebutuhan lahan (DL). Ketentuan Permen 17/2009: Bila SL > DL, maka daya dukung lahan dinyatakan surplus. Bila SL < DL, maka daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui.
26
Implikasi Kebijakan Implikasi analisis daya dukung: kebijakan hubungan antar daerah antara daerah penyangga dan daerah yang didukungnya (kelembagaan insentif/disinsentif, bagi hasil, dan kompensasi) 2. Analisis DDL menjadi landasan Kebijakan tata ruang dan pengelolaan SDA di tingkat yang lebih tinggi
27
A2. Evaluasi Daya Dukung Lingkungan (DDL) Kemampuan Lahan (1) Kajian DDL Kondisi Eksisting (2) Kajian DDL Sesuai RTRW (Simulasi)
28
Pendekatan Kemampuan Lahan
Teknik Analisis Pendekatan Kemampuan Lahan Identifikasi faktor pembatas berdasarkan pertimbangan parameter fisik lahan meliputi : (1) Kecuraman Lereng, (2) Tingkat Erosi, (3) Kedalaman Tanah Efektif, (4) Tekstur tanah, (5) Drainase, (6) Keadaan Batu dan Kerikil, (7) Ancaman Banjir atau Genangan Tabel faktor pembatas masing-masing parameter Analisis spasial GIS overlay peta2 tematik lereng, tanah, erosi dan drainase/genangan Peta Kemampuan Lahan Selanjutnya dilakukan overlay dengan Peta Penggunaan Lahan Peta Satuan Lahan, yang memuat informasi potensi dan faktor penghambatan di setiap unit satuan lahan (alokasi pemanfaatan ruang)
29
Faktor Penghambat/Pembatas
Kriteria Klasifikasi Kemampuan lahan Faktor Penghambat/Pembatas Kelas Kemampuan Lahan I II III VI V VII VIII 1. Lereng Permukaan A B C D E F G 2. Kepekaan Erosi KE1,KE2 KE3 KE4,KE5 KE6 (*) 3. Tingkat Erosi eo e1 e2 e3 (**) e4 e5 4. Kedalaman tanah K0 K1 K3 5. Tekstur Lapisan Atas t1,t2,t3 t1,t2,t3,t4 t5 6. Tekstur lapisan bawah sda t5 7. Permabilitas P2,P3 P2,P3,P4 P1 P5 8. Drainase D1 d2 d3 d4 d5 do 9. Kerikil/batuan B0 b0 b1 b2 b3 b4 10. Ancaman Banjir O0 O1 O2 O3 O4 11. Salinitas (***) G0 g1 g2 g3
30
Klasifikasi Kemampuan lahan
Kelas Kriteria Penggunaan I Lahan ini mempunyai sedikit hambatan yang membatasi penggunaannya. Lahan klas I sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian. Karakteristik lahannya antara lain : topografi hampir datar-datar, ancaman erosi kecil, kedalaman efektif dalam, drainase baik, mudah diolah, kapasitas menahan air baik, subur dan responsive terhadap pemupukan, tidak terancam banjir, dan di bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman secara umum. Tanaman pertanian semusim, tanaman rumput, hutan dan cagar alam II Lahan ini mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Pengelolaan perlu hati-hati termasuk tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara jika tanah diusahakan untuk pertanian. Tanaman semusim, tanaman rumput,padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, dan cagar alam. III Lahan ini mempunyai beberapa hambatan yang berat yang mengurangi pilihan penggunaan lahan dan memerlukan tindakan konservasi khusus dan keduanya. Lahan ini mempunyai pembatas lebih berat dari klas II dan jika dipergunakan untuk tanaman perlu pengelolaan tanah dan tindakan konservasi lebih sulit diterapkan dipelihara. Hambatan ini membatasi lama penggunaan bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi dari pembatas-pembatas tersebut. Tanaman semusim, tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam. IV Hambatan dan ancaman kerusakan tanah lebih besar dari klas III, dan pilihan tanaman juga terbatas. Perlu pengelolaan hati-hati untuk tanaman semusim, tindakan konservasi lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran bervegetasi, dam penghambat, disamping tindakan untuk menjaga kesuburan dan kondisi fisik tanah. Tanaman semusim dan tanaman peratnian pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, penggembalaan, hutan lindung dan suaka alam. V Lahan klas ini tidak terancam erosi tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak mudah untuk dihilangkan, sehingga membatasi pilihan penggunaannya. Tanah ini juga mempunyai hambatan yang membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi tanaman semusim. Tanah ini biasanya terletak pada topografi datar-hampir datar tetapi sering terlanda banjir, berbatu atau iklim yang kurang sesuai. Tanaman rumput padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung dan suaka alam. VI Lahan ini mempunyai hambatan berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk penggunaan pertanian, penggunaan sangat terbatas karena mempuanyai hamabtan atau ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangkan. Umumnya terletak pada lereng curam, sehingga jika dipergunakan untuk penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola dengan baik untuk menghindari erosi. Beberapa lahan ini mempunyai perakaran dalam, tetapi karena lerengnya berat perlu konservasi yang berat untuk tanaman semusim. Tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam VII Lahan ini tidak sesuai untuk pertanian. Jika untuk padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan pencegahan erosi yang berat. Perlu dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara vegetasi untuk konservasi tanah, disamping pemupukan. Lahan ini mempunyai hambatan dan ancaman berat dan tidak dapat dihilangkan. Padang rumput dan hutan produksi dengan konservasi berat VIII Lahan ini tidak sesuai untuk pertanian, tetapi sebaiknya dibiarkan secara lami. Pembatas dan ancaman sangat berat dan tidak mungkin dilakukan tindakan konservasi, sehingga perlu dilindungi. Hutan Lindung, rekreasi alam dan cagar alam
31
B. Evaluasi Daya Dukung Lingkungan (DDL) Berbasis Neraca Sumberdaya Air (1) Kajian DDL Kondisi Eksisting (2) Kajian DDL Sesuai RTRW (Simulasi)
32
Pendekatan Perbandingan Ketersediaan dan
Kebutuhan Air Prinsip Kerja : Koefisien limpasan untuk setiap jenis PL Populasi Penduduk Ketersediaan Air (SA) Kebutuhan Air (DA) Kebutuhan air per orang berdasarkan pola konsumsi Luas setiap Penggunaan Lahan (PL) Daya Dukung Air Ketersediaan Air Metode koefisien limpasan berdasarkan informasi penggunaan lahan serta data curah hujan tahunan Kebutuhan Air Dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak
33
Analisis Daya Dukung Air
Daya dukung DAS dalam menyediakan air ditentukan untuk satuan/tingkat DAS dari asupan curah hujan, yang menentukan jumlah air permukaan (lebihan air hujan) maupun air bawah permukaan (lengas tanah dan airbumi sebagai air tertahan).
34
Ketersediaan Air (SA) : Modifikasi dari metode rasional
C = (ci x Ai) / Ai R = Ri / m) SA = 10 X C X R X A Dimana : SA : Ketersediaan Air (m3/tahun) C : Koefisien limpasan tertimbang Ci : Koefisien limpasan penggunaan lahan i Ai : Luas penggunaan lahan I (Ha) R : Rata-rata aljabar curah hujan tahunan wilayah (mm/tahun) Ri : Curah hujan tahunan pada stsiun i m : Jumlah stasiun pengamatan curah hujan A : Luas wilayah (Ha) 10 : Faktor konversi dari mm.ha menjadi m3
35
Penentuan Status Daya Dukung Air :
Kebutuhan Air (DA) : DA = N X KHLA Dimana : DA : Total kebutuhan air (m3/tahun) N : Jumlah penduduk (jiwa) KHLA : Kebutuhkan air untuk hidup layak (1600 m3 air/kapita/tahun) 2 x 800 m3 air/kapita/tahun, dimana 800 m3 air/kapita/tahun adalah kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan 2,0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya Penentuan Status Daya Dukung Air : SA > DA Daya Dukung Air Surplus SA < DA Daya Dukung Air Defisit atau Terlampaui
36
Kajian Daya Dukung Lingkungan
Uji Coba Kajian Daya Dukung Lingkungan Di Provinsi NAD Studi Kasus Kota Banda Aceh & Kab Aceh Besar
37
3 Dimension of Banda Aceh
and Aceh Besar (LANDSAT TM)
39
A.1. Kajian Daya Dukung Lingkungan (DDL) Berbasis Neraca Bioproduk
40
PERBANDINGAN KONDISI KOTA BANDA ACEH SAAT INI DAN 20 TAHUN KE DEPAN
Faktor KOTA BANDA ACEH Th.2007 Th.2026 (kondisi saat ini) (hasil simulasi) Ketersediaan (Supply) Lahan (ha) 2,635.32 2,309.32 Kebutuhan (Demand) Lahan (ha) 75,087.32 151,616.81 Status Daya Dukung Lahan Defisit Sumber: Hasil analisis Asumsi: Pola Konsumsi, Pola Tanam, dan Teknologi tetap
41
Banda Aceh Menurun + 326 Ha (12.4%) Meningkat 76, Ha (101.9%)
42
KONDISI ACEH BESAR SAAT INI
(Tahun 2007)
43
HASIL SIMULASI KONDISI ACEH BESAR TAHUN 2026
44
PERBANDINGAN KONDISI KAB.ACEH BESAR SAAT INI DAN 20 TAHUN KE DEPAN
Faktor KAB ACEH BESAR Th.2007 Th.2026 (kondisi saat ini) (hasil simulasi) Ketersediaan (Supply) Lahan (ha) 75,357.70 72,138.68 Kebutuhan (Demand) Lahan (ha) 103,145.18 135,989.51 Status Daya Dukung Lahan Defisit Sumber: Hasil analisis Asumsi: Pola Konsumsi, Pola Tanam, dan Teknologi tetap
45
Aceh Besar Menurun + 3,219 Ha (4.3%) Meningkat + 32,844 Ha (31.9%)
46
Diskusi (1/3) Asumsi Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk dapat bias akibat bersifat spesifik lokal Produksi pertanian yang “under-estimate” (di bawah perkiraan) akibat adanya: a. illegal production system (illegal logging, illegal fishing, dll), b. produksi-produksi yang tidak masuk mekanisme pasar (dikonsumsi sendiri secara langsung) atau c. tidak tercatat
47
Diskusi (2/3) 3. Pada Dasarnya tidak setiap daerah harus mencapai surplus atau balance: “Keberlanjutan pembangunan” wilayah administrasi (khususnya Kota) tidak dapat didasarkan pada status surplus/defisit Jika defisit, seberapa jauh dapat ditoleransi Status surplus/defisit hanya relevan pada kesatuan unit wilayah ‘bioregion/ekoregion”
48
Diskusi (3/3) 6. mplikasi analisis daya dukung: Landasan Konsensus hubungan antar daerah penyangga dan daerah yang didukungnya (kelembagaan insentif/disinsentif, bagi hasil, dan kompensasi) 7. Implikasi analisis daya dukung: kebijakan tata ruang dan pengelolaan SDA di tingkat yang lebih tinggi
49
Peta Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh
50
Peta Kemampuan Lahan Kota Banda Aceh
51
Evaluasi Kemampuan Lahan berdasarkan Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh
52
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh
53
Evaluasi Kesesuaian berdasarkan
Penggunaan Lahan & RTRW Kota Banda Aceh
54
Evaluasi Kesesuaian berdasarkan
Kemampuan Lahan & RTRW Kota Banda Aceh -1
55
Rencana Tata Ruang Wilayah Kab Aceh Besar
56
Kemampuan Lahan Kab Aceh Besar -1
57
Rencana Tata Ruang Wilayah Kab Aceh Besar
58
Evaluasi Kesesuaian berdasarkan Kemampuan Lahan & RTRW Kab. Aceh Besar
59
Evaluasi Kesesuaian antara
Kemampuan Lahan & draft RTRW Kab Aceh Besar -2 No Tipe Peruntukan dalam draft RTRW Kesesuaian dengan Kemampuan Lahan Luas (ha) % Luas 1 Areal Irigasi s 9.678,17 3,31 t (e3, t5, L6) 3.300,82 1,13 2 Cagar Alam 16.986,97 5,81 3 HPTS 17.462,23 5,97 4 Hutan Lindung 68.641,03 23,49 5 Hutan Produksi 73.893,99 25,28 6 Kebun campuran 4.469,46 1,53 t (e3, L6, d4) 31.818,84 10,89 7 Kebun Flasma Nutfah 779,09 0,27 8 KLLKH 12.848,68 4,40 9 Permukiman 2.751,17 0,94 t (t5, e2, d4) 7.542,25 2,58 10 Potensial Waduk 382,13 0,13 t (e2, L3) 125,18 0,04 11 Rencana Bendungan 110,96 88,68 0,03 12 STIK 152,60 0,05 13 TAHURA 4.710,45 1,61 14 Tegalan/Ladang 5.769,91 1,97 t (d4, L6, e3) 30.762,88 10,53 TOTAL ,49 100,00
60
Kota Banda Aceh Penggunaan lahan saat ini Tidak Sesuai Kemampuan Lahan menempati wilayah seluas 21 %, dengan dominasi Lahan Terbuka Penggunaan lahan saat ini jika diletakkan dalam Dokumen RTRW Kota Banda Aceh Menunjukkan 6.5% Wilayah Tidak Sesuai dengan Dokumen Rencana Perencanaan RTRW Kota Banda Aceh Sesuai Kemampuan Lahan sekitar 89,3% dan Tidak Sesuai Kemampuan sekitar 10,7% atau 659 Ha. Hal Spesifik yang perlu dievaluasi dalam RTRW dan Pengelolaan Lingkungan adalah Terkait Dinamika Fisik seperti Intrusi Air Laut, Tsunami, dan Banjir; Perlu dikalkulasi secara cermat khususnya dikaitkan secara Ruang
61
Kabupaten Aceh Besar Penggunaan lahan Tidak Sesuai Kemampuan Fisik Relatif besar dengan luas Ha (26.%) Dominasi Penggunaan Ladang, dan Lahan Kering dengan Tutupan Alang-alang dan Semak belukar Daerah Lahan Kritis menyebar di Bagian Tengah dan Timur, Rekomendasi Penanganan Lahan dengan memberdayakan masyarakat (dan para pihak lainnya) Perencanaan Alokasi Peruntukan Ruang Belum Memperhatikan Daya Dukung Hasil Evaluasi Peruntukan Ruang dengan Daya Dukung sekitar 26 % (43 ribu Ha) Tidak Sesuai Kemampuan Lahan Penanganan Lahan Kritis hendaknya dibuat dengan Sistem Khusus dan Sistem Kelembagaan Khusus
62
Hasil Analisis Neraca Air Pada Kondisi Existing Landuse
Wilayah CH ETP Limpasan Pengisian air tanah Nilai (mm/thn) % thd CH Kab. Aceh Besar 1413,8 759,7 53,7 274,7 19,4 379,4 26,8 Hulu 1424,4 53,3 279,2 19,6 385,5 27,1 Tengah 1447,5 468,6 32,4 636,3 44 342,6 23,7 HIlir 1374,8 34,1 589,1 42,8 317,2 23,1 Kota Banda Aceh 1280,5 36,6 527,8 41,2 284,2 22,2
63
Hasil Analisis Neraca Air pada Kondisi RTRW Landuse
Wilayah CH ETP Limpasan Pengisian air tanah Nilai (mm/thn) % thd CH Kab. Aceh Besar 1413,8 837,6 59,2 201,7 14,3 374,5 26,5 Hulu 1424,4 1054,3 74 66,6 4,7 303,5 21,3 Tengah 1447,5 603,3 41,7 455,9 31,5 388,3 26,8 Hilir 1374,8 468,6 34,1 589,1 42,8 317,2 23,1 Kota Banda Aceh 1280,5 495,5 38,7 486,7 38 298,3 23,3
64
Ketersediaan Air Hujan –Vs- water footprint
Parameter Kab. Aceh Besar Kota Banda Aceh Eksisting RTRW CHandalan (x106m3/tahun) 4132,8 78,6 Water Footprint (x106m3/tahun) 449,1 494,5 351,5 351,8 Selisih (x106m3/tahun) 3684 3638 -271,8 -273,2 Ratio (S/D) 9,2 8,3 0,2
65
Potensi Suplai air di Kab. Aceh Besar & Kota Banda Aceh
Eksisting RTRW Limpasan (x106m3/tahun) 803,8 590,4 32,4 30,3 Pengisian air tanah (x106m3/tahun) 1107 1096 17,4 17,9 Total 1910,8 1686,4 49,8 48,2
66
Rekapitulasi Nilai Parameter Neraca Air di % dari kondisi eksisting
Kab. Aceh Besar No. Parameter Existing landuse Landuse sesuai RTRW Perubahan (+/-) Nilai % dari kondisi eksisting 1 Koefisien limpasan 0,42 0,35 -0,07 -16,7 2 Kapasitas simpan air 230,4 mm 268,6 mm +38,2 mm +16,6 3 CHlebih 654,1 mm 576,2 mm -77,9 mm -11,9 4 Limpasan 274,7 mm 201,7 mm -73 mm -26,6 5 Pengisian air tanah 379,4 mm 374,5 mm -4,9 mm -1,3
67
Rehabilitasi & Penghijauan pada Recharge Area
Aeration zone Mengurangi Run-off Embung resapan Muka Airtanah Mata Air, Jantho Saturation zone Airtanah Kab Aceh Besar Kota Banda Aceh
68
Evaluasi Daya Dukung Lingkungan
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.