Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Oleh: Tim FITRA JAWA TENGAH
Hasil Analisa RAPBD Jawa Tengah Oleh: Tim FITRA JAWA TENGAH
2
” TERWUJUDNYA MASYARAKAT JAWA TENGAH YANG SEMAKIN SEJAHTERA”
VISI PROPINSI ” TERWUJUDNYA MASYARAKAT JAWA TENGAH YANG SEMAKIN SEJAHTERA”
3
Misi Propinsi Jateng Pemerintah yang bersih
dan profesional serta sikap responsif aparatur Ekonomi Kerakyatan Menengah dan Industri Usaha Mikro, Kecil dan berbasis pertanian, Padat Karya; Memantapkan kondisi sosial budaya yang kearifan lokal berbasiskan Pengembangan Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi secara berkelanjutan Peningkatan perwujudan pembangunan fisik dan infrastruktur Mondisi aman dan rasa aman dalam kehidupan masyarakat
4
KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN
Mengurangi, menanggulangi kemiskinan dan pengangguran dalam rangka meningkatkan daya saing daerah untuk mewujudkan investasi di daerah dan meningkatkan kapasitas dan produktivitas petani agar mencapai tingkat kesejahteraan petani yang optimal serta mantapnya ketahanan pangan. Meningkatkan kualitas SDM melalui penyediaan pelayanan dasar dan peningkatan mutu serta relevansi pendidikan.
5
Peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan, jaminan pemeliharaan kesehatan bagi maskin, peningkatan status gizi, pelayanan kesehatan sesuai SPM; peningkatan kualitas hidup bersih dan sehat serta pembentukan lingkungan sehat; kefarmasian yang terjangkau dan kebijakan dan manajemen pembangunan, Jawa tengah Sehat.
6
Pemerataan penyediaan perumahan
Pemerataan penyediaan perumahan dan perbaikan prasarana dasar permukiman, pemenuhan hak-hak perempuan dan anak. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian fungsinya dalam menopang kehidupan. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui pelayanan publik yang berkualitas, pemberantasan KKN serta penegakkan hukum yang proporsional dan tidak diskriminatif.
7
Prioritas Pembangunan Jateng 2010
Meningkatnya pembangunan perdesaan dalam rangka penanggulangan kemiskinan, pengangguran, ketenagakerjaan dan ketahanan pangan untuk meningkatkan daya saing daerah serta penguasaan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian di berbagai bidang. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia, derajat kesehatan dan pelayanan sosial dasar serta pelayanan KB, kapasitas serta produktifitas kerja, perumahan, prasarana dasar permukiman, pemenuhan hak-hak perempuan dan anak termasuk hak atas perlindungan.
8
Meningkatnya pemanfaatan ruang, peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta pengurangan potensi ancaman bencana. Meningkatnya pelayanan publik, penyelenggaraan good governance, kapasitas dan kapabilitas aparatur pemerintahan serta penegakkan hukum dan HAM.
9
Minimnya Alokasi Anggaran pada Sektor Prioritas
Urusan Anggaran % Urusan Pendidikan 4,7% Kesehatan 13,1% Pekerjaan umum 9,4% Koperasi & UKM 0,6% Ketahanan pangan 0,4% Pemberdayaan Masy desa 0,3% Pertanian 3,9% Kelautan dan Perikanan 0,9% Perindustrian 1,7% Urusan Anggaran % Urusan Pendidikan 4,7% Kesehatan 13,1% Pekerjaan umum 9,4% Koperasi & UKM 0,6% Ketahanan pangan 0,4% Pemberdayaan Masy desa 0,3% Pertanian 3,9% Kelautan dan Perikanan 0,9% Perindustrian 1,7%
10
RENCANA PENDAPATAN 2011 Uraian Jumlah % PENDAPATAN DAERAH
Pendapatan Asli Daerah 100 % Pajak Daerah 81 % Retribusi Daerah ,00 1 % Hasil pengel. Kekada yg Dipisahkan ,00 5 % Lain - lain PAD yang Sah ,00 13 % Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak /Bukan Pajak ,00 Dana Alokasi Umum ,00
11
Penyumbang PAD tertinggi adalah Sektor Pajak, namun harus dilihat lebih jeli karena antara lain masih banyak disumbang oleh Pajak Kendaraan bermotor. Hal ini dapat dilihat dari KUA Bab 2. Kontribusi Pendapatan lain yang sah dalam seluruh Pendapatan Daerah hanya sebesar 9%, menunjukkan bahwa pengelolaan kekayaan daerah/ BUMD belum maksimal
12
Kontribusi Lain-lain pendapatan yang sah dalam PAD hanya sebesar 13 % , Ironisnya didalamnya masih terdapat pendapatan dari BLUD.
13
Rencana Belanja Propinsi 2011
Uraian Jumlah BELANJA DAERAH Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja bagi Hasil kepada Kab/kota Belanja bantuan keu. Kpd kab/kota Belanja tidak terduga Belanja Langsung ,00 Belanja Barang dan Jasa ,00 Belanja Modal ,00
14
Rasio BTL dalam Belanja daerah sebesar 62 %, dan sisanya 38 % untuk belanja Langsung. Sehingga pembangunan belum maksimal jika dibandingkan dengan jumlah penduduk jawa tengah dan penduduk miskin (6,19 juta tahun 2008) Dari total Belanja langsung (38 %) masih harus digunakan untuk membiayai belanja pegawai/ honorarium sebesar 10 %, Belanja Barang dan Jasa 71 %, sisanya 19 % untuk belanja modal. Belanja Pemerintah belum berpihak pada publik.
15
POTRET KAPASITAS FISKAL DAERAH DI JATENG
Gambaran kemampuan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum APBD (tidak termasuk DAK, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin KF = (PAD+DBH+DAU+LP)-BP JumlahPenduduk Miskin Katagori Indek KFD indeks < 2 =sangat tinggi 1 < 2 = tinggi 0,5 < 1 = sedang Indeks < 0,5 = rendah KF = Kapasitas Fiskal PAD = PendapatanAsli Daerah DBH = Dana Bagi Hasil DAU = Dana Alokasi Umum LP = Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah BP = Belanja Pegawai
16
Katagori Indek KFD Indeks < 2 =sangat tinggi 1 < 2 = tinggi 0,5 < 1 = sedang Indeks < 0,5 = rendah Peta kapasitas fiskal daerah di Jawa Tengah rata-rata masuk katagori indek KF rendah, termasuk provinsi sendiri. Hanya ada 3 kota, yakni Tegal, Pekalongan dan Semarang masuk katagori sedang dan 2 lainnya: Kota Salatiga dan Kota Magelang katagori tinggi. Kondisi ini mencerminkan bahwa semua daerah kabupaten kemampuan untuk membiayai urusan pemerintahan dalam penanggulangan kemiskinan dipastikan sangat rendah.
17
DERAJAT DESENTRALISASI FISKAL
18
RENDAHNYA DERAJAT DESENTRALISASI FISKAL DAERAH
Kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhannya sangat kecil. Dibutuhkan kebijakan untuk mengoptimalkan kemampuan fiskal daerah
20
Kebijakan Pendapatan Daerah
Kecilnya PAD yang bersumber dari Pajak, retribusi, Pendapatan Lain-lain menunjukkan kurangnya upaya daerah dalam memaksimalkan target pendapatan sesuai potensi riilnya, misalnya bagi hasil BUMD. Belum adanya upaya perencanaan pendapatan yang didasari semangat pencapaian kinerja pengumpulan dana pembangunan daerah secara optimal (target wajib pajak)
21
Proporsi Belanja 2010 31 % 12 %
22
Minimnya Alokasi Belanja Langsung
Kebijakan belanja daerah belum berpihak pada publik. Bagaimana pemerintah mampu membangun daerah dan menyelesaikan problem kemiskinan, pengangguran, kerawanan pangan, jaminan sosial dan minimnya infrastruktur, jika belanja tidak langsung ‘menggerogoti’ struktur belanja daerah ?
23
Tingginya Belanja Pegawai
24
Beban Berat Belanja Daerah
Tingginya belanja pegawai dalam belanja daerah, makin mengaburkan agenda pemerintah dalam memenuhi hak-hak dasar rakyat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apalagi ditambah dengan penerimaan CPNS tiap tahun ?
25
Tingginya Belanja Pegawai dalam Belanja Langsung
26
Proporsi BTL yang sudah tinggi, masih ditambah dengan besanya honorarium/ belanja pegawai dalam Belanja Langsung. Mengindikasikan terjadinya in-efisiensi dalam belanja daerah.
27
Belanja Pegawai dibandingkan DAU
28
Data diatas menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum dari Pusat, habis hanya untuk membiayai belanja pegawai. Bahkan DAU kabupaten Klaten masih minus untuk membiayai belanja pegawainya.
29
Proporsi Belanja langsung
30
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA
Tabel 2 Tabel 1 Rumus ADD Kabupaten/ Kota PP 72 KEBUMEN 774,896,428.30 CILACAP 8,537,400,000.00 JEPARA 9,537,222,900.00 KLATEN Minus
31
INOVASI DAERAH DALAM PERHITUNGAN ADD
Perhitungan Alokasi dana desa menurut PP 72 Tahun 2005 tentang Desa adalah = Jika Perhitungan sesuai dengan PP 72 Thn 2005 dilakukan, maka perhitungan ADD sangat kecil, terlihat dalam tabel 1. Yang menarik adalah daerah melakukan Perhitungan ADD berdasarkan aspek keadilan. (Tabel 2) ADD = (10 % x DAU) – Belanja Pegawai
32
SILPA
33
Pengelolaan Keuangan Daerah
Tingginya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun sebelumnya (SILPA) 4 kabupaten diatas menunjukan antara lain; belum baiknya pengelolaan keuangan daerah, menurunnya kinerja aparatur daerah, perencanaan yang buruk dan atau sebab-sebab non teknis lainnya.
34
Snapshot Kebijakan Anggaran
Kabupaten Klaten
35
Belanja Pendidikan & Kesehatan
36
Anggaran pendidikan sebesar 57,5% dari belanja daerah yang berarti telah melebihi amanat konstitusi yg hanya mensyaratkan 20% Belanja kesehatan baru mencapai 6,5% dari belanja daerah plus gaji. Padahal UU 36/2009 tentang Kesehatan pasal 171 ayat (2) mengamanatkan kepada Pemerintah daerah untuk mengalokasikan minimal 10% dari APBD diluar gaji Setelah dikurangi gaji, maka secara riil anggaran kesehatan hanya sebesar 1,9%. Artinya semakin jauh dari amanat UU 36/2009
37
Orientasi Belanja Pendidikan
38
Oritentasi Anggaran pendidikan tidak menunjukkan keberpihakan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat dan peningkatan pembangunan pendidikan 97% anggaran pendidikan hanya untuk membiayai belanja gaji. Sedangkan alokasi yg berpotensi untuk akselerasi, percepatan dan pembangunan ‘pendidikan untuk semua’ hanya mendapat porsi 3% 3% belanja langsung pendidikan tidak akan mampu menopang 3 level kebutuhan pembangunan pendidikan yaitu infrastruktur dasar, akses, dan mutu secara terencana, sistematis dan terukur.
39
Orientasi Belanja Kesehatan
40
71% anggaran kesehatan hanya untuk membiayai gaji dan yg berorientasi terhadap pelayanan publik hanya sebesar 29%. Artinya kebijakan ini bertentangan dengan amanat UU 36/2009 pasal 171 ayat (3) yang mensyaratkan agar 2/3 atau 67% dari anggaran kesehatan digunakan untuk kepentingan publik
41
REKOMENDASI Meningkatkan efektifitas pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiscal dengan berorientasi pada peningkatan sumber pendapatan daerah yang tidak memberatkan masyarakat. Artinya, melihat potensi riil pendapatan yang ada harus diimbangi dengan semangat menaikkan target pendapatan.
42
Mendorong pemerintah untuk berani melakukan inovasi, terobosan dan kreativitas dalam membuat kebijakan anggaran daerah yang berpihak pada masyarakat. Artinya, ditengah kondisi belanja yang yang defisit jangan justru banyak mengalokasikan belanja yang berorientasi pada belanja pegawai dan honorarium.
43
Mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan anggaran yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat serta memperhatikan aspek keadilan dan kepantasan. Artinya, harus ada political will dari pemerintah untuk menaikkan porsi anggaran pada sector-sektor prioritas, seperti penanggulangan kemiskinan, pengembangan pedesaan, peningkatan ketahanan pangan, pertanian, kelautan dan perikanan.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.