Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Nama Anggota : Aisyah Aulia ( ) Anifatus Sa’adah ( )

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Nama Anggota : Aisyah Aulia ( ) Anifatus Sa’adah ( )"— Transcript presentasi:

1 TEKNOLOGI SEDIAAN BAHAN ALAM Senyawa Kurkumin pada Sediaan Mikroemulsi Topikal
Nama Anggota : Aisyah Aulia ( ) Anifatus Sa’adah ( ) Aulia Nurwidyawati ( ) Ayu Evita Sari ( )

2 Tanaman Kunyit (Curcuma longa)
Kunyit memiliki nama ilmiah Curcuma longa. Kata Curcuma berasal dari bahasa Arab “Kurkum” dan Yunani “Karkom”. Pada tahun SM, Dioscorides menyebut tanaman ini sebagai Cyperus yang menyerupai jahe, tetapi pahit, kelat, dan sedikit pedas, tetapi tidak beracun Penyakit yang dapat diobati dengan ramuan kunyit yaitu penyakit kulit, obat luar (bengkak dan rematik), membersihkan dan menurunkan tekanan darah, sakit maag, liver, empedal (batu empedu), gastritis, amandel, wasir, disentri, keputihan, malaria, sariawan mulut.

3 Kandungan Senyawa Tanaman Kunyit (Curcuma longa)
Senyawa Curcumin. Curcumin adalah komponen fitokimia yang ditemukan dalam kunyit. Oleh karena warnanya, curcumin telah banyak digunakan dalam industri pakaian dan makanan. Juga telah digunakan sebagai pengawet dan tambahan dalam bahan pangan. Contoh : a-curcumene, zingiberenel Sesquiterpenes. Komponen yang memberi aroma khas pada kunyit. Contoh : curcumenol, isoprocurcumenol Minyak atsiri. termasuk d-α-phellandrene, D-sabinene, cinol, borneol, zingiberene, dan sesquiterpenes

4 Latar belakang Kurkumin memiliki bioavailabilitas yang buruk bila diberikan secara oral. Pada pemberian kurkumin secara oral menunjukkan bahwa, 75% dari dosis yang dibeikan, diekskresikan melalui feses. Melihat buruknya efektivitas pemberian kurkumin per oral, maka salah satu metode untuk meningkatkan efektivitas penggunaan kurkumin dalam pengobatan adalah dengan membuat dalam sediaan mikroemulsi untuk diberikan secara transdermal. Mikroemulsi merupakan suatu sediaan yang transparan, isotropic dan stabil secara termodinamik yang terbuat dari surfaktan, minyak dan air dengan atau tanpa kosurfaktan (Zheng, 2011).

5 Latar belakang Mikroemulsi didefinisikan sebagai larutan transparan yang diperoleh dengan menstabilkan emulsi kasar melalui penambahan alkohol rantai sedang (medium- chain alcohol). Keberadaan alkohol rantai sedang ini berfungsi sebagai kosurfaktan yang berperan menurunkkan tegangan antar muka fasa air dan fasa minyak menjadi sangat rendah sehingga akan menstabilkan sistem. Secara kasat mata, mikroemulsi merupakan sediaan yang transparan yang memiliki diameter ukuran globul nm (Prince, 1997). Mikroemulsi adalah sediaan yang terdiri dari minyak, air, surfaktan, dan kosurfaktan.

6 Latar belakang Karakteristik sediaan mikroemulsi memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan emulsi biasa. Karakteristik tersebut antara lain bersifat stabil secara termodinamika, jernih, transparan atau translucent, viskositasnya rendah, serta mempunyai tingkat solubilitas yang tinggi sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas obat tersebut di dalam tubuh (Lawerence M.J & G.D Rees, 2000).

7 Latar belakang Formulasi dari mikroemulsi dapat digunakan untuk pelepasan terkontrol dari zat aktif dan dapat melindungi zat aktif terlarut dari degradasi yang tidak diinginkan. Kurkumin sukar larut dalam air, dengan membuat kurkumin dalam sediaan mikroemulsi dapat meningkatkan kelarutan dari kurkumin. Selain itu, digunakan minyak ikan pada formula ini sebagai fase minyak. Pembuatan mikroemulisi minyak dalam air dapat mengurangi bau minyak ikan yang kurang enak. Mikroemulsi umumnya memiliki viskositas yang rendah sehingga mikroemulsi kurkumin dibuat dalam sediaan gel. Penggabungan mikroemulsi dengan gel diharapkan dapat meningkatkan viskositas dari sediaan sehingga pemberian kurkumin secara transdermal menjadi lebih nyaman untuk digunakan.

8 Manfaat Curcumin bagi Kesehatan
Curcumin memiliki efek anti-inflamasi, anti-angiogenik, anti-proliferatif, anti-oksidan, serta anti-infeksi. Sehingga digunakan sebagai terapi beberapa penyakit seperti osteoarthritis, hepatitis, Alzheimer, dislipidemia, terapi luka, diabetes, obesitas dan sindrom metabolik (Aggarwal, 2013).

9 Sifat fisika kimia kurkumin
b. Sifat Fisika  Bentuk : serbuk  Warna : kuning terang atau kuning kemerahan Sifat Kimia  Melting Point : 183°C  Molar Mass : g/mol  Tidak larut di dalam air dan eter tetapi larut di dalam alkohol  Di dalam alkali warnanya akan menjadi merah kecoklatan dan di dalam asam akan berwarna kuning terang.

10 PREPARASI BAHAN

11 Preparasi Bahan Rimpang kunyit segar disortasi
Dibersihkan dicuci dengan air deionisasi, diiris dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama satu minggu dan dikeirngkan lagi pada suhu 50 °C dalam oven udara panas selama 6 jam. Rimpang kering dipotong dalam potongan-potongan kecil, dihaluskan.

12 EKSTRAKSI DAN ISOLASI

13 20 gram sampel serbuk halus dimasukan slongsong dalam Sifon soxhlet
Ekstraksi 20 gram sampel serbuk halus dimasukan slongsong dalam Sifon soxhlet 150 ml dari pelarut etanol ditambahkan dan diekstraksi berdasarkan titik didih pelarut selama 6 jam. Setelah selesai ekstraksi ekstrak cokelat gelap kemudian didinginkan, disaring, diuapkan menggunakan evaporator Di vakum hisap untuk mendapatkan ekstrak kering kasar yang menghasilkan warna oranye hitam.

14 Isolasi Senyawa kurkumin yang dikumpulkan dari kolom kromatografi dilarutkan dalam metanol dan dipanaskan Setelah larut sempurna ditambahkan kloroform untuk mendapatkan rasio metanol:kloroform 5:2 Simpan pada 5 °C selama semalam Kristal yang diperoleh dipisahkan dengan penyaringan. Kristal diendapkan dengan petroleum eter. Diperoleh senyawa murni kurkuminoid kristal dianalisis dalam HPLC

15 IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR

16 Identifikasi KLT Kromatografi Lapis Tipis yang digunakan yaitu Silika gel 60 F254 dengan fase gerak kloroform : etanol :asam asetat glasial (94 : 5 : 1) dan dideteksi dibawah lampu UV 366 nm. Fase diam yang digunakan harus diaktifkan terlebih dahulu dengan cara dioven pada suhu 110˚C selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya absorbsi dari fase diam.

17 Penetapan kadar Masing-masing 5 μL larutan uji dan seri kadar larutan pembanding ditotolkan pada lempeng fase diam dan dielusi dengan fase gerak diukur secara KLT-Densitometri, pada panjang gelombang 426 nm.

18 Uji Farmakologi a. Uji antioksidan secara kualitatif Sejumlah tertentu isolat kurkumin kunyit (Curcuma longa) dilarutkan dalam air kemudian ditotolkan pada pelat KLT silika gel GF254. Setelah totolan kering, dikembangkan dengan n-butanol : asam asetat glasial : aquades (4:1:5) hingga batas pengembangan, kemudian dikeringkan. Hasilnya disemprot dengan DPPH 0,2% dalam etanol. Uji positif yang bersifat antiradikal bebas menghasilkan bercak kuning dengan latar belakang ungu dalam waktu 30 menit (Calvin, 1998:394). b. Uji secara kuantitatif - Pembuatan Larutan DPPH 1mM - Pembuatan Larutan Blanko -Pembuatan Larutan induk Vitamin C 100 ppm -Pembuatan Larutan Uji -Perhitungan Antioksidan Metode DPPH

19 Uji farmakodinamik Kemampuan senyawa kurkumin sebagai antioksidan untuk mengubah ion ferri (Fe3+) menjadi ion ferro (Fe2+) melalui reaksi reduksi menggambarkan daya reduksi, dimana daya reduksi merupakan indikator potensi suatu senyawa sebagai antioksidan. Ion ferro merupakan peroksidan yang aktif dengan mengkatalisis dekomposisi hidroperoksida menjadi radikal bebas (Sigh dkk, 2005).

20 Uji farmakodinamik Larutan sediaan gel mikroemulsi senyawa kurkumin dibuat dalam berbagai konsentrasi yang diuji menggunakan pelarut buffer fosfat. Larutan sediaan gel mikroemulsi senyawa kurkumin sebanyak 0,1 ml ditambah dengan 0,25 ml buffer fosfat (0,2 M; pH 6,6) dan 0,25 ml kalium ferrisianida 1%. Campuran diinkubasi pada suhu 50% selama 20 menit kemudian ditambahkan 0,25ml asam trikloroasetat dan disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan prpm dan suhu 25˚C, 20 menit. Setelah itu ditambahkan 0,25 ml asam trikloroasetas, disentrifugasi 10 menit pada kecepatan 1700 prpm dan suhu 25˚C. Sebnayak 0,25 ml supernatan dicampur dengan aquadest dan 0,05 ml ferri klorida 0,1%. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 700 nm. Peningkatan absorbansi menunjukkan peningkatan daya reduksi

21 Uji toksisitas Meliputi : 1. Uji Iritasi Primer a. Penetapan dosis
Dosis yang digunakan dalam penelitian ini berpatokan pada 0,5 g untuk bahan yang berbentuk padat dan 0,5 ml untuk bahan yang berupa cairan untuk 1x1 inci kulit (Lu, 1995). b. Penanganan hewan uji Hewan uji di tempatkan di suatu kandang khusus terpisah dengan hewan uji untuk penelitian yang lain. Pada saat ini, hewan uji diberi kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya dan dihindarkan dari stres. c. Pengelompokan hewan uji Pengelompokan hewan uji dilakukan berdasarkan rangkaian uji sama subjek yang artinya uji dilakukan dengan cara setiap hewan uji pada masing- masing kelompok mendapat perlakuan yang sama dengan variabel yang sama yaitu konsentrasi/dosis. d. Pencukuran hewan uji Bagian tubuh kelinci yang dicukur adalah daerah punggung dengan ukuran 1x1 inci. e. Pemberian larutan uji dan pengamatan gejala toksik Mengambil gel kunyit sebanyak 0,5 ml, di oleskan diarea punggung dengan menggunakan kuas. Setelah pengolesan selesai, area yang diolesi ditutup dengan kain kasa steril yang dilapisi plastik, kemudian ditutup lagi dengan hypafix dan diberi plester kemudian hewan uji dikembalikan ke kandangnya. Setelah 24 jam , kasa steril dibuka lalu diamati gejala toksik apa saja yang timbul, termasuk eritema dan edema.

22 TAHAP FITOFARMAKA

23 Tahap-tahap ini meliputi:
Pemilihan Pengujian Farmakologik a. Penapisan aktivis farmakologik diperlukan bila belum terdapat petunjuk mengenai khasiat. b. Bila telah ada petunjuk mengenai khasiat maka langsung dilakukan pemastian khasiat. PengujianToksisitas a. Uji toksisitas akut b. Uji toksisitas sub akut c. Uji toksisitas kronik d. Uji toksisitass pesifik: - Toksisitas pada janin - Mutagenisitas - Toksisitas topikal - Toksisitas pada darah, dll Pengujian Farmakodinamik Pengembangan Sediaan (formulasi) Penapisan Fitokimia dan Standarisasi Sediaan

24 Pengujian klinik a. Fase I :Dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan tolerabilitas obat tradisional. b. Fase II awal : Dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembanding. c. Fase II akhir : Dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding. d. Fase III : Uji klinik definitif. e. Fase IV : Pasca pemasaran, untuk mengamati efek samping yang jarang atau yang lambat timbulnya.

25 PENGEMBANGAN SEDIAAN MIKROEMULSI

26 Formula Formulasi Basis Gel Formulasi Mikroemulsi Gel Bahan
Konsentrasi (%) Minyak Ikan 10 Asam Oleat 5 Etanol 15 Propilenglikol Tween 80 35 Kurkumin 1,5 Basis gel 20 Aquadest 8,5 Bahan Konsentrasi (%) Karbopol 2 NaOH 0,4 Nipagin 0,1 Nipasol 0,01 Aquadest 97,49

27 Cara Pembuatan Karbopol dikembangkan dalam aquadest selama 24 jam.
NaOH dilarutkan dalam aquadest kemudian ditambahkan kedalam gel. Nipagin dan nipasol dilarutkan dalam air panas. Kemudian ditambahkan kedalam campuran gel di ad dengan menggunakan homogenizer multimix sehingga homogen. Tween 80 dan aquadest dihangatkan di penangas air hingga suhunya mencapai 400C. kemudian diaduk dengan menggunakan homogenizer secara perlahan hingga tercampur homogen. Minyak ikan dan asam oleat dicampur dan diaduk hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam campuran Tween 80 dan aquadest. Ekstrak kurkumin dibuat dengan cara melarutkan kurkumin dalam etanol, kemudian disaring dengan kertas saring,kemudian dicampurkan dan diaduk hingga homogen. Sisa etanol ditambahkan ke dalam campuran sehingga jumlah etanol total sebanyak 15%. Propilenglikol ditambahkan sedikit demi sedikit, campuran diaduk dengan homogenizer multimix dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Setelah mikroemulsi terbentuk, basis gel diambil sebanyak 20% dan dimasukkan ke dalam beaker glass. Masukkan mikroemulsi sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan menggunakan homogenizer. Setelah itu diaduk dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.

28 Penapisan Fitokimia dan Standardisasi Sediaan
Standarisasi sediaan Mikroemulsi Penapisan Fitokimia Uji flavonoid Uji alkaloid Uji steroid/terpenoid Uji tanin Uji saponin 1. Ukuran droplet mikroemulsi gel 2. Uji pH 3. Uji sentrifugasi 4. Uji viskositas 5. Uji penetapan kadar 6. Uji stabilitas mikroemulsi gel : a. Pada suhu kamar (250C ± 20C) b. Pada suhu tinggi (400C ± 20C) c. Pada suhu rendah (40C ± 20C) d. Uji freeze-thaw

29 Standarisasi sediaan Mikroemulsi
a. Ukuran droplet mikroemulsi gel Ukuran globul mikroemulsi gel diukur dengan menggunakan alat Particle Size Analyzer (Malvern, 2000) dengan ketelitian 1000 nm. b. Uji pH Pengukuran pH sediaan dapat diukur dengan menggunakan alat potensiometrik (pH meter). Pembakuan pH meter dipilih dua larutan dapar sehingga larutan uji diharapkan terletak diantara pH 4 dan pH 7. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang yaitu 25 ± 20C selama 8 minggu setiap 2 minggu sekali (Departemen Kesehatan Ri, 1995). c. Uji sentrifugasi Dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama 5 jam. Uji sentrifugasi ini menggambarkan kestabilan mikroemulsi karena pengaruh gravitasi yang setara selama 1 tahun. d. Uji viskositas Pengukuran dilakukan dengan Viscometer Brookfield. Pengukuran dilakukan pada kecepatan 2, 4, 10, dan 20 rpm. Kemudian dibalik mulai dari 20, 10, 4, dan 2 rpm. Data yang diperoleh diplotkan terhadap tekanan geser (dyne/cm2) dan kecepatan geser (rpm) sehingga akan diperoleh sifat aliran (rheology). e. Uji penetapan kadar Penetapan kadar kurkumin dalam sediaan mikroemulsi dengan menggunakan Spektrofotometri uv-vis dengan menggunakan methanol sebagai pelarut.

30 f. Uji stabilitas mikroemulsi gel 1
f. Uji stabilitas mikroemulsi gel 1. Pada suhu kamar (250C ± 20C) Sediaan mikroemulsi diuji stabilitasnya dengan cara, mikroemulsi disimpan pada suhu kamar apakah formula sediaan mikroemulsi tersebut tetap stabil dan tidak menunjukkan perubahan fisik. Uji ini dilakukan selama 6 minggu dan dilihat setiap 2 minggu sekali. Dilakukan pengukuran pH setiap 2 minggu sekali. 2. Pada suhu tinggi (400C ± 20C) Sediaan disimpan pada suhu 400C. uji ini dilakukan selama 6 minggu dan dilihat setiap 2 minggu. Kemudian sediaan diamati secara organoleptis. Apakah sediaan makroemulsi gel terjadi pemisahan fase dan terjadi perubahan warna atau tidak selama 6 minggu. Dilakukan pengukuran pH tiap 2 minggu sekali 3. Pada suhu rendah (40C ± 20C) Sediaan ditimbang 5 gram dimasukkan dalam vial 10 ml dan dibungkus dengan alumunium foil untuk mencegah adanya pengaruh sinar dalam uji stabilitas mikroemulsi gel kurkumin. Diuji pada suhu 40C. Dilakukuan pengukuran pH setiap 2 minggu selama 6 minggu. 4. Uji freeze-thaw Sediaan ditimbang 5 gram dimasukkan dalam vial 10 ml dan dibungkus dengan alumunium foil diuji kestabilannya secara bergantian pada suhu dingin 40C dan suhu tinggi 400C. Masing-masing temperature diuji selama 24 jam. Uji dilakukan sebanyak 6 siklus, untuk menguji kestabilan fisiknya. Dilakukuan pengukuran pH pada saat sebelum dan sesudah cycling test.

31 UJI KLINIK Dilakukan studi klinik kurkumin dengan cara 25 pasien diterapi dengan sediaan gel yang dioleskan 2x sehari selama 2 bulan. Kemudian dimonitor responnya.

32 Kesimpulan dan Saran KESIMPULAN
Dibuat dalam sediaan mikroemulsi gel dengan bahan aktif senyawa kurkumin dari ekstrak kunyit. Pengujian sediaan menggunakan uji klinis. Standarisasi sediaan mikroemulsi gel meliputi Uji ukuran droplet mikroemulsi gel, Uji PH, Uji sentrifugasi, Uji penetapan kadar, dan Uji stabilitas mikroemulsi gel. SARAN Perlu dilakukan inovasi lain dalam pembuatan sediaan dengan senyawa aktif kurkumin.

33


Download ppt "Nama Anggota : Aisyah Aulia ( ) Anifatus Sa’adah ( )"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google