Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ETIKA dan KEBIJAKAN MEDIA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ETIKA dan KEBIJAKAN MEDIA"— Transcript presentasi:

1 ETIKA dan KEBIJAKAN MEDIA
4:15 PM ETIKA MEDIA KAMARUDDIN HASAN Pertemuan 12… Semester Ganjil tahun Akademik 2015/2016

2 ETIKA MEDIA 4:15 PM Tahun Peristiwa 23-24 Desember 1933
Di Surakarta terbentuk PERDI (Persatoean Djoernalis Indonesia). 9 Februari 1946 Di Surakarta para tokoh pers mendirikan PWI. Tahun 1946 Kode etik jurnalistik baru dirumuskan pada konggres PWI di malang Tahun 1950-an Diterapkannya pers liberal berdasarkan UUDS-1950 yang menganut sistem kabinet parlementer 1950-an. Menumbuhkan keadaran perlunya Dewan Kehormatan yang mengawasi dan metapkan sanksi atas pelanggaran kode etik. 1-3 Juni 1952 Konggres ke IV, memutuskan membentuk Dewan Kehormatan PWI (DK-PWI) yang khusus bertugas mengawasi pelaksanaan penataan kode etik jurnalistik. 24 September 1952 Dibentuk DK PWI 1-2 Mei 1954 Diadakan pertemuan dengan para pimpinan redaksi seluruh Indonesia dan para perwakilan cabang PWI. Hasil: catatan sekitar kode etik jurnalistik serta lembaga yang perlu dibentuk, pembentukan panitia AD Hoc yang bertugas menyusun kode etik jurnalistik . 31 November-2 Desember 1955 Konggres VIII PWI di Medan/Prapat naskah yang dihasilkan oleh panitia Ad Hoc dibahas, diterima dan disahkan Tahun Pers berubah dari sangat bebas dan mengedepankan kepentingan individu menjadi pers yang terlalu mengedepankan kepentingan politik dan kolektif dibawah penerapan demokrasi terpimpin Presiden Soekarno, terutama setelah dekrit 2 Juli 1959 Tahun 1968 Diadakan pemilihan anggota DK-PWI untuk masa bakti Tahun 1959 Muncul UU Darurat No. 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya dengan sendirinya merupakan senjata ampuh untuk membungkam pers yang mencoba bersuara miring atasa ajaran Demokrasi Terpimpin Presiden Soekarno.

3 Etika Media Kode Etik Dari Waktu ke Waktu KODE ETIK JURNALISTIK (1961)
4:15 PM Etika Media Kode Etik Dari Waktu ke Waktu KODE ETIK JURNALISTIK (1961) KODE ETHIK JURNALISTIK (1968) KODE ETHIEK JURNALISTIK (1973) KODE ETHIEK JURNALISTIK (1980) KODE ETIK JURNALISTIK (1984) KODE ETIK JURNALISTIK (1990) KODE ETIK JURNALISTIK (1994) KODE ETIK JURNALISTIK (1998) Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) (1999) KODE ETIK JURNALISTIK (2006) Beberapa penyesuaian dan penyempurnaan dari tahun-ketahun terus dilakukan sekalipun tidak pernah bermaksud merombak prinsip-prinsip yang ada. Sifat penyempurnaan tersebut bersifat penegasan, sekaligus mempertajam perumusan sedemikian rupa sehingga mengurangi multi tafsir dalam melaksanakan dan dalam menegakkan ketentuan kode etik.

4 4:15 PM Tahun Peristiwa Tahun 1916
Pemerintah Jajahan Hindia Belanda mengeluarkan  Ordonantie Bioscoop yang tercatat dalam Staadsbad van Nederlands Indie, Nomor 276 tentang Pengawasan Pertunjukan dan Nomor 277 tentang Pengawasan Pertunjukan di Batavia (Jakarta) Semarang dan Surabaya Tahun 1919 Dikeluarkan  Ordonansi Film nomor 377 tentang bioskop, dan memperluas Komisi Sensor di setiap daerah yang telah ada bioskopnya dan membentuk sub-sub komisi Tahun 1920 Diubah lagi dengan aturan  tentang penghapusan Komisi Sensor Film di 4 kota besar. Tahun 1925 Dikeluarkan Ordonantie Film  yang membubarkan Komisi Sensor di daerah, dan membentuk Komisi Sensor Film di Batavia di bawah Binenlands Bestuur atau Departemen Dalam Negeri, yang langsung dapat mengawasi sensor di seluruh daerah jajahan Hindia Belanda Tahun  1926 Ordonansi  ini disempurnakan lagi tentang film-film yang boleh dipertunjukkan di bioskop dengan katagori di bawah 17 tahun atau di atas 17 tahun Tahun 1940 Muncul Ordonansi Film Nomor 507 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Komisi Film dan Susunan Keanggotaan Komisi Film Tahun 1946 Pemerintah Indonesia menempatkan Badan Sensor Film berada dalam lingkungan Departemen Pertahanan Negara dan bertanggungjawab pada Menteri Penerangan Tahun 1948, Pemerintah kemudian menempatkan Badan Sensor Film dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri dengan nomenklatur Panitya Pengawas Film Tahun 1950  Pemerintah Republik Indonesia menempatkan Badan Sensor Film dalam lingkungan Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK). Pada masa ini Film import membanjir maka dibentuk Association of Motion Picture of America di Indonesia (AMPAI). Tahun 1960 TAP MPRS 1960 yang  menyatakan bahwa film bukan semata-mata barang dagangan melainkan alat pendidikan dan penerangan Tahun Kebijakan pemerintah menganai film berganti menurut mentri yang menjabat

5 Etika Penyiaran (Radio, Televisi, dan Iklan )
4:15 PM Etika Penyiaran (Radio, Televisi, dan Iklan ) Etika Penyiaran Etika penyiaran untuk radio dan televisi kurang lebihnya sudah tercantum dalam undang-undang mengenai penyiaran. Untuk Radio, lembaga PRSSNI memiliki kode etik tersendiri dimana salah satu isu terkaitnya mengenai pengaturan content, pengaturan frekwensi . Sementara untuk media rekaman kode etik yang terkait adalah mengenai pembajakan dan copyright . Untuk menegakkan martabat, integritas, dan mutu Jurnalis Televisi Indonesia, serta bertumpu kepada kepercayaan masyarakat, dibentuklah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) yang menetapkan Kode Etik Jurnalis Televisi, yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh jurnalis Televisi Indonesia.

6 ETIKA PERIKLANAN TATA KRAMA ISI IKLAN
4:15 PM ETIKA PERIKLANAN TATA KRAMA ISI IKLAN Hak Cipta Bahasa Tanda Asteris (*) Penggunaan Kata "Satu-satunya“ Pemakaian Kata "Gratis“ Pencantum Harga Garansi Janji Pengembalian Uang (warranty) Rasa Takut dan Takhayul Kekerasan Keselamatan Perlindungan Hak-hak Pribadi Hiperbolisasi Waktu Tenggang (elapse time) Penampilan Pangan Penampilan Uang Kesaksian Konsumen (testimony) Anjuran (endorsement) Perbandingan Perbandingan Harga Merendahkan Peniruan Istilah Ilmiah dan Statistik Ketiadaan Produk Ketaktersediaan Hadiah Pornografi dan Pornoaksi Khalayak Anak-anak

7 Kode Etik Konten Multimedia
4:15 PM Kode Etik Konten Multimedia Diatur oleh Menkominfo Disusun untuk menciptakan iklim penyediaan dan pemuatan konten multimedia yang kondusif, kooperatif dan sinergis antara pemerintah, pelaku industri dan masyarakat serta menciptakan masyarakat informasi Indonesia yang berintegritas, kreatif, dan kompetitif. Memiliki fungsi sebagai panduan perilaku industri konten multimedia di Indonesia dan juga sebagai alternatif pengaturan konten multimedia yang strategis, tidak represif serta tidak memberlakukan aktivitas penyensoran konten secara sepihak. Beberapa hal yang ada dalam kode etik ini : Pedoman standar konten yang berisi panduan tentang batasan-batasan apa yang diperbolehkan dan/atau yang tidak diperbolehkan dimuat dalam konten di Internet. Pedoman Perilaku Pemuatan Konten yang merupakan panduan tentang batasan-batasan apa yang diperbolehkan dan/atau yang tidak diperbolahkan berlangsung dalam proses pemuatan konten multimedia, termasuk konten di Internet. Ketentuan khusus mengenai penyelenggara jasa internet (Internet Access Service Provider), penyelenggara jasa hosting konten (Internet Content Hosting Provider), pemuat konten (Internet Content Provider and/or Content Aggregator) serta pembuat konten (Content Developer). Kode etik ini juga memuat sanksi yang akan diberikan pada pihak yang melanggar kode etik ini serta bagaimana peran masyarakat dan pemerintah. Adapun organisasi yang mengatur tentang dunia internet di Indonesia adalah : APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dibentuk tanggal 15 Mei 1996.

8 terimakasih


Download ppt "ETIKA dan KEBIJAKAN MEDIA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google