Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

BENTUK USAHA TETAP.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "BENTUK USAHA TETAP."— Transcript presentasi:

1 BENTUK USAHA TETAP

2 SISTEMATIKAPEMBAHASAN
Bentuk Usaha Tetap dalam UU PPh: Subjek Pajak Objek Pajak Menghitung Pajak Branch Profit Tax Bentuk Usaha Tetap dalam P3B: Pasal 7 – Laba Usaha Pasal 5 – Bentuk Usaha Tetap

3 Orang Pribadi Badan SUBJEK PAJAK BUT
IHT SUBJEK PAJAK Subjek Pajak Orang Pribadi Badan BUT Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh: orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,  SPLN Orang Pribadi atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia  SPLN Badan, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. (Pasal 2 ayat (5) UU PPh) Kewajiban Pajak Subjektif: Dimulai pada saat orang pribadi atau badan menjalankan usaha atau kegiatan melalui suatu Bentuk Usaha Tetap. Berakhir pada saat orang pribadi atau badan tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui suatu Bentuk Usaha Tetap (Pasal 2A ayat (3) UU PPh) 3

4 SUBJEK PAJAK Elemen-elemen dasar BUT:
IHT SUBJEK PAJAK Elemen-elemen dasar BUT: Suatu tempat usaha (a place of business), Yang bersifat permanen, Yang digunakan oleh SPLN (orang pribadi atau badan), Untuk menjalankan usaha (business) atau melakukan kegiatan (activities). (Pasal 2 ayat (5) UU PPh dan Penjelasannya) Penting: Tidak semua SPLN dapat menjadi BUT, namun hanya yang memperoleh penghasilan dari menjalankan business atau activities. Tidak ada isu BUT bila SPLN hanya memperoleh penghasilan dari pekerjaan (spt: gaji, upah) atau penghasilan dari modal (bunga, dividen, sewa dan royalti). SPLN dapat menjadi BUT bila memenuhi empat elemen di atas. BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan (material dan formal). 4

5 Perwujudan BUT BUT FISIK ATAU AKTIVA: BUT AGEN:
IHT BUT FISIK ATAU AKTIVA: tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; Gudang; Ruang untuk promosi dan penjualan pertambangan & penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran Migas perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; Perwujudan BUT BUT AGEN: n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, BUT ASURANSI: o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia. BUT BUT PROYEK: l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; BUT E-COMMERCE: p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penye-lenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. BUT JASA: m. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;

6 BUT JENIS AKTIVA : Contoh: Persh A bergerak dalam bidang perbankan yg didirikan dan bertempat kedudukan di Hongkong . Pada tahun 2013, Persh A mendirikan cabang yg berlokasi di Jakarta. Dari contoh di atas maka yg disebut BUT adalah cabang A yg didirikan di Jakarta . Sedangkan status kantor pusat A di Hongkong merupakan subjek pajak luar negeri.

7 BUT JENIS AKTIVITAS : Contoh: Persh B adalah sebuah persh yg bergerak dalam bidang jasa konstruksi, didirikan dan bertempat kedudukan di China. Pada tahun 2013 persh B mendapatkan sebuah proyek pembangunan jembatan di Indonesia tepatnya berlokasi di Surabaya. Dari contoh di atas maka yg disebut BUT adalah aktivitas proyek konstruksi di Surabaya. Pemajakan yg dilakukan di Indonesia adalah sebatas penghasilan yg diperoleh dari proyek konstruksi pembangunan jembatan di Indonesia saja. Sedangkan atas penghasilan lainnya yg diperoleh di luar Indonesia, tidak dpt dipajaki di Indonesia.

8 Contoh: Persh Z sebuah persh bergerak dalam bidang jasa konsultan, didirikan dan berkedudukan di Singapura . Pd th 2013, persh Z memberikan jasa konsultasi pada PT. ABC di Indonesia. Dlm rangka pekerjaannya, persh Z mengirimkan salah seorang karyawannya ke Indonesia. Sesuai kontrak jasa konsultasi yg diberikan berlangsung selama 3 bulan. Dari contoh di atas maka yg disebut BUT adalah aktivitas pemberian jasa konsultasi di Indonesia, mengingat aktivitas tsb dilakukan lebih dari 60 hari. Jika pekerjaann tsb berlangsung kurang dari 60 hari, maka sesuai ketentuan UU PPh, bahwa BUT belum dianggap ada.

9 BUT JENIS AGEN : Contoh: Persh XYZ adalah persh yg didirikan dan bertempat kedudukan di Singapura. Persh XYZ mempunyai anak persh, yaitu PT. ABC yg berkedudukan di Indonesia. Dalam kegiatannya di Indonesia., PT. ABC bertindak sebagai agen dan menutup kontrak untuk dan atas nama Persh XYZ. Sekilas dari contoh tsb status PT. ABC sepertinya adalah Subjek Pajak Badan DN, namun mengingat selaku agen kedudukannya tdk bebas, dan bertindak untuk dan atas nama XYZ, maka status PT. ABC adalah bentuk usaha tetap (BUT).

10 BUT JENIS PERSH ASURANSI :
Contoh : PT. A membeli premi asuransi kerugian atas kebakaran pabrik yg berlokasi di Jakarta kepada PT. B sebagai sebuah persh asuransi yg didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. Oleh PT. B kemudian di reasuransikan kepada Persh C , yaitu sebuah persh asuransi yg berkedudukan di Australia, Dari contoh di atas Persh C dianggap memiliki BUT di Indonesia, karena menerima pembayaran premi asuransi dan menanggung risiko di Indonesia.

11 SUBJEK PAJAK Pengertian Time Test:
IHT SUBJEK PAJAK Pengertian Time Test: Pengujian untuk menentukan signifikansi keberadaan seseorang di Indonesia, Signifikansi itu untuk menentukan materialitas hubungan faktual/ekonomi antara Negara dengan Subjek Pajak. Dua jenis time test dalam UU PPh: Lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan? Khusus untuk menentukan status Subjek Pajak orang pribadi (SPDN atau SPLN) Lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan? Untuk menentukan keberadaan BUT dari SPLN (orang/badan) yang memberikan jasa di Indonesia. 11

12 OBJEK PAJAK Objek Pajak bagi SPDN adalah Penghasilan, yaitu:
IHT OBJEK PAJAK Objek Pajak bagi SPDN adalah Penghasilan, yaitu: setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. (Pasal 4 ayat (1) UU PPh) Definisi penghasilan tersebut mencakup elemen-elemen sbb: Setiap jenis penghasilan dalam pengertian ekonomis, (Global income taxation) Semua saat pengakuan (cash basis atau accrual basis), Semua sumber geografis penghasilan (worldwide income), Semua jenis cara pemanfaatan, Dengan nama dan dalam bentuk apapun. 12

13 OBJEK PAJAK Objek Pajak bagi SPLN BUT:
IHT OBJEK PAJAK Objek Pajak bagi SPLN BUT: Atribusi Faktual: penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai (Pasal 5 ayat (1) huruf a) “Force of Attraction”: penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia (Pasal 5 ayat (1) huruf b) Atribusi karena hubungan efektif: penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. (Pasal 5 ayat (1) huruf c). 13

14 Atribusi Faktual: Pasal 5 ayat (1) huruf a
IHT Atribusi Faktual: Pasal 5 ayat (1) huruf a X Corp. Negara X Indonesia Income BUT X Corp. Sales Product “X” Income Assets PT PQR PT ABC Atribusi Faktual: Objek Pajak BUT dari kegiatan atau harta BUT tersebut.

15 Force of Attraction: Pasal 5 ayat (1) huruf b
IHT Force of Attraction: Pasal 5 ayat (1) huruf b X Corp. Income Negara X Indonesia BUT X Corp. Sales Product “X” Income Sales Product “X” PT ABC PT PQR Force of attraction: Income kantor pusat dari PT ABC menjadi objek pajak BUT.

16 Hubungan efektif: Pasal 5 ayat (1) huruf c
IHT Hubungan efektif: Pasal 5 ayat (1) huruf c Betah Corp. License Agreement Negara X Royalty & fee Indonesia Management Agreement BUT Betah Corp. PT ABC Bangunan Hotel Terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan kepada kantor pusat  royalty dan fee adalah objek pajak BUT.

17 OBJEK PAJAK SPLN TERKAIT BUT
IHT OBJEK PAJAK SPLN TERKAIT BUT BRANCH PROFIT TAX Branch Profit: Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia Terutang PPh sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. (Pasal 26 ayat (4) UU PPh) Syarat agar tidak terutang Branch Profit Tax: (PMK 257/PMK.03/2008 jo PMK No. 14.PMK.03/2011) penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri; perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan; penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi komersial. 17

18 BIAYA-BIAYA BUT Deductible Expense
Pasal 5 (2) UU PPh: BUT diperbolehkan untuk mengurangkan biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat yang ditarik menjadi penghasilan BUT. Pasal 5 (3) a UU PPh: BUT diperbolehkan untuk mengurangkan biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (Lihat Kep. Dirjen Pajak No. KEP-62/PJ./1995)

19 Kep. Dirjen Pajak No. KEP-62/PJ./1995
Besarnya biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto di Indonesia setinggi-tingginya sebanding dengan besarnya peredaran usaha atau kegiatan BUT di Indonesia terhadap seluruh peredaran usaha atau kegiatan perusahaan di seluruh dunia. peredaran usaha BUT di Indonesia x biaya adm. kantor pusat peredaran usaha seluruh dunia

20 BIAYA-BIAYA BUT Non-Deductible Expense
Pasal 5 (3) c UU PPh: BUT TIDAK diperbolehkan mengurangkan pembayaran kepada kantor pusat dalam bentuk: royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya; imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya; bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

21 Pajak Penghasilan Badan (th 2009) 28 %
TARIF PAJAK UNTUK BUT Tarif Pajak Pajak Penghasilan Badan (th 2009) 28 % Pajak Penghasilan Badan (th 2010) 25% Branch Profit Tax 20%

22 MENGHITUNG PAJAK SPDN Badan BUT Dasar Hukum Objek Pajak Pengurang
IHT MENGHITUNG PAJAK SPDN Badan BUT Dasar Hukum Pasal 16 ayat (1) Pasal 16 ayat (3) Objek Pajak Pasal 4 ayat (1) Pasal 5 ayat (1) & memperhatikan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) Pengurang Pasal 6 ayat (1) dan (2), Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g. Pasal 5 ayat (2) dan (3), Penghasilan Netto dihitung dengan Norma Pasal 15 Tarif Pasal 17 ayat (1b) dan (2a) Distribusi Laba setelah PPh Pajak atas Dividen: Nihil, bila dividen memenuhi Pasal 4 ayat (3) huruf f dan i, Withholding 10%, final, bila pemegang saham SPDN-OP, Withholding 20%, bila pemegang saham SPLN Selain itu, withholding 15% Branch Profit Tax: Pasal 26 ayat (4), Tarif 20% 22

23 PENGHITUNGAN PAJAK: BUT
IHT PENGHITUNGAN PAJAK: BUT CARA BIASA: PEREDARAN BRUTO Pasal 5 ayat (1) memperhatikan Pasal 4 (1) PENGURANG Pasal 6 (1) dan Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g PENGHASILAN NETO 23 23

24

25 PENGHITUNGAN PAJAK: BUT
IHT PENGHITUNGAN PAJAK: BUT DENGAN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN: PEREDARAN BRUTO Pasal 5 ayat (1) memperhatikan Pasal 4 (1) Pasal 4 ayat (1) – Pasal 4 ayat (3) NORMA PENGHITUNGAN Pasal 15 diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan PENGHASILAN NETO 25 25

26 Perkiraan Penghasilan Neto
NORMA PENGHITUNGAN Jenis Usaha Perkiraan Penghasilan Neto Dasar Hukum Perwakilan Dagang Asing 1% KMK 634/KMK.04/1994 Pelayaran Luar Negeri 6% KMK 417/KMK.04/1996 Penerbangan Luar Negeri Foreign Drilling Company 15% KMK 628/KMK.04/1991 Asuransi Luar Negeri: premi dr tertanggung premi dr pers.asuransi premi dr pers. reasuransi 50% 10% 5% KMK 624/KMK.04/1994

27 TARIF EFEKTIF UNTUK REPRESENTATIVE OFFICE
Pasal 2 KMK Nomor 634/KMK.04/1994 dan Penegasan SE N0. SE-2/PJ.03/2008 tgl 31/07/08 Penghasilan netto dari Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai ekspor bruto. Pelunasan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 0,44% (empat puluh empat per seribu) dari nilai ekspor bruto dan bersifat final atau sesuai P3B

28 PPh Pasal 15 KANTOR PERWAKILAN DAGANG ASING Atas Nilai Ekspor Bruto
KEP 667/PJ./2001 Atas Nilai Ekspor Bruto PPh Final = 0,44% dari Ekspor Bruto Norma Ph Netto 1% KANTOR PERWAKILAN DAGANG ASING BAYAR SENDIRI PPh PS. 15

29 KANTOR PERWAKILAN DAGANG ASING
Penentuan PPh Pasal 15 KANTOR PERWAKILAN DAGANG ASING Norma : 1%; Tarif PPh : 0,44% Penghasilan bruto = x Penghasilan Neto (1%) = 1% x PPh Badan (30%) = 0,3% x Laba setelah PPh = 0,7% x Branch Profit Tax (20%) = 0,14% x Total PPh : 0,3% + 0,14% = 0,44% x Untuk Kantor Perwakilan Dagang Asing Negara-negara Treaty Partner, besarnya tarif pajak yang terutang disesuaikan dengan tarif Branch Profit Tax dari BUT tsb sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait. SE 2/PJ.03/2008

30 TARIF EFEKTIF UNTUK PELAYARAN DAN PENERBANGAN
Pasal 2 KMK Nomor 417/KMK.04/1996 : Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri ditetapkan sebesar 6% (enam persen) dari peredaran bruto. Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto. Pajak Penghasilan ini bersifat final.

31 PPh Pasal 15 PELAYARAN DLM NEGERI KMK 416/KMK.04/1996
Atas Pengangkutan Orang/ Barang (baik Charter atau Tidak) PPh Final = 1,2% dari Ph Bruto Norma Ph Netto 4% Atas Pengangkutan Orang/ Barang (khusus Charter) PPh Tdk Final = 1,8% dari Ph bruto PENERBANGAN DLM NEGERI KMK 475/KMK.04/1996 Norma Ph Netto 6% PELAYARAN & PENERBANGAN LUAR NEGERI YG PUNYA BUT KMK 417/KMK.04/1996 Atas Pengangkutan Orang/ Barang (baik Charter atau tidak) PPh Final = 2,64% dari Ph Bruto CHARTER – DIPOTONG PENYEWA (DALAM HAL PENYEWA ADALAH PEMOTONG) NON CHARTER & CHARTER OLEH BUKAN PEMOTONG – SETOR SENDIRI

32 PENGHITUNGAN PAJAK: BUT
IHT PENGHITUNGAN PAJAK: BUT PENGHASILAN NETO SISA KERUGIAN TAHUN2 SEBELUMNYA Pasal 6 ayat (2) PENGHASILAN KENA PAJAK Pasal 16 ayat (3) TARIF PPH Pasal 17 ayat (1) huruf b PPH TERUTANG PELUNASAN PPH DLM TAHUN BERJALAN Pasal 20, Pasal 24, Pasal 26 ayat (5) PPH YMH/(LEBIH) DIBAYAR Pasal 28 32 32

33 BUT DALAM TAX TREATY

34 PENGERTIAN LABA USAHA Business Profit:
Penghasilan dari menjalankan usaha (business) atau kegiatan (activities), Active Income: untuk memperolehnya dikeluarkan biaya, usaha, atau pengorbanan, Usaha dapat dilaksanakan oleh individu atau badan, Tidak termasuk penghasilan dari hubungan pekerjaan (employment income), Tidak termasuk penghasilan dari modal/harta (passive income), kecuali jika modal/harta tersebut mempunyai hubungan efektif dengan tempat usaha.

35 Identifikasi Transaksi
INTERAKSI UU PPH DAN P3B Start P3B dite-rapkan? P3B Konflik dng UU PPh? Ya Ya Identifikasi Transaksi Internasional, seperti: Subjek & Objek Pajak Tidak Tidak Ketentuan P3B berlaku untuk hal yang berkonflik Tentukan Perlakuan Pajak menurut UU PPh Perlakuan Pajak menurut UU PPh JALAN TERUS!!! Hal lain yang tidak berkonflik dengan P3B: UU PPh JALAN TERUS!!! Ya Ada PPh terutang? Tidak Stop

36 INTERAKSI UU PPH DAN P3B P3B dapat diterapkan apabila:
Indonesia memiliki P3B dengan negara residen, dan WP luar negeri adalah residen dari negara mitra P3B Indonesia  terdapat SKD yang sah P3B diterapkan? Ya Tidak

37 P3B konflik dengan UU PPh?
INTERAKSI UU PPH DAN P3B P3B dapat berkonflik dengan UU PPh dalam hal, seperti: Status Subjek Pajak dalam negeri, Keberadaan BUT, Hak pemajakan, Besarnya penghasilan (tax base) Besarnya tarif pajak, Definisi penghasilan/harta, Sumber penghasilan P3B konflik dengan UU PPh? Ya Tidak

38 DIAGRAM ALUR PEMAJAKAN ATAS LABA USAHA
Dapat dipajaki bila ada BUT (Pasal 7 ayat (1) P3B) “NO PE NO TAX” Bila tidak terdapat BUT, penghasilan tidak dapat dikenakan pajak di negara sumber. (Pasal 7 ayat (1) P3B) Terdapat BUT? (Pasal 5 P3B) Tidak Ya PPh terutang atas Laba Usaha dihitung sesuai UU PPh Laba Usaha dihitung berdasarkan Pasal 7 P3B 38

39 Article 7 para.1 OECD Model
Laba suatu perusahaan dikenakan pajak hanya di negaranya. (Hak eksklusif Negara Domisili) Tidak eksklusif lagi, bila perusahaan menjalankan usaha melalui BUT di negara lain. Apakah ada BUT? The profits of an enterprise of a Contracting State shall be taxable only in that State unless the enterprise carries on business in the other Contracting State through a permanent establishment situated therein. If the enterprise .....

40 PENGERTIAN BUT DALAM P3B
Konsep utama BUT adalah untuk menentukan hak suatu negara untuk mengenakan pajak atas laba perusahaan dari negara lain. Menurut Article 7 P3B suatu negara tidak dapat mengenakan pajak atas laba perusahaan negara lain kecuali perusahaan itu menjalankan usaha melalui suatu BUT.

41 OVERVIEW ISI ARTICLE 5 P3B
Primary Rule (facile princeps), Daftar ilustrasi BUT: prima facie Proyek konstruksi atau instalasi, Kegiatan yang tidak menjadi BUT, Agen Tidak Bebas dapat menjadi BUT, Agen Bebas bukan BUT, Pengendalian pada anak perusahaan bukan BUT dari Induk Perusahaan

42 BENTUK USAHA TETAP MENURUT P3B
Article 5 para.1: PRIMARY RULE Pengertian BUT menurut P3B (UN/OECD Model): “a fixed place of business through which the business of an enterprise is wholly or partly carried on.” Catatan: Pengertian di atas penting untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya BUT. Perlu pengujian untuk menentukan keberadaan BUT. 42

43 BENTUK USAHA TETAP MENURUT P3B
Pengujian untuk menentukan keberadaan BUT: Test 1 Place of business? Test 2 Fixed: location? Test 3 Fixed: degree of permanence? Test 4 Business carried on through that place? 43

44 BENTUK USAHA TETAP MENURUT P3B
Test 1 Place of business? Suatu tempat usaha atau “a place of business” mempunyai pengertian bahwa tempat tersebut dapat berupa: Premis, fasilitas atau instalasi, Mesin atau peralatan, Tempat berjualan di pasar, tenda, atau “caravan”, atau Ruang atau tempat tertentu. Tempat tersebut bisa: Tersedia untuk digunakan, Dapat dimiliki sendiri atau disewa, Dapat terletak di dalam suatu perusahaan lain, dan Tempat tidak harus diperoleh secara sah. Bukan virtual space, seperti Web Site 44

45 A Place of business Test
Contoh 1: Seorang sales yang secara teratur mengunjungi pelanggan pentingnya di kantor kepala pembelian. Kantor pelanggan itu tidak tersedia untuk sales tersebut, sehingga tidak dapat dianggap sebagai “a place of business” dari perusahaan si sales tersebut. Contoh 2: Seorang karyawan dari perusahaan X diijinkan menempati ruangan di perusahaan B (yang baru saja diambil alih perusahaan X) untuk mengawasi kegiatan perusahaan itu. Artinya, si karyawan menjalankan kegiatan perusahaan X di tempat perusahaan B, sehingga tempat tersebut merupakan “a place of business” perusahaan X. Source: Commentary of OECD Model Tax Convention on Income and Capital, July 2005

46 A Place of business Test
Contoh 3: Perusahaan pengangkutan Q selalu menggunakan dock pengiriman di gudang pelanggannya, PT X, selama bertahun-tahun untuk mengirim barang milik pelanggan itu. Kehadiran Q di dock pengiriman tidak menjadikan dock itu sebagai “a place of business” dari Q karena digunakan sangat terbatas untuk pengambilan barang yang akan dikirim. Contoh 4: Seorang tukang cat, selama 2 tahun menghabiskan 3 hari seminggu mengecat suatu gedung kantor. Kehadiran tukang cat di gedung tersebut menjalankan bisnis utamanya (mengecat) menjadikan gedung itu sebagai “a place of business” si tukang cat. Source: Commentary of OECD Model Tax Convention on Income and Capital,

47 Tempat dan lokasi tertentu dan spesifik,
Fixed – Location Test Tempat usaha berada pada suatu titik geografis tertentu (tidak mengawang-awang, seperti di dunia maya), Tempat dan lokasi tertentu dan spesifik, Tidak selalu berarti tempat usaha tersebut berada di atas tanah. Meskipun suatu kegiatan dilaksanakan secara permanen (sangat lama), namun tidak jelas dimana lokasinya, maka tidak ada BUT. Source: Commentary of OECD Model Tax Convention on Income and Capital, July 2005

48 Fixed – Duration Test Suatu tempat usaha harus mempunyai mempunyai derajat permanen tertentu (a certain degree of permanence): Sulit ditentukan, ditetapkan “fixed” apabila tempat usaha digunakan untuk menjalankan kegiatan selama lebih dari 6 bulan. (Duration test) Dalam kenyataannya setiap tax treaty dapat berbeda-beda. Source: Commentary of OECD Model Tax Convention on Income and Capital, July 2005

49 Beberapa tempat usaha? Bila terdapat beberapa tempat usaha, maka masing-masing akan menjadi BUT bila memenuhi keempat tes BUT. Beberapa tempat usaha dianggap sebagai satu BUT bila tempat-tempat itu melekat penuh secara komersial dan geografis (coherent whole commercially and geographically). Contoh: Pertambangan (berpindah-pindah dalam suatu areal penambangan yang luas): satu BUT, Office hotel (berpindah-pindah ruang dalam satu hotel)

50 Beberapa tempat usaha? Tidak melekat secara komersial
Pemberi jasa mendapat kontrak dari banyak klien di satu gedung yang sama (single geographical), sehingga gedung itu bukan “single place of business”. Tidak melekat secara geografis Konsultan mendapat pekerjaan (satu kontrak) untuk melatih karyawan bank di seluruh cabang, maka setiap cabang merupakan “place of business”.

51 BENTUK USAHA TETAP MENURUT P3B
Article 5 para.2 OECD Model: Prima facie (first face): penampakan wujud, Merupakan contoh tempat usaha yang dapat menjadi BUT, Harus memenuhi para.1 (primary rule), bila tidak memenuhinya, maka bukan BUT, Tidak lengkap. 51

52 BENTUK USAHA TETAP MENURUT P3B
Article 5 para.3 OECD Model: Bangunan, proyek konstruksi dan instalasi merupakan BUT bila dikerjakan lebih dari 12 bulan, Bandingkan P3B RI-Jepang, P3B RI-Singapura. 52

53 BENTUK USAHA TETAP MENURUT P3B
Dalam OECD Model, pemberian jasa, termasuk pemberian konsultasi, tidak pernah menimbulkan BUT. UN Model: pemberian jasa, melalui pegawai atau orang lain, menimbulkan BUT bila dilakukan lebih dari 6 bulan dalam jangka waktu 12 bulan. Bandingkan P3B RI-Jepang, P3B RI-Singapura. 53

54 BENTUK USAHA TETAP MENURUT P3B
Article 5 para.4 OECD Model: Mencantumkan kegiatan-kegiatan yang ditetapkan tidak menimbulkan BUT, Asumsi: kegiatan-kegiatan tersebut masih jauh dari penciptaan laba, kesulitan dalam menentukan besarnya penghasilan, dapat menciptakan iklim yang baik bagi investasi. Bandingkan P3B RI-Jepang, P3B RI-Singapura. 54

55 Article 5 para.4 OECD Model
Notwithstanding the preceding provisions of this Article, the term “permanent establishment” shall be deemed not to include: the use of facilities solely for the purpose of storage, display or delivery of goods or merchandise belonging to the enterprise; the maintenance of a stock of goods or merchandise belonging to the enterprise solely for the purpose of storage, display or delivery; the maintenance of a stock of goods or merchandise belonging to the enterprise solely for the purpose of processing by another enterprise; the maintenance of a fixed place of business solely for the purpose of purchasing goods or merchandise or of collecting information, for the enterprise; the maintenance of a fixed place of business solely for the purpose of carrying on, for the enterprise, any other activity of a preparatory or auxiliary character; the maintenance of a fixed place of business solely for any combination of activities mentioned in subparagraphs a) to e), provided that the overall activity of the fixed place of business resulting from this combination is of a preparatory or auxiliary character. 55

56 Latihan Membaca P3B X Corp. Jepang Indonesia Laba Usaha
Gunakan P3B RI-Jepang untuk mengetahui hak pemajakan Indonesia, apabila: X mendirikan cabang di Indonesia. X melaksanakan kegiatan konstruksi di Indonesia selama 7 bulan. X memberikan jasa konsultasi di Indonesia yang tidak terkait dengan konstruksi selama 7 bulan. X memberikan jasa pengawasan di Indonesia yang terkait dengan konstruksi selama 5 bulan. X memberikan jasa pengawasan di Indonesia yang terkait dengan konstruksi selama 8 bulan dalam rangka Perjanjian Kerjasama Teknik RI-Jepang. X Corp. Jepang Indonesia Laba Usaha BUT X Corp.?

57 Apakah si Agent merupakan BUT dari Company A?
BUT AGEN Company A Negara A Negara B Agent Company B Apakah si Agent merupakan BUT dari Company A? 57

58 Agen yang dependen adalah BUT, yaitu:
In House Training, Subdit PKPI, Dit PP II BUT AGEN Agen yang dependen adalah BUT, yaitu: Bukan agen yang bebas (penjelasan slide berikutnya), menjalankan kebiasaan menutup kontrak untuk dan atas nama prinsipal”, atau “menjalankan kebiasaan memelihara persediaan barang milik prinsipal dan mengirimkannya kepada pelanggan untuk dan atas nama prinsipal”, dan Tidak dicakup dalam para.5. 58

59 BUT AGEN Agen yang bebas:
In House Training, Subdit PKPI, Dit PP II BUT AGEN Agen yang bebas: agen yang bebas secara legal dan ekonomis dari prinsipalnya, dan menjalankan kegiatan dalam bidang usahanya. Catatan: Disebut bebas secara legal, bila kegiatan agen tidak berdasarkan perintah yang detail dari prinsipal, atau tidak dikendalikan secara keseluruhan oleh prinsipal. Disebut bebas secara ekonomis, bila agen menanggung sendiri resiko usaha. 59

60 KASUS (Waktu Penyelesaian 15 menit)
Mell Inc. adalah perusahaan pembuat komputer yang didirikan di Kanada. Tahun lalu, perusahaan itu menghasilkan laba $ 25 juta dari penjualan komputer, printer, dan software kepada perusahaan di Indonesia. Mell tidak mempunyai kantor di Indonesia. Mell mendapat pelanggan dari iklan produk di surat kabar dan TV di Indonesia, melalui katalog yang dikirim dari Singapura dan ikut serta dalam setiap pameran komputer di Indonesia, Penjualan dilakukan melalui website yang server-nya berada di Singapura atau pesanan lewat telepon (pelanggan menelepon nomor di Indonesia yang secara otomatis dialihkan ke staf penjualan yang berada pada call center India), Pembayaran penjualan dilakukan dengan kartu kredit atau penyetoran langsung ke rekening bank di Indonesia. Pengiriman barang menggunakan jasa FedEx, yang melakukan pengemasan di gudang milik Mell dan menerima perintah dari staf penjualan di Singapura. Software diunduh (didownload) lewat website Mell.

61 Gunakan tax treaty RI-Kanada untuk mendiskusikan:
Apakah Indonesia berhak mengenakan pajak atas laba penjualan software kepada pelanggan di Indonesia, Apakah Indonesia berhak mengenakan pajak atas penjualan computer dan printer kepada pelanggan di Indonesia, Apakah jawaban Saudara berubah, apabila Mell memiliki gudang di Jakarta dan FedEx mengambil barang dari gudang tersebut untuk dikirimkan kepada pelanggan?

62 PENERAPAN P3B UNTUK LABA USAHA (BUSINESS PROFIT)
© Subdit PKPI

63 P3B konflik dengan UU PPh?
INTERAKSI UU PPH DAN P3B P3B dapat berkonflik dengan UU PPh dalam hal, seperti: Status Subjek Pajak dalam negeri, Keberadaan BUT, Hak pemajakan, Besarnya penghasilan (tax base) Besarnya tarif pajak, Definisi penghasilan/harta, Sumber penghasilan P3B konflik dengan UU PPh? Ya Tidak

64 DIAGRAM ALUR PEMAJAKAN ATAS LABA USAHA
Dapat dipajaki bila ada BUT (Pasal 7 ayat (1) P3B) “NO PE NO TAX” Bila tidak terdapat BUT, penghasilan tidak dapat dikenakan pajak di negara sumber. (Pasal 7 ayat (1) P3B) Terdapat BUT? (Pasal 5 P3B) Tidak Ya PPh terutang atas Laba Usaha dihitung sesuai UU PPh Laba Usaha dihitung berdasarkan Pasal 7 P3B 64

65 Article 7 P3B Catatan Penting:
Mengatur pembagian hak pemajakan atas laba usaha, Mengatur cara menghitung laba usaha BUT yang akan dikenakan pajak di negara sumber, Menentukan penghasilan yang dapat diatribusikan kepada BUT (objek pajak BUT), Menentukan cara menghitung biaya dan kriteria biaya yang dapat dibebankan (pengurang), Laba usaha ditentukan oleh objek pajak BUT dikurang dengan pengurang, P3B tidak mengatur tentang besarnya pajak terutang atas laba usaha. Dengan demikian, tarif pajak diatur sepenuhnya oleh ketentuan pajak domestik.

66 PEMBAGIAN HAK PEMAJAKAN DAN PENGATURAN ATAS OBJEK PAJAK
Ketentuan domestik: Objek Pajak BUT diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU PPh: Huruf a: atribusi faktual, Huruf b: force of attraction Huruf c: atribusi karena hubungan efektif Article 7 para.1 P3B mengatur: Pembagian hak pemajakan, Objek Pajak BUT Konflik Objek Pajak BUT: Pasal 5 ayat (1) huruf b UU PPh dapat berkonflik dengan Article 7 para.1 P3B.

67 ATRIBUSI KARENA HUBUNGAN EFEKTIF DALAM P3B
Apakah Pasal 5 ayat (1) huruf c UU PPh (Atribusi karena hubungan efektif) tidak berkonflik dengan P3B? Jawab: Tidak. Lihat Article 10 Dividend, Article 11 Interest, Article 12 Royalty dalam P3B. Article 10 para.4 OECD Model: The provisions of paragraphs 1 and 2 shall not apply if the beneficial owner of the dividends, being a resident of a Contracting State, carries on business in the other Contracting State of which the company paying the dividends is a resident through a permanent establishment situated therein and the holding in respect of which the dividends are paid is effectively connected with such permanent establishment. In such case the provisions of Article 7 shall apply.

68 Article 7 para.1 OECD Model
The profits of an enterprise situated therein. If the enterprise carries on business as aforesaid, the profits of the enterprise may be taxed in the other State but only so much of them as is attributable to that permanent establishment. Objek Pajak menurut P3B: Atribusi Faktual, Apakah Objek Pajak BUT menurut UU PPh dibatasi oleh P3B? Bagaimana bunyi P3B yang mencakup force of attraction?

69 Article 7 para.1 P3B RI-Kanada
The profits of an enterprise of a Contracting State shall be taxable only in that State unless the enterprise carries on business in the other Contracting State through a permanent establishment situated therein. If the enterprise carries on or has carried on business as aforesaid, the profits of the enterprise may be taxed in the other State but only so much of them as is attributable to that permanent establishment or are derived within such other State from sales of goods or merchandise of the same kind as those sold or from other business transactions of the same kind as those effected, through the permanent establishment. force of attraction

70 PENGATURAN ATAS BIAYA BUT
Ketentuan domestik: Dalam menghitung laba usaha BUT dapat dikurangkan: Biaya‐biaya yang berkenaan dengan penghasilan pada Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c (Pasal 5 ayat (2) UU PPh), Biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak (Pasal 5 ayat (3) huruf a UU PPh),

71 PENGATURAN ATAS BIAYA BUT
Article 7 para.3 OECD Model: In determining the profits of a permanent establishment, there shall be allowed as deductions expenses which are incurred for the purposes of the permanent establishment, including executive and general administrative expenses so incurred, whether in the State in which the permanent establishment is situated or elsewhere. Konflik Pengaturan atas Biaya BUT: UU PPh berkonflik dengan P3B dalam penentuan biaya BUT. Biaya yang dapat dikurangkan menurut P3B lebih luas dari UU PPh yang mengatur pembatasan atas biaya-biaya tertentu.

72 PENGATURAN PENGHITUNGAN LABA USAHA
Ketentuan Domestik: Tidak ada kriteria khusus, Objek Pajak BUT (Pasal 5 ayat (1) UU PPh) harus memerhatikan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU PPh. Ketentuan P3B: Terdapat norma dalam pengalokasian laba BUT, yaitu antara BUT dan Kantor Pusatnya dianggap perusahaan yang terpisah dan berbeda. Transaksi antara BUT dan Kantor Pusat menerapkan harga yang wajar. (Art.7 para.2 OECD Model) Alokasi laba dapat menggunakan formula jika merupakan kebiasaan. (Art.7 para.4 OECD Model)

73 PENGATURAN PENGHITUNGAN LABA USAHA
Tidak ada laba usaha dari kegiatan melakukan pembelian untuk Kantor Pusat. (Art.7 para.5 OECD Model) Norma dalam menghitung laba BUT: konsistensi dalam menerapkan metode pengalokasian laba. (Art.7 para.6 OECD Model) Pasal lain dalam P3B yang mengatur pemajakan atas laba usaha lebih prioritas untuk diterapkan dari pada Article7. (Art.7 para.7 OECD Model)


Download ppt "BENTUK USAHA TETAP."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google