Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
ALIRAN-ALIRAN (PRAKTEK) HUKUM
1. Aliran legisme 2. Aliran Freie Rechtslehre / Freie Rechtswegung / Freie Rechtsschule 3. Aliran Rechtsvinding
2
Aliran Legisme Bahwa di luar Undang-Undang tidak ada hukum
Bahwa satu-satunya sumber hukum adalah Undang-Undang Bahwa di luar Undang-Undang tidak ada hukum Menurut aliran ini hakim hanya berfungsi sebagai sub sumtie automaat dan perumusan perkara hanya berdasarkan Undang-undang saja. Dalam hal ini, aliran legisme memberikan suatu kepastian hukum, sehingga kebanyakan negara-negara eropa mengikuti aliran ini. Dalam kenyataannya, seiring dengan berjalannya waktu, dalam aliran ini banyak ditemukan kekurangannya, karena banyak permasalan hukum yang timbul kemudian tidak dapat dipecahkan oleh peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk.
3
Sub sumtie Automaat Sub,
Lat., onder, bij, tegen, om. Sub specie amiticiae, onder den schijn van vriendschap enz. Sumtie, bij de mis, het gebruiken van het, door den priester gewijde, brood. Automaat, Gr., een levenloos, doch zich zelf bewegend ding; kunstwerktuig, dat zich, zonder van buiten aangebragte kracht, schijnt te bewegen; ook schertsenderwijze, een domkop. Automatismus, vrijwillige daad; begeerte, om alles uit zich zelven, zonder vreemde hulp, te leeren. Automatopoëtica, de kunst van uurwerken te maken.
4
Aliran Legisme Bahwa di luar Undang-Undang tidak ada hukum
Bahwa satu-satunya sumber hukum adalah Undang-Undang Bahwa di luar Undang-Undang tidak ada hukum Menurut aliran ini hakim hanya berfungsi sebagai sub sumtie authomaat dan perumusan perkara hanya berdasarkan Undang-undang saja. Dalam hal ini, aliran legisme memberikan suatu kepastian hukum, sehingga kebanyakan negara-negara eropa mengikuti aliran ini. Dalam kenyataannya, seiring dengan berjalannya waktu, dalam aliran ini banyak ditemukan kekurangannya, karena banyak permasalan hukum yang timbul kemudian tidak dapat dipecahkan oleh peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk.
5
Aliran Freie Rechtslehre / Freie Rechtswegung / Freie Rechtsschule
Aliran bertolak dari aliran legisme (1840). Aliran menjawab kekurangan yang terdapat dalam aliran legisme Aliran ini merupakan aliran bebas, dimana hukumnya tidak dibuat oleh badan Legislatif dan menyatakan bahwa hukum terdapat di luar Undang-Undang. Hakim dalam aliran Freie Rechtslehre bebas menentukan/menciptakan hukum, baik dengan memekai UU dan atau tidak berdasarkan UU. Disini hakim paling utama dituntut untuk memahami yurisprudensi, sedangkan penguasaan UU adalah sekunder.
6
Hakim juga dituntut Hakim harus mampu mencuiptakan hukum (judge made law) karena keputusannya didasarkan pada keyakinan hakim, Keputusan hakim lebih dinamis karena selalu mengikuti perkembangan dalam masyarakat, Hukum hanya terbentuk oleh Peradilan ( rechts-spraak ) Bagi hakim UU, kebiasaan dan sebagainya hanya merupakan sarana saja dalam membentuk/menciptakan atau menemukan hukum pada kasus-kasus yang konkret. Pandangan Freie Rechtslehre bertumpu pada kegunaan sosial (sociale doelmatigheid)
7
Tujuan aliran Freie Rechtslehre adalah;
Memberikan peradilan sebaik-baiknya dengan cara memberi kebebasan kepada hakim tenpa terikat dengan UU, tetapi menghayati tata kehidupan sehari-hari, Membuktikan bahwa dalam UU terdapat kekurangan-kekurangan yang perlu dilengkapi, Mengharapkan agar hakim dalam memutuskan perkara di dasarkan kepada rechtside (cita keadilan)
8
Aliran Rechtsvinding (penemuan Hukum)
Perkembangan selanjutnya pada zaman ini, banyak perubahan-perubahan pandangan terhadap hukum yang disebabkan karena; Hukum harus berdasarkan asas keadilan masyarakat yang terus berkembang, 2.Ternyata pembuat UU tidak dapat mengikuti kecepatan gerak masyarakat atau proses perkembangan sosial, sehingga penyusunan UU selalu ketinggalan, 3. UU tidak dapat menyelesaikan setiap masalah yang timbul. UU tidak dapat dirinci melainkan hanya memberikan algemeene rechtlijnen (pedoman umum) saja.
9
UU tidak dapat sempurna, terkadang terdapat istilah yang kabur dan hakim harus memberikan makna yang lebih jauh dengan cara penafsiran, UU tidak dapat lengkap dan tidak mencakup segalanya, sehingga hakim terpaksa harus menyusun kembali dengan cara rekonstruksi hukum, rechtsverfijning atau argumentum a contrario. 5. Apa yang patut dan masuk akal dalam kasus-kasus tertentu juga berlaku bagi kasus lain yang sama.
10
Menurut aliran Rechtsvinding Hukum terbentuk dengan beberapa cara;
1. Karena Wetgeving ( pembentukan Undang-Undang), 2. Karena administrasi / tata usaha negara, 3. Karena rechtsspraak atau peradilan, 4. Karena kebiasaan/ tradisi yang sudah mengikat masyarakat, 5. Karena ilmu (wetenschap)
11
Pandangan aliran Legisme dan Freie Rechtslehre terhadap aliran Rechtsvinding
Aliran rechtsvinding merupakan jalan tengah legisme dan freie rechtslehre, 2. Aliran rechtsvinding berpegang pada UU tetapi tidak ketat dan bebas sebagaimana aliran legisme dan freie rechtslehre, terikat tetapi bebas (gebonden vrijheid) atau bebas tetapi terikat (vrijegebondenheid),
12
3. Tugas hakim dalam rechtsvinding adalah menyelaraskan UU dengan keadaan masyarakat yang nyata (sociale werkelijkheid) dan bila perlu disesuaikan dengan asas keadaan masyarakat, Kebebasan yang terikat dan keterikatan yang bebas dicerminkan dalam penafsiran hukum, dan pengisian kekosongan hukum dengan konstruksi hukum, rechtsverfijning dan argumentum a contrario. 5. Menurut hakim rechtsvinding, jurisprudensi mempunyai arti yang penting disamping UU, karena dalam jurisprudensi terdapat makna yang penting, konkret, yang tidak terdapat dalam UU.
13
Pendapat para pakar tentang Rechtsvinding; Logemann
Bahwa hakim harus tunduk kepada kehendak pembuat UU sebagaimana yang tertulis dalam UU tersebut. Kehendak disini diartikan sebagai semangat yang menjadi latar belakang lahirnya UU tersebut. Hakim wajib mengetahui latar belakang sejarah dari kalimat-kalimat yang dibuat oleh para legislator pada saat itu dan dihubungkan dengan arti yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Hakim wajib mencari tahu kehendak pembuat UU, karenanya hakim tidak boleh membuat penafsiran yang berbeda dengan maksud pembuatnya. Penafsiran yang tepat adalah yang sesuai dengan kehendak pembuat UU, dimana rakyat dan hakim harus wajib tunduk kepada suatu kesimpulan yang logis.
14
Polak Bahwa penafsiran terhadap UU harus berdasarkan kepada;
Materi peraturan per UU yang bersangkutan, Tempat dimana UU itu dilahirkan, Zaman/waktu UU itu dibentuk.
15
Ter Haar Dalam pandangannya bahwa pada saat hakim menentukan hukum dan menetapkan mana yang hukum dan mana yang bukan hukum, maka hakim selalu berhubungan dengan masyarakat. Hakim harus memberi keputusan yang sesuai dengan keadaan sosial yang nyata (sociale werkelijkeheid). Dengan demikian diharapkan dapat tercapai maksud dan tujuan dari hukum itu sendiri, yakni, “suatu keadilan berdasarkan asas keadilan masyarakat”
16
Aliran yang berlaku di Indonesia;
Hakim di Indonesia menganut aliran Rechtsvinding. Dimana hakim dalam memutuskan perkara berpegang pada UU dan hukum lainnya yang berlaku dan hidup di masyarakat secara gebonden vrijheid dan vrije gebondenheid.
17
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG
KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 16 (1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatuperkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaianperkara perdata secara perdamaian.
18
Tindakan hakim tersebut dilindungi oleh hukum dan berdasarkan pada :
HAKIM DAN KEWAJIBANNYA Pasal 28 Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. (2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. KEDUDUKAN HAKIM DAN PEJABAT PERADILAN Pasal 31 Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.
19
Hakim tidak boleh menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan peraturan per UU tidak ada, tidak lengkap, tidak jelas. Apabila terjadi penolakan maka hakim dapat dituntut berdasarkan rechtsweigering (Hukum Penolakan). Apabila ada perkara, maka hakim harus melakukan tindakan sebagai berikut; Tempatkan perkara dalam proporsi yang sebenarnya, Kemudian lihat dan kaji per UU yang terkait dengan kasus tersebut, * Jika UU telah mengaturnya maka perkara akan diadili menurut UU, * Jika UU nya kurang jelas, maka harus dilakukan penafsiran, * Jika terdapat ruang kosong atas UU tersebut, maka hakim harus melakukan konstruksi hukum, rechtsverfijning (penghalusan) atau argumentum a contrario, 3. Di samping itu hakim juga melihat jurisprudensi dan dalil-dalil hukum agama, adat yang hidup di masyarakat.
20
Terbentuknya Hukum Hukum terbentuk dimulai dari kebiasaan yang mudah dirasakan sebagai kewajiban dalam bersikap tindak, kemudian bila kebiasaan tersebut dilanggar maka ada sanksi dalam masyarakat tersebut. Dalam kaidah hukum dinamakan hukum kebiasaan, kemudian menjelma mennjadi hukum bagi masyarakat. Bila kebiasaan tersebut menjadi tradisi yang turun temurun maka hal tersebut menjadi adat istiadat. Bila terjadi pelanggaran terhadap adat istiadat tersebut dan dikenai sanksi, maka hal ini disebut hukum adat.
21
Contoh : Hukum di Inggeris berasal dari kebiasaan yang dikembangkan oleh pengadilan. Hukum ini biasa dikenal sebagai Common Law. Perkembangan ini dimulai pada tahun 1066 ketika Inggeris di jajah oleh bangsa Normandi – William The Conqueror .
22
Hukum digunakan untuk mengatur pemerintahan dan peradilan, dimana hakimnya berasal dari penguasa kerajaan. Judges of Lyre / Itenerant judges (hakim keliling) Dari putusan hakim tersebut berkembanglah common law. Hukum yang berasal dari UU disebut Statue Law yang merupakan bagian kecil dari hukum di Inggeris. - Offences against the Person Act 1861 - Homicide Act 1957 - Theft Act 1960
23
Pembentukan Hukum di Indonesia
Kebiasaan dalam masyarakat Indonesia dikenal sebagai hukum adat. Namun hukum ini hanya terbatas pada hukum perdata khususnya bagi golongan warga asli/ pribumi.
24
Berdasarkan pandangan dari aliran – aliran
* Legisme, * Freie rechtslehre, * Rechtsvinding Maka dapat disimpulkan bahwa hukum terbentuk berasal dari kebiasaan, perundang-undangan dan proses peradilan.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.