Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

BAB II HUKUM LINGKUNGAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "BAB II HUKUM LINGKUNGAN"— Transcript presentasi:

1 BAB II HUKUM LINGKUNGAN
Pengertian Hukum Lingkungan Hukum lingkungan (hukum lingkungan hidup) atau "environmental law", merupakan seperangkat norma hukum yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup untuk menjamin kelestarian dan mengembangkan ke­mampuan lingkungan hidup. Pengertian hukum lingkungan antara lain dikemukakan oleh Munadjat Danusaputro: “Hukum lingkungan adalah hukum yang mengatur lingkungan”. “Hukum lingkungan dalam pengertiannya yang paling sederhana dapat diterangkan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan hidup (Danusaputro, 1985: 34-67).

2 Hukum Lingkungan menurut Siti Sundari Rangkuti menyangkut penetapan nilai-nilai (waarden­beoordelen), yaitu nilai-nilai yang sedang berlaku dan nilai-nilai yang diharapkan diberlakukan di masa mendatang serta dapat disebut "hukum yang mengatur tatanan lingkungan hidup". Hukum Lingkungan adalah hukum yang mengatur hubungan timbal balik antara manusia dengan makhluk hidup lainnya yang apabila dilanggar dapat dikenakan sanksi (Rangkuti, 2000:2). Munadjat Danusaputro membedakan hukum lingkungan dalam hukum lingkungan modern dan hukum lingkungan klasik. Adapun ciri dari hukum lingkungan moderen adalah hukum yang berorientasi kepada lingkungan (environmental-oriented law). Hukum lingkungan modern menetapkan ketentuan dan norma-norma guna meng­atur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk menjamin ke­lestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Sebaliknya, hukum lingkungan klasik bersifat sektoral, bahkan adakalanya "sektoral spesialistis". Ciri lainnya, hukum lingkungan modern yang sungguh menonjol adalah sifat dan wataknya yang sangat luwes atau fleksibel, karena terpengaruh oleh kenyataan, bahwasanya lingkungao sebagai ekosistem itu selalu berada dalam dinamika. Oleh sebab itu, hukum lingkungan yang mengaturnya tidak mungkin bersifat beku dan kaku, tetapi harus selalu sanggup dan mampu menampung serta me­layani segala perubahan yang terjadi. Sebaliknya, hukum lingkungan klasik tampak sangat menonjol dalam sifatnya yang serba kaku dan sukar berubah, hingga mudah ketinggalan zaman (Danusaputro, 1985: 36).

3 Hukum lingkungan mempunyai 2 dimensi, yaitu: pertama, ketentuan tentang tingkah laku masyarakat, semuanya bertujuan supaya anggota masyarakat dihimbau bahkan kalau perlu dipaksa memenuhi hukum lingkungan yang tujuannya memecahkan masalah lingkungan; kedua, suatu dimensi yang memberi hak, kewajiban dan wewenang badan-badan pemerintah dalam rne­ngelola lingkungan. Dengan demikian, hukum lingkungan berisi kaidah-­kaidah tentang perilaku masyarakat yang positif terhadap lingkungannya, langsung atau tidak langsung. Secara langsung kepada masyarakat, hukum lingkungan menyatakan apa yang dilarang dan apa yang diboleh­kan. Secara tidak langsung kepada warga masyarakat, hukum lingkungan memberikan landasan bagi yang berwenang untuk memberikan kaidah kepada masyarakat ( Hamzah, 1995: 10). Hukum lingkungan adalah seperangkat norma hukum, yang mengatur hubungan hukum antara manusia dengan lingkungannya, tingkah laku masyarakat terhadap lingkungan hidupnya. Di samping itu pengembangan hukum lingkungan tidak terlepas dari prinsip dan konsepsi ling­kungan yang terdapat dalam ilmu ekologi. Dalam mem­pelajari hukum lingkungan secara utuh dan menyeluruh, dibutuhkan pengetahuan yang memadai mengenai ilmu ekologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup

4 Dalam seminar yang diadakan pada tanggal 13 sampai dengan tanggal 15 Mei tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan Pembangunan Nasional oleh Universitas Padjadjaran, dibicarakan dan dibahas mengenai lingkungan hidup manusia dan peranan hukum dalam lingkungan hidup manusia. Pada saat itu oleh Mochtar Kusumaatmadja disebut sebagai "pengaturan hukum masalah lingkungan hidup manusia", namun kemudian pada tahun 1976 dalam Seminar Segi-segi Hukum dan Pengelolaan Ling­kungan Hidup, digunakan istilah "hukum lingkungan". Sejak saat itulah berkembang disiplin (ilmu) hukum baru, yang dinamakan "hukum lingkungan" di Indonesia.

5 Peranan Hukum Lingkungan
Sebagai sarana yang dapat digunakan untuk melindungi lingkungan dari berbagai hal yang menimbulkan kemerosotan kualitas maupun kuantitasnya adalah hukum yang mengatur perlindungan lingkungan (hidup) (environmental protection law), yang lazimnya disebut hukum ling­kungan (environmental law). Hukum lingkungan pada dasarnya diadakan dengan maksud tujuan terpokok untuk memelihara dan melindungi lingkungan hidup, yang berarti memelihara dan melindungi lingkungan hidup sendiri. Agar tujuan dan usaha memelihara dan melindungi ling­kungan hidup tersebut dapat berlangsung secara teratur, pasti dan agar diikuti serta ditaati oleh semua pihak, maka tujuan dan usaha tadi di­tuangkan ke dalam peraturan-peraturan hukum, yakni hukum lingkungan. Berbagai peraturan hukum merupakan sarana yang efektif untuk me­negakkan kebijakan lingkungan. Hal itu karena peraturan hukum dapat digunakan sebagai sarana rekayasa sosial. Dalam hal ini peraturan­ hukum berperan mengatur dan membatasi perilaku anggota masyarakat baik perorangan maupun kelompok orang, atau badan hukum dalam mendayaguna­kan sumber daya alam, sehingga tetap terjamin kelestarian lingkungan hidup. Peraturan hukum lingkungan sebagaimana hukum pada umumnya juga memuat berbagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh subjek hukum dan larangan untuk melakukan perbuatan tertentu terhadap lingkungan hidup. Bagi yang tidak mematuhinya dapat dijatuhi sanksi administrasi, perdata, pidana atau tindakan tata tertib.

6 Dalam Caring for the Earth: A Strategy for Sustainable Living (1991), dikemukakan peranan hukum lingkungan antara lain adalah: Memberi efek kepada kebijakan yang dirumuskan dalam mendukung konsep pembangunan yang berkelanjutan. Sebagai sarana penaatan (compliance tool) melalui penerapan aneka sanksi (varienty of sanctions) Memberi panduan kepada masyarakat tentang tindakan-tindakan yang dapat ditempuh untuk melindungi hak dan kewajibannya; Memberi definisi tentang hak dan kewajiban dan perilaku-perilaku yang rnerugikan masyarakat; Memberi dan memperkuat mandat serta otoritas kepada aparat pemerintah terkait untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.

7 Caring for the Earth memberikan usulan tentang bagai­mana seharusnya sistem hukum lingkungan yang komprehensif serta mekanisme penegakannya. Secara ringkas, sistem hukum lingkungan nasional menurut laporan tersebut paling tidak harus memberikan wadah tersebut: Penerapan prinsip pencegahan dini (precautionary principle). Prinsip ini merupakan bagian dari deklarasi Rio (Rio Declaration on Environment and Development) yang pada prinsipnya menekankan pentingnya tindakan antisipatif sebagai upaya pencegah­an walaupun belum terdapat bukti ilmiah yang pasti dan meyakinkan terhadap suatu hal. Pendayagunaan instrumen ekonomi melalui penerapan pajak dan pungutan lainnya. Pemberlakuan analisis mengenai dampak iingkungan untuk proyek-proyek pembangunan dan rencana kebijakan; Pemberlakuan sistem audit lingkungan bagi kegiatan industri swasta dan pemerintah yang telah berlangsung; Sistem pemantauan dan inspeksi yang efektif, serta penyesuaian peraturan apabila dipandang perlu; Memberikan jaminan terhadap masyarakat untuk mendapatkan informasi Amdal, audit lingkungan, hasil pemantauan dan inforrnasi, produksi, penggunaan dan pengolahan limbah maupun bahan beracun dan berbahaya

8 Berbagai komponen yang perlu dimiliki oleh sistem hukum lingkunqan nasional tersebut harus dilengkapi dengan perangkat pendukung agar dapat terwujud penegakan hukum yang efektif, yang antara lain meliputi: Sanksi yang memadai bagi pelanggar (harus mampu memberikan efek penjera); Sistem pertanggungjawaban yang memberi dasar pembayaran kompensasi karena kerugian ekonomis, ekologis maupun kerugian imaterial (intangible losses); Penyelenggaraan asuransi dan penataan mekanisme pendanaan lainnya yang mempercepat dan memungkinkan pelaksanaan kompensasi; Pemberlakuan sistem pertanggungjawaban mutlak dan seketika (strict liability) untuk kegiatan yang melibatkan bahan berbahaya dan beracun; Memberikan jaminan hak standing bagi kelompok-kelompok ling­kungan dalam proses beracara di forum administratif mau­pun di pengadilan, sehingga kelompok tersebut dapat berfungsi sebagai komponen penting dalam penegakan hukum lingkungan: Memberikan jaminan bahwa tindakan dari instansi peme­rintah yang berwenang di bidang hukum lingkungan dapat diper­tanggungjawabkan (acountable)

9 Ruang Lingkup Hukum Lingkungan
Ruang lingkup hukum lingkungan dapat ditinjau dari segi wilayah kerja dan isinya. Ditinjau dari segi wilayah kerjanya, hukum lingkungan dibeda­kan atas hukum lingkungan nasional dan hukum lingkungan internasional. Jika ditinjau dari segi isinya maka hukum lingkungan dibedakan atas hukum lingkungan publik dan hukum lingkungan perdata. Hukum lingkungan nasional adalah hukum lingkungan yang ditetapkan oleh suatu negara. Hukum lingkungan internasional adalah hukum lingkungan yang ditetapkan oleh persekutuan hukurn bangsa-­bangsa. Hukum lingkungan yang mengatur suatu masalah lingkungan. yang melintasi batas negara (masalah lingkungan lintas batas = masalah lingkungan transnasional). Disebut demikian karena hukum lingkungan transnasional itu merupakan salah satu bagian hukum lingkungan internasional, sekalipun biasanya cara-cara menetapkan dan berlakunya tidak serumit seperti hukum lingkungan internasional yang berlaku bagi seluruh dunia secara global (Danusaputro, 1985: 108).

10 Hukum lingkungan publik (umum) berisi ketentu­an yang berhubungan dengan tata negara, tata caranya badan-badan negara menyelenggarakan tugas kewajiban dan hubungan hukum yang melandasi badan-badan negara satu dengan lainnya atau yang inelandasi badan-badan negara tersebut terhadap orang berikut badan-badan hukum perdata. Hukum lingkungan perdata mengandung ke­tentuan yang mengatur tatanan masyarakat orang-seseorang berikut badan hukum perdata dan hubungan yang melandasi orang-seseorang berikut badan-badan hukum perdata satu dengan lainnya, begitu pula yang melandasi hubungan hukum orang-seseorang berikut badan-badan hukum perdata berhadapan dengan badan-badan negara, manakala badan-badan negara tersebut bertindak sebagai badan-badan hukum perdata dalam menyelenggarakan hak dan kewajibannya ( Danusaputro, 1985: ).

11 Perbedaan antara hukum lingkungan publik dan perdata itu, di kalangan para sarjana masih selalu terdapat ketidaksesuaian pendapat. Terdapat pendapat yang didasarkan perbedaan dalam tujuan pokok, yang menjadi sasaran masing-masing. Hukum lingkungan publik sebagai hukum ling­kungan yang terutama mengatur kepen­tingan umum, sedangkan hukum lingkungan perdata memperhatikan kepentingan individu dan badan hukum perdata. Akan tetapi, dalam kenyataan, hukum tidak pernah hanya memperhatikan salah satu jenis kepentingan itu saja. Hukum memperhatikan kedua jenis kepentingan tersebut bersama-sama, hanya menurut jenisnya ada yang diutamakan (Danusaputro, 1985: 110).

12 Di samping pendapat tersebut, terdapat pendapat dengan dasar penjelasannya pada perbedaan mengenai tata cara bagaimana hak yang lahir dari suatu peraturan hukum lingkungan ditegakkan oleh negara. Suatu ketentuan hukum lingkungan dinamakan publik, apabila hak yang lahir daripadanya ditegakkan oleh negara atas dasar prakarsa negara sendiri. Sebaliknya, suatu ketentuan hukum lingkungan disebut perdata, apabila hak yang lahir daripadanya ditegakkan oleh negara atas permintaan atau tuntutan orang-seseorang berikut badan hukum perdata yang berkepentingan. Akan tetapi, dalam kenyataan terdapat banyak contoh, di mana hak yang lahir dari ketentuan hukum lingkungan publik, ditegakkan oleh negara berdasarkan permintaan atau tuntutan orang­seseorang atau badan-badan hukum perdata yang berkepentinqan ( Danusaputro, 1985: ).

13 ruang lingkup hukum lingkungan dapat juga dikaji dari sisi "sistem hukum". Dari sisi "sistem hukum", hukum ling­kungan memiliki subsistemnya, yang meliputi hukum lingkungan adminis­trasi, hukum lingkungan keperdataan, hukum lingkungan kepidanaan, dan hukum lingkungan internasional. Sebagian besar kaidah hukum lingkungan merupakan kaidah hukum administrasi, sehingga penegakan hukumnya pun bergantung pada pendayagunaan sanksi administrasi sebagai instrumen pengendalian dampak lingkungan. Sebagai penunjang hukum administrasi, berlakunya ketentuan hukum pidana tetap memper­hatikan asas subsidiaritas, bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi hukum lainnya tidak berdaya guna dan berhasil guna dalam penegakan hukum lingkungan. Pendayagunaan hukum pidana dalam penegakan hukum lingkungan hanyalah sebagai ultimum reme­dium saja, bila hukum administrasi dan hukum perdata tidak berdaya guna lagi. Ini berarti penegakan hukum lingkungan tidak hanya dilakukan oleh aparat kepolisian, kejaksaan dan pengadilan saja, tetapi juga dilaku­kan oleh pejabat administrasi negara. Penegakan hukum lingkungan administrasi dilakukan oleh pejabat atau badan administrasi negara yang berwenang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, sedang­kan penegakan hukum lingkungan perdata dan pidana dilakukan melalui pengadilan.

14 Kedudukan Hukum Lingkungan
Siti Sundari Rangkuti mengemukakan bahwa semula hukum lingkungan dikenal sebagai hukum gangguan (hinderrecht) yang bersifat sederhana dan mengandung aspek keperdataan. Lambat laun perkembangannya bergeser ke arah bidang hukum administrasi negara, sesuai dengan peningkatan peranan penguasa dalam bentuk campur tangan terhadap berbagai segi kehidupan dalam masyarakat yang semakin kompleks. Segi hukum lingkungan administratif terutama muncul apabila keputusan penguasa yang bersifat kebijaksanaan dituangkan dalam bentuk penetap­an (beschikking) penguasa. Sebab hukum lingkungan berhubungan erat dengan kebijaksanaan lingkungan yang ditetapkan oleh penguasa yang berwenang di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa sebagai disiplin ilmu yang sedang berkembang, sebagian besar materi hukum lingkungan merupakan bagi­an dari hukum administrasi negara (administratiefrecht). Hukum lingkung­an mengandung pula aspek hukum perdata, pidana, pajak, internasional dan penataan ruang, sehingga tidak dapat digolongkan ke dalam pem­bidangan hukum klasik. Dengan demikian, substansi hukum lingkungan menimbulkan pembidangan dalam Hukum Lingkungan Administratif, Hukum Lingkungan Keperdataan, Hukum Lingkungan Kepidanaan, Hukum Lingkungan Internasional yang sudah berkembang menjadi disiplin ilmu hukum tersendiri dan Hukum Tata Ruang. Ruang lingkupnya juga berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan ling­kungan hidup. Atas dasar itu, akhirnya beliau sampai pada kesimpulan bahwa dari sub­stansi hukum yang merupakan materi hukum lingkungan, hukum lingkungan merupakan hukum fungsional (functionele rechtsvakken), yaitu mengandung terobosan antara berbagai disiplin ilmu klasik (tradisional). Hukum lingkungan merupakan genus cabang ilmu tersendiri, namun bagi­an terbesar substansinya merupakan ranting dari hukum administrasi. Begitu pula pandangan yang dianut di negara Anglo-Amerika, hukum lingkungan masuk golongan "public law" (Rangkuti, 2000: 3 - 5).

15 Drupsteen dalam bukunya "Nederlands Milieurecht in Kort bestek" mengemukakan bahwa, hukum lingkungan (milieu­recht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (natuur­lijk milieu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan, sehingga hukum lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan ling­kungan. Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh pemerintah, sehingga hukum lingkungan sebagian besar terdiri atas hukum pemerintahan (bestuursrecht). Di samping hukum lingkungan pemerintah­an (bestuursrechtelijk milieurecht) yang dibentuk oleh pemerintah pusat, ada pula hukum lingkungan pemerintahan yang berasal dari pemerintah daerah dan sebagian lagi dibentuk badan-badan internasional atau me­lalui perjanjian dengan negara-negara lain

16 Menurut A. Hamzah, dalam ruang lingkup yang paling luas, hukum lingkungan menyangkut hukum internasional (publik dan privat) dan hukum nasional. Termasuk hukum lingkungan internasional ialah perjanjian bilateral antar­negara dan perjanjian regional karena semua ini adalah sumber hukum yang supranasional. Dalam ruang nasional, hukum ling­kungan menempati titik silang berbagai bagian hukum klasik, yaitu hukum publik dan privat. Termasuk hukum publik ialah hukum pidana, hukum pemerintahan (administratif), hukum pajak, hukum tata negara, bahkan hukum agraria pun bersangkutan dengan hukum lingkungan. Selanjutnya, penegakan hukum lingkungan akan menjadi titik silang penggunaan instrumen hukum, terutama instrumen pemerintahan atau administratif, perdata dan hukum pidana. Hal ini berhubung kedudukan hukum lingkungan sebagai hukum fungsional, yang bertujuan menanggulangi pencemaran, pengurasan dan perusakan lingkungan, oleh karena itu semua instrumen hukum harus dipergunakan secara selektif dan kalau perlu secara simultan. Penegakan hukum lingkungan melibatkan pelbagai instansi pemerintah, seperti polisi, jaksa, pemerintah, laboratorium kriminal, bahkan juga swasta dan lain-lain (Hamzah, 1995: ).

17 Hukum lingkungan dengan demikian, merupakan cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri, berkembang melalui hukum administrasi, sebab pengelolaan lingkungan lebih banyak dijalankan oleh pemerintah atau penguasa. Namun demikian, dalam perkembangannya, substansi hukum lingkungan tidak hanya memuat kaidah-kaidah hukum publik (hukum administrasi), tetapi juga memuat aspek-aspek hukum keperdataan dan kepidanaan, bahkan karena pengelolaan ling­kungan hidup dapat melibatkan beberapa negara, maka lahirlah apa yang dinamakan dengan hukum lingkungan internasional atau hukum lingkung­an transnasional. Ini berarti, pengelolaan lingkungan hidup tidak saja menjadi bagian dari hukum nasional tetapi lebih luas lagi menjadi bagian dari hukum internasional.

18 Namun demikian, di samping pendapat yang menyetujui hukum lingkungan sebagai hukum berdiri sendiri terdapat pula pendapat tidak menye­tujui milieurecht menjelma menjadi suatu spesialisasi ter­sendiri. Di antara yang tidak menyetujuinya adalah J. Polak dengan alasan bahwa hukum lingkungan merupakan penampang dari bidang­-bidang hukum. Leenen mengemukakan bahwa argumentasi ini berlaku pula bagi bidang-bidang hukum lainnya yang dalam kenyataan telah diakui sebagai spesialisasi tersendiri. Spesialisasi tersebut akan tetap mempunyai hubungan erat dengan ilmu pengetahuan hukurn pada umumnya. Polak menyatakan dengan dipisahkannya hukum lingkungan akan mengakibatkan kesadaran lingkungan akan kurang meresap di disiplin yang ada.

19 Dalam hubungan ini diberikan contoh-contoh, seperti hukum perburuhan (arbeidsrecht), hukum tentang anak (kinderrecht), dan hukum kesehatan (gezondheidsrecht). Keberatan lain yang diajukan Polak adalah dengan adanya hukum lingkungan yang terpisah, akan mengakibatkan dasar-dasar umum dan penemuan-penemuan di bidang hukum, tidak akan memperoleh per­hatian dari kalangan hukum lingkungan. Leenen menyangkal hal tersebut; dengan menyatakan para ahli hukum lingkungan dididik dalam ilmu pengetahuan hukum, bahwa ilmu pengetahuan hukum tidak boleh meng­abaikan hukum lingkungan (dalam kenyataannya hal ini memang tidak terjadi) dan bahwa terbentuk peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dilakukan di bawah tanggung jawab bersama Parlemen dan Pemerintah. Dengan demikian, tidak mungkin terjadi bahwa kaidah­ hukum yang telah diakui akan diabaikan (Hardjasoemantri, 1999: ).

20 END


Download ppt "BAB II HUKUM LINGKUNGAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google