Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

OTONOMI BIDANG PERTANAHAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "OTONOMI BIDANG PERTANAHAN"— Transcript presentasi:

1 OTONOMI BIDANG PERTANAHAN
OLEH NI’MATUL HUDA

2 HAK MENGUASAI NEGARA DALAM UUD 1945 DAN UUPA NO. 5 TAHUN 1960
UUD 1945 melalui Pasal 33 telah memberikan dasar pijakan yuridis yang kuat untuk mengatur hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia. UU No. 5 Tahun 1960 Pasal 2, telah ditegaskan bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara. Hak menguasai dari negara tersebut pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada daerah dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

3 MAKNA Hak menguasai daRI Negara
Hak menguasai dari negara memberi wewenang untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Hak menguasai dari negara tersebut pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada daerah dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

4 Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Dasar pertimbangan dikeluarkannya Ketetapan MPR ini antara lain karena: pengelolaan sumberdaya agraria/sumber daya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan serta menimbulkan berbagai konflik. peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya agrarian/sumber daya alam saling tumpang tindih dan bertentangan. Untuk itu, pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam yang adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan harus dilakukan dengan cara terkoordinasi, terpadu, dan menampung dinamika, aspirasi dan peran serta masyarakat serta menyelesaikan konflik.

5 prinsip-prinsip Pembaruan Agraria & Pengelolaan Sumber Daya Alam
a. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; c. atas sumber daya agraria/sumber daya alam; d. menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasikan keanekaragaman dalam unifikasi hukum; e. mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia; f. mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat; g. mewujudkan keadilan, termasuk kesetaraan gender dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya agrarian dan sumber daya alam;

6 Lanjutan h. memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun untuk generasi mendatang maupun untuk generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan; i. melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat.; j. meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor pembangunan dan antardaerah dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam; k. mengakui dan menghormati, melindungi hak masyarakat hukum adat dan keanekaragaman budaya, bahasa l. melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan sumber daya agraria dan sumber daya alam.

7 Arah kebijakan Pembaruan Agraria
a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud di atas. b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan pemilikan tanah untuk rakyat; c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform;

8 Lanjutan d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud di atas; e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi;

9 Pasal 14 UUPA Pemerintah membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya: a. untuk keperluan negara; b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu; e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.

10 URUSAN PUSAT YANG TIDAK DIOTONOMIKAN
Pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004: a) politik luar negeri; b) pertahanan; c) keamanan; d) yustisi; e) moneter dan fiskal nasional; dan f) agama. Pasal 10 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014:

11 KEWENANGAN PROVINSI & KABUPATEN/KOTA BIDANG AGRARIA
Mengacu kepada UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan provinsi bidang agraria meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. pengendalian lingkungan hidup; d. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota. Kewenangan kabupaten dan kota di bidang agraria meliputi: c. pengendalian lingkungan hidup; d. pelayanan pertanahan;

12 UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 237 UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 237 menegaskan, semua ketentuan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan daerah otonom wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada UU ini. Penjelasan Pasal 237 menyatakan, yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam ketentuan ini antara lain peraturan perundang-undangan sektoral seperti UU Kehutanan, UU Pengairan, UU Perikanan, UU Pertanian, UU Kesehatan, UU Pertanahan dan UU Perkebunan.

13 Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan
Sebagian kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota: a. pemberian ijin lokasi; b. penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan; c. penyelesaian sengketa tanah garapan; d. penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan; e. penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee;

14 Lanjutan f. penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;
g. pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong; h. pemberian ijin membuka tanah; i. perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota.

15 Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional
Dasar Pertimbangan: 1. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi dan seluruh wilayah NKRI merupakan kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia. 2. Tanah merupakan perekat NKRI, karenanya perlu diatur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. 3. Pengaturan dan pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan ketertiban hukum, tetapi juga untuk menyelesaikan masalah, sengketa, dan konflik pertanahan yang timbul.

16 PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN
Ijin Lokasi: Pusat : Pemberian izin lokasi lintas daerah provinsi Provinsi : Pemberian izin lokasi lintas daerah kabupaten/kota dalam daerah provinsi Kab/kota : Pemberian izin lokasi lintas dalam 1 kabupaten/kota Pengadaan tanah untuk kepentingan umum: Pusat : pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum Provinsi : penetapan lokasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum provinsi Kab/kota : -

17 Lanjutan 3. Sengketa tanah garapan: Pusat : penyelesaian sengketa tanah garapan lintas daerah provinsi Provinsi : penyelesaian sengketa tanah garapan lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 daerah provinsi Kab/kota : penyelesaian sengketa tanah garapan dalam daerah kabupaten/ kota 4. Ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan: Pusat : penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan oleh pemerintah pusat Provinsi : penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan oleh pemerintah daerah provinsi Kab/kota: penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan oleh pemerintah kabupaten/kota.

18 Lanjutan 5. Subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee: Pusat : penetapan Subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee lintas daerah provinsi Provinsi: penetapan Subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 daerah provinsi Kab/kota: penetapan Subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee dalam daerah kabupaten/kota

19 Lanjutan 6. Tanah ulayat: Pusat : - Provinsi : penetapan tanah ulayat yang lokasinya lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 daerah provinsi Kab/kota : penetapan tanah ulayat yang lokasinya dalam daerah kabupaten/kota 7. Tanah kosong: Pusat : - Provinsi : penyelesaian masalah tanah kosong lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 daerah provinsi Kab/kota : penyelesaian masalah tanah kosong dalam daerah kabupaten/kota; dan inventarisasi dan pemanfaatan tanah kosong dalam daerah kabupaten/kota.

20 Lanjutan 8. Izin membuka lahan: Pusat : - Provinsi : - Kab/kota : penerbitan izin membuka tanah 9. Penggunaan tanah: Pusat : perencanaan penggunaan tanah yang hamparannya lintas daerah provinsi Provinsi : perencanaan penggunaan tanah yang hamparannya lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 daerah provinsi Kab/kota: perencanaan penggunaan tanah yang hamparannya dalam daerah kabupaten/kota


Download ppt "OTONOMI BIDANG PERTANAHAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google