Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ANALISA RISIKO DALAM PENGANGGARAN MODAL

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ANALISA RISIKO DALAM PENGANGGARAN MODAL"— Transcript presentasi:

1 ANALISA RISIKO DALAM PENGANGGARAN MODAL
Disusun Oleh Kelompok 10 (Paralel) : 1. Ana Fatmawati 2. Rahayu Mawar Sari 3. Rahmat Syaifudin 4. Tias Rois Bahtiar 5. Anwar Cholish

2 Pengertian Kepastian, Ketidakpastian dan Risiko Investasi
Ketidakpastian ( uncertainty ) adalah kondisi yang dihadapi oleh seseorang, apabila masa yang akan dating mengandung sejumlah kemungkinan peristiwa yang akan terjadi yang tidak kita ketahui. Dalam ketidakpastian semua kemungkinan dapat terjadi. Tentunya kita dapat menduga-duga atau memperkirakan hasil apa yang akan terjadi, tetapi kita masih dalam kegelapan mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa atau hasil tersebut. Sedangkan kepastian ( certainty ) menyangkut masa yang akan datang yang mengandung suatu kemungkinan hasil yang sudah dapat diketahui pada waktu ini. Risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai probabilitas tidak dicapainya tingkat keuntungan yang diharapkan, atau kemungkinan return yang diterima menyimpang dari yang diharapkan. Makin besar penyimpangan tersebut berarti makin besar risikonya. Risiko investasi mengandung arti bahwa return diwaktu yang akan datang tidak dapat diketahui, tetapi hanya dapat diharapkan.

3 Berbagai Cara Memasukkan Faktor Risiko dalam Penilaian Usul Investasi
Dalam kenyataan sebagian besar proyek investasi mengandung risiko. Bagaimana kita mengukur, mengkuantitatifkan dan menginterpretasikan risiko yang terkandung dalam suatu proyek investasi? Adalah penting untuk mengkuantitatifkan risiko ke dalam beberapa ukuran standar sehingga dapat dikomunikasikan dengan pihak lain yang berkepentingan. Ada beberapa pendekatan dalam memasukkan pertimbangan dan pengukuran risiko ke dalam anggaran modal yang pelaksanaannya adalah bervariasi tergantung kepada criteria keputusan yang digunakannya dan juga bervariasi antara berbagai situasi. 1. Pendekatan mean standar deviasi 2. Pendekatan Ekuivalen kepastian 3. Pendekatan tingkat diskonto yang disesuaikan dengan resiko 4. Analisa sensitivitas

4 1. Pendekatan mean standar deviasi
Mungkin pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling langsung memasukkan unsure risiko kedalam criteria keputusan yang menggunakan konsep nilai sekarang ( present value ). Risiko di sini dapat didefinisikan sebagai variabilitas arus-kas terhadap arus-kas yang diharapkan. Makin besar variabilitasnya dapat diartikan makin besar risiko dari proyek tersebut. Misalnya ada dua proyek yaitu proyek A dan B yang diproyeksikan mempunyai distribusi probabilitas arus-kas sebagai berikut: Proyek A Proyek B Probabilitas Arus-Kas 0,30 Rp 3.000,00 Rp 2.000,00 0,40 Rp 4.000,00 Rp 5.000,00 Rp 6.000,00

5 Distribusi probabilitas dari kedua proyek tersebut dapat digambarkan dengan berikut di bawah ini :
Dari gambar tersebut tampak bahwa penyebaran arus-kas proyek B lebih besar daripada proyek A, meskipun arus-kas yang paling besar kemungkinan terjadinya adalah sama untuk kedua proyek tersebut yaitu Rp 4.000,00. Kalau tersebut, maka diartikan bahwa proyek B mempunyai risiko yang lebih besar daripada proyek A. Oleh karena itu kita akan lebih menyukai proyek A dibandingkan dengan proyek B.

6 Alat pengukur penyebaran yang konvensional adalah standar deviasi, yang secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut: σ = Di mana adalah arus-kas untuk kemungkinan X, adalah probabilitas terjadinya arus-kas, dan adalah expected value dari arus-kas atau mean dari distribusi probabilitas arus-kas. Expected value atau mean dari distribusi probabilitas dapat dinyatakan sebagai: Perhitungan mean dari distribusi probabilitas arus-kas beserta standar deviasi dari proyek A dan B dapat dilakukan dengan cara berikut:

7 Proyek A = Standar deviasi, Arus-kas Probabilitas Rp 3.000,00 x 0,30
Mean ( )² ( )² x 0,30 = Rp ,00 ( )² x 0,40 = Rp ( )² Variance Rp ,00 Standar deviasi, = Rp 775,00

8 Proyek B = Standar deviasi, Arus-kas Probabilitas Rp 2.000,00 x 0,30
Mean ( )² ( )² x 0,30 = Rp ,00 ( )² x 0,40 = Rp ( )² Variance Rp ,00 = Rp 1.549,00 Standar deviasi,

9 Standar deviasi untuk proyek A adalah:
Perhitungan tersebur juga dapat dilakukan secara langsung. Nilai yang diharapkan ( expected value ) dari distribusi atau mean untuk proyek A adalah : = 0,30(3.000) + 0,40(4.000) + 0,30(5.000) = Rp4.000,00 Expected value atau mean dari distribusi probabilitas arus-kas untuk usulan proyek B adalah: = 0,30(2.000) + 0,40(4.000) + 0,30(6.000) = Rp4.000,00 Standar deviasi untuk proyek A adalah: = = = Rp 775,00 Standar deviasi untuk proyek B adalah: = = Rp 1.549,00

10 Dengan demikian maka koefisien variasi dari proyek A adalah:
Dari perhitungan diatas tampak bahwa standar deviasi untuk proyek B lebih besar daripada standar deviasi untuk proyek A. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa proyek B mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan dengan proyek A. Oleh karena risiko proyek A lebih kecil daripada proyek B maka kita akan lebih menyukai proyek A. Apabila standar deviasi merupakan ukuran penyebaran yang dinyatakan secara absolute, maka ukuran penyebaran yang dinyatakan secara relative ialah apa yang disebut “koefisien variasi” (coefficient of variation), yaitu standar deviasi dari distribusi probabilitas dibagi dengan mean atau expected value-nya. Dengan demikian maka koefisien variasi dari proyek A adalah: = = 0,19 Sedangkan koefisien variasi untuk proyek B adalah: = Oleh karena koefisien variasi untuk proyek B lebih besar daripada proyek A, dapatlah dikatakan bahwa proyek B mempunyai risiko yang lebih besar daripada proyek A. Ini berarti bahwa proyek A akan lebih disukai karena risikonya lebih kecil.

11 Apakah suatu usul proyek yang mempunyai standar deviasi yang lebih besar dibandingkan dengan usul proyek lain selalu mempunyai koefisien variasi yang lebih besar? Jawabannya adalah belum tentu, karena hal tersebut tergantung pada perimbangan antara besarnya standar deviasi dengan besarnya nilai yang diharapkan dari distribusi probabilitas dari arus kas yang mungkin terjadi dari masing-masing proyek yang bersangkutan. Selanjutnya bagaimana kita menghitung net present value (NPV) dari suatu usul investasi dengan memasukkan factor risiko dengan menggunakan pendekatan mean-standar deviasi? Seperti halnya pada contoh perhitungan sebelumnya, pertama-tama kita harus menghitung nilai yang diharapkan dari distribusi probabilitas dari arus-kas yang mungkin terjadi untuk setiap tahunnya selama umur proyek. Langkah berikutnya adalah menghitung standar deviasi arus kas yang mungkin terjadi setiap tahunnya. Atas dasar informasi tersebut kita dapat menghitung nilai yang diharapkan dari NPV (expected value of NVP) untuk usul investasi tersebut maupun standar deviasi dari nilai yang diharapkan.

12 Untuk lebih jelasnya dapat diberikan contoh sebagai berikut. Contoh 10
Untuk lebih jelasnya dapat diberikan contoh sebagai berikut. Contoh Proyeksi Distribusi Probabilitas dari Arus Kas Proyek C Tahun Arus Kas yang Mungkin Terjadi Probabilitas 1 Rp2.000,00 0,10 Rp3.000,00 0,20 Rp4.000,00 0,40 Rp5.000,00 Rp6.000,00 2 0,30 3 0,70

13 Standar deviasi arus kas setiap tahunnya adalah:
Nilai yang diharapkan dari distribusi probabilitas arus kas dari usul proyek C setiap tahunnya selama 3 tahun tersebut adalah: = 0,10(2.000) + 0,20(3.000) + 0,40(4.000) + 0,20 (5000) + 0,10(6000) = = 0,20(4.000) + 0,30(5.000) + 0,20(5.500) + 0,30 (6.500) = = 0,10(3.000) + 0,70(4.500) + 0,10(5.000) + 0,10 (6.000) = Standar deviasi arus kas setiap tahunnya adalah: = = = 1.095 = = 896 = = 687

14 Apabila besarnya tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return) ditetapkan sebesar 10% maka nilai yang diharapkan atau mean dari PV ( present value ) arus kas adalah: = + + = = Rp11.476,00 Standar deviasi dari nilai yang diharapkan tersebut adalah : σ = = Rp1.344,00 Perbedaan penting yang pertama antara kriteria tanpa risiko ( risk-exclusive criteria) dengan criteria dengan memasukkan faktor risiko ( risk-inclusive criteria) ialah bahwa dalam kriteria yang terakhir kita mendapatkan standar deviasi yang mencerminkan risiko secara ekplisit. Perlu dicatat bahwa standar deviasi untuk proyek dihitung dengan mengkuadratkan masing-masing standar deviasi arus kas setiap tahunnya untuk memenuhi formula standar deviasi. Perlu diketahui bahwa penggunaan “mean cashflow “ atau “expected cashflow” setiap tahunnya mungkindapat menghasilkan hasil yang sangat berbeda dengan penggunaan angka tunggal atau “point estimate” seperti halnya dalam keadaan ada kepastian ( certainty ).

15 Mean tersebut mengandung pertimbangan yang eksplisit untuk keseluruhan rentang (range) kemungkinan hasil (possible outcomes), tidak hanya satu kemungkinan yang dianggap paling baik menurut perasaan subyektif manajer keuangan. Dengan metode ini memaksa kita untuk mempertimbangkan kemungkinan hasil yang lain. Dari hasil perhitungan di atas kita mengetahui bahwa nilai yang diharapkan dari PV arus kas dari proyek C adalah Rp11.476,00 dengan risiko yang terkandung didalamnya yang diukur dengan standar deviasi sebesar Rp1.344,00. Sekarang kita sudah mempunyai petunjuk baik mengenai besarnya risiko proyek maupun hasil yang diharapkan. Mereka yang mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan mengenai diterima atau ditolaknya suatu usul investasi, sekarang sudah dilengkapi dengan alat untuk mempertimbangkan apakah hasil yang diharapkan sudah cukup wajar kalau dikaitkan dengan besarnya risiko. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa selain standar deviasi terdapat pula alat untuk mengukur besarnya risiko proyek secara relative yaitu apa yang disebut koefisien variasi (CV) yang juga merupakan ukuran risiko tetapi dinyatakan secara relative atau dinyatakan dengan presentase yang dihitung dengan cara membagi standar deviasi dengan “mean expectation” . Koefisien variasi dari proyek C tersebut adalah:

16 Makin besar koefisien variasi dari suatu proyek berarti makin besar risiko yang terkandung di dalamnya. Kembali kepada permasalahn usul proyek C, apakah usulan tersebut selayaknya diterima atau ditolak kalau memasukkan factor risiko? Aturan keputusannya sebenarnya adalah sama dengan kriteria NPV dalam keadaan certainty, yaitu apabila PV dari arus kas neto lebih besar daripada PV pengeluaran investasi (capital outlay) maka usul investasi tersebut selayaknya diterima. Dalam contoh tersebut kalau diketahui bahwa PV pengeluaran modal untuk proyek C sebesar Rp10.000,00 maka besarnya NPV dari proyek C tersebut adalah Rp Rp10.000,00 = + Rp1.476,00. Oleh karena NPV dari proyek tersebut positif maka selayaknya usul investasi itu diterima.

17 Pendekatan Ekuivalen Kepastian (Certainty Equivalent Approach)
Pendekatan ini akan membuat seseorang untuk memberikan penilaian yang sama antara sejumlah arus kas tertentu yang sudah pasti diterima dengan sejumlah arus kas tertentu yang diharapkan yang belum pasti dan mengandung risiko. Dalam pendekatan certainty-equivalent ini penyesuaian risiko dilakukan secara langsung terhadap arus kas yang diperkirakan akan terjadi di waktu yang akan dating. Dengan mengurangi arus kas yang diharapkan yang mengandung ketidakpastian itu menjadi arus kas yang pasti sebenarnya kita kembali lagi bersangkutan denga penilaian proyek investasi yang dalam keadaan ada kepastian. Dalam keadaan ada kepastian kita harus menggunakan tingkat diskonto bebas risiko (risk-free rate). Demikian pula halnya dalam pendekatan certainty-equivalent ini kita juga harus menggunakan tingkat diskonto bebas risiko untuk mendiskontokan arus kas yang ekuivalen mempunyai kepastian. Aturan pengambilan keputusan dengan menggunakan pendekatan ini adalah sama mengenai diterima atau ditolaknya suatu proyek investasi, yaitu apabila “certainty- equivalent NPV” lebih besar daripada nol maka usul investasi tersebut diterima, dan sebaliknya kalau kurang dari nol maka usul investasi tersebut tersebut selayaknya ditolak.

18 Bagaimana cara menghitung certainty-equivalent cashflow (C
Bagaimana cara menghitung certainty-equivalent cashflow (C.) selama umur proyek? Kita mengenal beberapa cara untuk menghitung certainty equivalent cash-flow, yaitu: Estimasi arus kas dikurngi dengan sejumlah standar deviasi yang cukup untuk menjamin bahwa dalam distribusi normal, kemungkinan kejadiannya akan terjadi dengan pasti. Hal ini dapat dilakukan dngan cara misalnya mengurangi mean dari estimasi arus kas untuk setiap periodenya dengan 3 standar deviasi yang persamaannya tampak sebagai berikut: = σ Di mana: = certainty-equivalent untuk periode t = mean cashflow estimate untuk periode t σ = standar deviasi Pengurangan mean estimasi arus kas dengan 3 standar deviasi akan membuat kita mempunyai 99,7 % kepastian bahwa kejadian yang akan terjadi paling sedikit sama dengan certainty-equivalent. Dengan sendirinya kita dapat menggunakan setiap multiple dari standar deviasi di mana kita merasa mempunyai kepastian. Dua standar deviasi kedua arah dari mean (+ dan -) mempunyai arti bahwa kita mempunyai 95 % kepastian bahwa salah satu kejadian yang mungkin terjadi dalam daerah tersebut akan terjadi. Satu standar deviasi kedua arah dari mean mempunyai arti bahwa kita dapat mempunyai 68,3 % kepastian bahwa salah satu kejadian yang mungkin terjadi dalam daerah tersebut akan terjadi.

19 Bagaimana cara menghitung certainty-equivalent cashflow dari suatu proyek dapatlah diberikan contoh berikut: Contoh 10.2. Mean dari estimasi arus kas setiap periode selama 3 tahun sebesar Rp6.000,00 dan standar deviasi setiap periodenya sebesar Rp1.000,00.Atas dasar data tersebut dengan menggunakan rumus diatas maka besarnya certainty- equivalent cashflow setiap periodenya dapat dihitung yaitu : = Rp 3.000,00 Apabila proyek terseburt memerlukan jumlah investasi sebesar Rp ,00 dan tingkat diskonto bebas resiko adalah 10 % maka “certainty – equivalent NPV” dari proyek tersebut akan menjadi : NPV = = - Rp 2.540,00 Oleh karena certainty equivalent NPV dari proyek tersebut adalan negative, maka kita akan menolak proyek tersebut.

20 Certainly equivalent NPV dari proyek tersebut adalah :
2. Metode kedua untuk menghitung certaintu-equvalent cashflow ialah dengan cara mengurangi mean dari estimasi arus kas dengan sejumlah kas sebesar koefisien variasi dari estimasi arus kas tersebut. Dari contoh 10.2 diatas diketahui bahwa mean dari estimasi arus kas sebesar Rp 6.000,00 dan standar deviasinya sebesar Rp ,00. Dengan data tersebut dapat ditentukan besarnya koefisien variasi sebesar 1.000/6.000 = 0,167. Dengan demikian maka besarnya certainty-equivalent cashflow menurut metode ini ialah : C.Et = Rp 6.000,00 – 0,167 ( Rp ) = Rp 4.998,00 Certainly equivalent NPV dari proyek tersebut adalah : NPV = = +Rp 2.429,00 Oleh karena certainty equivalent NPV dari proyek tersebut adalah positif, maka kita akan menerima proyek tersebut.

21 3. Metode ketiga untuk perhitungan certainty equivalent cashflow ialah dengan cara mengalikan mean dari estimasi arus kas dengan suatu factor atau koefisien tertentu yang disebut “ certainty equivalent coefficient" (CEC). CEC akan makin besar kalau certainty equivalent terhadap arus kas yang diestimasikan untuk periode yang bersangkutan juga makin besar. CEC akan mendekati 1,0 kalau arus yang pasti dan arus kas yang diestimasikan akan sama. Kalau kita menjadi kurang pasti bahwa arus kas yang diestimasikan akan sama dengan arus kas yang pasti, maka CEC akan makin kecil dan secara ekstrem akan mencapai nol. CEC ini kemudian diterapkan pda pembilang ( numerator ) pada formula NPV atau kas yang diestimasikan sehingga menjadi certainty-equivalent cashflow dan menggunakan tingkat diskonto bebas resiko sebagai penyebutnya (denominator). Apabila diketahui bahwa “certainty-rquivalent coefficient” sebesar 0,70 untuk setiap periodenya selama tiga tahun, maka besarnya certainty-equivalent NPV dari proyek tersebut akan menjadi : NPV = = + Rp 445,00 Oleh karena certainty-equivalent NPV dari proyek ini adalah positif, maka proyek tersebut diterima.

22 Maka certainty equivalent NPV dari proyek tersebut menjadi:
4. Metode keempat dari perhitungan certainty-equivalent ialah apa yang dinamakan “time adjusted method”. Pada prinsipnya metode ini sama dengan metode ketiga diatas. Tetapi dengan diadakan penyesuaian CEC untuk setiap periodenya. Kalau kita merasa kurang pasti terhadap estimasi arus kas selama umur proyek, kita dapat menentukan certainty-equivalent coefficient yang makin kecil dari tahun ke tahun. Misalnya dari contoh di atas kita menentukan CEC setiap tahunnya selama 3 tahun adalah : Tahun pertama CE C = 0,70 Tahun Kedua CE C = 0,60 Tahun Ketiga CE C = 0,50 Maka certainty equivalent NPV dari proyek tersebut menjadi: NPV = = - Rp 953,00 Oleh karena itu certainty-equivalent NPV dari proyek tersebut negative, maka proyek investasi itu tidak kita terima. Certainty-equivalent approach ini sering pula disebut “modifying cashflow approach” yaitu pendekatan arus kas yang dimodifikasikan. Perhitungan risiko disini langsung dimasukkan ke dalam bentuk pengurangan terhadap arus kas yang diharapkan.

23 Pendekatan tingkat diskonto yang disesuaikan dengan risiko ( Risk Adjusted Discount Rate Approach)
Pada pendekatan certainty-equivalent yang baru saja dibicarakan, dalam penilaian suatu proyek yang mengandung risiko, unsure risiko secara langsung dimasukkan pada arus kas yang diharapkan yang merupakan pembilang (numerator) pada formula NPV, dengan cara mengurangkan sejumlah kas tertentu dari mean arus kas yang diharapkan yang masih mengandung risiko. Berbeda dengan pendekatan tersebut, maka pada pendekatan “risk-adjusted discount rate” (RADR) ini, unsure risiko tidak dimasukkan ke dalam arus kas yang diharapkan, tetapi secara langsung dimasukkan ke dalam tingkat diskonto yang merupakan penyebut (denominator) pada formula NPV. Dalam metode ini tingkat diskonto disesuaikan untuk mengimbangi risiko. Apabila suatu proyek mengandung risiko yang besar, diperlukan return yang besar pula untuk mengimbangi risiko yang besar tersebut. Untuk itu maka kita akan menggunakan tingkat diskonto yang makin besar. Dengan makin besarnya tingkat diskonto yang digunakan hal tersebut akan memperkecil present value dari arus kas neto yang diharapkan yang selanjutnya akan memperkecil NPV dari proyek tersebut sehingga menjadikan proyek tersebut kurang menarik.

24 Misalkan suatu perusahaan sedang mempertimbangkan untuk memilih salah satu dari dua proyek, yaitu proyek A dan B. Biaya proyek untuk masing – masing diperkirakan sama yaitu sebesar Rp ,00. Proyek A diperkirakan akan menghasilkan arus kas yang diharapkan sebesar Rp ,00 per tahun selama 8 tahun. Proyek B diperkirakan menghasilkan arus kas yang diharapkan sebesar Rp ,00 per tahun selama 8 tahun juga. Tetapi karena pasar untuk produk A lebih baik dari pada pasar untuk produk, maka standar deviasi dari arus kas proyek A akan lebih kecil dari pada proyek B. Misalkan standar seviasi untuk proyek A sebesar Rp3.000,00 dan untuk proyek B sebesar RP 20.00,00. Mengingat adanya perbedaan tingkat risiko yang terkandung dalam masing – masing proyek tersebut, maka pimpinan perusahaan akan menggunakan tingkat diskonto yang berbeda untuk kedua proyek tersebut. Oleh karena proyek B mengandung risiko yang lebih besar dibandingkan dengan proyek A, maka ditetapkan tingkat diskonto untuk proyek B juga lebih besar dari pada tingkat diskonto yang akan digunakan untuk menilai proyek A. misalkan tingkat diskonto untuk proyek A ditetapkan sebesar 10 % dan untuk proyek B sebesar 14 %. Atas dasar informasi tersebut dapatlah dihitung NPV dari masing – masing proyek tersebut sebagai berikut: NPVa = ( x 5,335) = 6.700 NPVb= ( x 4,639) = 2.058

25 Dari hasil perhitungan diatas ternyata proyek A mempunyai NPV yang lebih besar, yaitu sebesar Rp 6.700,00, dibandingkan dengan proyek B yang mempunyai NPV sebesar Rp ,00 yang disebabkan karena untuk proyek A digunakan tingkat diskontto yang lebih kecil (10%) sedangkan untuk proyek B digunakan tingkat diskonto yang lebih besar (14 %). Jadi perbedaan tersebut terutama disebabkan karena perbedaan tingkat diskonto yang digunakan utnuk menilai kedua proyek tersebut. Apabila digunakan tingkat diskonto yang sama untuk kedua proyek tersebut, hasilnya akan berbeda. Apabila untuk kedua proyek tersebut digunakan tingkat diskonto yang sama misalnya 10 %n maka proyek B akan mempunyai NPV sebesaar Rp yang lebih besar daripada NPV proyek A sebesar Rp ,00. Dalam contoh tersebut tentunya pimpinan perusahaan akan memilih proyek yang mempunyai NPV yang paling besar yaitu proyek A setelah memasukkan factor resiko ke dalamnya. Risk Adjusted rate of return atau risk adjusted discount rate ini sebenarnya mengandung dua unsure utama, yaitu unsure pertama adalah tingkat diskonto bebas resiko ( risk free discount rate). Dan unsure kedua adalan premi resiko ( risk premium). Oleh karena itu risk adjusted discount rate dapat didefinisikan sebagai tingkat diskonto yang digunakan untuk menilai arus kas neto tertentu yang mengandung risiko atau ketidakpastian, yang terdiri dari tingkat diskonto bebas risiko ditambah dengan premi risiko yang sepadan dengan tingkat risiko yang melekat pada arus kas neto tersebut. Tingkat diskonto atau tingkat bunga bebas risio biasanya ditetapkan sebesar tingkat bunga dari obligasi Negara yang tidak mengandung risiko tidak terbayarnya bunga setiap tahunnya dan pengembalian modal pokok. Sedangkan premi risiko ( premium risk) adalah perbedaan antara tingka keuntungan yang disyaratkan ( required rate of return) dari aktiva yang mengandung risiko dengan tingkat diskonto bebas risiko atau tingkat keuntungan dari aktiva yang tidak mengandung risiko dengan umur ekonomis yang sama.

26 Analisa Sensitivitas ( Sensitivity Analysis )
Analisa sensitivitas atau sering pula disebut analisa kepekaan sebenarnya bukanlah teknik untuk mengukut risiko, tetapi suatu teknik untuk menilai dampak (impact) berbagai perubahan dalam masing – mssing variable penting terhadap hasil yang mungkin terjadi ( possible outcomes ). Analisa sensitivitas ini tidak lain adalah suatu analisa simulasi dalam mana nilai variable vatiabel penyebab diubah – ubah untuk mengetahui bagaimana dampaknya terhadap hasil yang diharapkan dalam hubungan ini adalah aliran kas. Kita menyadari bahwa arus kas suatu proyek sangat dipengaruhi oleh berbagai variable misalnya market size, market share, jumlah unit produk yang terjual, harga jual per unit, biaya variable per unit, jumlah biaya tetap dan lain sebagainya. Makin besarnya market size, market share, jumlah unit yang terjual,harga jual per unit, semuanya itu akan mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi suatu proyek, karena hal tersebut akam memperbesar arus kas neto yang diharapkan dapat dihasilkan dari proyek tersebut. Demikian pula halnya, makin rendahnya biaya variable per unit, makin kecilnya jumlah biaya tetap, semuanya itu juga akan mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi proyek yang bersangkutan. Tetapi sebaliknya makin kecilnya jumlah unit yang terjual, menurunnya harga jual per unit, meningkatnya biaya variable per unit dan biaya tetap per periodenya, semuanya itu akan mempunyai pengaruh yang merugikan bagi suatu proyek karena hal tersebut akan memperkecil arus kas neto yang dihasilkan dari proyek tersebut.

27 Dengan analisa sensitivitas ini diharapkan manajee keuangan dapat menilai kembali estimsasi arus kas suatu proyek yang telah disusun oleh stafnya, untuk mengetahui sampai seberapa jauh tingkat kepekaan arus kas dipengaruhi oleh berbagai perubahan dari masing-masing variable penyebab. Apabila suatu variable tertentu berubah, sedangkan variable – variable lainnya dianggap tetap dan tidak berubah, seberapa jauh arus kas akan berubah karena perubahan variable tertentu tersebut. Untuk masing- masing variable tersebut dicoba untuk diubah nilainya, sedangkan variable-variabel lainnya dianggap tetap tidak berubah, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan variable tersebut bagai perubahan arus kas. Setelah diadakan perhitungan pengaruh dari perubahan masing – masing variable tersebut terhadap arus kas, akan dapat diketahui variable-variable mana yang pengaruhnya relative kecil. Dengan demikian maka perhatian perlu dipusatkan pada variable-variabel yang pengaruhnya besar terhadap perubahan arus kas.

28 Makin kecil arus kas yang ditimbulkan dari suatu proyek karena adanya perubahan yang merugikan dari suatu variable tertentu, hal tersebut jelas akan memperkecil NPV dari proyek tersebut yang berarti bahwa proyek tersebut makin tidak disukai. Perubahan suatu variable kadang-kadang mempunyai pengatuh terhadap variable yang lain. Misalnya penurunan harga jual per unit akan dapat meningkatkan jumlah unit yang terjual, atau sebaliknya, meningkatkan harga jual per unit akan dapat menurunkan unit barang yang terjual. Dalam hal yang demikian kita perlu menilai bagaimana pengaruh netonya terhadap arus kas yang selanjutnya terhadap NPV dari proyek tersebut. Apakan kenaikan harga jual yang disertai dengan penurunan jumlah unit yang terjual akan memperbesar atau memperkecil arus kas dibandingkan dengan kalau tak ada perubahan ? kalau pengaruh netonya akan memperkecil arus kas yuang selanjutnya akan memperkecil NPVnya, maka kebijaksanaan untuk meningkatkan harga jual tersebut tidak dibenarkan. Sebaliknya kalau kebijaksanaan tersebut akan dapat meningkatkan arus kas yang selanjutnya akan meningkatkan NPVnya, kebijaksanaan tersebut dapat di benarkan. Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dapat diberikan contoh pada halaman berikutnya. Pertama-tama tersedia perhitungan arus kas yang diharapkan dihasilkan dari suatu proyek yang telah dipersiapkan oleh suatu staf, kemudian manajer keuangan ingin mengetahui sampai seberapa jauh perubahan arus kas seandainya ada penurunan jumlah unit yang terjual, seandainya ada penurunan harga jual per unit, seandainya ada kenaikan biaya variable per unit, seandainya ada kenaikan biaya tetap, dan seandainya ada kenaikan harga jual yang disertai dengan penurunan jumlah unit yang terjual. Dari hasil perhitungan masing-masing tersebut akan dapat diketahui variable mana yang pengaruhnya besar terhadap perubahan arus kas yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap NPV dari proyek tersebut, dan variable – variable mana yang pengaruhnya tidak besar.

29 Estimasi arus kas per tahun
Contoh 10.3 Suatu perusahaan sedang mempertimbangkan suatu usul investasi yang membutuhkan biaya investasi sebesar Rp ,00 dengan umur ekonomis 8 tahun. Setelah mempelajari berbagai aspek yang relevan oleh suatu staf dapatlah disusun estimasi arus kas sebagai berikut : Table 10.1 Estimasi arus kas per tahun Tahun 0 Tahun 1-8 Investasi Rp ,00 Penjualan ( unit) Rp ,00 Biaya variable Rp ,00 Biaya tetap selain depresiasi Depresiasi Rp ,00 Laba sebelum pajak Pajak (30%) Rp ,00 Laba bersih Rp ,00 Arus kas neto (4) + (7) Rp ,00

30 Apabila perusahaan menetapkan tingkat keuntungan yang disyaratkan atau tingkat diskonto sebesar 10 % maka besarnya NPV dari proyek tersebut sebesar : NPV = Oleh karena proyek tersebut menghasilkan NPV positif maka selayaknya usul investasi tersebut diterima. Selanjutnya manajer keuangan ingin mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap NPV dari proyek tersebut apabila terjadi perubahan nilai berbagai variable yang penting yang mempunyai pengaruh terhadap arus kas, apakah proyek tersebut masih layak untuk dilaksanakan atau menjadi tidak layak lagi. Pertama – tama akan dinilai bagaimana kalau ada penurunan jumlah unit yang terjual dengan 10 %, kemudian bagaimana kalau ada pernurunan harga jual per unit dengan 10 %, kemudian bagaimana kalau biaya variable per unit naik dengan 10 %, selanjutnya bagaiman kalau biaya tetap naik dengan 10 %, dan pada akhirnya bagaimana kalau ada kenaikan harga dengan 10 % tetapi disertai dengan penurunan jumlah unit yang terjual dengan 15%. Semuanya itu akan dinilai bagaimana pengaruhnya terhadap arus kas yang selanjutnya terhadap NPV dari proyek tersebut. Untuk perhitungan perubahan variable (1) yaitu penurunan jumlah unit terjual dan variable (2) yaitu penurunan harga jual per unit masing – masing dengan 10% disertakan dalam table 10.2 sedangkan perhitungan perubahan variable (3) yaitu kenaikan biaya variable per unit dan variable (4) yaitu kenaikan biaya tetap masing-masing dengan 10% akan disertakan dalam table pada akhirnya perhitungan gabungan yaitu kenaikan harga jual dengan 10% yang disertai dengan penurunan jumlah untit terjual dengan 15% disertakan dalam table 10.4.

31 Table Estimasi arus kas per tahun kalau ada penurunan jumlah unit terjual atau penurunan harga jual per unit masing – masing dengan 10%. Kalau unit terjual turun dengan 10%, variable lainnya tetap tidak berubah Kalau harga jual per unit turun dengan 10%, variable lainnya tetap Penjualan Rp ,00 Biaya variable Rp ,00 Biaya tetap (tanpa depresiasi) Rp ,00 Depresiasi Rp ,00 Laba sebelum pajak Rp ,00 Pajak (30%) Rp 3.900,00 Rp 3.000,00 Laba Bersih Rp 9.100,00 Rp 7.000,00 Arus Kas Neto Rp ,00 NPV -Rp 4.754,00 -Rp ,00

32 Dari table tersebut diatas ternyata kalau ada penurunan harga jual per unit dengan 10% ataupun penurunan unit yang terjual dengan 10% akan menjadikan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan karena NPV nya masing-masing adalah negative. Kalau dibandingkan pengaruh perubahan kedua variable tersebut terhadap arus kas ternyata bahwa pengaruh penurunan harga jual per unit mempunyai pengaruh yang lebih parah dibandingkan dengan pengaruh penurunan unit yang terjual meskipun tingkat penurunannya adalah sama yaitu 10%. Table 10.3 Estimasi arus kas per tahun kalau ada kenaikan biaya variable per unit atau kenaikan biaya tetap (tanpa depresiasi) masing-masing dengan 10% Kalau ada kenaikan biaya variable per unit dengan 10% Kalau ada kenaikan biaya tetap dengan 10% Penjualan Rp ,00 Biaya variable Rp ,00 Rp ,00 Biaya tetap Depresiasi Rp ,00 Laba sebelum pajak Rp ,00 Pajak (30%) Rp 5.100,00 Laba Bersih Rp ,00 Arus Kas Neto Rp ,00 NPV +Rp ,00

33 Dari table tersebut diatas tampak bahwa kenaikan biaya varaibel per unit ataupun kenaikan biaya tetap masing-masing dengan 10% masih menempatkan proyek tersebut tetap layak atau feasible, meskipun mengakibatakn penurunan NPV masing – masing dengan 52%. Dari table terhadap perubahab arus kas ataupun perubahan NPV adalah sama. Kalau dibandingkan dengan table 10.2 ternyata pengaruh perubahan biaya variable per unit ataupun perubahan biaya tetap lebih lunak dibandingkan dengan unit terjual dan harga jual. Table 10.4 Estimasi arus kas per tahun kalau ada kenaikan harga jual dengan 10% dan penurunan unit terjual dengan 15% Penjualan ( x Rp 1,10) Rp ,00 Biaya variable ( x Rp 0,30) Rp ,00 Biaya tetap Rp ,00 Depresiasi Rp ,00 Laba sebelum pajak Rp ,00 Pajak (30%) Rp 5.400,00 Laba Bersih Rp ,00 Arus Kas Neto Rp ,00 NPV +Rp ,00

34 Dari table tersebut di atas ternyata proyek tersebut masih tetap layak meskipun ada penurunan jumlah unit yang terjual dengan 15%. Hal ini disebabkan karena pengaruh kenaikan harga jual dengan 10%. Meskipun dengan gabungan perubahan kedua variable tersebut proyek tersebut masih layak, tetapi NPV nya menurun dengan 34% dibandingkan dengan estimasi arus kas semula yang menghasilkan NPV sebesar + Rp ,00. Dari uraian diatas maka tampak jelas bahwa variable-variabel yang perlu mendapatkan perhatian utama dalam kasus ini adalah penurunan harga jual dam penurunan jumlah unit terjual.

35 Ada pertanyaan ????


Download ppt "ANALISA RISIKO DALAM PENGANGGARAN MODAL"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google