Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehFanny Kartawijaya Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
Tahun Baru Masehi Natal Bersama Dalam Pandangan Islam
© 2007 Microsoft Corporation. All rights reserved. Microsoft, Windows, Windows Vista and other product names are or may be registered trademarks and/or trademarks in the U.S. and/or other countries. The information herein is for informational purposes only and represents the current view of Microsoft Corporation as of the date of this presentation. Because Microsoft must respond to changing market conditions, it should not be interpreted to be a commitment on the part of Microsoft, and Microsoft cannot guarantee the accuracy of any information provided after the date of this presentation. MICROSOFT MAKES NO WARRANTIES, EXPRESS, IMPLIED OR STATUTORY, AS TO THE INFORMATION IN THIS PRESENTATION.
2
Data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2014 terhitung Januari hingga Oktober, Indonesia sudah mengimpor kembang api lebih dari USD 23 juta atau senilai Rp. 288 miliar (jika kurs Rp ) (koran-sindo.com). Perayaan Tahun Baru Masehi yg dilakukan penduduk Indonesia yg notabene sebagian besar umat Islam, kemeriahannya bisa mengalahkan perayaan Tahun Baru Masehi umat Kristiani.
3
Secara historis, penentuan 1 Januari sebagai Tahun Baru, awalnya diresmikan Kaisar Romawi Julius Caesar (a), thn 46 SM, lalu thn 1582 diresmikan ulang pemimpin tertinggi Katolik, Paus Gregorius XIII (b), yg kemudian diadopsi hampir seluruh negara Eropa Barat Kristen sebelum mengadopsi kalender Gregorian tahun 1752. (a) Perayaan Tahun Baru Masehi di Barat dirayakan beragam, baik berupa (1) ibadah seperti layanan ibadah di gereja, (2) maupun aktivitas non-ibadah, seperti parade atau karnaval, menikmati berbagai hiburan, berolahraga seperti hockey es dan American football (rugby), menikmati makanan tradisional, berkumpul dengan keluarga, dan lain sebagainya. (en.wikipedia.org). (b)
4
Hukumnya...... Perayaan Tahun Baru Masehi termasuk bagian hadharah (peradaban) non Islam. Kaum muslim, dilarang ikut serta memeriahkannya. Dalil keharamannya ada dua; Pertama, dalil umum yg mengharamkan menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffâr). “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, 4033) Kedua, dalil khusus yg mengharamkan merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffâr fi a’yâdihim). Suatu ketika penduduk Madinah merayakan dua hari tertentu sebagai waktu bersuka cita. Beliau Saw bertanya, “Dua hari ini hari apa?” Mereka menjawab, “Kami sejak Jahiliyyah bermain pada hari-hari tersebut.” Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan hari yang lebih baik: Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri.” (HR. Abu Dawud, 959; Ahmad, 13131, & Al-Hakim, 1041). Imam Jalaluddin as-Suyuthi (w M) menegaskan: “Termasuk diantara bid’ah dan kemunkaran adalah menyerupai orang-orang kafir dan menyetujui mereka dalam perayaan hari raya dan acara-acara mereka yang terlaknat.” (al-Amru bi al-Ittiba’ wa an-Nahyu ‘an al-Ibtida’, hal. 141).
5
Berbahaya.... Pertama, mengikis kepribadian Islam & pendangkalan akidah Islam. Sebab dalam budaya tahun baru penuh hura-hura dan maksiyat. Tahun baru Masehi diadopsi umat Nasrani, sedangkan Nasrani konsep ketuhanannya bermasalah, maka seorang muslim yg ikut perayaan tersebut bisa tergerus akidahnya. Kedua, propaganda liberalisasi (kebebasan) budaya. Sebab perayaan Tahun Baru Masehi yg berbiaya sangat besar tsb, demi menciptakan berbagai sarana hiburan menjelang pesta kembang api, tak hanya itu, pesta sex, mabuk-mabukan, dan kegiatan amoral bejat lainnya pun senantiasa mewarnai Tahun Baru Masehi. Ketiga, menjauhkan umat Islam dari kalender Hijriah, kalender Islam. Padahal ada banyak hukum Islam yang pelaksanaannya tergantung dengan kalender Hijriah, semisal Ramadhan, Idul Adha, Idul Fitri, Haji, dan juga termasuk hari-hari bersejarah dalam peradaban Islam. Semuanya ditandai sistem kalender Hijriah. Keempat, simbol imperialisme Barat. Sebab penggunaan kalender masehi, merupakan akibat penjajahan Barat atas dunia Islam. Pada 1924 dunia Islam dijajah Barat, lalu Hijriah diganti kalender Masehi. (1) Muharram, (2) Shafar, (3) Rabi’ul Awwal, (4) Rabi’ul Akhir/Rabi’u ats-Tsani, (5) Jumada al-Ula, (6) Jumada al-Akhir/Jumada ats-Tsani, (7) Rajab, (8) Sya’ban, (9) Ramadhan, (10) Syawwal, (11) Dzulqa’dah, dan (12) Dzulhijjah.
7
Hukum Perayaan Natal Bersama
Umat Islam diharamkan: (1) mengikuti perayaan natal, (2) natalan bersama, (3) mengucapkan selamat natal, dan (4) menggunakan atribut natal. Dalil al-Quran: “Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kemaksiatan, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqan [25]: 72). Abu al-Qasim Hibatullah bin al-Hasan bin Manshur at-Thabari (w M), seorang faqih bermazhab Syafi’i, berkata: “Tidak diperbolehkan (haram) bagi kaum muslim menghadiri hari raya mereka karena mereka berada dalam kemunkaran dan kedustaan. (Ibnu Qayyim, Ahkâm Ahl ad-Dzimmah, 1/235). Dalil as-Sunnah, (1) Dalil umum yg mengharamkan menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffâr). (HR. Abu Dawud, 4033); (2) Dalil khusus yg mengharamkan merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffâr fi a’yâdihim). (HR. Abu Dawud, 959; Ahmad, 13131; Al-Hakim, 1041). Karena itu pakai atribut natal haram. Ijma’ Sahabat, kebijakan Umar ra yg disepakati semua sahabat: ahlu dzimmah (non Muslim) tidak boleh mendemonstrasikan hari raya mereka di wilayah Islam. Jika non muslim saja dilarang, maka apalagi kaum muslim tentu tdk boleh.
8
Umar bin al-Khattab ra, berkata: “Janganlah kalian mempelajari bahasa/jargon orang-orang Ajam (non Arab). Janganlah kalian masuk ke gereja-gereja orang-orang musyrik pada hari raya mereka. Sesungguhnya murka Allah Swt akan turun kepada mereka pada hari itu.” (HR. Abdur Razak, Mushannaf, I/411; Ibnu Abi Syaibah, Mushannaf, 6/208; Imam al-Baihaqi). Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w M): “Mengucapkan selamat terhadap simbol-simbol kekufuran yang khas adalah haram berdasarkan kesepakatan (ulama), seperti mengucapkan selamat kepada kafir dzimmi dengan hari raya dan puasa mereka. Misalnya si fulan mengatakan, ‘hari raya berkah buat Anda’, atau ‘Anda selamat dengan hari raya ini’ dan semisalnya. Meskipun seorang muslim yang mengucapkan hal tersebut selamat dari kekufuran, namun hal itu tetap termasuk keharaman.” (Ahkâm Ahlu ad-Dzimmah, I/442).
9
Jika Muslim Dipaksa Memakai Atribut Natal?
Pertama, seorang muslim menggunakan atribut natal bukan termasuk toleransi. Sebab toleransi itu membiarkan umat lain menjalankan ritual agamanya, termasuk perayaan agamanya. Serta tidak memaksa umat lain untuk memeluk Islam. Kedua, maka dari itu karyawan muslim tidak boleh diam dan bahkan wajib menolak perintah atau ketentuan atasannya untuk mengenakan atribut Natal, baik atasannya muslim maupun non muslim. Sebab Rasul Saw bersabda: “Tidak ada ketaatan kepada makhluk (manusia) dalam bermaksiat kepada al-Khaliq (Allah Swt).” (HR. Ahmad, 20672; Al-Hakim, 5870). Ketiga, para Ulama apalagi pemerintah, haram berdiam diri. Ulama wajib memberi nasihat atau fatwa kepada para karyawan muslim, dan juga melakukan muhasabah (kritik) kepada pemerintah. Pemerintah pun wajib melarang para pemilik mal atau pusat perbelanjaan yg memaksa karyawan muslim mengenakan atribut Natal. (M. Shiddiq, 2014). Wallahu ‘alam.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.