Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Universitas Indonesia

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Universitas Indonesia"— Transcript presentasi:

1 Universitas Indonesia
Mazhab Shohabi, Istishab & ‘Urf Oleh: Abdul Karim Amin Muhamad Afdhal Universitas Indonesia

2 MAZHAB SHOHABI

3 DEFINISI SHOHABI Menurut Ahli Hadits: Sahabat adalah setiap muslim yang melihat Rasulullah saw walau sesaat. Menurut Said bin Al-Masib: Sahabat adalah orang yang tinggal bersama Nabi Muhammad saw satu tahun, atau dua tahun bersamanya dan ikut serta dalam perang satu atau dua kali.

4 DEFINISI SHOHABI Menurut Al-Jahizh: Sahabat adalah orang yang kumpul bersama Rasulullah dalam waktu yang cukup lama serta menimba ilmu dari Rasulullah. Menurut Ibnu Jabir: Sahabat adalah setiap muslim yang bertemu Rasulullah saw, beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan islam. Contoh: Umar ibn Khattab, ‘Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar.

5 ARTI MAZHAB SHOHABI Madzhab shahabi ialah pendapat sahabat Rasulullah SAW tentang suatu kasus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam Alquran dan sunnah Rasulullah. Contoh: Perkataan Ibnu Mas’ud ra, “Sedikitnya waktu haidh adalah 3 hari”.

6 MACAM-MACAM MAZHAB SHOHABI
1. Perkataan sahabat terhadap hal-hal yang tidak termasuk objek ijtihad. Dalam hal ini para ulama semuanya sepakat bahwa perkataan sahabat bisa dijadikan hujjah. Karena kemungkinan sima’ dari Nabi SAW sangat besar, sehingga perkataan sahabat dalam hal ini bisa termasuk dalam kategori al-Sunnah, meskipun perkataan ini adalah hadits mauquf. Contoh: Perkataan Ali bahwa jumlah mahar yang terkecil adalah sepuluh dirham.

7 MACAM-MACAM MAZHAB SHOHABI
2. Perkataan sahabat yang disepakati oleh sahabat yang lain. Dalam hal ini perkataan sahabat adalah hujjah karena masuk dalam kategori ijma’. 3. Perkataan sahabat yang tersebar di antara para sahabat yang lainnya dan tidak diketahui ada sahabat yang mengingkarinya atau menolaknya. Dalam hal inipun bisa dijadikan hujjah, karena ini merupakan ijma’ sukuti, bagi mereka yang berpandapat bahwa ijma’ sukuti bisa dijadikan hujjah.

8 MACAM-MACAM MAZHAB SHOHABI
4. Perkataan sahabat yang tersebar di antara para sahabat yang lainnya dan tidak diketahui ada sahabat yang mengingkarinya atau menolaknya. Dalam hal inipun bisa dijadikan hujjah, karena ini merupakan ijma’ sukuti, bagi mereka yang berpandapat bahwa ijma’ sukuti bisa dijadikan hujjah.

9 KEHUJJAHAN MAZHAB SHOHABI
Mengatakan bahwa mazhab Shohabi (qaulus shahabi) dapat menjadi hujjah. Pendapat ini berasal dari Imam Maliki, Abu bakar ar- Razi, Abu Said shahabat Imam Abu Hanifah, begitu juga Imam Syafi’i dalam madzhab qadimnya, termasuk juga Imam Ahmad Bin Hanbal dalam satu riwayat. Alasannya: أَصْحَابِيْ كَالنُّجُوْمِ بِأَيِّهِمْ اِقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ “Sahabatku bagaikan bintang-bintang siapa saja di antara mereka yang kamu ikuti pasti engkau mendapat petunjuk”.

10 KEHUJJAHAN MAZHAB SHOHABI
2. Bahwa mazhab sahabat (qaulussshahabi) secara mutlak tidak dapat menjadi hujjah dasar hukum. Pendapat ini berasal dari jumhur Asya’irah dan Mu’tazilah, Imam Syafi’i dalam mazhabnya yang jadid (baru) juga Abu Hasan al-Kharha dari golongan Hanafiyah. Alasan mereka antara lain adalah firman Allah: “Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”. (QS. Al-Hasyr: 2)

11 KEHUJJAHAN MAZHAB SHOHABI
3. Ulama Hanafiyah, Imam Malik, qaul qadim Imam Syafi’i dan pendapat terkuat dari Imam Ahmad bin Hanbal, menyatakan bahwa pendapat sahabat itu menjadi hujjah. Dan apabila pendapat sahabat bertentangan dengan qiyas maka pendapat sahabat didahulukan. Alasan yang mereka kemukakan antara lain adalah firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 100: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka” (QS. At-Taubah: 100)

12 ISTISHAB

13 PENGERTIAN ISTISHAB Istishab menurut etimologi berasal dari kata istishaba dalam sighat istif’al (اِسْتِفْعَالِ) yang bermakna: اِسْتِمْرَارُ الصُّحْبَهْ. Kalau kata الصُّحْبَهْ diartikan dengan sahabat atau teman dan اِسْتِمْرَارُ diartikan selalu atau terus menerus. Maka istishab secara lughawi artinya selalu menemani atau selalu menyertai.

14 PENGERTIAN ISTISHAB Dari pengertian yang lain, menurut bahasa perkataan Istishab diambil dari perkataan “Istishhabtu maa kaana fil maadhi,” artinya “saya membawa serta apa yang telah ada waktu yang lampau sampai sekarang. Menurut Istilah Ushul, Istishhab ialah melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan yang telah ditetapkan karena sesuatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut.

15 PENGERTIAN ISTISHAB Menurut Imam al- Asnawy: اَنَّ اْلِإسْتِصْحَابَ عِبَارَةٌ عَنِ اْلحُكْمِ يُثْبِتُوْنَ اَمْرًا فِى الزَّمَانِ الثَّانِى بِنَاءً عَلَى ثُبُوْتِهِ فِى الزَّمَانِ الأَوَّلِ لِعَدَمِ وُجُوْدِ مَايَصْلُحُ ِللتَّغَيُّر Artinya : “Istishab adalah melanjutkan berlakunya hukum yang sudah ada dan sudah ditetapkan ketetapan hukumnya, lantaran sesuatu dalil sampai ditemukan dalil lain yang mengubah ketentuan hukum tersebut.”

16 PENGERTIAN ISTISHAB Menurut Hasby Ash-Shiddiqy: اِبْقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَانَ عَلَيْهِ لِانْعدَامِ اْلُمغَيِّرِ )اِعتِقَادُ كَوْنِ الشَّئِ فِى اْلمَاضِى اَوِ الْحَاضِر يُوْجِبُ ِظَنَّ ثُبُوْتِهِ فِى اْلحَالِ اَوِاْلإِسْتِقْبَاِلِ( Artinya : “Mengekalkan apa yang telah ada atas keadaan yang telah ada, karena tidak ada yang mengubah hukum, atau karena sesuatu hal yang belum diyakini.”

17 KESIMPULAN ISTISHAB Segala hukum yang telah ditetapkan pada masa lampau, dinyatakan tetap berlaku pada masa sekarang, kecuali kalau telah ada yang mengubahnya. Contohnya: Seseorang yang mulanya ada wudhu, kemudian datang was-was dalam hatinya, bahwa boleh jadi dia telah mengeluarkan angin yang membatalkan wudhunya. Dalam kondisi begini, hendaklah ia menetapkan hukum semula, yaitu ada wudhu. Dan was-was yang datang belakangan itu, tidak boleh mengubah hukum yang semula.

18 KESIMPULAN ISTISHAB Segala hukum yang telah ditetapkan pada masa lampau, dinyatakan tetap berlaku pada masa sekarang, kecuali kalau telah ada yang mengubahnya. Contohnya:­­ Seseorang yang mulanya ada wudhu, kemudian datang was-was dalam hatinya, bahwa boleh jadi dia telah mengeluarkan angin yang membatalkan wudhunya. Dalam kondisi begini, hendaklah ia menetapkan hukum semula, yaitu ada wudhu. Dan was-was yang datang belakangan itu, tidak boleh mengubah hukum yang semula.

19 KESIMPULAN ISTISHAB 2. Segala hukum yang ada pada masa sekarang, tentu telah ditetapkan pada masa yang lalu. Contohnya adalah sebagai berikut: Telah terjadi perkawinan antara laki-laki A dengan perempuan B, kemudian mereka berpisah dan berada di tempat berjauhan selama 15 tahun. Karena telah lama berpisah itu, maka B ingin kawin dengan laki-laki C. Karena dalam hal ini B belum dapat kawin dengan C karena ia telah terikat tali perkawinan dengan A dan belum ada perubahan hukum tali perkawinan walaupun mereka telah lama berpisah.

20 KEDUDUKAN ISTISHAB SEBAGAI HUJJAH
Pertama, menurut mayoritas mutakallimin (ahli kalam), istishab tidak bisa dijadikan dalil. Karena hukum yang ditetapkan pada masa lampau menghendaki adanya dalil. Demikian juga untuk menetapkan hukum yang sama pada masa sekarang dan yang akan datang. Istishab bukanlah dalil, karenanya menetapkan hukum yang ada pada masa lampau berlangsung terus untuk masa yang akan datang, berarti menetapkan suatu hukum tanpa dalil. Hal ini sama sekali tidak dibolehkan dalam syara’.

21 KEDUDUKAN ISTISHAB SEBAGAI HUJJAH
Kedua, menurut mayoritas ulama Hanafiah, khususnya mutaakhirin, istishab bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan hukum yang telah ada sebelumnya dan menganggap hukum itu tetap berlaku pada masa yang akan datang, tetapi tidak bisa menetapkan hukum yang akan ada. Alasan mereka seorang mujtahid dalam meneliti hukum suatu masalah yang sudah ada, mempunyai gambaran bahwa hukumnya sudah ada atau sudah dibatalkan. Akan tetapi ia tidak mengetahui atau tidak menemukan dalil yang menyatakan bahwa hukum itu sudah dibatalkan.

22 ‘URF

23 PENGERTIAN ‘URF Kata ‘Urf secara etimologi berarti “sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal”. Sedangkan secara terminologi, seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan, istilah ‘Urf berarti: مَا أَلَّفَهُ اْلُمجْتَمَعُ وَ اعْتِقَادَهُ وَ سَارَ عَلَيْهِ فيِ حَيَاتِهِ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ Sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perkataan atau perbuatan.

24 BENTUK ‘URF ‘Urf Amaly adalah suatu perbuatan yang menjadi kebiasaan manusia seperti jual beli muathah, masuk WC umum tanpa menentukan waktu menggunakannya dan juga tidak ditentukan jumlah air yang dipakai, dan lain-lain. ‘Urf al-Qauly adalah lafaz-lafaz yang sudah dikenal oleh manusia ditempat tersebut. seperti lafaz walad yang dikenal hanya untuk anak laki-laki, bukan anak perempuan.

25 PENGERTIAN ‘URF Kata ‘Urf secara etimologi berarti “sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal”. Sedangkan secara terminologi, seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan, istilah ‘Urf berarti: مَا أَلَّفَهُ اْلُمجْتَمَعُ وَ اعْتِقَادَهُ وَ سَارَ عَلَيْهِ فيِ حَيَاتِهِ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ Sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perkataan atau perbuatan.

26 CONTOH ‘URF Contoh ‘Urf berupa perbuatan atau kebiasaan:
Di satu masyarakat dalam melakukan jual beli kebutuhan ringan sehari-hari seperti garam, tomat, dan gula, dengan hanya menerima barang dan menyerahkan harga tanpa mengucapkan ijab dan kabul (qabul).

27 CONTOH ‘URF Contoh ‘Urf yang berupa perkataan:
Seperti kebiasaan di satu masyarakat untuk tidak menggunakan kata al-lahm (daging) kepada jenis ikan. Kebiasaan-kebiasaan seperti itu menjadi bahan pertimbangan waktu akan menetapkan hukum dalam masalah- masalah yang tidak ada ketegasan hukumnya dalam Quran dan Sunah.

28 MACAM-MACAM ‘URF 1. al-‘Urf al-‘Am (adat kebiasaan umum), yaitu adat kebiasaan mayoritas dari berbagai negeri di satu masa. Contohnya, adat kebiasaan yang berlaku di beberapa negeri dalam memakai ungkapan: “engkau telah haram aku gauli” kepada istrinya sebagai ungkapan untuk menjatuhkan talak istrinya itu.

29 MACAM-MACAM ‘URF 2. al-‘Urf al-Khas (adat kebiasaan khusus), yaitu adat istiadat yang berlaku pada masyarakat atau negeri tertentu. Misalnya: kebiasaan masyarakat Irak dalam menggunakan kata al-dabbah hanya kepada kuda, dan menganggap catatan jual beli yang berada pada pihak penjual sebagai bukti yang sah dalam masalah utang piutang.

30 SYARAT-SYARAT ‘URF Abdul Karim Zaidan menyebutkan beberapa persyaratan bagi ‘urf yang bisa dijadikan landasan hukum yaitu Urf itu harus termasuk ‘urf yang sahih dalam arti tidak bertentangan dengan ajaran Quran dan sunah Rasulullah. Urf itu harus bersifat umum, dalam arti minimal telah menjadi kebiasaan mayoritas penduduk negeri itu. ‘Urf itu harus sudah ada ketika terjadinya suatu peristiwa yang akan dilandaskan kepada ‘urf itu.

31 KEABSAHAN ‘URF MENJADI LANDASAN HUKUM
Para ulama sepakat menolak ‘urf fasid (adat kebiasaan yang salah) untuk dijadikan landasan hukum Adapun ‘urf shahih dijadikan landasan hukum oleh kalangan Hanafiyah dan kalangan Malikiyah, dan selanjutnya oleh kalangan Hanabilah dan kalangan syafi’iyah

32 Terima Kasih


Download ppt "Universitas Indonesia"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google