Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
6. BAGAIMANA MEMAHAMI HADITS NABI SAW
DR. Yusuf Al-Qaradhawi
3
Pengantar Dalam Pengantara beliau menyampaikan bahwa As Sunnah (hadis Nabi saw.) merupakan penafsiran al-Quran dalam praktik atau penerapan ajaran Islam secara factual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa pribadi Nabi saw. merupakan perwujudan dari al-Quran yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, sejak pertengahan abad ke-19, definisi otoritas Rasulullah menjadi masalah penting bagi para pemikir Muslim. Karena abad ini merupakan periode ketika hegemoni barat yang berkaitan dengan kelemahan politik dan agama telah menciptakan dorongan kuat diadakannya reformasi.
4
Sunnah Nabi yang suci ini telah menghadapi berbagai macam serangan dari para kaum orientalis dengan beragam aksi yang mereka lakukan untuk menghancurkan esensi hadis Nabi itu sendiri. Sejak saat itu juga, para pemikir Muslim menghadapi banyak tantangan terhadap gagasan Islam klasik tentang otoritas keagamaan (baca: hadis). Pergolakan di dunia Muslim telah mendorong meluasnya pengujian kembali sumber-sumber klasik hukum Islam karena orang Muslim telah berjuang untuk memelihara, menyesuaikan, atau mendefinisikan kembali norma-norma sosial dan hukum dalam menghadapi kondisi yang berubah.
5
Isu sentral dalam perjuangan yang terus berlangsung ini adalah masalah hakekat, status, dan otoritas sunnah (contoh-contoh normatif Nabi Muhammad saw.). karena status Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, perkataan dan perbuatannya diterima oleh sebagian besar Muslim sebagai sebuah sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Menurut al-Qardhawi as-Sunnah adalah perkataan, perbuatan dan persetujuan Nabi saw., di samping itu as-Sunnah juga merupakan sumber kedua dalam Islam di bidang tasyri’ dan dakwah (tuntunan) nya.
6
Bersama al-Qur’an, hadis menjadi point yang sensitif dalam kesadaran spiritual maupun intelektual muslim. Tidak saja karena ia menjadi sumber pokok ajaran Islam, tetapi juga sebagai tambang informasi bagi pembentukan budaya Islam, terutama sekali historiografi Islam yang cukup banyak merujuk pada hadis-hadis. Hadis menjadi semakin krusial ketika makin banyaknya masalah yang muncul, sementera Nabi dan sahabat telah banyak yang wafat. Ketika Nabi masih hidup persoalan dapat dipecahkan dengan otoritas al-Qur’an atau Nabi Muhammad sendiri. Demikian pula pada masa sahabat, masyarakat dapat melihat praktek nabi yang dijalankan para sahabat. Tetapi setelah itu berbagai informasi tentang nabi menjadi sangat penting bagi kaum muslim. Itu sebabnya belakangan sangat banyak sekali muncul literatur hadis dalam berbagai bentuk dan jenisnya dengan muatan hadis-hadis yang cukup beragam.
7
Dengan demikian, hadis-hadis Nabi saw
Dengan demikian, hadis-hadis Nabi saw. haruslah dipahami secara benar dan tepat. Namun, karena banyaknya serangan-serangan yang dilakukan oleh orang-orang Barat, maka banyak dari kalangan Muslim yang mulai berbeda pendapat dalam memaknai dan memahami hadis-hadis itu sendiri.
8
Dari uraian di atas, al-Qardhawi ingin membawa umat Islam untuk dapat memahami hadis secara benar dan tepat. Dalam makalah ini akan penulis jelaskan tentang cara-cara atau metode yang diberikan oleh al-Qardhawi dalam memahami hadis secara benar dan tepat.
9
ISI BUKU Dalam buku ini Al-Qardhawi mengutarakan kepada mengenai prinsip-prinsip berinteraksi dengan sunnah, dia memberikan peringatan terhadap tiga penyakit yang sering muncul di tubuh umat Islam. Tiga penyakit tersebut ialah pengubahan yang dilakukan oleh ahli ghuluw, penganutan madzhab ahli bathil, dan Takwil ahli jahil.
10
al-Qardhawi memberikan penjelasan yang luas tentang bagaimana pemikirannya tentang hadis. Menurut al-Qardhawi, sunnah Nabi mempunyai 3 karakteristik: a) Komprehensif (manhaj syumul), artinya mencakup semua kehidupan manusia, baik aspek vertikal, horizontal maupun kedalamannya. b) Seimbang (manhaj mutawazun), artuinya keseimbangan antara rohani dan jasmani, akal dan hati, dunia dan akhirat, idealitas dan realitas, cita-cita dan realita, teori dan aplikasi, yang gaib dan yang tampak, kebebasan dan tanggung jawab, invidu dan kelompok, sikap mengikuti contoh Nabi(ittiba’) dan mengada-ada(ibtida’). c) Memudahkan (manhaj muyassar), artinya adalah ringan, mudah dan toleran. Ketiga karakteristik ini yang akan mendatangkan pemahaman yang utuh terhadap suatu hadis.
11
Atas dasar inilah al-Qardhawi menetapkan tiga hal juga yang harus dihindari dalam berinteraksi dengan sunnah, yaitu: a) Penyimpangan kaum ekstrim b) Manipulasi orang-orang sesat (Intihal al-Mubthilin), yaitu pemalsuan terhadap ajaran-ajaran Islam dengan membuat berbagai macam bid’ah yang jelas bertentangan dengan akidah dan syari’ah. c) Penafsiran orang-orang bodoh (ta’wil al-jahilin). Oleh sebab itu pemahaman yang tepat terhadap sunnah adalah mengambil sikap moderat (wasathiyah), yaitu tidak berlebihan atau ekstrim, tidak menjadi kelompok sesat dan tidak menjadi kelompok yang bodoh.
12
PRINSIP-PRINSIP DASAR BERINTERAKSI DENGAN SUNNAH
Meneliti dengan seksama keshahihan sunnah sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan para imam hadits, yang meliputi sanad dan matan, baik sunnah yang berbentuk ucapan, perbuatan maupun persetujuan. Tidak cukup sampai disitu, ia harus merujuk pada pendapat pakar di bidang ini, yaitu para ahli hadits yang telah menghabiskan usianya dalam mencari, mengkaji dan menyeleksi hadits yang shohih dari yang lemah, hadits yang dapat diterima (maqbul) dari yang ditolak (mardud)
13
Para ulama telah merumuskan kerangka besar bagi ilmu hadis, suatu cabang ilmu yang berakar kokoh dan mendasar. Dalam kaitannya dengan hadis, ilmu ini kedudukannya seperti ilmu ushul fiqh bagi fiqh. Dalam kenyataannya, ilmu ini merupakan ilmu himpunan dari sekumpulan ilmu yang jumlahnya, menurut Ibnu Shalah, mencapai 65 jenis ilmu. As-Suyuti dalam Tadrib ar-Rawi ‘ala Taqrib an-Nawawi bahkan menyebutkan angka 93.
14
PRINSIP-PRINSIP DASAR BERINTERAKSI DENGAN SUNNAH
Memahami teks Nabi dengan baik, seiring dengan petunjuk kebahasaan, konteks hadits, latar belakang pengucapan hadits oleh Nabi(sebab wurud), konteks teks-teks al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang lain, dan dalam rangka prinsip-prinsip umum, serta tujuan-tujuan universal Islam. Harus dibedakan pula antara hadits yang diucapkan dalam kerangka menyampaikan misi kerasulan dan yang bukan demikian. Dengan ungkapan lain, antara sunnah yang mengandung muatan hukum (tasyri’) dan yang tidak. Demikian pula hadits-hadits tasyri’ yang bersifat umum dan permanen (dawam) dan yang bersifat khusus atau temporal (ta’qit). Sebab, mencampurkan antara dua hal di atas merupakan kekeliruan yang paling parah dalam memahami sunnah.
15
PRINSIP-PRINSIP DASAR BERINTERAKSI DENGAN SUNNAH
Memastikan teks hadits tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, baik al-Qur’an atau hadits yang jumlah rawinya banyak, atau lebih shahih kualitasnya, atau lebih sesuai dengan prinsip-prinsip dasar, atau lebih cocok dengan maksud-maksud penetapan hukum (hikmah at-tasyri’), dan denagn tujuan-tujuan umum syari’at yang bersifat pasti (qath’) karena disimpulkan bukan hanya dari satu atau dua hadits, tetapi diambil dari beberapa hadits dan ketentuan
16
Metode Pemahaman Hadits (8 Point)
Memahami Hadis Sesuai dengan Petunjuk al-Quran Menghimpun Hadis-hadis yang Terjalin dalam Tema yang Sama Penggabungan atau Pentarjihan antara Hadis-hadis yang (Tampaknya) Bertentangang(Kompromi atau Tarjih terhadap Hadis-Hadis yang Kontradiktif) Memahami Hadis dengan Mempertimbangkan Latar Belakang, Situasi dan Kondisinya Ketika Diucapkan, serta Tujuannya. Membedakan antara Sarana yang Berubah-ubah dan Tujuan yang Tetap Membedakan antara yang Hakekat dan Ungkapan Membedakan antara Alam Gaib dan Alam Kasatmata (Nyata) Memastikan Makna dan Konotasi Kata-kata dalam Hadis
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.