Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

3. PRINSIP HUKUM UMUM EKONOMI INTERNASIONAL

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "3. PRINSIP HUKUM UMUM EKONOMI INTERNASIONAL"— Transcript presentasi:

1 3. PRINSIP HUKUM UMUM EKONOMI INTERNASIONAL
Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Tambahan teks berwarna merah dari Bu Afifah Kusumadara

2 PENDAHULUAN Di dalam praktek HEI diakui adanya eksistensi kaidah-kaidah atau aturan dasar (standart), namun mengenai apa saja yang menjadi standart tersebut, hingga saat ini di antara para sarjana belum terdapat kesepakatan. Kaidah-kaidah dasar ini merupakan hasil dari perkembangan hubungan ekonomi internasional yang telah berkembang dan berlangsung sejak berabad-abad lama-lamanya  sebagai prinsip klasik HEI. Pada pokoknya terdapat 2 prinsip kebebasan, yaitu : kebebasan berkomunikasi/transportasi (mis. Freedom of the high seas) kebebasan berdagang, dan disebut sebagai prinsip klasik HEI

3 Prinsip-Prinsip Fundamental HEI
Kaidah Dasar Minimum (Minimum Standards) Kaidah Dasar Perlakukan Sama/ Timbal Balik (Identical Treatment/ Reciprocity) Kaidah Dasar Perlakukan Nasional (National Treatment) Kaidah Dasar Most Favoured Nation (MFN) Kaidah Dasar Mengenai Kewajiban Menahan Diri Untuk Tidak Merugikan Negara Lain Kaidah Dasar Tindakan Pengaman : Klausul Penyelamat (Safeguards and Escape Clause) Kaidah Dasar Mengenai Prefensi Negara Sedang Berkembang Kaidah Dasar Mengenai Penyelesaian Sengketa Secara Damai Kaidah Dasar Kedaulatan Negara Atas Kekayaan Alam, Kemakmuran Dan Kehidupan Ekonominya Kaidah Dasar Kerja Sama Internasional Kaidah Transparansi

4 Minimum Standards Merupakan kaidah utama dalam HEI.
Satu-satunya kaidah yang telah berkembang menjadi suatu aturan hukum kebiasaan internasional umum (general international customary law). Menurut kaidah ini, adalah kewajiban negara untuk seidikitnya memberikan jaminan perlindungan kepada pedagang atau pengusaha asing atau harta miliknya. Dalam perkembangannya, kaidah ini banyak dicantumkan dalam perbagai perjanjian internasional

5 Identical Treatment (atau Reciprocity)
Sejarahnya dulu  raja bersepakat untuk secara timbal balik memberikan para pedagang mereka perlakukan yang sama (identik). Apabila raja A, misalnya mengenakan pajak sebanyak 5% kepada pengusaha dari kerajaan B, maka raja B pun akan mengenakan pajak 5% kepada pengusaha yang sama dari kerajaan A. Saat ini, kaidah dasar ini lebih dikenal dengan istilah resiprositas (reciprocity). Perlakuan sama biasanya tertuang dalam suatu perjanjian, baik bersifat multilateral maupun bilateral. Kaidah resiprositas misalnya tampak dalam Preambule Perjanjian GATT : “Being desirous of contributing to these objectives by entering into reciprocal and mutually advantageous arrangements directed to the substantial reduction of tariffs and other barriers to trade and to the elimination of discriminatory treatment in international commerce”.

6 Prinsip Non Diskriminasi
National Treatment Produk asing (yg legal) harus diperlakukan sama dengan produk nasional. Investor asing harus diperlakukan sama dg investor nasional. Most Favoured Nation Semua/sesama negara-negara anggota suatu perjanjian internasional harus diperlakukan sama oleh anggota yg lain, tidak boleh ada diskriminasi

7 National Treatment Seringkali dianggap sebagai pengejawantahan dari prinsip non-diskriminasi. Klausul ini ditemukan dalam berbagai perjanjian termasuk dalam GATT dan perjanjian perbatasan, perdagangan dan navigasi. Klausul ini mensyaratkan suatu negara untuk memperlakukan hukum yang sama atas barang-barang, jasa-jasa atau modal asing yang telah memasuki pasar dalam negerinya dengan hukum yang diterapkan atas produk-produk atau jasa yang dibuat dalam negeri nya sendiri

8 Most Favoured Nation (MFN)
klausul MFN ini adalah prinsip non-diskriminasi di antara negara-negara. Dengan mensyaratkan, suatu negara harus memberikan hak kepada negara lainnya sebagai halnya ia memberikan hak yang serupa kepada negara ketiga. MFN mempunyai 2 bentuk :  MFN bersyarat (conditional) MFN tidak bersyarat (unconditional) Pasal 1 GATT memuat konsep MFN yang tidak bersyarat dan kewajiban untuk perdagangan barang. Pada perkembangannya, klausula MFN tidak hanya terbatas pada perdagangan barang, namun juga diterapkan terhadap perdagangan jasa, misalnya asuransi dan pelayaran dan dapat pula diterapkan terhadap perlakukan negara dalam penanaman modal dan aliran modal dalam berbagai bentuk.

9 Kewajiban Menahan Diri Untuk Tidak Merugikan Negara Lain
Merupakan kaidah tambahan Salah satu contohnya tampak dalam pasal III (1) GATT, bahwa suatu tindakan tertentu tidak boleh diterapkan sehingga memberikan proteksi kepada produksi dalam negeri Salah satu contoh praktek perdagangan tidak jujur dan dianggap dapat merugikan negara yang lain ialah dumping. Dumping ialah penjualan suatu produk di luar negeri dengan harga yang lebih rendah daripada harga produksinya. Larangan dumping  diakomodir dalam GATT  Putaran Tokyo juga mengeluarkan peraturan  larangan subsidi negara-negara yang merugikan secara material (materially injury) produk industri domestik negara lainnya. Peraturan ini mensyaratkan kepada negara-negara anggota GATT, suatu kewajiban untuk menahan diri dan tidak memberikan subsidi-subsidi tertentu pada tahap awal produksi bagi produk-produknya

10 Safeguards and Escape Clause
Masyarakat internasional umumnya mengakui,  aturan-aturan dalam perjanjian-perjanjian internasional mengenai hubungan-hubungan ekonomi kadangkala dirasakan terlalu membebani negara-negara jika negara ini harus menerapkannya, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian negerinya akhirnya akan berakibat peraturan-peraturan tersebut menjadi tidak berfungsi Untuk mengatasinya  dibuatlah suatu klausul penyelamat (escape clause atau safeguard clause). Biasanya klausul demikian memberikan kemungkinan-kemungkinan penanggalan bagi negara-negara tertentu, biasanya bagi negara berkembang atau miskin Diakomodir dlm pasal XIX GATT memberikan suatu hak sepihak kepada negara-negara untuk menangguhkan suatu kewajiban-kewajiban internasional, untuk selama jangka waktu tertentu penangguhan untuk pembebasan pemberlakukan tarif. Penangguhan yang demikian itu diperbolehkan hanya dalam hal-hal tertentu manakala keadaan-keadaan perdagangan internasional akan mengakibatkan kerugian terhadap industri dalam negeri suatu negara

11 Safeguards and Escape Clause (lanjutan)
Tindakan penangguhan pelaksanaan kewajiban internasional untuk menyelamatkan ekonomi/industri dlm negeri-nya (safeguard) , hanya boleh dilakukan oleh suatu negara, dg syarat2 : Tindakan safeguard hanya bersifat temporer Negara ybs harus memberikan notifikasi kepada organisasi ekonomi int Harus bersedia dimonitor oleh OEI tsb. utk melihat kapan safeguard bisa berakhir

12 Prefensi Negara Sedang Berkembang
Mensyaratkan perlunya suatu kelonggaran-kelonggaran atas aturan-aturan hukum tertentu bagi negara berkembang negara-negara berkembang ini perlu mendapatkan perlakukan khusus manakala negara-negara maju berhubungan dengan mereka misalnya pengurangan bea masuk untuk produk-produk negara sedang berkembang ke dalam pasar negara maju. Dasar teori dari sistem prefensi ini : negara-negara harus diperbolehkan untuk menyimpang dari kewajiban-kewajiban MFN untuk memperbolehkan mereka guna mengurangi tingkat tarifnya pada impor-impor barang, manakala barang-barang tersebut berasal dari negara-negara sedang berkembang. Menurut mereka, hal tersebut akan memberikan negara-negara sedang berkembang suatu keuntungan kompetitif tertentu dalam masyarakat industri yang menjadi sasaran ekspor.

13 Kedaulatan Negara Atas Kekayaan Alam, Kemakmuran Dan Kehidupan Ekonominya
Menurut Castaneda, HEI harus memuat serangkaian ketentuan, termasuk di dalamnya lembaga-lembaga, praktek, metoda dan prinsip-prinsip yang mengatur dan menjamin perlindungan efektif terhadap kekayaan alam, khususnya kekayaan alam negara sedang berkembang. Bahwa masalah kekayaan alam terkait dengan kedaulatan negara yang memiliki kekayaan alam tersebut. Untuk itu, prinsip kedaulatan negara atas kekayaan alamnya, kekayaan dan kehidupan ekonominya harus diakui, diformulasikan secara hukum dan dipatuhi. Namun, pelaksanaan prinsip ini PERLU DIKONTROL dg prinsip Minimum Standards

14 Prinsip Dasar Kerja Sama Internasional
Dasar dari kaidah ini ialah tanggung jawab kolektif (collective responsibility) dan solidaritas untuk pembangunan dan kesejahteraan bagi semua negara. Kewajiban hukum untuk bekerja sama ini mencakup semua bidang ekonomi internasional. Kaidah ini tampak dalam pasal 1 ayat 1 Piagam PBB., yang mensyaratkan “kerjasama internasional (international cooperation) dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi internasional”, dan pasal ini menjadi tujuan berdirinya PBB : The purpose of the United Nations are… 3. to achieve international cooperation in solving international problems of an economic, social, culture or humanitarian character and in promoting and encouraging respect for human rights and for fundamental freedom for all without distinction as to race, sex, language or religion.

15 Transparansi Setiap kebijakan ekonomi yg diambil oleh negara anggota organisasi ekonomi internasional harus bisa diketahui secara transparan oleh negara2 anggota yg lainnya. Setiap kebijakan ekonomi tsb harus dinotifikasikan ke OEI untuk diregistrasikan sehingga tidak bisa dirubah2 seenaknya. Perubahan kebijakan ekonomi negara anggota hrs diketahui & dpt dimonitor OEI

16 REFERENSI Hata, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO, Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2006 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, Rajawali, 2011. Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Masalah-Masalah Hukum dalam Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995. N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Ekonomi Internasional dalam Era Global, Bayumedia, Publising, 2006.


Download ppt "3. PRINSIP HUKUM UMUM EKONOMI INTERNASIONAL"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google