Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
ANTROPOLOGI HUKUM: Pengantar
Oleh : Lidwina Inge Nurtjahyo, SH., MSi.
2
Apa itu Antropologi Hukum (1)?
William Nixon (1998): Antropologi hukum adalah bidang kajian yang mencoba menjelaskan keteraturan di dalam masyarakat. Hukum dipandang sebagai komponen penting dalam kebudayaan.
3
Apa itu Antropologi Hukum (2)?
Dalam Antropologi Hukum, Hukum ditinjau sebagai aspek dari kebudayaan, karena dirumuskan, ditetapkan, dan diberlakukan untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat (kebudayaan: hasil budi daya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Koentjaraningrat). T.O. Ihromi : Antropologi Hukum mengkaji hukum sebagai bagian dari kebudayaan yang berfungsi sebagai Pedoman Berlaku dan Pengendalian Sosial Dalam konteks Pedoman Berlaku, hukum dilihat sebagai seperangkat peraturan yang mengatur/memberikan pedoman bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku. Pandangan ini juga dianut Hoebel. Dalam konteks Pengendalian Sosial, hukum terlebih dahulu melalui suatu proses pengajaran. Yang diajarkan adalah nilai-nilai atau norma-norma sosial. Norma-norma sosial itu diinternalisasikan sehingga menjadi bagian dari kepribadian dan perilaku anggota masyarakat yang memang diharapkan oleh masyarakat yang bersangkutan. Proses tersebut tidak selalu berjalan lancar, dapat juga terjadi pengingkaran norma.
4
Lanjutan T.O. Ihromi Pengingkaran/pelanggaran norma yang dianggap ringan masih diganjar dengan teguran, bujukan. Pengingkaran/pelanggaran yang dianggap berat akan mendapatkan hukuman/sanksi yang keras pula. Pandangan mengenai hukum sebagai proses dianut oleh Laura Nader. Untuk dapat memperoleh gambaran yang tepat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses pengendalian masyarakat kita harus mengenal lebih dahulu nilai-nilai budaya masyarakat tersebut. Antropologi Hukum menyoroti fungsi hukum dalam rangka mempertahankan nilai-nilai budaya yang dianut dalam kehidupan bersama dari manusia.
5
Apa itu Antropologi Hukum (3)?
Antropologi Hukum juga mengungkapkan apa yang disebut Hoebel sebagai postulat-postulat hukum dari suatu masyarakat. Postulat adalah anggapan-anggapan yang dianut suatu masyarakat mengenai cara hidup yang wajar di dunia. Anggapan-anggapan ini menjiwai seluruh kebudayaan masyarakat itu termasuk juga hukum rakyat setempat .
6
Hukum dalam perspektif AH (1)
Maka, mempelajari hukum dalam konteks pandangan a la Antropologi Hukum tidak cukup belajar substansinya saja, tetapi juga mempelajari bagaimana hukum itu dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari lengkap dengan latar belakang kebudayaan masyarakatnya. Bagaimana membedakan antara hukum dan kebiasaan saja? Menurut Pospisil, ada 4 (empat) atribut atau sifat hukum: otoritas (hukum adalah keputusan yang dihasilkan oleh pihak yang berwenang untuk itu), universalitas (hukum adalah keputusan yang berlaku secara universal), obligatio (bukan obligation! Artinya hukum harus mengatur masalah hak dan kewajiban dari anggota masyarakat secara timbal balik), atribut berupa mekanisme pemaksa dalam bentuk sanksi.
7
Hukum dalam perspektif AH (2)
Sanksi dapat digolongkan atas: yang bersifat positif /rewards (berupa hadiah, penghargaan, pujian dll) apabila anggota masyarakat dianggap telah melakukan kewajibannya atau dianggap menaati hukum. yang bersifat negatif/punishment, berupa hukuman, ancaman, denda, dll. apabila hukum tersebut tidak dilaksanakan. Sanksi bersifat negatif ini dapat digolongkan atas 3 (tiga) tindakan: pelanggar diwajibkan melakukan tindakan sehubungan dengan norma yang dilanggarnya, sesudah hal itu dilakukan maka masyarakat tempat pelanggar tinggal dapat berlaku seolah-olah tidak pernah terjadi pelanggaran; dalam bentuk membatasi kebebasan fisik pelanggar, mis. Penjara; jika dua cara di atas tidak berhasil mengembalikan situasi semula (restitusi) maka dilakukan cara ke pelanggar harus melakukan semacam pembayaran kembali (retribusi), mis. Denda. (Hoebel).
8
Hukum dalam Perspektif AH (3)
Definisi lain mengenai Hukum dikemukakan Bohannan (1989:59), bahwa hukum sebaiknya dipikirkan sebagai perangkat kewajiban-kewajiban yang mengikat yang dianggap sebagai hak oleh suatu pihak dan diakui sebagai kewajiban oleh pihak lain (azas resiprositas/reciprocity), yang telah dilembagakan lagi dalam lembaga-lembaga hukum supaya masyarakat dapat terus berfungsi dengan cara yang teratur berdasarkan aturan-aturan yang dipertahankan melalui cara demikian (double institutionalization).
9
Hukum dalam Perspektif AH (4)
Dalam kajian Antropologi Hukum pada tahap awal, memang masih terdapat kecenderungan ethnosentrisme dalam melihat hukum yang berlaku di luar masyarakat non Barat. Mis. pandangan Radcliffe Brown yang menyatakan bahwa dalam masyarakat yang belum berbentuk negara (stateless) belum ada hukum, sikap tertib yang ada semata-mata muncul karena sikap taat adat yang spontan dan otomatis (automatic spontanaeus submission to tradition). Ethnosentrisme di sini diartikan sebagai suatu pandangan yang melihat dan mengkaji sistem hukum masyarakat non Barat dengan mempergunakan kerangka berpikir/paradigma sistem hukum Barat.
10
Hukum dalam Perspektif AH (5)
Macaulay, Friedman, Stookey (1995: 1-18): -sistem hukum: “Law is the way of declaring what is morally right and worng” (p.5); “legal system is not totally autonomous” (p.6); “complicated, change over time, culture-bound, tied to specific culture” (p. 8); “Law is also an unusually parochial discipline” (p.9).
11
Bidang Kajian Antropologi Hukum - Hukum Adat - Sosiologi Hukum
Dulu: mempelajari hukum bukan barat, yang berlaku dalam masyarakat sederhana/belum kompleks, hukum tidak tertulis, hukum rakyat/lokal. Sekarang: mempelajari sistem hukum baik hukum negara, maupun sistem hukum lain (adat, agama, dll.) Mempelajari sistem hukum masyarakat adat di Indonesia (yang terbagi berdasarkan 19 Adatscherechtskringen- 19 wilayah hukum adat) Mempelajari sistem hukum barat ataupun sistem hukum masyarakat non barat yang sudah dipengaruhi hukum barat, yang ada dalam masyarakat yang kompleks, berwujud hukum tertulis dalam bentuk undang-undang/hukum nasional.
12
Bidang Kajian Antropologi Hukum - Hukum Adat - Sosiologi Hukum
Berakar dari kajian antropologi budaya terhadap sistem pengendalian masyarakat Berakar dari kajian terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat adat Berakar dari kajian sosiologis terhadap hukum Yang dikaji tidak hanya substansi hukumnya tetapi juga bagaimana hukum itu dilaksanakan oleh anggota masyarakat termasuk juga pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Yang dikaji adalah substansi hukumnya. Yang dikaji adalah substansi hukum dan ketaatan masyarakat terhadap sistem hukum tersebut (hukum tertulis). Kajiannya mikro, kualitatif, juridis empirik. Mikro, kualitatif, juridis normatif (substansi) Makro, kuantitatif, juridis empirik.
13
KAJIAN ANTROPOLOGIS TERHADAP HUKUM
Hukum, menurut pandangan Antropologi Hukum, karena merupakan salah satu aspek dari kebudayaan, maka artinya semua kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan memiliki hukum, meskipun dengan perwajahan yang berbeda-beda (ada yang tertulis, ada yang tidak tertulis, dll.).
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.