Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Journal Reading Ady prasojo (162 0221 184).

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Journal Reading Ady prasojo (162 0221 184)."— Transcript presentasi:

1 Journal Reading Ady prasojo ( )

2 Serum Vitamin D dan Vertigo Posisional Paroksismal Benigna (BPPV)
Gu Il Rhim, MD, PhD

3 Pendahuluan Vertigo posisional paroksismal benigna (BPPV) adalah sebuah penyakit yang menyebabkan gejala klinis ketika posisi badan yang berubah karena otolit yang telah lepas dari makula utrikulus dan sakulus dan memasuki kanal semisirkularis atau menempel di kupula. Otokonia terdiri dari kristal sebagai komponen utama, kalsium karbonat, dan glikoprotein, semuanya terhubung dengan sel rambut dengan serat protein. Kristal otokonia terbentuk dari metabolisme kalsium aktif dari proses organ vestibular.

4 Protein saluran kalsium yang terkait dengan vitamin D di epitelium diketahui terlibat dalam metabolisme kalsium dari organ vestibularis, dan interaksi diantara penyakit terkait kalsium dan BPPV telah diteliti. Hasil studi klinis menunjukkan bahwa kepadatan mineral tulang, oseteoporosis, dan osteopenia dikatikan dengan BPPV. Baru-baru ini, bersamaan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat vitamin D pada kelompok pasien BPPV adalah lebih rendah dari pada kontrol, ada beberapa studi kasus yang menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D pada pasien yang secara kronis menderita BBPV kekambuhan cukup parah.

5 Meskipun BPPV dinamai sebagai penyakit jinak, sejumlah pasien BPPV menderita kekambuhan, 20% dalam 1 tahun dan 50% dalam 5 tahun. Vitamin D sebagian besar disintesis di kulit dan diubah menjadi 25-hydroxyvitamin D (25-OH vitamin D) di hati dan menjadi 1,25-dihidroxyvitamin D [1,25 (OH)2 vitamin D] di ginjal untuk disebarkan pada berbagai tubuh manusia. Diantara berbagai bahan metabolisme, 25-OH vitamin D memiliki konsentrasi serum tertinggi, dan tingkat konsentrasi adalah indikator yang baik dari vitamin D yang dilakukan secara in vivo. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek konsentrasi serum 25-OH vitamin D pada pasien yang didiagnosis BPPV pada BPPV kekambuhan.

6 Bahan dan Metode Di Klinik Otorhinolarygologi Yonseimirae (Paju, Korea Selatan), 232 pasien (169 perempuan dan 63 laki-laki) dengan diagnosis BPPV idiopatik diambil antara Juni 2014 sampai Juni 2015. 232 pasien ditindaklanjuti secara retrospektif hingga Oktober Informasi pasien diperoleh dari catatan medis pasien, dan panggilan telepon pasien secara langsung dilakukan untuk memastikan akurasi dari data rekurensi. Semua pasien dilakukan tes otologis dengan videonystagmography dan video kacamata frenzel saat mereka pertama kali berkunjung dirumah sakit, dan semua pasien didiagnosis dan diobati oleh satu dokter.

7 Dix-Hallpike, supine roll, dan hyperextension cephalic tes dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi lesi, dan pasien dirawat menggunakan manuver Epley yang dimodifikasi, manuver rotasi Barbecue manuver Appiani dan manuver Gufoni, dan manuver Yacovivo untuk kanalolit semisirkularis posterior. Sebagai pengobatan, penggantian otokonia dilakukan satu sampai dua kali per hari, dan pasien diinstruksikan kunjungi rumah sakit dengan interval 2 sampai 3 hari. Lenyapnya gejala dan nistagmus diidentifkasi dalam tes ontologis dianggap sebagai kriteria penyembuhan lengkap.

8 Pasien dibagi menjadi kelompok kambuhan dan kelompok tidak kambuhan dengan menentukan hanya pasien yang memiliki kekambuhan dan mengunjungi rumah sakit selama masa tidak lanjut. Usia pasien, jenis kelamin, masa tindak lanjut, jenis BPPV, dan konsentrasi vitamin D juga diperiksa. Selain itu, usia, jenis kelamin, masa tindak lanjut, jenis konsentrasi BPPV, dan vitamin D dari kelompok kambuhan dan kelompok tidak kambuhan dibandingkan dan dianalisis melalui analisis regresi logistik biner. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan versi PASW 19 (SPSS Inc.. Chicago. IL). Hasil dengan nilai P dibawah 0,05 dianggap signifikan secara statistik.

9 Hasil Usia rata-rata dari 232 pasien saat penelitian ini adalah 50,35 tahun (13-88 tahun). Dari semua pasien tersebut, 63 pasien adalah laki-laki (17-81 tahun, usia rata-rata 50,13±17,16) dan 169 pasien adalah perempuan (13-88 tahun, usia rata-rata 50,43±16,31). Jumlah perempuan adalah 2,68 kali lebih besar daripada jumlah laki-laki. Rata-rata masa tindak lanjut setelah pengobatannya adalah 10,2 bulan (4-16 bulan, rata-rata periode 10,2±3,64).

10 Rata-rata konsentrasi vitamin D dari 232 pasien adalah 16,10 ng/mL (4-52, 16,10±7,40 ng/mL), bahwa laki-laki adalah 16,43±6,22 ng/mL, dan pasien perempuan 15,97±7,80 ng/mL. Dari 232 pasien, 41 (17,7%) mengalami kekambuhan selama masa tindak lanjut. Dari 41 pasien, 10 adalah laki-laki dan 31 diantaranya perempuan. Konsentrasi vitamin D rata-rata 191 pasien yang tidak mengalami kekambuhan adalah 16,63 ng/mL (4-52, 16,63±7,40 ng/mL), sedangkan dari 41 pasien yang mengalami kekambuhan adalah 13,64 mg/mL (5-33, 13,64±6,97 ng/mL). BPPV paling sering menyerang kanal lateral (n=159, 68%), diikuti oleh kanal posterior (n=39, 17%), dan kanal anterior (n=6, 3%). Pada 25 pasien (11%), baik posterior maupun kanal horizontal juga terpengaruh.

11 Pada 3 pasien (1%) kedua telinga terpengaruh (Tabel I)
Pada 3 pasien (1%) kedua telinga terpengaruh (Tabel I). Analisis regresi logistik biner dilakukan untuk memverifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi kekambuhan mencakup semua variabel yang ditetapkan didalamnya (Tabel I). Tidak ada perbedaan signifikan dari usia, jenis kelamin, periode tindak lanjut, atau jenis BPPV diantara kedua kelompok. Konsentrasi vitamin D kelompok kekambuhan secara signifikan lebih rendah dari kelompok tidak kekambuhan (P <0,019); oleh karena itu, konsentrasi vitamin D diidentifikasi sebagai faktor yang mempengaruhi kekambuhan BPPV (Tabel II).

12 *Beberapa saluran yang terlibat atau kedua telinga terlibat
Tabel I. Karakteristik dari Kelompok Tidak Kambuh dan Kelompok Kambuh pada Vertigo Posisional Paroksismal Benigna (BPPV) Variabel Tidak Kambuh (n = 191) Kambuh (n = 41) Usia, rata-rata ± SD (tahun) 50.77 ± 17.00 48.37 ± 13.93 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Periode tindak lanjut, rata-rata ± SD (bulan) 10.14 ± 13.7 10.24 ± 3.31 25-hydroxyvitamin D (ng/mL) 16.63 ± 7.4 13.64 ± 6.97 Tipe Kanal posterior 32 7 Kanal lateral 133 26 Kanal anterior 4 2 Kanal multipel* 22 6 Tabel II. Variabel dari Vertigo Posisional Paroksismal Benigna (BPPV) Menggunakan Analisis Regresi Logistik Variabel B SE Sig. Exp (B) Usia -0.006 0.011 0.580 0.994 Jenis kelamin -0.125 0.413 0.762 0.882 Periode tindak lanjut 0.024 0.049 0.624 1.025 25-hydroxyvitamin D -0.068 0.029 0.019 Tipe Kanal posterior Kanal lateral -0.409 0.641 0.523 0.664 Kanal Anterior -0.422 0.420 0.656 Kanal multipel* 0.593 1.011 0.557 1.810 *Beberapa saluran yang terlibat atau kedua telinga terlibat SD = Standar deviasi *Beberapa saluran yang terlibat atau kedua telinga terlibat B = Koefisien tidak terstandarisasi; SE = Standar eror, Exp (B) = Fungsi exponental (B)

13 Pembahasan Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Vivert et al, 332 perempuan pasien BPPV dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan penulis melaporkan bahwa rasio osteoporosis lebih tinggi diantara pasien BPPV dan mengasumsikan bahwa kelainan metabolisme kalsium dikaikan dengan terjadinya BPPV. Penulis menjelaskan dua mekanisme hubungan BPPV dengan osteopenia. Pertama, penurunan estrogen dalam mengurangi regulator alami massa tulang bisa mengganggu struktur internal otokonia dan / atau interkoneksi dari keduanya dan menempel pada matriks gelatinosa. Kedua, peningkatan penyerapan kembali kalsium bisa meningkakan konsentrasi kalsium bebas di endolymph dan mengurangi kapasitasnya untuk melepaskan otokonia yang telepas.

14 Dalam penelitian terkait osteoporosis yang dilakukan pada wanita pascamenopause berusia 50 tahun atau lebih lanjut. Yamanaka et al, melaporkan pada pasien BPPV osteoporosis terjadi kejadian kekambuhan 56,3%, secara signifikan lebih tinggi dari yang diamati pada pasien dengan kepadatan mineral tulang normal (BMD) (16,1%). Selanjutnya, frekuensi BPPV kekambuhan meningkat seiring BMD menurun.

15 Studi osteoporosis dan BPPV yang disertakan baik laki-laki dan perempuan, Jeong dkk membandingkan dengan 209 pasien BPPV (laki-laki 67, perempuan 142) dengan kelompok kontrol. Baik pasien laki-laki maupun perempuan menunjukkan nilai T lebih rendah dari kelompok kontrol dan menunjukkan lebih tinggi rasio osteopenia dan osteoporosis dibanding kelompok kontrol normal. Pasien wanita menunjukkan kerentanan yang lebih luas daerah tulang dengan nilai kepadatan tulang yang berbeda. Orang normal dan pasien pria juga menunjukkan penurunan kepadatan mineral tulang dibeberapa daerah tulang dibandingkan dengan kelompok kontrol normal.

16 Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jeong et al, ketika 100 pasien BPPV dibandingkan dengan kelompok kontrol 192 orang, konsentrasi 25-OH vitamin D berbeda. Nilai tersebut adalah 14.4±8,4 ng/mL pada pasien BPPV dan kontrol 19.0±6,8 ng/mL, dan kekurangan vitamin D (10-20 ng/mL), kurang vitamin D (<10 ng/mL), dan osteoporosis diamati sebagai faktor yang secara signifikan mempengaruhi terjadinya BPPV. Buki et at membandingkan 14 pasien yang tidak memiliki BPPV kekambuhan dengan 4 pasien yang memiliki BPPV kekambuhan. Mereka melaporkan bahwa konsentrasi serum vitamin D sebesar 14 ng/mL pada pasien yang mengalami BPPV kekambuhan, lebih rendah dari konsentrasi serum vitamin D sebesar 27 ng/mL pada pasien yang tidak mengalami BPPV kekambuhan. Pada saat terapi suplemen vitamin D diimplementasikan dengan pasien selama 8 bulan, tidak ada lagi kekambuhan BPPV.

17 Hasil penelitian serupa dengan yang ada saat ini, Talaat et al mendefinisikan pasien yang mengalami kekambuhan adalah pasien yang didiagnosis BPPV pada masa tindak lanjut dan mereka yang telah pasti didiagnosis satu tahun sebelum diagnosis sekarang. Baik kelompok BPPV kekambuhan dan kelompok yang tidak mengalami kekambuhan menunjukkan statistik yang signifikan terkait perbedaan nilai T kepadatan mineral tulang dan konsentrasi vitamin D dibandingkan dengan kelompok kontrol. Saat kelompok kambuh dan kelompok tidak kambuh dibandingkan satu sama lain, meskipun ada perbedaan pada vitamin D (16,04 ng/mL vs 11,93 ng/mL), tidak ada perbedaan yang ditunjukkan pada skor T. Pada penelitian ini, kepadatan mineral tulang menunjukkan korelasi terbalik dengan usia tetapi tidak ada korelasi dengan vitamin D. Selain itu menurut sebuah penelitian oleh Talaat et al, efek pengobatan vitamin D dengan defisiensi vitamin D yang parah berdampak pada tingkat kekambuhan BPPV. Secara khusus, Talaat et al, melaporkan tingkat kekambuhan BPPV yang membaik diatara pasien dengan serum vitamin D yang rendah selama pengobatan dengan suplemen vitamin D.

18 Studi yang dilakukan oleh Jeong dkk memiliki keterbatasan dalam mengidentifikasi kekambuhan yang jelas karena kekambuhan didefinisikan dengan menanyakan kepada pasien apakah mereka memiliki gejala serupa dimasa lampau. Penelitian yang dilakukan oleh Talaat et al memiliki definisi kekambuhan yang sedikit berbeda dari masa saat ini karena pasien yang tertular BPPV dalam satu tahun sebelum tindak lanjut dimasukkan dala penelitian. Penelitian saat ini hanya mendefinisikan hanya pasien yang menderita kekambuhan selama masa tindak lanjut sebagai kekambuhan pasien dan mungkin tidak menganggap kekambuhannya terlihat dari pasien yang tidak mengunjungi rumah sakit ketika mereka mengalami kekambuhan. Namun, penelitian yang telah ada melaporkan kekambuhan dalam 1 tahun mencapai 15 hingga 20%. Penelitian sebelumnya dilakukan pada rumah sakit ini menunjukkan tingkat kekambuhan selama 1 tahun sebesar 18,6% yang tidak jauh berbeda dengan yang ditunjukkan oleh penelitian lain. Selain itu, rata-rata masa tindak lanjut penelitian ini dalam 10 bulan menunjukkan tingkat kekambuhan sebesar 17,7% dapat dianggap sebagai indikasi bahwa sebagian besar pasien yang mengalami kekambuhan mengunjungi rumah sakit ini lagi.

19 Rata-rata konsentrasi serum vitamin D mungkin berbeda antara institusi pendidikan disuatu negara. Oleh karena itu, perbandingan nilai secara langsung dalam hasil studi ini membutuhkan perhatian yang cukup. Pada penelitian sebelumnya di Korea tentang konsentrasi vitamin D, konsentrasi serum rata-rata adalah 19.1±6,8 ng/mL, dan 47% laki-laki dan 64,5% perempuan yang diamati memiliki kekurangan konsentrasi vitamin D tidak melebihi 20 ng/mL. Pada penelitian ini, 69,8% laki-laki dan 73,9% perempuan menunjukkan konsentrasi vitamin D 20 ng/mL atau lebih rendah, menunjukkan rasio yang lebih tinggi dari kelompok yang mengalami kekurangan bila dibandingkan secara tidak langsung.

20 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, konsentrasi serum vitamin D diasumsikan mempengaruhi BPPV sebagai faktor untuk terjadinya kekambuhan terlepas dari faktor usia, jenis kelamin, periode tindak lanjut, dan jenis BPPV.

21 Daftar Pustaka Yunxia Wang Lundberg YW, Zhao X, Yamoah EN. Assembly of the otoconia complex to the macular sensory epithelium of the vestibule. Brain Research 2006;1091:47–57. Vibert D, Kompis M, Hausler R. Benign paroxysmal positional vertigo in older women may be related to osteoporosis and osteopenia. Ann Otol Rhinol Laryngol 2003;112;885–889. Yamanaka T, Shirota S, Sawai Y, Murai T, Fujita N, Hosoi H. Osteoporosis as a risk factor for the recurrence of benign paroxysmal positional vertigo. Laryngoscope 2013;123:2813–2816. Jeong SH, Choi SH, Kim JY, Koo JW, Kim Hj, Kim JS. Osteopenia and osteoporosis in idiopathic benign positional vertigo. Neurology 2009;72: 1069– 1076. Jeong SH, Kim JS, Shin JW, et al. Decreased serum vitamin D in idiopathic benign paroxysmal positional vertigo. J Neurol 2013;260:832–838. Talaat HS, Abuhadied G, Talaat AS, Abdelaal MSS. Low bone mineral density and vitamin D deficiency in patients with benign positional paroxysmal vertigo. Eur Arch Otorhinolaryngol 2015;272:2249–2253. Buki B, Ecker M, Junger H, Lundberg YW. Vitamin D deficiency and benign paroxysmal positioning vertigo. Eur Arch Otorhinolaryngol 2013; 80:201– 204. Rhim GI. Variables for one year recurrence of benign paroxysmal positional vertigo. Korean J Otorhinolaryngol Head Neck Surg 2014;57:314–319. Lundberg YW, Xu Y, Thiessen KD, Kramer KL. Mechanisms of otoconia and otolith development. Dev Dyn 2015; 244:239–253. Yamauchi D, Nakaya K, Raveendran NN, et al. Expression of epithelial calcium transport system in rat cochlea and vestibular labyrinth. BMC Physiol 2010;10:1–12.

22 Yamauchi D, Raveendran NN, Pondugula SR, et al
Yamauchi D, Raveendran NN, Pondugula SR, et al. Vitamin D upregulates expression of ECaC1 mRNA in semicircular canal. Biochem Biophys Res Commun 2005;331:1353–1357. Vibert D, Sans A, Kompis M, et al. Ultrastructural changes in otoconia of osteoporotic rats. Audiol Neurotol 2008;13:293–301. Takumida M, Ishibashi T, Hamamoto T, Hirakawa K, Anniko M. Agedependent changes in the expression of klotho protein, TRPV5 and TRPV6 in mouse inner ear. Acta Otolaryngol 2009;129:1340–1350. Xu Y, Zhang H, Yang H, Zhao X, Lovas S, Lundberg YW. Expression, functional, and structural analysis of proteins critical for otoconia development. Dev Dyn 2010;239:2659–2673. Talaat HS, Kabel A-MH, Khaliel LH, et al. Reduction of recurrence rate of benign paroxysmal positional vertigo by treatment of severe vitamin D deficiency. Auris Nasus Larynx 2016;43:237–241. Choi HS, Oh HJ, Choi WH, et al. Vitamin D insufficiency in Korea—a greater threat to younger generation: the Korea National Health and Nutrition Examination Survey (KNHANES) J Clin Endocrinol Metab 2011;96:643–51.


Download ppt "Journal Reading Ady prasojo (162 0221 184)."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google