Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSuhendra Salim Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
Dalam kitab Shahih Bukhori bab Zakat terdapat penuturan hadist sebagai berikut : حدثنا سعيد بن أبي مريم حدثنا عبدالله بن وهب قال أخبرني يونس بن يزيد عن الزهري عن سالم بن عبدالله عن أبيه رضي اللهم عنهم عن النبي صلى اللهم عليه وسلم قال فيما سقت السماء والعيون أو كان عثريا العشر وما سقي بالنضح نصف العشر
2
Hadist riwayat Ibnu Umar di atas , jika dilihat dari keumuman maknanya secara lahir menjelaskan dua hal. Pertama, bahwa kewajiban membayar zakat hasil bumi tidak disyaratkan harus terlebih dahulu mencapai nisab. Kedua. bahwa kewajiban dimaksud mencakup semua semua jenis tanaman tidak pandang bulu, apakah tanaman itu di budi-dayakan atau tumbuh dengan sendirinya, dan tidak hanya terbatas pada jenis tanaman yang menjadi qut al-balad saja.
3
sebab Lafadz “ ma “ dalam kalimat hadits “ Fima saqat al-Sama’u”, adalah termasuk lafadz Am yang mencakup semua jenis tanaman. Ketiga, 10 % bagi tanaman yang diairi oleh curah hujan, dan 5% bagi tanaman yang diairi dengan menggunakan bantuan tenaga. Keempat, kata " العشر " adalah lafadz yang umum. Oleh karena itu bentuk pembayaran pungutan 5-10 % bisa dibayarkan dalam wujud apa saja yang nilainya sama dan memberikan manfaat. dasar pengambilan kandungan maknanya, dilakuakn melalui pendekatan dalalatul iqtidla', yaitu dengan menambahkan lafadz "qimah" sebelum lafadz " usyur atau nisful usyur".
4
Kata " النضح " oleh para ulama diperluas maknanya, mencakup bentuk pengairan yang memerlukan biaya, seperti dengan menggunakan diesel dan lainnya. Bagi penulis lafadz tersebut termasuk kategori lafadz yang khafi, sebab perluasan arti lafadz " النضح ", dari makna asalnya yang berarti tempat (alat) yang dipergunakan memberi minum binatang, kepada makna penyiraman dengan menggunakan tenaga / biaya, adalah sangat relatif
5
Pertanyaannya adalah sampai sejauh mana cakupan dari makna “ النضح “
Pertanyaannya adalah sampai sejauh mana cakupan dari makna “ النضح “. Apakah kandungan maknanya hanya mencakup biaya pengairan saja atau bisa diprluas kepada biaya produksi secara keseluruhan.
6
Akan tetapi terdapat hadits lain yang diriwayatkan Abu sa'id al-Khudlri:" ليس فيما دون خمسة اوسق صد قة “ , kandungan maknanya dinyatakan sebagai ketentuan khas; Artinya hasil bumi yang belum mencapai nisab tidak dikenai pungutan zakat
7
Namun ulama' Hanafi menganggap kedua hadist tersebut (hadits riwayat Ibnu Umar dan Abu Sa'id) tidak berkedudukan sebagai lafdz yang saling menjelaskan. Oleh karena itu bagi mereka, kedua hadist tersebut dapat diamalkan keduanya dalam konteks yang berbeda. Hasil Bumi yang dapat ditakar - sebagai mana diisyaratakan hadits riwayat Abu Sa'id - pungutan zakatnya berdasarkan nisab. Sedangkan hasil bumi/ pertanian yang tidak dapat ditakar bisa menggunakan dasar ke-umuman hadits Ibnu Umar.
8
Jumhur Ulama menyatakan bahwa yang dapat dipedomani adalah hadits riwayat Abu Sa'id
Tambahan lagi terdapat pernyataan Imam Malik dan al-Syafi’i, bahwa hasil bumi yang dikenai zakat hanyalah janis yang dapat dijadikan makanan pokok dan dapat ditimbang. terdapat hadits riwayat Daraquthni dari jalur Ali bin Abi Thalib, Thalhah dan Mu'adz, yang menyatakan bahwa sayur-mayur tidak dikenai pungutan zakat
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.