Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Ir. H. Joko Sungkono Paramitha T. Trisnaning

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Ir. H. Joko Sungkono Paramitha T. Trisnaning"— Transcript presentasi:

1 Ir. H. Joko Sungkono Paramitha T. Trisnaning
Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta PENURAPAN AIRTANAH Ir. H. Joko Sungkono Paramitha T. Trisnaning

2 Prinsip Metode Penurapan Airtanah  membuat lubang di tanah sampai
kedalaman di bawah muka airtanah. Apabila kapasitasnya tidak mencukupi kebutuhan  penambahan luas kontak akuifer yang diturap, secara mendatar, tegak ataupun keduanya.

3 Pemilihan Metode Penurapan Airtanah, dilakukan berdasarkan :
Kondisi geohidrologi Kuantitas & kualitas airtanah Peralatan & tenaga yang tersedia Biaya

4 Metode Penurapan Airtanah, dibedakan menjadi :
Penurapan secara mendatar Liang pengumpul Parit pengumpul Terowongan pengumpul Sumur pengumpul Penurapan secara tegak Sumur dangkal sumur dalam

5 Metode Penurapan Keterangan Liang pengumpul Penurapan airtanah melalui serambi Kondisi airtanah dangkal Kuantitas terbatas Kualitas kurang baik Peralatan sederhana Tenaga tidak perlu ahli Biaya relatif murah. Parit pengumpul Terowongan pengumpul Tenaga ahli Biaya yang tidak sedikit Sumur pengumpul

6 Penurapan Airtanah Secara Mendatar

7 LIANG PENGUMPUL  penurapan airtanah secara mendatar,
menggunakan saluran terbuka yang memotong muka airtanah.

8 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan liang pengumpul :
Permukaan basah dari liang pengumpul  dibutuhkan untuk dapat meluluskan air dengan kecepatan yang rendah. Koefisien gesekan kecil  menghindari terjadinya erosi pada dinding lulus air dari permukaan basahnya. Kedalaman permukaan basah  lebih dari 1 – 1,5 m  menjaga turunnya muka airtanah pada musim kemarau. Kelandaian dinding permukaan basah harus cukup kecil (1 : 2 – 1 : 2,5), tergantung dari material akuifer  menjaga kestabilan lereng. Kelandaian dinding di atas muka airtanah maks., antara 1 : 1,5 – 1 : 2. Penampang melintang dibuat bertangga dan setengah meter di atas muka airtanah maks. dipotong mendatar untuk memudahkan pemeliharaan atau pembersihannya.

9 Penurapan airtanah dengan liang pengumpul. (Huisman, 1975)
Kedalaman permukaan basah  lebih dari 1 – 1,5 m  menjaga turunnya muka airtanah pada musim kemarau. Kelandaian dinding permukaan basah harus cukup kecil (1 : 2 – 1 : 2,5), tergantung dari material akuifer  menjaga kestabilan lereng. Kelandaian dinding di atas muka airtanah maks., antara 1 : 1,5 – 1 : 2. Penurapan airtanah dengan liang pengumpul. (Huisman, 1975)

10 Umumnya, pembuatan liang pengumpul terletak di bawah deretan rembesan airtanah atau mata air atau dibuat sejajar dengan aliran sungai. Dibuat dengan posisi arah memanjangyang tegak lurus dengan arah aliran airtanah. Dapat menampung air dalam kapasitas yang cukup besar, tergantung luasnya  akan tetapi hanya dapat dilakukan pada daerah dengan kedalaman muka airtanahnya 3 – 5 m. Dikarenakan terbuka di bagian atasnya dan berhubungan langsung dengan atmosfer maupun tanah di sekelilingnya  memungkinkan terjadinya adanya pengotoran/pencemaran secra langsung maupun tidak langsung. Sebaiknya liang pengumpul dibuat di daerah yang jauh dari daerah industri, pemukiman yang padat. Baik diterapkan di pedesaan dengan memenuhi persyaratan pembuatannya.

11 Telah diterapkan di daerah Klaten  dikenal sebagai bak air.
Daerah Trucuk, Wedi dengan lebar : 10 – 20 m, panjang : 30 – m, sedangkan lebar di bagian dasar : 2 – 4 m. Nganjuk  liang pengumpul ditambah dengan sejumlah bambu yang dimasukkan ke dalam tanah guna mendapatkan tambahan dari akuifer yang berada di bawah.

12 Parit Pengumpul  penurapan airtanah secara mendatar
dengan sifat saluran yang tertutup dan dilakukan melalui saluran yang lulus air. Parit pengumpul dibuat tegak lurus arah aliran airtanah atau sejajar aliran sungai bila letaknya di kanan kiri sungai.

13 Airtanah akan masuk ke dalam saluran melalui lubang/celah pipa saluran.
Pipa saluran  berlubang lubang  dibuat dari beton halus/dari logam yang tahan karat. Bagian luar pipa  dilapisi dengan material ber-ukuran pasir kasar.

14 Penurapan di bagian atas akuifer
Lubang cukup dibuat setengah lingkaran pada bagian bawah pipa, demikian sebaliknya. Pada akuifer berupa kerikil  lubang pipa dibuat sesuai dengan ukuran material akuifer  diharapkan dapat menahan material masuk ke dalam pipa. Pada akuifer yang berbutir halus – sedang  pipa berpori (buatan pabrik, berukuran lubang halus). Apabila mengunakan pipa berlubang/bercelah buatan sendiri  harus dilapisi satu/beberapa lapis kerikil pembalut (gravel pack). Kerikil pembalut  berfungsi mencegah material halus masuk ke dalam pipa. Kerikil pembalut  lapisan terluar hingga terdalam  tersusun dari kerikil halus/pa- sir kasar yang bersih hingga kerikil kasar.

15 Penurapan lebih dalam Diperoleh kualitas & kuantitas airtanah yang lebih baik. Melindungi dari kecepatan penyumbatan pipa saluran & kerikil pembalut dengan lebih baik. Penyumbatan akibat pengendapan hasil reaksi Fe, Mn dengan O2  menyebab- kan penyerapan air hujan yang mengan- dung O2 semakin ke dalam semakin kecil.

16 Pengurangan penyumbatan & pengotoran/pencemaran
Mengurangi penyumbatan : memperdalam letak pipa saluran mengatur aliran airtanah di dalam pipa saluran. Memperkecil pengotoran/-pencemaran : membuat lapisan pelin-dung berupa Pemeliharaan  dilengkapi dengan ruang pemeriksaan. .

17 Kelebihan/keuntungan
Tidak menggunakan tempat yang luas & tertutup sehingga tanah di bagian atas dapat dipergunakan untuk keperluan lain. Kemungkinan pengotoran/pencemaran dari sekitarnya lebih kecil.

18 Terowongan Pengumpul Diperlukan penyelidikan geohidrologi yang teliti  guna menghindari kegagalan, baik yang disebabkan cara pembuatannya maupun hasil yang didapat.

19 Baik diterapkan pada : akuifer yang terbentuk oleh rekahan pada batuan beku/batu- gamping endapan kipas aluvial di kaki perbukitan, batuan volkanik dikaki ataupun tubuh gunungapi yang tersusun dari batuan kompak dan keras pulau-pulau kecil sehingga terhindar dari penyusupan air asin Terowongan pengumpul dibuat dengan kemiringan yang kecil menembus pada retakan batuan di bawah kedudukan muka airtanahnya. Runtuhnya dinding terowongan akibat retakan  dihindari dengan penyangga dari baja, beton, maupun kayu.

20 Di Indonesia  terowongan pengumpul digunakan untuk memperbesar debit mataair yang muncul di kaki atau tubuh gunungapi. Di daerah Malang, terowongan pengumpul dibuat menembus lava andesit yang banyak retakannya. Di kaki Gunung Ciremai Cirebon, terowongan pengumpul menghasilkan air lebih dari 100 ltr/detik, dilengkapi dengan 8 buah terowongan tegak.

21 Di Timur Tengah, terowongan pengumpul dikenal dengan Khanat.

22 Sumur Pengumpul Terdiri dari sebuah sumur galiberukuran besar,
pada bagian bawah ditembuskan sejumlah pipa saringan sepanjang beberapa meter sampai ratusan meter dengan arah mendatar, miring, dan ke segala arah.

23 Pipa saringan, terletak re- latif datar  berfungsi se- bagai penurap airtanah.
Pipa saringan dapat dibuat bertingkat  tidak hanya pada satu akuifer saja me- lainkan pada beberapa la- pisan akuifer Sumur gali  berfungsi se- bagai penampung air yang berasal dari pipa saringan.

24 Baik diterapkan pada : akuifer, tersusun oleh material lepas berukuran butir pasir – kerikil akuifer yang tipis  tetapi perlu diperhitungkan asal airtanah, nilai keterusan air, dsb akuifer yang mengalami pengotoran bersumber dari air peresapan, dengan cara memperdalam pipa saringan sehingga pengotoran dari atas akan tersaring dulu oleh lapisan yang di atasnya Manfaat : menghindari penurunan muka airtanah lokal yang dalam  sangat baik diterapkan pada penurunan airtanah yang mengapung di atas air asin

25 Penurapan Airtanah Secara Tegak
Diterapkan pada kondisi airtanah dangkal maupun dalam. Pada kondisi airtanah dalam diperlukan peralatan lebih kompleks, tenaga ahli, dan biaya lebih besar.

26 Sumur Gali  Sumur Dangkal
Cara yang paling popular di Indonesia Akuifer yang diturap  akuifer dengan airtanah bebas

27 Pembuatan sumur sebaiknya dilakukan pada akhir musim kemarau atau awal musim penghujan.
Diterapkan dengan menggali tanah, D : ± 1 m dan kedalaman disesuaikan dengan kondisi setempat, umumnya kurang dari 20 meter. Kedalaman sumur harus di bawah kedudukan muka airtanah. Pada bagian dasar sumur terbuka, apabila memungkinkan dinding sumur di bagian bawah diberi lubang  airtanah yang masuk dalam sumur akan semakin besar. Pembuatan sumur  pada lapisan batuan mudah runtuh  harus dibuatkan dinding (pasangan batubata, beton buis, ataupun anyaman bambu).

28 Penerapan sumur gali pada akuifer sangat dangkal  kurang baik  airtanah mudah mengalami pengotoran/ pencemaran. Sumur gali dibuat jauh dari sumber pengotoran/pence- maran dan pada bagian mulut sumur ditutup.

29 Sumur Gali Ganda Dibuat berderet tegak lurus arah aliran airtanah atau sejajar arah aliran sungai apabila terletak di dekat sungai. Masing-masing dihubungkan dengan pipa saringan  berfungsi sebagai jalan masuk airtanah ke dalam sumur & menyetimbangkan muka airtanah di setiap sumur gali.

30 Sumur Dalam Tujuan  penurapan airtanah dalam jumlah
yang cukup besar dari akuifer yang letaknya dalam, terutama untuk akuifer tertekan, setengah tertekan.

31 Penerapan : pemboran memerlukan keahlian dengan peralatan yang memadai & biaya cukup besar. perlu dilakukan penyelidikan yang teliti & memperhitung- kan dampaknya pada saat ini maupun masa mendatang. Hasil penyelidikan  digunakan dalam penentuan cara pem- boran, konstruksi, dsb.

32 Keterangan : a. Pompa selam b. Pipa jambang c. Kepala pompa selam (bowl) d. Kerucut reduser e. Pipa buta f. Pipa saringan g. Kerikil pembalut h. Sumbat i. Pasangan beton (semen)

33 Pipa jambang Terletak pada bagian atas, dia- meter lebih besar dari pipa-pipa di bawahnya. Biasanya mempunyai diameter 2 inchi lebih besar dari diameter pompa selam. Ukuran diameter pipa disesuaikan dengan besar debit pemompaan. Panjang pipa tergantung kondisi geohidrologi, biasanya dibuat be- berapa meter lebih dalam dari le- tak kepala pompa (bowl) atau 10 – 20 ft lebih panjang di bawah muka airtanah maks. Kepala pompa (bowl)  terletak 3 – 5 meter di bawah drawdown maksimum.

34 Debit Pemompaan (l/dtk)
Penentuan ukuran pipa yang tepat dapat mengurangi kehilangan tenaga (head loss), sehingga pemompaannya dapat efisien. Hubungan debit pemompaan dengan diameter pipa jambang (Walton, 1970) Debit Pemompaan (l/dtk) Diameter Pipa (inchi) < 6,3 6 12,6 8 25,2 10 37,8 12 56,7 14 75,6 16 113,4 20

35 Pipa buta Disambungkan dengan pipa jam- bang menggunakan sambungan berupa kerucut reduser. Dipasang di bawah pipa jambang dengan diameter lebih kecil. Diletakkan pada lapisan kedap air atau pada akuifer dengan kualitas airtanah jelek. Panjang pipa tergantung ketebalan lapisan yang tidak diinginkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Pemasangan pada akuifer dengan kualitas airtanah jelek, haru lebih panjang  0,5 meter  mencegah kebocoran.

36 Pipa saringan pipa berlubang-lubang berfungsi sebagai jalan masuknya airtanah kedalam sumur. Lebar lubang, bentuk, panjang dsb  ditentukan berdasarkan distri- busi ukuran butir akuifer. Bahan pipa disesuaikan dengan sifat kimia airtanah. Perlu dipertimbangkan biayanya.

37 Persyaratan : Cukup untuk melalukan air & mempunyai hambatan (friksi) kecil. Cukup kuat menerima tekanan yang mungkin ada dalam sumur. Cukup kuat & tahan terhadap proses kimia, bakteriologi, korosi, maupun inkrustasi, oleh airtanah maupun akibat treatment yang dilakukan. Cukup mudah dipasang.

38 Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan panjang saringan :
luas lubang tiap satuan panjang saringan larakter hidrolika akuifer besar kapasitas pemompaan umur sumur yang direncanakan harga saringan Panjang saringan dapat ditentukan berdasarkan persamaan : SL = Q 7,48 Ao Vc (Walton, 1970) SL : panjang saringan, Q : debit pemompaan, Ao : luas lubang efektif dari saringan tiap feet panjang (ft2), dan Vc : kecepatan aliran optimum (fpm).

39 Jenis Akuifer Saringan Akuifer tertekan homogen Saringan ditempatkan pada bagian tengah akuifer atau- pun berselang-seling dengan pipa buta. Panjang saringan 70 % – 80 % dari ketebalan akuifer. Akuifer tertekan tidak homogen Saringan dipasang pada seluruh akuifer yang dikete-mukaan. Akuifer bebas homogen Penentuan panjang saringan dengan mempertimbang- kan kapasitas jenis & drawdown. Saringan akan optimal, bila dipasang pada bagian ba- wah akuifernya sepanjang sepertiga sampai setengah panjang akuifer. Akuifer bebas tidak homogen Saringan diletakkan paling bawah dari akuifer bebas (setengah bebas) untuk mendapatkan drawdown yang lebih dalam. Johnson, 1975

40 Diameter saringan Sumur dengan kerikil pembalut alam  diameter saringan 2 – 4 inchi lebih kecil dari diameter lubang bor. Sumur dengan kerikil pembalut tiruan  diameter saringan 6 – inchi dan mempertimbangkan jenis akuifer. Johnson, 1975

41 Kerikil pembalut penyaring agar material halus yang ada di dalam lapisan batuan tidak masuk kedalam sumur. pendukung konstruksi sumur. Ketebalan : 0,5 inchi merata; 6 – 7 inchi; dan 3 – 9 inchi (Johnson, ). Tersusun dari kerikil bersih, ukuran seragam dan bentuk bulat. Terdiri dari 2 macam : kerikil pembalut alam (kerikil in- situ)  material kerikil berupa material dari akuifernya sendiri kerikil pembalut buatan  di- masukkan dari atas, dapat ber- sifat seragam atau bergradasi.

42 Sumbat  mencegah material yang tidak diinginkan masuk ke dalam sumur yang nantinya dapat mengganggu kinerja pompa. Dipasang pada ujung bawah rang- kaian pipa konstruksi sumur. Dapat dibuat dari kayu, semen, atau bahan lain.

43 Korosi & Inkrustasi

44 Korosi  reaksi kimia pada suatu material yang
mengakibatkan perubahan bentuk atau susunan kimia dari material tersebut, menjadikan tidak berfungsi sebagaimana mestinya atau rusak.

45 Macam-macam korosi pada saringan :
Direct chemical  teramati pada permukaan logam hancur merata yang meninggalkan tubuh logam dari kondisi aslinya. Lubang saringan melebar dan kekuatan saringan makin berkurang. Dezinfication atau selective corrosion  hilangnya salah satu komponen logam. Kondisi masih seperti bentuk aslinya, tetapi saringan menjadi mudah keropos dan lebih lemah. Penyebab : perbedaan potensial elektro kimia masing-masing logam penyusun saringan.

46 Logam kurang tahan terhadap korosi : low carbon steel, armco iron.
Pemicu : Kondisi udara, temperatur & tanah; tingkat keasaman, oksidasi & salinitas; serta kandungan senyawa organik & senyawa belerang. pH rendah (< 7), kandungan oksigen terlarut > 2 bpj, H2S > 2 bpj, TDS > 1000 bpj, DHL besar, CO2 > 50 bpj, Cl > 500 bpj, asam organik, sulfat besi nitrogen bebas, alkalinitas rendah, kekerasan rendah, gas asam. Logam tahan korosi : monel, super nikel, everdure baja tahan karat/stainless steel. Logam kurang tahan terhadap korosi : low carbon steel, armco iron. Johnson, 1975

47 Inkrustasi  akumulasi material dari luar pada lubang saringan ---
penyumbatan pada lubang saringan ataupun pori antar butir pada kerikil pembalut/formasi. Dapat bersifat keras seperti semen ataupun lunak. Terkadang inkrustasi terjadi akibat pengendapan hasil korosi saringan itu sendiri.

48 Proses terjadi inkrustasi :
Airtanah mengandung gas CO2 bebas  terabsorbsi oleh air  masuk ke dalam tanah. Kombinasi CO2 dengan air  carbonic acid (asam lemah). Dalam pengalirannya, apabila bertemu dengan gamping atau napal  pelarutan kalsium karbonat dalam jumlah besar atau material inkrutasi yang lain. Air tersebut ikut masuk dalam sumur  oleh adanya perbedaan tekanan air pada akuifer dengan air dalam sumur  CO2 yang terlarut dalam air akan terlepas dan material karbonatan akan tertinggal pada saringan atau pada kerikil pembalutnya. Faktor penyebab  pH tinggi (> 7,5); kesadahan karbonat > 300 bpj; besi > 2 bpj; dan mangan > 1 bpj. Johnson, 1975

49 TERIMAKASIH


Download ppt "Ir. H. Joko Sungkono Paramitha T. Trisnaning"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google