Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Media

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Media"— Transcript presentasi:

1 Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Media

2 SENGKETA DALAM HUKUM PENYIARAN

3 Kaitan dengan undang-undang lain.
Undang-undang Pers Undang-Undang PT Larangan Praktik Monopoli Hukum ketenagakerjaan

4 Pertanggungjawaban Lembaga Penyiaran yang Menyiarkan Konten Pornografi
Pasal 36 ayat 5 huruf b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran(“UU Penyiaran”) menyebutkan bahwa: “Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang” Pelanggaran atas ketentuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar untuk penyiaran televisi.

5 Pasal 18 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran, sebagai berikut: “Program siaran yang memuat adegan seksual dilarang: menayangkan ketelanjangan dan/atau penampakan alat kelamin; menampilkan adegan yang menggambarkan aktivitas seks dan/atau persenggamaan; menayangkan kekerasan seksual; menampilkan suara yang menggambarkan berlangsungnya aktivitas seks dan/atau persenggamaan; menampilkan percakapan tentang rangkaian aktivitas seks dan/atau persenggamaan; menayangkan adegan dan/atau suara yang menggambarkan hubungan seks antar binatang secara vulgar; menampilkan adegan ciuman bibir; mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot; menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis; mengesankan ketelanjangan; mengesankan ciuman bibir; dan/atau menampilkan kata-kata cabul.”

6 Lebih detil perihal unsur cabul diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (“P3SPS”) yang diterbitkan Komisi Penyiaran Indonesia (“KPI”) yang menyebutkan antara lain dalam Pasal 18 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran, Yang mengadukan? Masyarakat (Pasal 50 dan 52)

7 Pasal 50 ayat (1) UU Penyiaran, menurut kami, KPI berhak meneruskan proses penegakan hukum walaupun dicabutnya aduan.

8 Masyarakat berhak mengajukan aduan kepada KPI.
KPI, atas aduan tersebut, berkewajiban meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan dan memberikan kesempatan hak jawab. Setelah diberikan kesempatan hak jawab, KPI wajib menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan penilaian kepada pihak yang mengajukan aduan dan Lembaga Penyiaran yang terkait. Apabila KPI menganggap hal ini bertentangan dengan P3SPS dengan sanksi pidana, maka KPI dapat memberikan peringatan terlebih dahulu dan/atau langsung melaporkan hal ini ke Kepolisian untuk kemudian proses dilakukannya Penyelidikan dan Penyidikan, yang apabila ditingkatkan akan ke proses penuntutan oleh kejaksaan di pengadilan pidana, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

9 Dalam hal ini, karena yang melakukan penyelidikan dan penyidikan adalah Kepolisian, maka dimungkinkan adanya penambahan pelanggaran pasal pidana seperti melalui Undang Undang Pornografi dan Undang Undang Perlindungan Anak. Namun demikian Kepolisian juga dapat menentukan tidak terpenuhinya unsur pidana atau kurangnya alat bukti pidana. Pasal 54 UU Penyiaran mengatur sebagai berikut: “Pimpinan badan hukum lembaga penyiaran bertanggung jawab secara umum atas penyelenggaraan penyiaran dan wajib menunjuk penanggung jawab atas tiap-tiap program yang dilaksanakan.”

10 Kasus acara ‘Mata Lelaki’ di Trans7
Kasus peringatan KPI kepada (ANTV, SCTV, RCTI, TPI, Global TV, TV One, Metro TV, Indosiar, Trans TV, Trans 7 dan TVRI)  soal iklan “Durex” yang mengandung pornografi soal-iklan-durex-fetherlite. Kasus acara ‘Mata Lelaki’ di Trans7   lelaki-trans7-sarat-erotisme.

11 SENGKETA DALAM ITE

12 Permasalahan Hukum Yang Dihadapi
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.

13 Penerapan Teknis UU ITE
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada UU ITE ini dapat dilakukan, antara lain dengan : a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

14 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 310 Ayat (1) juncto UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pada dasarnya menjadi rambu-rambu dalam interaksi sosial melalui internet.

15 Contoh Kasus: Prita Mulyasari didakwa dengan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang ITE tentang pencemaran nama baik lewat dunia maya. “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

16 Kasus Yogi Sentani, dituduh melanggar Pasal 35 jo Pasal 51 Ayat (1) UU ITE. Ancaman pidana pasal itu di atas lima tahun. Yogi diduga menyebarkan foto korban Sukhoi Superjet 100 di Cijeruk Gunung Salak, beberapa waktu lalu, yang ternyata foto tersebut adalah korban tragedi pesawat di India pada tahun 2010. Penyebaran foto itu berdampak pada kejiwaan keluarga korban yang masih menunggu proses evakuasi dari tempat kejadian. Pasal 35 UU ITE menyebutkan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik”. Pasal 51 Ayat (1) menyebutkan, “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp12 miliar

17 Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU no 11 Tahun 2008
Salah satu pasal menyatakan pemerintah dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika dapat melakukan pemblokiran terhadap situs-situs tertentu yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) (2a) Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2b) Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum

18 Pasal 31 UU no. 19 Tahun 2016 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan undang-undang.”


Download ppt "Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Media"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google