Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PROBLEMATIKA HUKUM TUNTUTAN BEBAS

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PROBLEMATIKA HUKUM TUNTUTAN BEBAS"— Transcript presentasi:

1 PROBLEMATIKA HUKUM TUNTUTAN BEBAS
OLEH : PINOS PERMANA

2 LATAR BELAKANG MASALAH
Pengertian PENUNTUTAN “Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.” (pasal 1 angka 7KUHAP)

3 Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim

4 Dalam menjalankan fungsinya, dalam sistem peradilan pidana tugas dan fungsi Jaksa di atur di dalam Pasal 14 dan 15 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Kejaksaan dengan fungsi yang sangat dominan sebagai penyandang asas dominus litis, pengendali proses perkara yang menentukan dapat tidaknya seseorang dinyatakan sebagai terdakwa dan diajukan ke Pengadilan berdasarkan alat bukti yang sah menurut undang-undang, dan sebagai executive ambtenaar pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan dalam perkara pidana

5 Istilah Pra penuntutan di atur dalam Pasal 14 huruf b Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang bunyinya sebagai berikut :“Penuntut Umum mempunyai wewenang mengadakan “Pra Penuntutan”, apabila ada kekurangan pada Penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4) dengan memberi Petunjuk dalam rangka penyempurnaan Penyidikan (Aspek formal dan aspek materiil) dari Penyidik”. Proses Penyerahan Berkas Perkara dari Penyidik kepada Penuntut Umum itulah yang disebut sebagai proses pra penuntutan

6 Dalam kenyataannya, walaupun fakta-fakta persidangan tersebut bertolak belakang dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi atau tersangka serta alat bukti lainnya yang terdapat dalam berkas perkara yang pada intinya meringankan terdakwa ataupun dalam proses persidangan terdapat fakta hukum baru sehingga terdapat keyakinan hukum terdakwa tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, konsekuensinya jika dihubungkan dengan asas praduga tidak bersalah mengharuskan Penuntut Umum mengajukan tuntutan bebas terhadap terdakwa dengan alasan hukum bahwa terdakwa tidak memenuhi minimal alat bukti yang digariskan undang-undang dan tujuan luhur tercapainya suatu peradilan yang adil, berimbang, transparan serta sebagai manifestasi dari asas praduga tidak bersalah

7 Secara yuridis tuntutan bebas dari penuntut umum terhadap terdakwa bila dihubungkan dengan mekanisme prapenuntutan yang telah dilakukan sebelumnya oleh Penuntut Umum dinyatakan lengkap baik aspek formil maupun materiil (P-21), kemudian dalam tahap penuntutan di tuntut bebas oleh penuntut umum. Hal ini dikarenakan konsep Pra Penuntutan dimaksudkan sebagai filter antara tahap penyidikan dengan tahap persidangan di Pengadilan. dan secara eksplisit bertentangan dengan pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP yang menyatakan bahwa setelah pemeriksaan (pembuktian) selesai penuntut umum mengajukan tuntutan pidana, terlebih apabila dalam tahap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan telah dilakukan tindakan hukum perampasan kemerdekaan terdakwa dengan dilakukannya penahanan.

8 Dalam prakteknya tuntutan bebas terhadap terdakwa telah banyak dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan berbagai alasan dan latar belakangnya yang ditemukan dalam tahap pemeriksaan persidangan, diantaranya : Perkara di pengadilan negeri Jakarta pusat nomor :1090/Pid.B/PN.JKT.PST atas nama terdakwa Irawan Handisurya yang didakwa Primair Pasal 359 KUHP subsidair pasal 205 (2) KUHP. Perkara di Pengadilan Negeri Ujung Pandang nomor : Reg.Perkara PDS-04/UJ.PAN/Fpk/1998 atas nama terdakwa Drs. H.A.M. Nurdin Halid diduga melakukan tindak pidana (korupsi) secara berturut-turut dengan cara melakukan pembelian cengkeh secara langsung dari para petani dengan menggunakan fasilitas dan nama KUD serta mengunakan kelengkapan-kelengkapan administrasi (dokumen-dokumen) fiktif seolah-olah cengkeh tersebut hasil pembelian KUD sendiri bukan terdakwa, dimana seharusnya pembelian cengkeh petani tersebut dilakukan oleh PUSKUD HASANUDDIN Ujung Pandang melalui KUD berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 20 tahun 1992 dengan seluruh peraturan pelaksanaannya. Perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor : No.Reg.Perk.PDM.-821/JKTSL/Ep.1/08/2001 atas nama terdakwa Kwan Benny Ahadi dalam perkara dugaan tindak pidana penggelapan perbankan dengan korban Henry Liem atau PT. Indobangun Propertindu sebagaimana diatur dalam pasal 372 KUHP. Perkara di Pengadilan Negeri Jombang Nomor : 650/Pid.B/2008/pn.Jombang atas nama terdakwa Maman Sugianto dalam dugaan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Dakwaan Primair Pasal 340 jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsidair pasal 338 jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP dimana terdakwa didakwa sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh lakukan atau turut melakukan perbuatan dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain.

9 Dengan kenyataan secara empiris tersebut menimbulkan suatu pertentangan pendapat, dimana secara yuridis Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mengatur secara eksplisit mengenai tuntutan bebas dari Penunutut Umum. MENGAPA PERLU PENGATURAN TUNTUTAN BEBAS ? konsep pra penuntutan yang diatur oleh Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dapat dikatakan hanya bersifat administratif atau dengan kata lain Penuntut Umum tidak ikut secara langsung dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik dan adanya limit waktu yang pendek dalam pra penuntutan khususnya apabila tersangka dilakukan penahanan, yang berpengaruh terhadap kesempurnaan kualitas pra penuntutan itu sendiri serta fakta bahwa proses penyidikan dengan pemberkasan berkas perkara pidana yang dibuat oleh penyidik nantinya menjadi bahan utama oleh Penuntut Umum dalam mempertanggungjawabkan beban pembuktian yang menjadi kewajibannya, untuk membuktikan kesalahan terdakwa di muka pengadilan

10 Asumsinya adalah bahwa Majelis Hakim mempunyai kewenangan memutus suatu perkara pidana dengan putusan bebas terhadap terdakwa apabila ia memperoleh keyakinan bahwa dari pemeriksaan di persidangan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya atau kesalahan terdakwa tidak didukung oleh minimal dua alat bukti sah, maka begitu pun dengan Penuntut Umum mempunyai hak yang sama menentukan sikap dengan mencermati fakta-fakta hukum yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan dan apabila diperoleh fakta bahwa tidak terbuktinya dakwaan terhadap terdakwa, dari sudut pandang asas praduga tidak bersalah dan Hak Asasi Manusia merupakan hak asasi terdakwa untuk di tuntut bebas oleh Penuntut Umum Pasal 191 ayat (1) jo Pasal 183 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

11 Hal tersebut diatas selaras dengan Pasal 8 ayat (3) UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI : “demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah”. Pasal 8 ayat (4) UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI : “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusian, yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya”.

12 ATAS DASAR PEMIKIRAN BAHWA :
Jaksa dalam sistem peradilan pidana Indonesia terorganisir dalam lembaga negara yang dinamakan Kejaksaan Republik Indonesia. Kejaksaan Republik Indonesia di pimpin oleh Jaksa Agung. Jaksa Agung adalah pejabat tinggi hukum dan bertindak sebagai pengawal kepentingan publik. Jaksa Agung adalah pengendali kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan kewenangan Kejaksaan. Kewenangan Jaksa Agung tersebut di laksanakan dengan prinsip Kejaksaan sebagai sebuah kesatuan dan tidak terpisah-pisahkan

13 Untuk kesatuan sikap dan pandangan Kejaksaan Agung mengeluarkan aturan internal dalam bentuk Surat Edaran Jaksa Agung Nomor : SE-006/A/JA/08/2003. : Bahwa pada dasarnya Jaksa tidak diperkenankan menuntut bebas suatu perkara sesuai tugas dan wewenang untuk melakukan penuntutan dalam perkara pidana, (pasal 182 (1) a KUHAP). Bahwa karena keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan (pasal 185 KUHAP), maka apabila terjadi penarikan kesaksian di dalam persidangan dan tidak ada alat bukti lain, sehingga suatu perkara yang tadinya dianggap sudah cukup bukti menjadi tidak terbukti sama sekali, Jaksa Penuntut Umum baru diperkenankan menerapkan tuntutan bebas. Gelar perkara untuk persetujuan pimpinan.

14 Juga di atur dalam : Perja no :Per-036/A/JA/09/2011 tanggal 21 September 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum, Bagian 5 Prihal Pengajuan Tuntutan Pasal 37 ayat (4) menyebutkan Dalam hal pengajuan tuntutan bebas, Penuntut Umum harus melakukan gelar perkara terlebih dahulu dihadapan pimpinan Kejaksaan sesuai hierarki kebijakan pengendalian penanganan perkara.

15 Tuntutan (surat tuntutan/Requisitor) :
Berdasarkan hal tersebut diatas sesungguhnya terdapat perbedaan pengertian : Tuntutan (surat tuntutan/Requisitor) : Naskah atau surat yang berisi uraian penuntut umum mengenai hasil pemeriksaan perkara pidana disidang pengadilan tentang pembuktian berdasarkan surat dakwaan, disertai tuntutan pidana terhadap terdakwa, apabila terdakwa dinilai telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan. Dan apabila dinilai terdakwa tidak terbukti bersalah dituntut untuk dibebaskan atau dilepaskan dari segala tuntutan hukum (Pasal 197 ayat (1) huruf e, 182 ayat (1) huruf a dan ayat (2), 193 ayat (1), 194 ayat (1) KUHAP. Tuntutan pidana : permintaan Penuntut Umum kepada Pengadilan (Hakim) mengenai jenis dan berat/ringannya pidana (hukuman) yang dijatuhkan terhadap terdakwa. (HMA Kuffal, SH., Penerapan Kuhap dalam Praktik Hukum, UMM Press, Malang, 2011, hlm 202.)

16 SENJATA YANG PALING EFEKTIF MELAWAN KEJAHATAN ADALAH KERJA SAMA (J
SENJATA YANG PALING EFEKTIF MELAWAN KEJAHATAN ADALAH KERJA SAMA (J. EDGAR HOOVER, DIRECTOR FBI) Sesungguhnya : surat dakwaan yang di dakwakan oleh penuntut umum terhadap terdakwa masih harus diuji kebenarannya di pengadilan, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 185 ayat (1) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang menggariskan bahwa “keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di siding pengadilan”. Hal ini harus dihubungkan dengan pasal 185 ayat (4) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang mengatur bahwa “keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu”


Download ppt "PROBLEMATIKA HUKUM TUNTUTAN BEBAS"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google