Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Oleh : JONKER SIHOMBING
I. PAJAK DAN HUKUM PAJAK Oleh : JONKER SIHOMBING
2
1. Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pajak akan bersentuhan dengan berbagai disiplin ilmu, seperti : a. hukum b. akuntansi c. pengetahuan komputer d. analisis statistik e. psikologi f. masalah kepegawaian g. perdagangan internasional h. sosiologi, dll.
3
2. a. Di antara disiplin ilmu di atas, dlm praktek kelihatan bahwa bidang ekonomi, pembiayaan, dan hukum sangat kental kaitannya dengan masalah pajak. b. Pembahasan selanjutnya akan ditekankan dari segi hukum, termasuk doktrin dan pendapat para sarjana terkemuka mengenai pajak, serta ketentuan dan peraturan perundang2an perpajakan khususnya Pajak Penghasilan yg terdapat di tanah air. c. Pendekatan dari segi hukum thd pajak dikenal sbg pendekatan normatif.
4
3. Pengertian Pajak menurut para sarjana terkemuka : a
3. Pengertian Pajak menurut para sarjana terkemuka : a. Menurut PJA Adriani : “Pajak adalah iuran kpd negara ( yg dapat dipaksakan ) yang terutang oleh yg wajib membayarnya menurut peraturan perundang2an, dgn tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dpt ditunjuk, dan yg penggunaannya adalah untuk membiayai pengeluaran2 umum berhubung dgn tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
5
b. Menurut Deutsche Reichs Abgaben Ordnung ( RAO 1919 )
berbunyi : “Pajak adalah bantuan uang secara insidentil atau secara periodik ( dgn tidak ada kontra prestasinya ), yg dipungut oleh badan yg bersifat umum ( negara ), utk memperoleh suatu pendapatan, di mana terdapat suatu sasaran pemajakan ( tadbestand ), yang karena undang2 telah menimbulkan utang pajak”.
6
c. Menurut R.A. Seligman : “Tax is a compulsory contribution from the person to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred”. d. Menurut NJ. Feldmann : “Pajak adalah prestasi yg dapat dipaksakan sepihak oleh dan terutang kpd penguasa ( menurut norma2 yg ditetapkan secara umum ) tanpa adanya kontra prestasi, dan semata2 digunakan utk menutup pengeluaran2 umum”.
7
e. Menurut MJH Smeets : “Pajak adalah prestasi kpd pemerintah yg terutang melalui norma2 umum, dan yg dpt dipaksakan, tanpa adakalanya kontra prestasi yg dpt ditunjukkan dlm hal yg individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran dari pemerintah”. f. Menurut Soeparman Soemahamidjaja : “Pajak adalah iuran rakyat kpd kas negara berdasarkan undang2 ( yg dpt dipaksakan ) dgn tdk mendapatkan jasa2 timbal balik ( kontra prestasi ), yg langsung dpt ditunjukkan dan yg digunakan utk membiayai pengeluaran umum”.
8
g. Menurut Rochmat Soemitro :
“Pajak adalah iuran rakyat kpd kas negara berdasarkan undang2 ( yg dpt dipaksakan ) dgn tidak mendapatkan jasa2 timbal balik ( kontra prestasi ), yg langsung dpt ditunjukkan dan digunakan utk membayar pengeluaran umum”. Kemudian ybs memperbaiki pengertian pajak tsb menjadi sbb : “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kpd kas negara utk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan utk public saving yg merupakan sumber utama utk membiayai public investment”.
9
4. Ciri2 yg melekat pd pajak menurut definisi di atas : a
4. Ciri2 yg melekat pd pajak menurut definisi di atas : a. Pajak adalah iuran atau kewajiban utk menyerahkan sbgn pendapatan/ kekayaan kpd negara. b. Penyerahan tsb bersifat wajib, dan dpt dipaksakan. c. Perpindahan/ penyerahan kekayaan itu berdasarkan undang2/ norma/ peraturan yg dibuat oleh pemerintah yg berlaku umum. d. Tdk ada kontra prestasi secara langsung dari pemerintah. e. Iuran yg dipungut dipergunakan oleh pemerintah utk membiayai pengeluaran2 umum yg berguna bagi rakyat.
10
5. Hukum Pajak : a. Fiskal mempunyai makna yg lebih luas
5. Hukum Pajak : a. Fiskal mempunyai makna yg lebih luas. Ke dlm fiskal dimasukkan berbagai pungutan, seperti pajak, retribusi, dll. b. Pajak dan fiskal dpt dibedakan, namun cakupan hukum pajak pada dasarnya sama dgn cakupan hukum fiskal. Cakupan hukum pajak dan hukum fiskal yg diajarkan di perguruan tinggi pd dasarnya tdk mengandung perbedaan yg signifikan, jika tdk dpt disebutkan pemberian nama yg berbeda utk satu hal yg sama.
11
c. Hukum Pajak menurut Santoso Brotodihardjo adalah :
“Keseluruhan dari peraturan2 yg meliputi wewenang pemerintah utk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kpd masyarakat melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik yg mengatur hubungan2 hukum antara negara dan orang2 atau badan-badan ( hukum ) yg berkewajiban membayar pajak”.
12
d. Di pihak lain, Bohari mengatakan bahwa :
“Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan2 yang mengatur hubungan antara pemerintah sbg pemungut pajak dan rakyat sbg pembayar pajak”. e. Oleh karena itu hukum pajak menerangkan tentang : 1. siapa2 wajib pajak 2. objek apa yg akan dikenakan pajak 3. kewajiban wajib pajak thd pemerintah 4. timbul dan hapusnya utang pajak 5. cara penagihan pajak 6. cara mengajukan keberatan dan banding pajak.
13
6. Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil : a
6. Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil : a. Pembedaan antara hukum pajak materiil dgn hukum pajak formil sangat penting, karena peraturan hukum formil belum tentu akan menimbulkan suatu utang pajak. Tegasnya utang pajak baru timbul karena adanya hukum materiil. b. Sebaliknya dlm beberapa hal utang pajak mungkin telah timbul berdasarkan ketentuan hukum materiil yang telah ada, tetapi belum dapat dipungut karena ketiadaan hukum pajak formil yang mengaturnya.
14
c. Dgn hukum pajak materiil dimaksudkan sbg kumpulan
norma2 yg menerangkan mengenai : - keadaan, perbuatan2, dan peristiwa2 hukum yg harus dikenai pajak - siapa2 yg harus dikenai pajak ( subjek pajak/wajib pajak ), dan - berapa besarnya tarif pajak ybs. Selain dari itu, ke dlm hkm pajak materiil termasuk hal2 sbb : - peraturan yg memuat kenaikan2 beserta denda2 pajak - peraturan ttg hukuman2 di bidang pajak - peraturan tata cara pembebasan dan restitusi pajak, dan - peraturan ttg hak mendahului yg dimiliki instansi pajak.
15
d. Rochmat Soemitro berpendapat bahwa ketentuan hukum
pajak materiil perlu dimuat dlm suatu undang2. Dgn demikian akan jelas dan tegas siapa subjek yg akan menanggung pajak, apa objek yg akan dikenakan pajak, dan berapa besarnya tarif pajak ybs. Hal ini dimaksudkan agar dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat sbg subjek pajak, sehingga mereka terhindar dari kenaikan tarif yg menjadi bebannya, yg tdk dilandasi oleh peraturan perundang2an yg pasti.
16
e. Khusus untuk ketentuan pajak formil menurut Rochmat Soemitro tidak mutlak harus dimasukkan ke dlm suatu undang2. f. Jika hukum formil dimuat ke dalam undang2, konsekuensinya adalah ketentuan formil dimaksud akan menjadi kaku dan tdk gampang diubah sewaktu2 apabila diperlukan. Jika ketentuan formil mengenai pajak telah dimasukkan ke dlm suatu undang2, tiada jalan lain utk mengubahnya selain harus melalui undang2 pula. Namun dgn memasukkan ketentuan hukum formil ke dalam undang2 akan memberikan kepastian bagi wajib pajak thd perlakuan yang mungkin dialaminya apabila ybs terutang pajak, saat akan membayar pajak, dan saat akan melakukan restitusi perpajakan.
17
g. Yg berkaitan dgn prosedur retitusi perpajakan merupakan hal yg sering membuat wajib pajak jengkel, karena wajib pajak pada umumnya kurang mengerti prosedur baku yang akan ditempuh. h. Saat dimulainya reformasi perpajakan pada thn 1983/1984 yg lalu, pemerintah telah mengupayakan terciptanya hukum pajak formil yg terhimpun dlm suatu peraturan perundang2an; sehingga UU Perpajakan yg ada seperti UU Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai, dan UU Pjk Penjualan Barang Mewah semata- mata hanya berisi ketentuan hukum materiilnya saja. i. Upaya utk menghimpun ketentuan hukum formil ke dalam satu UU setelah reformasi perpajakan dilakukan dgn menerbitkan serangkaian UU sbb :
18
1. UU No. 28 Thn 2007 ttg Perubahan atas UU No 6 Thn
1983 ttg Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 2. UU No 14 Thn 2002 ttg Pengadilan Pajak. 3. UU No 19 Thn 2000 ttg Perubahan atas UU No 19 Thn 1997 ttg Penagihan Pajak dgn Surat Paksa. Namun demikian upaya utk membuat ketentuan hukum pajak formil di dlm suatu peraturan perundang2an tdk dpt seluruhnya terwujud. Beberapa UU yg diterbitkan setelah reformasi perpajakan ternyata masih menggabungkan ketentuan hukum formil dan ketentuan hukum materiil.
19
a. Fungsi pajak yang paling utama adalah budgeter, yakni untuk
7. Fungsi Budgeter dan Regulerend : a. Fungsi pajak yang paling utama adalah budgeter, yakni untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Data APBN menunjukkan pada tahun 2013 ; sebesar 78,19 % penerimaan pemerintah bersumber dari pajak. b. Selain utk membiayai pengeluaran2 pemerintah ( fungsi budgeter ), pajak mempunyai fungsi lain yakni fungsi mengatur (regulerend ). Fungsi mengatur dari pajak erat kaitannya dgn fungsi pajak apabila ditinjau dari sudut pandang ekonomi. c. Tidak dpt dipungkiri bahwa melalui pemungutan pajak maka akan tercipta suatu redistribusi pendapatan ( redistribution of income ) di masyarakat secara sistematis dn terencana.
20
d. Fungsi mengatur dpt pula dilihat kaitannya dgn upaya
mensejahterakan masyarakat secara keseluruhan seperti upaya meningkatkan cukai atas rokok, yg tujuannya adalah agar masyarakat mengurangi kebiasaan merokok, yg mau tdk mau pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yg terjangkau oleh mereka. e. Rochmat Soemitro melihat fungsi mengatur dari pajak dan redistribusi pendapatan tsb ditinjau dari sisi mikro ekonomi dan makro ekonomi. Dari sisi mikro ekonomi, pengenaan pajak akan mengurangi pendapatan individu; sedang dari sisi makro, pajak merupakan pendapatan bagi negara tanpa menimbulkan kewajiban langsung negara thd wajib pajak.
21
f. Dlm kenyataan sehari-hari fungsi budgeter lebih menonjol
dari fungsi mengatur. Hal ini juga berkaitan dgn kontra prestasi yg tdk diberikan secara langsung oleh pajak kpd masyarakat. 8. Dasar Hukum Pemungutan Pajak : a. Pemungutan pajak dpt dilihat dari sisi lain, yakni sbg upaya negara utk mengambil harta dan kekayaan individu yg bersifat memaksa, yg tdk dpt ditawar-tawar. Oleh karena itu pada pembahasan UU Pajak di tingkat legislatif, mungkin perlu lebih mempertimbangkan unsur keadilan dan perlindungan bagi para wajib pajak.
22
b. Dasar hukum dari pemungutan pajak di Indonesia
tertuang dlm Psl 23A UUD 1945 yg menyebutkan bahwa : ”Pajak dan pungutan lain yg bersifat memasa utk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Ketentuan UUD 1945 tsb di atas selain memberikan dasar hukum pemungutan pajak, pd hakekatnya juga memuat falsafah dari pajak itu sendiri. Pajak menempati kedudukan yg sangat vital bagi negara, dan pada umumnya kebanyakan negara membiayai kegiatan pemerintahannya dari penerimaan pajak. Berbagai upaya seperti intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan ditempuh oleh negara utk meningkatkan penerimaan pajak.
23
c. Rochmat Soemitro menggambarkan begitu besarnya porsi pajak utk
membiayai pemerintahan dan pembangunan, dgn menyatakan : “Maka dpt dikatakan bahwa pajak2, di samping utk melangsungkan kehidupan negara ( dgn anggaran rutinnya ), juga digunakan utk membiayai pembangunan yg akan mensejahterakan dan memakmurkan rakyat Indonesia”. 9. Asas-Asas Pemungutan Pajak : Pemungutan pajak harus mempertimbangkan berbagai aspek, baik ekonomis, finansiil, keadilan, dll. Adam Smith menyebutkan bahwa pemungutan pajak harus mencakup asas-asas sbb :
24
a. Asas kesamaan ( equality ) atau non diskriminasi.
Merupakan asas yg berlaku secara universal. Asas ini melarang negara memungut pajak secara diskriminatif thd wajib pajak. Selain dari itu asas ini menghendaki agar pemungutan pajak dilakukan seimbang dgn kemampuan wajib pajak utk membayarnya. b. Asas kepastian hukum ( certainty ) : Pengenaan pajak harus dpt memberikan kepastian bagi subjek pajak, dan jangan justru sebaliknya menimbulkan keragu2an bagi wajib pajak itu sendiri.
25
Kepastian hukum dlm hal ini menyangkut mengenai subjek pajak,
objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan peraturan perundang2an yg menyangkut pembayaran pajak dimaksud. Objek pajak sangat potensial menimbulkan ketidakpastian hukum terutama dlm hal pajak penghasilan, krn pengertian penghasilan yg diberikan undang2 yg sangat begitu luas. c. Asas convenience of payment : Pemungutan pajak hendaknya mampu memberikan kenyamanan bagi wajib pajak, seperti penagihannya hendaknya dilakukan pd saat yg mendekati timbulnya penerimaan bagi wajib pajak, sehingga wajib pajak tidak mengalami kesulitan likuiditas.
26
d. Asas Economics of Collections :
Dengan asas ini dimaksudkan agar biaya pemungutan pajak sedapat mungkin lebih kecil dari hasil penerimaan pajak itu sendiri. Dgn demikian dari setiap usaha penagihan pajak akan tercipta surplus yg cukup besar utk menambal anggaran pengeluaran negara, bukan malah sebaliknya. Tentunya tidak bermanfaat bagi negara apabila biaya pemungutan pajak lebih besar dari pada pendapatan yg didapat dari pemungutan pajak dimaksud.
27
Syarat-Syarat Pemungutan Pajak :
a. Syarat Keadilan b. Syarat Yuridis c. Syarat Finansiil d. Syarat Ekonomis e. Syarat Sederhana. 11. Teori-Teori Pemungutan Pajak : Dari semula para sarjana telah berusaha memberikan justifikasi mengenai pemungutan pajak. Beberapa teori pemungutan pajak yg dikemukakan para sarjana terkemuka adalah sbb :
28
a. Teori Asuransi : Pemungutan pajak dari masyarakat diidentikkan dgn pemungutan premi asuransi dari para tertanggung maskapai asuransi. Landasan hukum teori ini sebenarnya kurang relevan krn mensejajarkan pembayaran pajak kpd negara dgn pembayaran premi asuransi oleh tertanggung kpd penanggung. Sejatinya negara tdk memberikan secara langsung kontra prestasi dlm bentuk ganti rugi kpd wajib pajak, sbgmana halnya yg dilakukan oleh maskapai asuransi thd tertanggung yg mengalami musibah.
29
b. Teori Kepentingan : Pembayaran pajak erat kaitannya dgn kepentingan, yakni adanya jasa2 yg disediakan pemerintah bagi warga masyarakat. Teori ini lebih dekat utk menjustifikasi pemungutan retribusi yg mempunyai kontra prestasi langsung dgn suatu pungutan, sedang pajak tdk demikian halnya. Selain itu tdk semua masyarakat yg membayar pajak akan mendptkan kontra prestasi yg setimpal, krn warga yg tdk mampu membayar pajak justru akan mendptkan kompensasi dari pemerintah.
30
c. Teori Daya Pikul : Pemungutan pajak harus sesuai dgn kemampuan
membayar para wajib pajak. Makin besar daya pikul wajib pajak, maka makin besar pula kewajiban pajak yg dibebankan kpdnya. Terdpt 2 paham ttg daya pikul, yakni : c.1. Menurut W.J.de Langen, daya pikul adalah besarnya kekuatan seseorg utk dpt mencapai pemuasan kebutuhan setinggi2nya, setelah dikurangi dgn yg mutlak utk kebutuhan primer. Dgn demikian, penyerahan uang dlm bentuk pajak kpd negara setelah kebutuhan primer utk hidupnya terpenuhi.
31
c.2. Menurut Cohen Stuart, daya pikul ibarat sebuah
jembatan yg harus dpt memikul bobotnya sendiri sebelum memikul beban lain yg ditimpakan ke atasnya. Stuart menyarankan agar yg sangat diperlukan dlm kehidupan tdk dimasukkan ke dlm daya pikul. Dgn demikian kekuatan masyarakat utk menyerahkan uang kpd negara barulah timbul setelah kebutuhan primer utk hidup telah tercukupi dan tersedia.
32
d. Teori Bakti atau Teori Kewajiban Mutlak :
Teori ini menitik beratkan pd falsafah bhw pemungutan pajak merupakan hak mutlak dari negara berdasarkan paham Organische Staatsleer. Menurut van de Berge, dgn memperhatikan syarat2 keadilan maka negara sbg organisasi dari golongan bertugas utk menyelenggarakan kepentingan umum. Dgn tugas menyelenggarakan kepentingan umum, maka negara harus mengambil tindakan2 yg diperlukan, termasuk tindakan utk memungut pajak dari masyarakat.
33
e. Teori Daya Beli : Teori Daya Beli atau Teori Gaya Beli menyamakan
pemungutan pajak ibarat pompa yg menarik atau menghisap daya beli dari masyarakat yg mampu dan kemudian memompakannya kpd anggota masyarakat yg membutuhkan. Falsafah teori daya beli pd dasarnya sama dgn Teori Daya Pikul. Salah satu aspek yg menonjol dari teori ini adalah penekanan keadilan dlm pemungutan pajak. -js-
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.