Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Oleh: Helmi, M.Ag..

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Oleh: Helmi, M.Ag.."— Transcript presentasi:

1 Oleh: Helmi, M.Ag.

2 يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ
PERTANYAAN AWAL يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan, dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (QS. Ar-Ra’d; 39) Mengapa harus ada yang dihapus dalam Al-Qur’an? Siapa yang berhak menghapus? Bagaimana proses penghapusan tersebut disampaikan oleh Nabi Kepada para sekretarisnya? Apa implikasi dari penghapusan tersebut? Bolehkah yang sudah dihapus diterapkan kembali dalam konteks kekinian?

3 PENGERTIAN NASIKH DAN MANSUKH
النسخ هو رفع الشارع حكما شرعيا بدليل شرعي متأخر Di dalam Al-Quran, kata naskh dalam berbagai bentuknya, ditemukan sebanyak empat kali, yaitu dalam QS 2:106, 7:154, 22:52, dan 45:29. Berarti in’idam (penghapusan) dan intiqal (pemindahan/penyalinan). Bermakna pembatalan, penghapusan, pemindahan dari satu wadah ke wadah lain, pengubahan, dan sebagainya. Sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, dan sebagainya, dinamai nasikh. Sedangkan yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, dan sebagainya, dinamai mansukh.

4 PENGERTIAN NASIKH DAN MANSUKH
(Menurut Ulama Mutaqaddimin (Abad 1-3 H)) Pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetapkan kemudian; Pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang datang kemudian; Penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar; Penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.

5 PENGERTIAN NASIKH DAN MANSUKH
(Menurut Ulama Muta’akhirin) Naskh terbatas pada ketentuan hukum yang datang kemudian, guna membatalkan atau mencabut atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan hukum yang terdahulu, sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah yang ditetapkan terakhir. Para ulama tidak berselisih pendapat tentang adanya ayat-ayat Al-Quran mencakup butir-butir b, c, dan d, yang dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin tersebut. Namun istilah yang diberikan untuk hal-hal tersebut bukan naskh tetapi takhshish (pengkhususan).

6 DISKUSI HUJJAH NASKH

7 (Diskusi Ulama yang Pro dan Kontra)
HUJJAH NASKH (Diskusi Ulama yang Pro dan Kontra) مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS. Al-Baqarah, 106) Tafsiran ulama yang pro-naskh; Kata “Ayat” dalam QS. Al-Baqarah (106) adalah ayat al-Qur’an yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum. Sedang yang kontra-naskh: menafsiri kata “Ayat” dengan mukjizat Nabi.

8 لَا يَأْتِيْهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ...
HUJJAH NASKH (Diskusi Ulama yang Pro dan Kontra) لَا يَأْتِيْهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ... Yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya (QS. Fushshilat, 42) Ayat tersebut di atas menurut Abu Muslim Al-Isfahani menegaskan bahwa Al-Quran tidak disentuh oleh "pembatalan", dan dengan demikian bila naskh diartikan sebagai pembatalan, maka jelas ia tidak terdapat dalam Al-Quran. Kata “Al-Bathil” dalam ayat itu, menurut yang pro-naskh, tidak berbicara tentang pembatalan hukum. Tetapi, tentang kebatilan, lawan dari kebenaran (al-haqq).

9 PENGGANTIAN AYAT = NASKH AYAT AL-QUR’AN
HUJJAH NASKH {Pendapat Muhammad Abduh ( )} وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ وَاللهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوْا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ (النحل، 101) PENGGANTIAN AYAT = NASKH AYAT AL-QUR’AN Pencantuman kata “Ilmu Tuhan, diturunkan, tuduhan kebohongan” dalam ayat tersebut adalah isyarah bahwa kata “Ayat” adalah ayat-ayat hukum di dalam Al-Qur’an. Pada ayat berikutnya (102), disebutkan tentang Ruhul Qudus yang mengantarkan turunnya Al-Qur’an. Konteks ayat ini (Quraish Shihab meletakkan ayat ini di kelompok VII (ayat ) dari Surat An-Nahl dalam Tafsir Al-Mishbah) adalah tentang Al-Qur’an. Sehingga kata “Ayat” dalam kelompok ini lebih tepat ditafsiri sebagai ayat hukum dalam Al-Qur’an. Abduh menolak adanya naskh dalam arti pembatalan, tetapi menyetujui adanya tabdil (pergantian, pengalihan, pemindahan ayat hukum di tempat ayat hukum yang lain).

10 HUJJAH NASKH (Diskusi Ulama yang Pro dan Kontra)
Ulama yang pro-naskh, menyatakan bahwa naskh boleh dilakukan bila: Ayat yang dinaskh adalah ayat hukum syar’i. Ada dalil syar’i yang menjelaskan bahwa hukum tersebut dinaskh. Terdapat dua ayat hukum yang saling bertolak belakang dan tidak dapat dikompromikan, dan Harus diketahui secara meyakinkan perurutan turunnya ayat-ayat tersebut, sehingga yang lebih dahulu ditetapkan sebagai mansukh, dan yang kemudian sebagai nasikh.

11 Naskh Ayat, Otoritas Siapa?

12 Naskh Ayat Al-Qur’an, Otoritas Siapa?
Imam Az-Zarqani: Ulama’ berbeda pandangan tentang boleh tidaknya Nabi Muhammad menaskh ayat-ayat Al-Qur’an. Lalu, apakah ada kenyataan faktual Hadis Nabi yang menaskh ayat Al-Qur’an? Imam Syafi’i, Ahmad ibn Hanbal dan Ahl Al-Dhahir: Tidak boleh Hadis menaskh ayat Al-Qur’an. Secara teoritis, boleh saja hadis menaskh ayat Al-Qur’an. Ini pendapat Imam Malik, Hanafiyyah, dan Mayoritas Teolog Asy’ariyah maupun Mu’tazilah. Namun, mereka berbeda pendapat (kenyataan faktual) tentang ada tidaknya hadis Nabi yang menaskh ayat Al-Qur’an. Catatan: Pada dasarnya, semua sepakat bahwa wahyu yang mutawatir tidak bisa dinaskh kecuali dengan wahyu yang mutawatir pula.

13 Hadis menaskh Al-Qur’an. Fakta?
Syeikh Muhammad Abd Al-’Adhim Az-Zarqani menyatakan ada 4 hadis (Ahad, bukan mutawatir) yang diklaim telah menaskh ayat Al-Qur’an. Lebih detail, silahkan baca kitab beliau; Manahil Al-’Irfan.

14 Ragam Naskh Al-Qur’an

15 Ragam Naskh Al-Qur’an dan Hadis
Pembagian ini adalah berlandaskan kepada pendapat yang menyetujui adanya naskh. Al-Qur’an dinaskh dengan Al-Qur’an; Contoh ayat 52 dari surat Al-Ahzab, dinaskh dengan QS. Al-Ahzab ayat 50. As-Sunnah dinaskh dengan As-Sunnah; Misal hadis tentang pelarangan ziarah kubur dan anjuran ziarah kubur. Naskh Al-Qur’an dengan Sunnah Nabi; Contoh Ayat 180 dari Al-Baqarah dinaskh dengan hadis riwayat Abu Umamah“La washiyyata li warits”. Naskh Sunnah Nabi dengan Al-Qur’an; Misal perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah di Mekkah.

16 Ragam Naskh Dalam Al-Qur’an
Naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, tentunya menurut Ulama’ Pro-Naskh, diklasifikasikan menjadi tiga: Bacaan dinaskh, hukumnya tetap berlaku. Bacaan dan hukumnya dinaskh. Hukum dinaskh, bacaannya tetap ada. Imam Al-Khazin: ragam yang ini sangat banyak dalam Al-Qur’an. Ibnu Al-’Arabi: Ayat tentang toleransi, menghindar dari Kuffar, dinaskh dengan ayat “perintah perang”.

17 رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا
Hikmah Naskh

18 Syari’at agama ibarat perkembangan manusia; sejak bayi hingga tua.
HIKMAH NASKH Syari’at agama ibarat perkembangan manusia; sejak bayi hingga tua. Naskh syari’at Agama (yang dibawa sebelum Nabi Muhammad) adalah untuk penyempurnaan. Syari’at pada masa Nabi Adam ibarat bayi yang baru lahir. Lalu, secara bertahap diganti oleh Allah hingga pada puncak kesempurnaannya di masa Nabi Muhammad saw.

19 (Menurut Imam Al-Maraghi)
HIKMAH NASKH (Menurut Imam Al-Maraghi) Hukum seperti obat. Dan Nabi ibarat dokter. Menyamakan nabi dengan dokter dan hukum-hukum sebagai obat memberikan kesan bahwa nabi dapat mengubah atau mengganti hukum-hukum tersebut, sebagaimana dokter mengganti obat-obatnya. Mempersamakan hukum yang ditetapkan dengan obat tentunya tidak mengharuskan dibuangnya obat-obat tersebut, walaupun telah tidak sesuai dengan pasien tertentu, karena mungkin masih ada pasien lain yang membutuhkannya.

20 Hikmah Naskh "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia…” (QS. Ali Imran, 191) Memelihara kepentingan hamba. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia. Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika hal itu beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.


Download ppt "Oleh: Helmi, M.Ag.."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google