Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ENDANG SULISTYARINI GULTOM OBAT ANTIEPILEPSI DAN KUALITAS HIDUP PENDERITA EPILEPSI : STUDI DI RUMAH SAKIT RAWATAN TERSIER.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ENDANG SULISTYARINI GULTOM OBAT ANTIEPILEPSI DAN KUALITAS HIDUP PENDERITA EPILEPSI : STUDI DI RUMAH SAKIT RAWATAN TERSIER."— Transcript presentasi:

1 ENDANG SULISTYARINI GULTOM OBAT ANTIEPILEPSI DAN KUALITAS HIDUP PENDERITA EPILEPSI : STUDI DI RUMAH SAKIT RAWATAN TERSIER

2 Pendahuluan Epilepsi merupakan kondisi neurologis kedua yang paling umum setelah sakit kepala, ditandai dengan kejang berulang pada serebral. Lima puluh juta orang di dunia dan diperkirakan 6 sampai 10 juta orang di India menderita epilepsi Diagnosis dan pengelolaan epilepsi seringkali kurang optimal di negara-negara berkembang dan termasuk di wilayah Eropa.

3 Lanjutan... Epilepsi adalah penyakit medis dan label sosial karena penderita epilepsi menghadapi banyak tantangan psikososial (kecemasan, stigma sosial, kesulitan mengemudi, pengangguran) yang dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidupnya (QOL). Pengakuan tentang pentingnya efek psikososial terhadap epilepsi menyebabkan perlunya untuk mengukur QOL pada penderita epilepsi. Oleh karena itu, penggunaan obat antiepilepsi yang tepat (AED), pemantauan efek samping, dan penilaian QOL sebagai ukuran penting dalam pengelolaan epilepsi untuk mengontrol pengobatan yang optimal.

4 Lanjutan... QOL dapat diukur menggunakan alat yang divalidasi seperti Quality of Life in Epilepsy Inventory-31 Quality of Life in Epilepsy Inventory-10 (QOLIE-10) dan 36 cara singkat survei kesehatan. Evaluasi QOL merupakan cara yang relatif baru untuk menilai hasil pengobatan AED terhadap pasien epilepsi. Karakteristik demografi, frekuensi kejang yang tinggi dan durasi gangguan yang lama telah terbukti berkorelasi kuat dengan QOL yang buruk. Meskipun akhir-akhir ini beberapa AED baru telah dilisensikan, namun ada beberapa penelitian menunjukkan dampak farmakoterapi AED (jenis AED pada monoterapi, reaksi obat polytherapy / dampak yang merugikan ) terhadap QOL.

5 Lanjutan... Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi pola penggunaan obat antiepilepsi, menguji dampak faktor karakteristik demografi, klinis, dan farmakoterapi yang mempengaruhi QOL.

6 Hasil 1. Karakteristik Demografi dan Klinis Pasien yang memenuhi syarat adalah 200 orang yang terdiri dari laki- laki (53%) dan 60 % dari jumlah pasien usianya adalah 18-30 tahun Jenis kejang parsial terjadi pada 116 (58%), umum pada 84 (42%), dan 122 (61%) pasien memiliki idiopatik atau kriptogenik untuk kejang. Etiologi penyebab umum kejang adalah infeksi sistem saraf pusat (neurocysticercosis), kelainan vaskular, penyakit degeneratif, dan cedera kepala. Rata-rata usia terjadi epilepsi adalah 18 tahun dan durasi 7,5 tahun. Frekuensi kejang adalah satu sampai tiga per tahun pada 47% pasien, dan 30% mengalami kejang bebas selama lebih dari 12 bulan

7 Lanjutan... 2. Profil pengobatan AED Monoterapi AED diberikan kepada 100 pasien, terapi ganda terhadap 69 pasien, terapi tiga kombinasi 24 pasien, empat kombinasi AEDs terhadap 4 pasien, dan lima kombinasi AED terhadap 3 pasien. Ada 21 tipe kombinasi dua obat dan 17 tipe kombinasi tiga obat. Jumlah rata-rata AED / orang adalah 1,7 ±0,9, dengan 30% pada usia tua dan 38,5% pada terapi kombinasi AED baru Monoterapi AED yang paling sering diberikan adalah clobazam pada 37% pasien dan oxcarbazepine pada 20% pasien. Penggunaan clobazam juga maksimal (63%) dalam rejimen polytherapy. Jumlah Pasien kejang parsial yang diberikan karbamazepin secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien kejang umum (28,4% banding 10,7%; P = 0,003), sedangkan penggunaan sodium valproate dan lamotrigin secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan epilepsi umum (P =0,004 dan 0,048).

8 Frekuensi kejang secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan politherapi daripada pasien yang diberikan monother- apy (P =0,0001 dan 0,003) Rata-rata jumlah ADRs adalah 2,6% yang melibatkan sistem saraf pusat diikuti oleh sistem pencernaan dan kulit. Ada 12 ADR yang serius - hipersensitivitas, kelainan hematologis, gangguan psikotik dan kehilangan memori komplex – dengan demikian penghentian obat sangat diperlukan.

9 3. Kualitas Hidup (QOL) Skor keseluruhan dengan QOLIE-10 adalah 17,4 -100, dengan rata-rata 74,9 ±20,6. Sebagian besar memiliki nilai QOLIE optimal (450) atau tinggi (470), yang menunjukkan QOL yang lebih baik. 4. Hubungan antara Skor QOLIE-10 dan Karakteristik Klinis Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel demografis dan skor QOLIE-10 secara keseluruhan. Skor rata-rata QOLIE -10 secara signifikan lebih tinggi pada pasien tidak kejang daripada pasien dengan kejang (P = 0,002). Analisis varians menunjukkan hubungan yang signifikan antara skor QOL dan durasi waktu pada pasien yang tidak kejang (tidak seizure free vs >2 tahun vs <2 tahun; P ¼ 0,006). Tes post hoc menunjukkan skor QOLIE-10 yang jauh lebih tinggi pada pasien yang bebas kejang selama lebih dari 2 tahun dibandingkan mereka yang tidak bebas kejang (P = 0,006). Frekwensi kejang dan skor Engel secara signifikan terkait dengan skor QOLIE-10 (P o 0,0001). Pada tes post hoc, pasien dengan skor Engel lebih dari 6 memiliki skor yang jauh lebih rendah daripada skor Engel 5 sampai 6 (P ¼ 0,019) dan kurang dari 5 (P ¼ 0,0001). Pasien dengan monoterapi memiliki skor QOLIE yang jauh lebih tinggi daripada pada polytherapy (P ¼ 0,012), tanpa perbedaan yang signifikan antara pasien dengan AED lama dan baru. Tren terhadap skor QOLIE-10 yang lebih rendah terlihat di antara pasien dengan terapi kombinasi dan secara statistik tidak signifikan.


Download ppt "ENDANG SULISTYARINI GULTOM OBAT ANTIEPILEPSI DAN KUALITAS HIDUP PENDERITA EPILEPSI : STUDI DI RUMAH SAKIT RAWATAN TERSIER."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google