Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

HUKUM PIDANA DAN PERKEMBANGAN SOSIAL Kelompok I : Rahmat Sahputra &Furqansyah.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "HUKUM PIDANA DAN PERKEMBANGAN SOSIAL Kelompok I : Rahmat Sahputra &Furqansyah."— Transcript presentasi:

1 HUKUM PIDANA DAN PERKEMBANGAN SOSIAL Kelompok I : Rahmat Sahputra &Furqansyah

2 A.Hubungan Hukum Pidana Dengan Perkembangan Sosial Perubahan sosial, pembangunan, dan modernisasi saling berkaitan erat satu sama lain. Dikatakan demikian, karena pembangunan dan modernisasi yang dijalankan oleh suatu bangsa membawa serta perubahan sosial. Pembangunan dan modernisasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk membawa masyarakat kepada perubahan yang direncanakan. Dengan perkembangan sosial modern itu pula muncul perbuatan-perbuatan melawan hukum yang sifatnya ringan namun sangat membahayakan bagi masyarakat umum (public welfare offences). Kejahatan dalam bentuk ini kadang-kadang tidak disertai dengan niat jahat sebagaimana halnya kejahatan-kejahatan lain seperti pembunuhan, penganiayaan, dan lain sebagainya. Kejahatan ini juga kadangkala hanya berupa pelanggaran peraturan yang berdampak pada membahayakan masyarakat (regulatory offences). Misalnya yang berkaitan dengan minuman keras, penggunaan obat-obat terlarang, pencemaran lingkungan, perlindungan konsumen, dan sebagainya. Untuk mengatasi perkembangan kejahatan yang semakin kompleks tsb, nampaknya hukum pidana klasik yg menganut asas kesalahan sudah tdk mampu lagi. Oleh karena itu, dlm hukum pidana modern diperlukan suatu reformasi mengenai sistem pertanggungjawabn pidana yang dianut selama ini. Hal ini merupakan perkembangan di dalam model/sistem pertanggungjawabn pidana yg kesemuanya dlm kerangka menggulangi kejahatan yg semakin kompleks dlm penegakan hukumnya.

3 B. Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi I. Kriminalisasi  Joko Prakoso mengutip pendapat Sudarto mengatakan bahwa kriminalisasi adalah proses penetapan suatu perbuatan orang sebagai perbuatan yang dapat dipidana. Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-undang dimana perbuatan itu diancam dengan suatu sanksi berupa pidana.  Muladi dan Barda Nawawie Arief juga mengatakan bahwa sebagai suatu kebijakan kriminalisasi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan perbuatan apa yang akan dilarang karena membahayakan atau merugikan, dan sanksi apa yang akan dijatuhkan, maka sistem peradilan pidana dapat diartikan sebagai proses penegakan.  Hoefnagels sebagaimana dikutip oleh Yenti Garnasih mengatakan bahwa kriminalisasi adalah suatu perbuatan atau suatu hal menjadi suatu tindakan yang sebelumnya bukan merupakan suatu perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan yang dapat dipidana.  Pengertian Kriminalisasi dalam sosiologis adalah proses sosialisasi kriminalitas yang berjalan melalui interaksi social-budaya (Budhy Munawar Rachman : 199).  Kriminalisasi juga terkait dengan penambahan (peningkatan sanksi pidana terhadap tindak pidana yang sudah ada). Berdasarkan pengertian diatas, ruang lingkup kriminalisasi tidak hanya berkaitan dengan penentuan perbuatan yang semula bukan merupakan perbuatan yang dilarang, kemudian dilarang disertai ancaman sanksi tertentu, tetapi juga berkaitan dengan pemberatan sanksi pidana terhadap pidana yang sudah ada. (Mahrus Ali : 239-240).

4  Berikut ini merupakan contoh kriminalisasi : 1.Lahirnya UU penyalahgunaan narkotika (UU No. 9/1976), dimana berdasarkan UU ini penyalahgunaan narkotika merupkan perbuatan yang dapat dipidana. 2.Lahirnya ITE sebagai undang-undang terhadap pencegahan kejahatan di dunia maya. 3.Sebelum Tahun 1964 ada perbuatan membuat cek kososng dalam hal ini pengusaha yg dirugikan dan pengusaha mengadu ke pengadilan, utk mengatasinya, dibuat per-UU-an oleh negara, perbuatan membuat cek kosong dinamakan tindak pidana setelah tahun 1964( UU No.17/1964.  Menurut Prof. Soedarto ada 4 syarat yang harus diperhatikan didalam melakukan kriminalisasi : a.Tujuan kriminalisasi adalah menciptakan ketertiban masyarakat didalam rangka menciptakan Negara kesejahteraan (welfare state). b.Perbuatan yang dikriminalisasi harus perbuatan yang menimbulkan kerusakan meluas dan menimbulkan korban. c. Harus mempertimbangkan factor biaya dan hasil, berarti biaya yang dikeluarkan dan hasil yang diperoleh harus seimbang. d.Harus memperhatikan kemampuan aparat penegak hukum. Jangan sampai aparat penegak hukum melampaui bebannya atau melampaui batas.

5  Asas-Asas Kriminalisasi Asas adalah prinsip-prinsip atau dasar-dasar atau landasan pembuatan suatu peraturan, kebijakan dan keputusan mengenai aktivitas hidup manusia.Dalam konteks kriminalisai, asas diartikan sebagai konsepsi-konsepsi dasar, norma- norma etis, dan prinsip-prinsip hukum yang menuntun pembentukan hukum pidana melalui pembuatan peraturan perundang-undangan pidana. Ada tiga asas kriminalisai yang berlaku diperhatikan pembentuk undang-undang dalam menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana beserta ancaman sanksi pidananya, yakni : 1.Asas legalitas nullum delictum, nulla poena sie praevia lege poenali yang dikemukakan oleh Von Feurbach. Ungkapan itu mengandung pengertian bahwa “tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas perundang-undangan pidana yang sudah ada sebelum perbuatan itu dilakukan”. 2. Asas subsidiaritas Hukum Pidana harus ditempatkan sebagai ultimatum remedium (senjata pamungkas) dalam penanggulangan kejahatan yg menggunakan instrumen penal, bukan sebagai primum remedium (senjata utama). 3.Asas persamaan/ kesamaan Adalah kesederhanaan dan kejelasan. Kesederhanaan serta kejelasan itu akan menimbulkan ketertiban; Asas kesamaan lebih merupakan suatu keinginan diadakannya sistem hukum pidana yang lebih jelas dan sederhana; asas kesamaan tidaklah hanya suatu dorongan bagi hukum pidana yang bersifat adil, tetapi juga untuk hukuman pidana yang tepat.

6 II. Dekriminalisasi  Dekriminalisasi mengandung arti suatu proses penghapusan sama sekali sifat dapat dipidananya suatu perbuatan yang semula merupakan tindak pidana dan juga penghapusan sanksinya berupa pidana. Dalam proses dekriminalisasi tidak hanya kualifikasi pidana saja yang dahapuskan, tetapi juga sifat melawan hukum atau melanggar hukumnya, lebih dari itu penghapusan sanksi negatif tidak diganti dengan reaksi sosial lain baik perdata maupun administrasi. Penelitian kriminologi dalam proses dekriminalisasi diperlukan untuk menentukan apakah perbuatan itu layak didekriminalisasikan dan bagaimana kemungkinannya di masa yang akan datang.  Contoh dekriminalisasi seperti tertera pada pasal 534 KUHP dalam pasal ini disebutkan barang siapa yang memperagakan alat kontrasepsi pencegah kehamilan dimuka umum diancam dengan hukuman penjara, dikerenakan khususnya di Indonesia dalam rangka pelaksanaan program KB dimana alat kontrasepsi itu dianjurkan untuk digunakan oleh BKKBN, dengan kondisi demikian maka pasal 534 KUHP itu sampai saat ini tidak memiliki daya paksa.

7  Suatu proses dekriminalisasi dapat terjadi karena beberapa sebab, seperti contoh berikut ini tidak bersifat limitatif : a.Suatu sanksi secara sosiologis merupakan persetujuan (sanksi positif) atau penolakan terhadap pola perilaku tertentu (sanksi negatif). Ada kemungkinan bahwa nilai-nilai masyarakat mengenai sanksi negatif tertentu terhadap perilaku mengalami perubahan, sehingga perilaku yang terkena sanksi-sanksi tersebut tidak lagi ditolak. b.Timbulnya keragu-raguan yang sangat kuat akan tujuan yang ingin dicapai dengan penetapan sanksi-sanksi negatif tertentu. c.Adanya keyakinan yang kuat, bahwa biaya sosial untuk menerapkan sanksi-sanksi negatif tertentu sangat besar. d.Sangat terbatasnya efektivitas dari sanksi-sanksi negative tertentu sehingga penerapannya akan menimbulkan kepudaran kewibawaan hukum. (Mahrus Ali : 245-246).

8 C.Penalisasi Dan Depenalisasi I. Penalisasi  Penal = pidana (dpt dipidana) perbuatan yg pd mulanya tdk bisa di hukum dan pd suatu waktu bisa menjadi di hukum oleh UU.  Umumnya penalisasi ini berkaitan erat dengan kriminalisasi, karena ketika kebijakan untuk menentukan bahwa suatu perbuatan tertentu dikategorikan sebagai perbuatan terlarang atau tindak pidana, langkah selanjutnya adalah menentukan ancaman sanksi pidana bagi perbuatan tersebut.  Norma pelarangan terkait dengan kebijakan kriminalisasi yang kemudian diikuti dengan penalisasi dengan ancaman pidana yang terendah sampai dengan yang terberat atau pidana mati.  Secara singkat dapat dikatakan bahwa pembahasan kriminalisasi meniscayakan pembahasan mengenai penalisasi, walaupun antara keduanya, tindak pidana dan sanksi pidana, merupakan dua topik yang berbeda dalam hukum pidana.  Contoh : Keadaan sebelum Tahun 1974 apabila terjadi perjudian maka yg hanya bisa dihukum adalah mereka yg menyediakan tempat berjudi itu yg dipidana dan org yg berjudi tdk bisa dipidana (pasal 303 (8) KHUP).

9 Depenalisasi  Pengertian Depenalisasi adalah sebagai suatu perbuatan yang semula diancam dengan pidana, ancaman pidana ini dihilangkan, tetapi masih dimungkinkan adanya tuntutan dengan cara lain, misalnya dengan melalui hukum perdata atau hukum administrasi.  Didalam proses depenalisasi terdapat suatu kecenderungan untuk menyerahkan perbuatan tercela atau anti sosial itu kepada reaksi sosial saja atau kepada kelembagaan tindakan medis dan lain sebagainya.  Perbuatan yang termasuk kenakalan remaja ditanggulangi di luar proses peradilan pidana. Demikian pula perbuatan zina dan abortus provokatus dengan pertimbangan sosial ekonomis menjadi perbuatan yang tidak kriminal dengan proses depenalisasi.


Download ppt "HUKUM PIDANA DAN PERKEMBANGAN SOSIAL Kelompok I : Rahmat Sahputra &Furqansyah."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google