Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ANASIR HADIS.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ANASIR HADIS."— Transcript presentasi:

1 ANASIR HADIS

2 [Sanad, Rawi dan Matan]

3

4 Hadis pada hakikatnya terdiri dari dua unsur pokok: Sanad dan Matan
Hadis pada hakikatnya terdiri dari dua unsur pokok: Sanad dan Matan. Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting, karena hadis yang diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad, suatu periwayatan hadis dapat diketahui mana yang dapat diterima (maqbul) atau ditolak (mardud); dan mana hadis yang sahih atau tidak, untuk dijadikan dasar/argumentasi/dalil hukum dan diamalkan isi/pemahaman matan hadisnya. Sanad merupakan jalan untuk menetapkan hukum-hukum Islam.  

5

6 PENGERTIAN SANAD DAN MATAN HADIS

7 Sanad dari segi bahasa artinya (sandaran, tempat bersandar, yang menjadi sandaran). Sedangkan menurut istilah ahli hadis, sanad yaitu:

8

9 (Jalan yang menyampaikan kepada matan hadis). Contoh :

10

11 "Dikhabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari Nafi, yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang dibeli oleh sebagian yang lainnya." (Al-Hadis)

12

13 Dalam hadis tersebut yang dinamakan sanad adalah:

14

15 (Dikhabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari nafi yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda:...)

16

17 Nama-nama orang yang ada dalam rangkaian sanad tersebut adalah Rawi/Periwayat. Adapun matan dari segi bahasa artinya membelah, mengeluarkan, mengikat. Sedangkan menurut istilah ahli hadis, matan yaitu:

18

19 (perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya) .

20

21 " Dari Muhammad yang diterima dari Abu Salamah yang diterimanya dari Abu Hurairah. bahwa Rasulullah SAW bersabda; "Seandainya tidak memberatkan terhadap umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak (menggosok gigi) setiap akan melakukan salat. " (Al-Hadis)

22

23 Yang disebut matan dalam hadis tersebut yaitu:

24 لو لا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة

25

26

27 KEDUDUKAN SANAD DAN MATAN HADIS

28 Para ahli hadis sangat hati-hati dalam menerima suatu hadis kecuali apabila mengenal dari siapa mereka menerima setelah benar-benar dapat dipercaya. Pada umumnya riwayat dari golongan sahabat tidak disyaratkan apa-apa untuk diterima periwayatannya. Akan tetapi mereka pun sangat hati-hati dalam menerima hadis .

29 Pada masa Abu bakar r. a. dan Umar r. a
Pada masa Abu bakar r.a. dan Umar r.a. periwayatan hadis ’diawasi’ secara hati-hati dan tidak akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya oleh orang lain. Ali bin Abu Thalib tidak menerima hadis sebelum yang meriwayatkannya disumpah terlebih dahulu bahwa apa yang disampaikannya itu adalah benar-benar hadis Nabi Saw.

30 Meminta seorang saksi kepada perawi, bukanlah merupakan keharusan dan hanya merupakan jalan untuk menguatkan hati dalam menerima yang berisikan itu. Jika dirasa tak perlu meminta saksi atau sumpah para perawi, mereka pun menerima periwayatannya.

31 Adapun meminta seseorang saksi atau menyeluruh perawi untuk bersumpah untuk membenarkan riwayatnya, tidak dipandang sebagai suatu undang-undang umum diterima atau tidaknya periwayatan hadis. Yang diperlukan dalam menerima hadis adalah adanya kepercayaan penuh kepada perawi. Jika sewaktu-waktu ragu tentang riwayatnya, maka perlu didatangkan saksi/keterangan.

32 Ada beberapa hadis dan atsar yang menerangkan keutamaan sanad, di antaranya yaitu: Diriwayatkan oleh muslim dari Ibnu Sirin, bahwa beliau berkata:

33

34 "Ilmu ini (hadis ini), idlah agama, karena itu telitilah orang-orang yang kamu mengambil agamamu dari mereka,"

35

36 Abdullah lbnu Mubarak berkata:

37

38 "Menerangkan sanad hadis, termasuk tugas agama Andaikata tidak diperlukan sanad, tentu siapa saja dapat mengatakan apa yang dikehendakinya. Antara kami dengan mereka, ialah sanad. Perumpamaan orang yang mencari hukum-hukum agamanya, tanpa memerlukan sanad, adalah seperti orang yang menaiki loteng tanpa tangga."

39

40 Asy-Syafii berkata.

41

42 "Perumpamaan orang yang mencari (menerima) hadis tanpa sanad, sama dengan orang yang mengumpulkan kayu api di malam hari. "

43

44 Perhatian terhadap sanad di masa sahabat yaitu dengan menghapal sanad-sanad itu dan mereka mempuyai daya ingat yang luar biasa. Dengan adanya perhatian mereka maka terpelihara sunnah Rasul dari tangan-tangan ahli bid'ah dan para pendusta. Karenanya pula imam- imam hadis berusaha pergi dan melawat ke berbagai kota untuk memperoleh sanad yang terdekat dengan Rasul yang dilakukan sanad 'aali

45 Ibn Hazm mengatakan bahwa nukilan orang kepercayaan dari Orang yang dipercaya hingga sampai kepada Nabi SAW. dengan bersambung-sambung perawi-perawinya adalah suatu keistimewaan dari Allah khususnya kepada orang-orang Islam. Memperhatikan sanad riwayat adalah suatu keistimewaan dari ketentuan-ketentuan umat Islam.

46

47 SKEMA SANAD HADIS

48 Skema sanad hadis sebenarnya ditujukan untuk lebih memudahkan dalam mengenali dan mengetahui mata rantai / transmisi periwayatan hadis. Melalui skema ini juga bisa diketahui jalur periwayatan mana yang mengalami cacat dan tidak dalam sanad hadisnya, yakni dengan cara memperbandingkan berbagai jalur periwayatan hadis yang ada. Contoh skema sanad hadis sebagaimana terlampir dalam file tersendiri.[]

49 KLASIFIKASI KITAB-KITAB HADIS
.Klasifikasi Berdasarkan Kuantitas Hadis

50 Musnad Ahmad ibn Hanbal, didalamnya terdapat 40
.Musnad Ahmad ibn Hanbal, didalamnya terdapat hadits, kurang lebih diantaranya dengan diulang-ulang. Tambahan dari puteranya Abdullah ibn Ahmad sekitar hadis sera beberapa tambahan dari Ahmad ibn Ja’far al-Qathiliy.

51 .Shahih Muslim;

52 Sebagaimana yang dikatakan oleh penulis Shahih Muslim bahwa didalamnya memuat hadis termasuk yang diulang.

53 Jika tanpa pengulangan sebanyak 4
Jika tanpa pengulangan sebanyak hadis seperti yang dikatakan Ibnu Shalah dari Abu Quraisy.

54 Sedangkan menurut perhitungan M. Fuad ‘Abd al-Baqi kitab ini memuat 3
Sedangkan menurut perhitungan M. Fuad ‘Abd al-Baqi kitab ini memuat hadis.

55 Ajjaj al-Khatib mengatakan 3.030 hadis tanpa pengulangan.

56 .Shahih Bukhari,

57 menurut Ibnu al-Shalah dalam muqaddimahnya, memuat 7
menurut Ibnu al-Shalah dalam muqaddimahnya, memuat hadis termasuk yang diulang.

58 Jika tanpa mengulang sebanyak 4000 hadis.

59 Sedangkan menurut Ibnu Hajar dalam muqaddimah Fathu al-Bari, jumlah hadis Bukhari diperinci sebagai berikut:

60 .Seluruh hadis yang mausul tanpa mengulang sebanyak 2.602.

61 .Jumlah matan hadis yang mu’allaq tetapi marfu’ yang tidak disambung pada tempat lain sebanyak 159.

62 .Jumlah semua hadis termasuk yang diulang sebanyak 7.397.

63 .Jumlah hadis mu’allaq sebanyak 1341 hadis.

64 .Jumlah hadis mutabi’ sebanyak 344.

65 .Jumlah seluruhnya termasuk yang diulang sebanyak 9.082 hadis.

66 .Sunan al-Nasa’i,

67 Menurut Ajjaj al-Khatib memuat 5.761 hadis.

68 Dalam versi lain Sunan al-Nasa’i berisi 4.939 hadis.

69 .Sunan Abu Dawud;

70 sebagaimana yang telah disebutkan Imam Abu Dawud dalam tulisan beliau hadisnya berjumlah dari hadis yang disaring.

71 Namun sebagian ulama ada yang menghitungnya sebanyak 5
Namun sebagian ulama ada yang menghitungnya sebanyak hadis, sebagaimana yang dikatakan Imam Muhyiddin Abdul Hamid.

72 .Sunan Ibnu Majah, berjumlah 4.000 hadis.

73 .Sunan al-Tirmidzi, berjumlah 3.956 hadis.

74 .Al-Muwaththa’ karya Imam Malik dapat diperinci sebagai berikut;

75 Abu Bakar al-Abhari menyatakan dalam kitab Imam Malik memuat 1726 hadis.

76 Shuhudi Ismail menyebutkan ada 1.804 hadis.

77 A.J. Wensinck menyatakan ada 1.612 hadis.

78 Al-Harasi mengatakan ada 700 hadis.

79 Ibnu Hazm menyatakan ada 500 hadis lebih.

80 Ibnu Habbab yang dikutip oleh Abu Bakar al-‘Arabi dalam Syarah al-Tirmidzi, menyatakan dalam kitab beliau ada 500 hadis.

81 .Ad-darimi. Hasil karyanya yang terkenal adalah Sunan Ad-Darimi yang mengandung 39 buah hadis mursal dan 240 hadis maqthu’.

82 Al-Mustadrok ‘Ala Al-Shohihain karangan Imam Al-Hakim An-Nasaiburi yang memuat 8690 hadis.

83

84 .Klasifikasi Berdasarkan Kualitas Hadis

85 .Shahih Bukhari

86 Sebagian ulama’ ada yang mengatakan bahwa Shahih Bukhari adalah sebagai rujukan umat Islam setelah Al-Qur’an. Kitab ini diterima baik oleh umat Islam. Belum ada kitab hadis yang mendapat perhatian besar selain kitab ini. Para ulama mensyarahkan semua hadis dalam kitab Shahih Bukhari, mengistimbat hukum darinya, meneliti para rawinya.

87 Penilaian yang positif dan termasuk dalam tingkat tinggi ditujukan kepada kitab beliau, seperti Imam Nawawi, Ibnu Shalah, Ibnu Kasir dan Ibnu al-Subki. Secara umum karya Imam Bukhari ini adalah kitab yang paling Shahih diantara kitab-kitab hadis yang ada, karena ada yang berpendapat bahwa kitab ini seluruhnya shahih.

88 Imam Nasa’i mengatakan bahwa tidak ada kitab hadis yang paling baik selain karya Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari. Yang dimaksud “baik” adalah “shahih”. Imam Daraqutni mengatakan bahwa jika tidak ada Imam Bukhari, niscaya tidak ada Imam Muslim.

89 .Shahih Muslim

90 Dikatakan bahwa kitab ini adalah termasuk dua kitab yang paling shahih setelah al-Qur’an. Shahih Muslim berada satu tingkat dibawah Bukhari. Hal ini berdasarkan pendapat Imam Daraqutni diatas. Dalam mencatat hadis shahih, beliau tidak hanya mengikuti kriterianya sendiri, namun beliau memberikan karyanya kepada ulama lain untuk mengoreksinya, sehingga kriteria shahih dapat diterima seluruh ulama lain. Sedangkan yang menjadi sebab tingkatan Imam Muslim lebih rendah dari imam Bukhori,karena dalam penentuan keshohihan hadisnya Bukhori mengharuskan antara guru dan murid terjadi pertemuan, sedangkan Imam Muslim tidak mengharuskan itu.

91 .Sunan Abu Dawud

92 Dalam Sunan Abu Dawud, tidak hanya memuat hadis sahih saja seperti Bukhari dan Muslim, tetapi juga memuat hadis hasan dan dla’if dengan diberi penjelasan mengenai kelemahan hadis tersebut.

93 Komentar pujian para ulama ditujukan terhadap karya beliau, sebagaimana yang dikatakan Ibnu al-‘Arabi bahwa apabila seseorang sudah memiliki kitabullah dan kitab Sunan Abu Dawud, maka ia tidak memerlukan kitab lain.

94 Imam al-Ghazali berkata: “Sunan Abu Dawud sudah cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadis hukum”. Dan masih banyak pujian yang diberikan terhadap karya beliau. Alasan kenapa kedudukan sunan Abu Dawud lebih rendah dibanding dengan Sunan Bukhori dan Muslim,karena dalam kitad sunan abu dawud selain memuat hadis shohih juga memuat hadis hasan dan dloif,namun ini hanya sedikit saja.

95 .Sunan al-Tirmidzi

96 Imam Tirmidzi tidak hanya memuat hadis shahih, tetapi ada juga hadis hasan, dla’if bahkan ada yang mungkar. Diantara pujian yang menyangkut karya beliau dilontarkan oleh Ibnu al-Atsir dalam muqaddimah Jami’ al-Ushul.

97 Sebagian ulama’ melakukan kritik terhadap beberapa hadis beliau dan menilai maudlu’. Namun hadis-hadis tersebut adalah hal yang berkaitan dengan Fadla’ilu al-A’mal. Hal inilah yang menyebabkan kedudukan Tirmidzi lebih rendah dari Imam Abu Dawud.

98 .Sunan al-Nasa’i

99 Didalamnya memuat hadis shahih, hasan, ada pula yang mendekati keduanya, sebagaimana yang dikatakan beliau sendiri ketika ditanya oleh Amir al-Ramlah. Dengan demikian kitab ini juga memuat hadis dla’if.

100 Kitab ini sedikit dibawah Sunan Abu Dawud, karena Abu Dawud lebih terfokus hadis-hadis yang diperlukan fukaha’ dan lebih banyak perhatiannya dalam matan-matan hadis yang ada tambahannya.

101 .Sunan Ibnu Majah

102 Kitab Sunan Ibnu Majah, sangat kurang menarik perhatian ulama’
Kitab Sunan Ibnu Majah, sangat kurang menarik perhatian ulama’. Sedikit sekali komentar yang ditulis. Kitab ini masuk dalam deretan terakhir dalam kutubu al-sittah, karena lemahnya syarat standar penilaian hadis. Para periwayatnya banyak yang dinilai negatif oleh kritikus hadis, dla’if, matruk, dan pendusta.

103 .Al-Muwaththa’

104 Dalam al-Muwaththa’ terdapat hadis yang shahih, munqathi’, mursal, dan mu’dhal. Hal ini diakui oleh para ulama kritikus hadis, meskipun ada yang menilai semuanya shahih. Kitab beliau juga termasuk yang paling sedikit memuat hadis. Sehingga kitab ini tidak termasuk dalam kutubu al-sittah Menurut Sufyan Ibn Uyainah dan As-Suyuti mengatakan bahwa seluruh hadis yang diriwayatkan Imam Malik adalah shohih,alasannya karena diriwayatkan oleh orang-orang yang terpecaya..

105 .Musnad Ahmad Ibn Hanbal

106 Dilihat dari nilai hadis yang ada didalam kitab, menurut ulama’ derajat kitab ini dibawah kitab sunan. Kitab ini juga memuat hadis selain shahih, ada yang dlaif bahkan maudlu’. Oleh para ulama’ kitab ini tidak dimasukkan dalam kutubu al-sittah.

107 .Sunan Ad-Darimi

108 Kitab ini berisikan hadis-hadis marfu’,mauquf,dan maqthu’
Kitab ini berisikan hadis-hadis marfu’,mauquf,dan maqthu’. Adapun yang menonjol penambahannya pada atsar,masdud dan hadis maqthu’,Ia kemukakan di mukoddimah dalam Fadloil Al-Qur’an. Ini juga dapat dilihat dalam penilaian Ulama’hadis sebagai pengarang yang terkenal hafidz, teguh, tsiqoh, waro’ dan zuhud,seperti yang dikemukakan oleh Al-Habib.

109 .Al-Mustadrok Al-Hakim

110 Kitab al-Mustadrok memuat hadis shoheh dan tidak shoheh, pengklasifikasiannya didasarkan pada bersambung atau tidaknya sanad. Banyak kalangan ulama’ yang menilai bahwa Al-Hakim adalah seorang ahli hadis yang tsiqoh.

111

112 .Klasifikasi Berdasarkan Sistimatika dan Keragaman Materi hadis

113 .Shahih Bukhari

114 .Shahih Muslim

115 Diawali dengan muqoddimah dan diteruskan dengan bab-bab fiqhiyah
Diawali dengan muqoddimah dan diteruskan dengan bab-bab fiqhiyah. Secara garis besar urutannya adalah kitab iman, ibadah, muamalah, jihad, makanan dan minuman, pakaian, adab, dan keutamaan-keutamaan, diakhiri kitab Tafsir.

116 .Sunan Abu Dawud

117 .Sunan al-Tirmidzi

118 .Sunan al-Nasa’i

119 Kitab sunan Nasa’i dikualifikasikan menurut hukum Islam yang disusun dengan cara mengumpulkan sanad-sanad hadis di satu tempat. Kitab ini disusun dengan menggunakan sistematika sunan yaitu dengan membagi menjadi beberapa judul tertentu berdasarkan urutan fiqh yang terdiri dari 44 kitab dan tujuh juz diawali oleh muqaddimah.

120 .Sunan Ibnu Majah Sistematika dalam kitabnya dibagi dalam beberapa kitab (bab) atau dengan kata lain sistematika Fiqh, dengan urutan diawali Thaharah dan diakhiri Zuhud.

121 .Al-Muwaththa’

122 .Musnad Ahmad Ibn Hanbal
Kitab Ibn Hambal pada perkembangannya disusun berdasarkan susunan fiqh oleh Abdurrahman Ibn Muhammad al-Banna yang terkenal dengan as-Sa’aty dan dijadikan tujuh bagian. Kitab ini kemudian dinamakan al-Fath ar-Rabbany.

123 .Sunan Ad-Darimi

124 Sistematika penyusunan berdasarkan tata urutan dan sistematika kitab Fiqh yang terangkai dalam 24 kitab, ratusan bab, dengan diawali muqaddimah kemudian dilanjutkan bab Thaharah dan ditutup Fadhoil al-Qur’an.

125 .Al-Mustadrok Al-Hakim

126 عرض الحديث على القرآن

127 عرض السنة بعضها على بعض

128 . عرض الحديث على القرآن

129 . عرض روايات الحديث الواحد بعضها على بعض

130 . عرض السنة بعضها على بعض

131 . ركاكة لفظ الحديث وبعد معناه

132 . مخالفة الحديث للاصول الشرعية والقواعد المقررة

133 . اشتمال الحديث على امر منكر او مستحيل

134 Kualitas & Klasifikasi

135 Hadis Nabi Saw

136

137 Hadits yang dapat dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini kebenarannya. Untuk mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah banyak dan sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.  

138

139 A. DARI SEGI JUMLAH PERIWAYATNYA

140 Hadits ditinjau dari segi jumlah rawi atau banyak sedikitnya perawi yang menjadi sumber berita, maka dalam hal ini pada garis besarnya hadits dibagi menjadi dua macam, yakni hadits mutawatir dan hadits ahad.

141 1. Hadits Mutawatir

142 a. Ta'rif Hadits Mutawatir

143 Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain.

144 Sedangkan menurut istilah ialah:

145 "Suatu hasil hadis tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta."

146 ما رواه جمع تحل العادة تواطئهم على الكذب عن مثلهم من أول السند إلى منتهاه على أن يحتل هذا الجمع في أي طبقة من طبقات السند

147 Artinya: "Hadits mutawatir ialah suatu (hadits) yang diriwayatkan sejumlah rawi yang menurut adat mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, hal tersebut seimbang dari permulaan sanad hingga akhirnya, tidak terdapat kejanggalan jumlah pada setiap tingkatan."

148 Tidak dapat dikategorikan dalam hadits mutawatir, yaitu segala berita yang diriwayatkan dengan tidak bersandar pada pancaindera, seperti meriwayatkan tentang sifat-sifat manusia, baik yang terpuji maupun yang tercela, juga segala berita yang diriwayatkan oleh orang banyak, tetapi mereka berkumpul untuk bersepakat mengadakan berita-berita secara dusta.

149 Hadits yang dapat dijadikan pegangan dasar hukum suatu perbuatan haruslah diyakini kebenarannya. Karena kita tidak mendengar hadis itu langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka jalan penyampaian hadits itu atau orang-orang yang menyampaikan hadits itu harus dapat memberikan keyakinan tentang kebenaran hadits tersebut. Dalam sejarah para perawi diketahui bagaimana cara perawi menerima dan menyampaikan hadits. Ada yang melihat atau mendengar, ada pula yang dengan tidak melalui perantaraan pancaindera, misalnya dengan lafaz diberitakan dan sebagainya. Disamping itu, dapat diketahui pula banyak atau sedikitnya orang yang meriwayatkan hadits itu.

150 Apabila jumlah yang meriwayatkan demikian banyak yang secara mudah dapat diketahui bahwa sekian banyak perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, maka penyampaian itu adalah secara mutawatir.

151

152 b. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir

153 Suatu hadits dapat dikatakan mutawatir apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya tangkap) pancaindera. Artinya bahwa berita yang disampaikan itu benar-benar merupakan hasil pemikiran semata atau rangkuman dari peristiwa-peristiwa yang lain dan yang semacamnya, dalam arti tidak merupakan hasil tanggapan pancaindera (tidak didengar atau dilihat) sendiri oleh pemberitanya, maka tidak dapat disebut hadits mutawatir walaupun rawi yang memberikan itu mencapai jumlah yang banyak.

154 2. Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.

155 Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang
Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.

156 Ashabus Syafi'i menentukan minimal 5 orang
Ashabus Syafi'i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.

157 Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang
Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah 200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65).

158 Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang
Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan firman Allah:

159

160 "Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu)." (QS. Al-Anfal: 64).

161

162 3. Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat-syarat seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah berpendapat bahwa mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit.

163 Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahwa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar mengemukakan bahwa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits, kelakuan dan sifat-sifat perawi yang dapat memustahilkan hadits mutawatir itu banyak jumlahnya sebagaimana dikemukakan dalam kitab-kitab yang masyhur bahkan ada beberapa kitab yang khusus menghimpun hadits-hadits mutawatir, seperti Al-Azharu al-Mutanatsirah fi al-Akhabri al-Mutawatirah, susunan Imam As-Suyuti(911 H), Nadmu al-Mutasir Mina al-Haditsi al-Mutawatir, susunan Muhammad Abdullah bin Jafar Al-Khattani (1345 H).

164

165 c. Faedah Hadits Mutawatir

166 Hadits mutawatir memberikan faedah ilmu daruri, yakni keharusan untuk menerimanya secara bulat sesuatu yang diberitahukan mutawatir karena ia membawa keyakinan yang qath'i (pasti), dengan seyakin-yakinnya bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar menyabdakan atau mengerjakan sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir.

167 Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa penelitian terhadap rawi-rawi hadits mutawatir tentang keadilan dan kedlabitannya tidak diperlukan lagi, karena kuantitas/jumlah rawi-rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat dusta. Oleh karenanya wajiblah bagi setiap muslim menerima dan mengamalkan semua hadits mutawatir. Umat Islam telah sepakat tentang faedah hadits mutawatir seperti tersebut di atas dan bahkan orang yang mengingkari hasil ilmu daruri dari hadits mutawatir sama halnya dengan mengingkari hasil ilmu daruri yang berdasarkan musyahailat (penglibatan pancaindera).

168

169 d. Pembagian Hadits Mutawatir

170 Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi 3 (tiga) macam :

171 1. Hadits Mutawatir Lafzi

172 Muhadditsin memberi pengertian Hadits Mutawatir Lafzi antara lain :

173 "Suatu (hadits) yang sama (mufakat) bunyi lafaz menurut para rawi dan demikian juga pada hukum dan maknanya."

174 Pengertian lain hadits mutawatir lafzi adalah :

175 "Suatu yang diriwayatkan dengan bunyi lafaznya oleh sejumlah rawi dari sejumlah rawi dari sejumlah rawi."

176 Contoh Hadits Mutawatir Lafzi :

177 "Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia bersedia menduduki tempat duduk di neraka."

178 Silsilah/urutan rawi hadits di atas ialah sebagai berikut :

179

180

181 Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diatas diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, kemudian Imam Nawawi dalam kita Minhaju al-Muhadditsin menyatakan bahwa hadits itu diterima 200 sahabat.

182

183 2. Hadits mutawatir maknawi

184 Hadits mutawatir maknawi adalah :

185

186 Artinya : "Hadis yang berlainan bunyi lafaz dan maknanya, tetapi dapat diambil dari kesimpulannya atau satu makna yang umum."

187

188 Artinya: "Hadis yang disepakati penulisannya atas maknanya tanpa menghiraukan perbedaan pada lafaz."

189

190 Jadi hadis mutawatir maknawi adalah hadis mutawatir yang para perawinya berbeda dalam menyusun redaksi hadis tersebut, namun terdapat persesuaian atau kesamaan dalam maknanya.

191

192 Contoh :

193

194 Artinya : "Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-doanya selain dalam doa salat istiqa' dan beliau mengangkat tangannya, sehingga nampak putih-putih kedua ketiaknya." (HR. Bukhari Muslim)

195

196 Hadis yang semakna dengan hadis tersebut di atas ada banyak, yaitu tidak kurang dari 30 buah dengan redaksi yang berbeda-beda. Antara lain hadis-hadis yang ditakhrijkan oleh Imam ahmad, Al-Hakim dan Abu Daud yang berbunyi :

197 Artinya :

198 "Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau."

199

200 3. Hadis Mutawatir Amali

201 Hadis Mutawatir Amali adalah :

202 Artinya : "Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari agama dan telah mutawatir di antara kaum muslimin bahwa Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya atau serupa dengan itu."

203

204 Contoh :

205 Kita melihat dimana saja bahwa salat Zuhur dilakukan dengan jumlah rakaat sebanyak 4 (empat) rakaat dan kita tahu bahwa hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan oleh Islam dan kita mempunyai sangkaan kuat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukannya atau memerintahkannya demikian.

206 Di samping pembagian hadis mutawatir sebagimana tersebut di atas, juga ulama yang membagi hadis mutawatir menjadi 2 (dua) macam saja. Mereka memasukkan hadis mutawatir amali ke dalam mutawatir maknawi. Oleh karenanya hadis mutawatir hanya dibagi menjadi mutawatir lafzi dan mutawatir maknawi.

207

208 2. Hadis Ahad

209 a. Pengertian hadis ahad

210 Menurut Istilah ahli hadis, tarif hadis ahad antara laian adalah:

211 Artinya: "Suatu hadis (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita hadis mutawatir; baik pemberita itu seorang. dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadis tersebut masuk ke dalam hadis mutawatir: "

212 Ada juga yang memberikan tarif sebagai berikut:

213

214 Artinya: "Suatu hadis yang padanya tidak terkumpul syara-syarat mutawatir."

215

216 b. Faedah hadis ahad

217 Para ulama sependapat bahwa hadis ahad tidak Qat'i, sebagaimana hadis mutawatir. Hadis ahad hanya memfaedahkan zan, oleh karena itu masih perlu diadakan penyelidikan sehingga dapat diketahui maqbul dan mardudnya. Dan kalau temyata telah diketahui bahwa, hadis tersebut tidak tertolak, dalam arti maqbul, maka mereka sepakat bahwa hadis tersebut wajib untuk diamalkan sebagaimana hadis mutawatir. Bahwa neraca yang harus kita pergunakan dalam berhujjah dengan suatu hadis, ialah memeriksa "Apakah hadis tersebut maqbul atau mardud". Kalau maqbul, boleh kita berhujjah dengannya. Kalau mardud, kita tidak dapat iktiqatkan dan tidak dapat pula kita mengamalkannya.

218 Kemudian apabila telah nyata bahwa hadis itu (sahih, atau hasan), hendaklah kita periksa apakah ada muaridnya yang berlawanan dengan maknanya. Jika terlepas dari perlawanan maka hadis itu kita sebut muhkam. Jika ada, kita kumpulkan antara keduanya, atau kita takwilkan salah satunya supaya tidak bertentangan lagi maknanya. Kalau tak mungkin dikumpulkan, tapi diketahui mana yang terkemudian, maka yang terdahulu kita tinggalkan, kita pandang mansukh, yang terkemudian kita ambil, kita pandang nasikh.

219 Jika kita tidak mengetahui sejarahnya, kita usahakan menarjihkan salah satunya. Kita ambil yang rajih, kita tinggalkan yang marjuh. Jika tak dapat ditarjihkan salah satunya, bertawaqquflah kita dahulu.

220 Walhasil, barulah dapat kita dapat berhujjah dengan suatu hadis, sesudah nyata sahih atau hasannya, baik ia muhkam, atau mukhtakif adalah jika dia tidak marjuh dan tidak mansukh.

221

222 B. DARI SEGI KUALITAS SANAD DAN MATAN HADIS

223 Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis bergantung kepada tiga hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Ketiga hal tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu hadis. Bila dua buah hadis menentukan keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang diriwayatkan oleh satu orang rawi; dan hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi. Jika dua buah hadis memiliki keadaan matan jumlah rawi (sanad) yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya, lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah tingkatannya, dan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi pendusta.

224 Artinya : "Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat kepada kami) pada waktu yang telah kami tentukan."

225 Pendapat lain membatasi jumlah mereka empat pulu orang, bahkan ada yang membatasi cukup dengan empat orang pertimbangan bahwa saksi zina itu ada empat orang.

226 Kata-kata (dari sejumlah rawi yng semisal dan seterusnya sampai akhir sanad) mengecualikan hadis ahad yang pada sebagian tingkatannya terkadang diriwayatkan oleh sejumlah rawi mutawatir.

227 Contoh hadis :

228

229 Artinya : "Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya."

230

231 Awal hadis tersebut adalah ahad, namun pada pertengahan sanadnya menjadi mutawatir. Maka hadis yang demikian bukan termsuk hadis mutawatir.

232 Kata-kata (dan sandaran mereka adalah pancaindera) seperti sikap dan perkataan beliau yang dapat dilihat atau didengar sabdanya. Misalnya para sahabat menyatakan; "kami melihat Nabi SAW berbuat begini". Dengan demikian mengecualikan masalah-masalah keyakinan yang disandarkan pada akal, seperti pernyataan tentang keesaan firman Allah dan mengecualikan pernyataan-pernyataan rasional murni, seperti pernyataan bahwa satu itu separuhnya dua. Hal ini dikarenakan bahwa yang menjadi pertimbangan adalah akal bukan berita.

233 Bila dua hadis memiliki rawi yang sama keadaan dan jumlahnya, maka hadis yang matannya seiring atau tidak bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran, lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang matannya buruk atau bertentangan dengan ayat-ayat Al-quran. Tingkatan{martabat) hadis ialah taraf kepastian atau taraf dugaan tentang benar atau palsunya hadis berasal dari Rasulullah.

234 Hadis yang tinggi tingkatannya berarti hadis yang tinggi taraf kepastiannya atau tinggi taraf dugaan tentang benarnya hadis itu berasal Rasulullah SAW. Hadis yang rendah tingkatannya berarti hadis yang rehdah taraf kepastiannya atau taraf dugaan tentang benarnya ia berasal dari Rasulullah SAW. Tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis menentukan tinggi rendahnya kedudukan hadis sebagai sumber hukum atau sumber Islam.

235 Para ulama membagi hadis ahad dalam tiga tingkatan, yaitu hadis sahih, hadis hasan, dan hadis daif. Pada umumnya para ulama tidak mengemukakan, jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan matan dalam menentukan pembagian hadis-hadis tersebut menjadi hadis sahih, hasan, dan daif.

236

237 1. Hadis Sahih

238 Hadis sahih menurut bahasa berarti hadis yng bersih dari cacat, hadis yng benar berasal dari Rasulullah SAW. Batasan hadis sahih, yang diberikan oleh ulama, antara lain :

239

240 Artinya : "Hadis sahih adalah hadis yng susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat (al-Quran), hdis mutawatir, atau ijimak serta para rawinya adil dan dabit."

241

242 Keterangan lebih luas mengenai hadis sahih diuraikan pada bab tersendiri.

243

244 2. Hadis Hasan

245 Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik
Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik. Menurut Imam Turmuzi hasis hasan adalah :

246

247 Artinya : "yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami adalah hadis yng sannadnya baik menurut kami, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan hadisnya, tidak janggal diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat. Hadis yang demikian kami sebut hadis hasan."

248

249 3. Hadis Daif

250 Hadis daif menurut bahasa berarti hadis yang lemah, yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah (keci atau rendah) tentang benarnya hadis itu berasal dari Rasulullah SAW.

251 Para ulama memberi batasan bagi hadis daif :

252

253 Artinya : "Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadis hasan."

254

255 Jadi hadis daif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadis sahih, melainkan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadis hasan. Pada hadis daif itu terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadis tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.

256

257 C. DARI SEGI KEDUDUKAN DALAM HUJJAH

258  Sebagaimana telah dijelaskan bahwa suatu hadis perlu dilakukan pemeriksaan, penyelidikan dan pemhahasan yang seksama khususnya hadis ahad, karena hadis tersebut tidak mencapai derajat mutawatir. Memang berbeda dengan hadis mutawatir yang memfaedahkan ilmu darury, yaitu suatu keharusan menerima secara bulat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, hadis ahad ahad ditinjau dari segi dapat diterima atau tidaknya terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu hadis maqbul dan hadis mardud.

259

260 a. Hadis Maqbul

261 Maqbul menurut bahasa berarti yang diambil, yang diterima, yang dibenarkan. Sedangkan menurut urf Muhaditsin hadis Maqbul ialah:

262 Artinya: "Hadis yang menunjuki suatu keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW menyabdakannya."

263

264 Jumhur ulama berpendapat bahwa hadis maqbul ini wajib diterima
Jumhur ulama berpendapat bahwa hadis maqbul ini wajib diterima. Sedangkan yang temasuk dalam kategori hadis maqbul adalah:

265 Hadis sahih, baik yang lizatihu maupun yang ligairihi.

266 Hadis hasan baik yang lizatihi maupun yang ligairihi.

267 Kedua macam hadis tersebut di atas adalah hadis-hadis maqbul yang wajib diterima, namun demikian para muhaddisin dan juga ulama yang lain sependapat bahwa tidak semua hadis yang maqbul itu harus diamalkan, mengingat dalam kenyataan terdapat hadis-hadis yang telah dihapuskan hukumnya disebabkan datangnya hukum atau ketentuan barn yangjugaditetapkan oleh hadis Rasulullah SAW.

268 Adapun hadis maqbul yang datang kemudian (yang menghapuskan)disebut dengan hadis nasikh, sedangkan yang datang terdahulu (yang dihapus) disebut dengan hadis mansukh. Disamping itu, terdapat pula hadis-hadis maqbul yang maknanya berlawanan antara satu dengan yang lainnya yang lebih rajih (lebih kuat periwayatannya). Dalam hal ini hadis yang kuat disebut dengan hadis rajih, sedangkan yang lemah disebut dengan hadis marjuh.

269 Apabila ditinjau dari segi kemakmurannya, maka hadis maqbul dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni hadis maqbulun bihi dan hadis gairu ma'mulin bihi.

270 1. Hadis maqmulun bihi

271 Hadis maqmulun bihi adalah hadis yang dapat diamalkan apabila yang termasuk hadis ini ialah: a. Hadis muhkam, yaitu hadis yang tidak mempunyai perlawanan b. Hadis mukhtalif, yaitu dua hadis yang pada lahimya saling berlawanan yang mungkin dikompromikan dengan mudah

272 c. Hadis nasih

273 d. Hadis rajih.

274

275 2. Hadis gairo makmulinbihi

276 Hadis gairu makmulinbihi ialah hadis maqbul yang tidak dapat diamalkan
Hadis gairu makmulinbihi ialah hadis maqbul yang tidak dapat diamalkan. Di antara hadis-hadis maqbul yang tidak dapat diamalkan ialah:

277 a. Hadis mutawaqaf, yaitu hadis muthalif yang tidak dapat dikompromikan, tidak dapat ditansihkan dan tidak pula dapat ditarjihkan

278 b. Hadis mansuh

279 c. Hadis marjuh.

280

281 B. Hadis Mardud

282 Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak diterima
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak diterima. Sedangkan menurut urf Muhaddisin, hadis mardud ialah :

283

284 Artinya: "Hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan."

285

286 Ada juga yang menarifkan hadis mardud adalah:

287

288 Artinya: "Hadis yang tidak terdapat di dalamnya sifat hadis Maqbun."

289

290 Sebagaimana telah diterangkan di atas bahwa jumhur ulama mewajibkan untuk menerima hadis-hadis maqbul, maka sebaliknya setiap hadis yang mardud tidak boleh diterima dan tidak boleh diamalkan (harus ditolak).

291 Jadi, hadis mardud adalah semua hadis yang telah dihukumi daif.

292

293 D. DARI SEGI PERKEMBANGAN SANADNYA

294 1. Hadis Muttasil

295 Hadis muttasil disebutjuga Hadis Mausul.

296

297 Artinya: "Hadis muttasil adalah hadis yang didengar oleh masing-masing rawinya dari rawi yang di atasnya sampai kepada ujung sanadnya, baik hadis marfu' maupun hadis mauquf."

298

299 Kata-kata "hadis yang didengar olehnya" mencakup pula hadis-hadis yang diriwayatkan melalui cara lain yang telah diakui, seperti Al-Arz, Al-Mukatabah, dan Al-Ijasah, Al-Sahihah. Dalam definisi di atas digunakan kata-kata "yang didengar" karena cara penerimaan demikian ialah cara periwayatan yang paling banyak ditempuh. Mereka menjelaskan, sehubungan dengan hadis Mu 'an 'an, bahwa para ulama Mutaakhirin menggunakan kata 'an dalam menyampaikan hadis yang diterima melalui Al-Ijasah dan yang demikian tidaklah menafikan hadis yang bersangkutan dari batas Hadis Muttasil.

300 Contoh Hadis Muttasil Marfu' adalah hadis yang diriwayatkan oleh Malik; dari Nafi' dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda:

301

302 Artinya: "Orang yang tidak mengerjakan shalat Asar seakan-akan menimpakan bencana kepada keluarga dan hartanya"

303

304 Contoh hadis mutasil maukuf adalah hadis yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi' bahwa ia mendengar Abdullah bin Umar berkata:

305

306 Artinya: "Barang siapa yang mengutangi orang lain maka tidak boleh menentukan syarat lain kecuali keharusan membayarnya."

307

308 Masing-masing hadis di atas adalah muttasil atau mausul, karena masing-masing rawinya mendengarnya dari periwayat di atasnya, dari awal sampai akhir.

309 Adapun hadis Maqtu yakni hadis yang disandarkan kepada tabi'in, bila sanadnya bersambung. Tidak diperselisihkan bahwa hadis maqtu termasuk jenis Hadis muttasil; tetapi jumhur mudaddisin berkata, "Hadis maqtu tidak dapat disebut hadis mausul atau muttasil secara mutlak, melainkan hendaknya disertai kata-kata yang membedakannya dengan Hadis mausul sebelumnya. Oleh karena itu, mestinya dikatakan "Hadis ini bersambung sampai kepada Sayid bin Al-Musayyab dan sebagainya ". Sebagian ulama membolehkan penyebutan hadis maqtu sebagai hadis mausul atau muttasil secara mutlak tanpa batasan, diikutkan kepada kedua hadis mausul di atas. Seakan-akan pendapat yang dikemukakan jumhur, yaitu hadis yang berpangkal pada tabi'in dinamai hadis maqtu. Secara etimologis hadis maqtu' adalah lawan Hadis mausul. Oleh karena itu, mereka membedakannya dengan menyadarkannya kepada tabi'in.

310

311 2. Hadis Munqati'

312 Kata Al-Inqita' (terputus) berasal dari kata Al-Qat (pemotongan) yang menurut bahasa berarti memisahkan sesuatu dari yang lain. Dan kata inqita' merupakan akibatnya, yakni terputus. Kata inqita' adalah lawan kata ittisal (bersambung) dan Al-Wasl. Yang dimaksud di sini adalah gugurnya sebagaian rawi pada rangkaian sanad. Para ulama berbeda pendapat dalam memahami istilah ini dengan perbedaan yang tajam. Menurut kami, hal ini dikarenakan berkembangnya pemakaian istilah tersebut dari masa ulama mutaqaddimin sampai masa ulama mutaakhirin.

313 Definisi Munqati' yang paling utama adalah definisi yang dikemukakan oleh Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, yakni:

314

315 Artinya: "Hadis Munqati adalah setiap hadis yang tidak bersambung sanadnya, baik yang disandarkan kepada Nabi SAW, maupun disandarkan kepada yang lain."

316

317 Hadis yang tidak bersambung sanadnya adalah hadis yang pada sanadnya gugur seorang atau beberapa orang rawi pada tingkatan (tabaqat) mana pun. Sehubungan dengan itu, penyusun Al-Manzhumah Al-Baiquniyyah mengatakan:

318

319 Artinya: Setiap hadis yang tidak bersambung sanadnya bagaimanapun keadannya adalah termasuk Hadis Munqati' (terputus) persambungannya."

320

321 Demikianlah para ulama Mutaqaddimin mengklasifikasikan hadis, An-Nawawi berkata, "Klasifikasi tersebut adalah sahih dan dipilih oleh para fuqaha, Al-Khatib, Ibnu Abdil Barr, dan Muhaddis lainnya". Dengan demikian, hadis munqati' merupakan suatu judul yang umum yangmencakup segala macam hadis yang terputus sanadnya.

322 Adapun ahli hadis Mutaakhirin menjadikan istilah tersebut sebagai berikut:

323

324 Artinya: "Hadis Munqati adalah hadis yang gugur salah seorang rawinya sebelum sahabat di satu tempat atau beberapa tempat, dengan catatan bahwa rawi yang gugur pada setiap tempat tidak lebih dari seorang dan tidak terjadi pada awal sanad."

325

326 Berhujjah Dengan Hadits Dla'if

327             Salah satu fenomena yang marak dilakukan adalah pengamalan hadits Dla’if secara serampangan tanpa pilah dan pilih terlebih dahulu, padahal implikasinya amat berbahaya sekali. Oleh karena itu, perlu kiranya diketahui kapan berhujjah dan mengamalkan hadits Dla’if itu dibenarkan dan apa pula persyaratannya? Untuk itu, disini kita akan membahas sedikit tentang hukum berhujjah dengannya dan persyaratannya. Berhujjah dengan hadits Dla’if dan mengamalkannya perlu ada perinciannya:

328

329

330 Salah satu manfaat dari takhrijul hadis adalah dapat memberikan informasi bahwa suatu hadis tertentu apakah berkualitas sahih, hasan, ataukah daif, bahkan mungkin bisa jadi maudhu’ setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya. 

331

332 Pengertian

333 Kata Takhij adalah bentuk masdar dari fi’il madi yang secara bahasa berarti mengeluakan sesuatu dari tempatnya. Adapun pengertian takhrij menurut ahli hadis memiliki tiga (3) macam pengertian, yaitu:

334

335 Manfaat Takhrij al-Hadis

336 Ada beberapa manfaat dari takhrijul hadis antara lain sebagai berikut:

337

338 Kitab-Kitab Yang Diperlukan dalam Melakukan Takhrij al-Hadis

339 Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij al-hadis
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij al-hadis. Adapun kitab-kitab tersebut antara lain:

340 1. Hidayatul bari ila tartibi ahadisil Bukhari

341

342 Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar AI-Misri At-Tahtawi
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar AI-Misri At-Tahtawi. Kitab ini disusun khusus untuk mencari hadis-hadis yang termuat dalam Sahih AI-Bukhari. Lafal-lafal hadis disusun menurut aturan urutan huruf abjad Arab. Namun hadis-hadis yang dikemukakan secara berulang dalam Sahih Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam kitab tersebut. Dengan demikian, perbedaan lafal dalam matan hadis riwayat Al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.

343

344 2. Mu’jam Al-Fazi wala Siyyama al-Garibu minha atau Fihris li Tartibi Ahadisi Sahihi Muslim

345

346 Kitab tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz ke-V dari Kitab Sahih Muslim yang disunting oleh Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini merupakan kamus terhadap Juz ke-I sampai IV yang berisi:

347 3.Miftahus Sahihain

348

349 Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa Al-Tauqiah
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa Al-Tauqiah. Kitab ini dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi hadis-hadis yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadis-hadis yang berupa sabda (qauliyah) saja. Hadis tersebut disusun menurut abjad dari awal lafal hadis lafal matan hadis.

350

351 4. AI-Bugyatu fi Tartibi Ahadasi al-Hilyah

352

353 Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin Al-Sayyid Muhammad bin Sayyid Siddiq AI-Qammari. Kitab hadis tersebut memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim AI-Asabuni (w. 430 H) yang berjudul: Hilyatul Auliyai wa Tabaqatul Asfiyai. Sejenis dengan kitab tersebut di atas adalah kitab;

354

355 5. Miftahut Tartibi li Ahadisi Tarikhil Khatib

356

357 yang disusun oleh Sayyid Ahmad bin Sayyid Muhammad bin Sayyid As-Siddiq AI-Qammari yang memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab sejarah yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahmad AI-Bagdadi yang dikenal dengan AI-Khatib Al-Bagdadi ( w. 463 H). Susunan kitabnya diberi judul Tarikhu Bagdadi yang terdiri atas 4 jilid.

358

359 6. Al-Jami’us Shagir

360

361 Kitab ini disusun oleh Imam Jalaludin Abdurrahman As-Suyuti (w. 91h)
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaludin Abdurrahman As-Suyuti (w.91h). Kitab kamus hadis tersebut memuat hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan hadis yang disusun oleh As-suyuti juga, yakni kitab Jam'ul Jawami’.

362

363 Hadis yang dimuat dalam kitab Jami’us Shagir disusun berdasarkan urutan abjad dari awal lafal matan hadis. Sebagian dari hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan ada pula yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun telah mengandung pengertian yang cukup.

364 Kitab hadis tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan nama-nama Mukharijnya (periwayat hadis yang menghimpun hadis dalam kitabnya). Selain itu, hampir setiap hadis yang dikutip dijelaskan kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujui oleh As-suyuti.

365

366 7. AI-Mu’jam al-Mufahras li Alfazil Hadis Nabawi

367

368 Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Di antara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses penyusunan ialah Dr. Arnold John Wensinck (w m), seorang profesor bahasa-bahasa Semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda.

369 Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal matan hadis. Berbagai lafal yang disajikan tidak dibatasi hanya lafal-lafal yang berada di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis. Dengan demikian, kitab Mu'jam mampu memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadis, asal saja sebagian dari lafal matan yang dicarinya itu telah diketahuinya.

370 Kitab Mu'jam ini terdiri dari tujuh Juz dan dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang terdapat dalam sembilan kitab hadis, yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmuzi, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majjah, Sunan Daromi, Muwatta Malik, dan Musnad Ahmad.

371

372

373 Cara Melakukan Takhrij al-Hadis

374 Secara garis besar menakhrij hadis (takhrijul hadis) dapat dibagi menjadi dua cara dengan menggunakan kitab-kitab sebagaimana telah disebutkan di atas. Adapun dua macam cara takhrijul hadis yaitu:

375

376 1. Menakhrij hadis telah diketahui awal matannya

377 Maka hadis tersebut dapat dicari atau ditelusuri dalam kitab-kitab kamus hadis dengan dicarikan huruf awal yang sesuai diurutkan dengan abjad.

378 Contohnya hadis Nabi:

379

380 Untuk mengetahui lafal lengkap dari penggalan matan tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal matan yang memuat penggalan matan yang dimaksud. Ternyata halaman yang ditunjuk memuat penggalan lafal tersebut adalah halaman Berarti, lafal yang dicari berada pada halaman 2014 juz IV. Setelah diperiksa, maka diketahuilah bahwa bunyi lengkap matan hadis yang dicari adalah:

381

382 Artinya: "(Hadis) riwayat Abu Hurairah bahwa Rasullulah bersabda, "(Ukuran) orang yang kuat (perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang disebut sebagai orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya tatkala dia marah."

383

384 Apabila hadis tersebut dikutip dalam karya tulis ilmiah, maka sesudah lafal matan dan nama sahabat periwayat hadis yang bersangkutan ditulis, nama Imam Muslim disertakan. Biasanya kalimat yang dipakai adalah

385

386 Nama sahabat periwayat hadis dalam contoh di atas adalah Abu Hurairah, dapat pula ditulis sesudah nama Muslim dan tidak ditulis di awal matan. kalimat yang dipakai berbunyi :

387

388 Dalam kitab Sahih Muslim dicantumkan dicatatan kaki sebagaimana lazimnya.

389 Kamus yang disusun oleh Muhamad Fuad Abdul Baqi tersebut tidak mengemukakan lafal hadis Nabi yang dalam bentuk selain sabda. bahkan hadis yang berupa sabda pun tidak disebutkan seluruhnya. Contoh:

390

391 Lafal hadis tersebut tidak termuat dalam kamus, padahal Sahih Muslim memuatnya dalam juz III halaman 1359, nomor urut hadis Hadis yang dimuat dalam kamus adalah hadis yang semakna yang terdapat dalam juz dan halaman yang sama dengan nomor urut hadis 1733, lafalnya berbunyi:

392

393

394 2. Menakhrij hadis dengan berdasarkan topik permasalahan (takhrijul hadis bit Mundu'i)

395 Upaya mencari hadis terkadang tidak didasarkan pada lafal matan (materi) hadis, tetapi didasarkan pada topik masalah. Pencarian matan hadis berdasarkan topik masalah sangat menolong pengkaji hadis yang ingin memahami petunjuk-petunjuk hadis dalam segala konteksnya.

396 Pencarian matan hadis berdasarkan topik masalah tertentu itu dapat ditempuh dengan cara membaca berbagai kitab himpunan kutipan hadis, namun berbagai kitab itu biasanya tidak menunjukkan teks hadis menurut para periwayatnya masing-masing. Padahal untuk memahami topik tertentu tentang petunjuk hadis, diperlukan pengkajian terhadap teks-teks hadis menurut periwayatnya masing-masing. Dengan bantuan kamus hadis tertentu, pengkajian teks dan konteks hadis menurut riwayat dari berbagai periwayat akan mudah dilakukan. Salah satu kamus hadis itu ialah:

397

398 (Untuk empat belas kitab hadis dan kitab tarikh Nabi).

399

400 Kitab tersebut merupakan kamus hadis yang disusun berdasarkan topik masalah. Pengarang asli kamus hadis tersebut adalah Dr. A.J. Wensinck (Wafat 1939 M), seorang orientalis yang besar jasanya dalam dunia perkamusan hadis. Sebagaimana telah dibahas dalam uraian terdahulu, Dr. A.J. Wensinck adalah juga penyusun utama kitab kamus hadis:

401

402 Bahasa asli dari kitab Miftah Kunuzis-Sunnah adalah bahasa Inggris dengan judul a Handbook of Early Muhammadan. Kamus hadis yang berbahasa Inggris tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sebagaimana tercantum di atas oleh Muhamad Fuad Abdul-Baqi. Muhamad Fuad tidak hanya menerjemahkan saja, tetapi juga mengoreksi berbagai data yang salah. Naskah yang berbahasa Inggris diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1927 dan terjemahannya pada tahun 1934.

403 Dalam kamus hadis tersebut dikemukakan berbagai topik, baik
Dalam kamus hadis tersebut dikemukakan berbagai topik, baik. yang berkenaan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan petunjuk Nabi maupun yang berkenaan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan nama. Untuk setiap topik biasanya disertakan beberapa subtopik, dan untuk setiap subtopik dikemukakan data hadis dan kitab yang menjelaskannya.

404 Kitab-kitab yang menjadi rujukan kamus tidak hanya kitab-kitab hadis saja, tetapi juga kitab-kitab sejarah (tarikh) Nabi. Jumlah kitab rujukan itu ada empat belas kitab, yakni:

405

406 Dalam kamus, nama dan beberapa hal yang berhubungan dengan kitab-kitab tersebut dikemukakan dalam bentuk lambang. Contoh berbagai lambang yang dipakai dalam kamus hadis Miftah Kunuzis-Sunnah, yaitu:

407 = juz pertama (awal) = bab = sahih al-bukhari = Sunan Abi Daud = Sunan At-Turmuzi = Juz ketiga

408 = juz kedua = Juz = Hadis = Musnad Ahmad = juz kelima = juz keempat = Musnad Zaid bin Ali = juz keenam = halaman (Sathah) = Musnad Abi Daud At-Thayalisi = Tabaqat Ibni Saad = Bagian Kitab (Qismul-kitab) = Konfirmasikan data yang sebelumnya dengan data yang sesudahnya = Magazi AI-Waqidi = Kitab (dalam arti bagian) = Muwatta' Malik = Sunan Ibni Majah = Sahih Muslim = Hadis terulang beberapa kali = Sunan Ad-Darimi = Sunan An-Nasai = Sirah Ibni Hisyam

409

410 Angka kecil yang berada di sebelah kiri bagian atas dari angka Yang umum = hadis yang bersangkutan termuat sebanyak angka kecil itu pada halaman atau bab yang angkanya disertai dengan angka kecil tersebut.

411 Setiap halaman kamus terbagi dalam tiga kolom
Setiap halaman kamus terbagi dalam tiga kolom. Setiap kolom memuat topik; Setiap topik biasanya mengandung beberapa subtopik; dan pada setiap subtopik dikemukakan data kitab yang memuat hadis yang bersangkutan. Cara penggunaannya seperti berbagai hadis yang dicari adalah yang memberi petunjuk tentang pemenuhan nazar: Dengan demikian, topik Yang dicari dalam kamus adalah topik tentang nazar.

412 Dalam kamus (Miftah Kunuzis-Sunnah) terbitan Lahore (pakistan), topik nazar termuat di halaman 497, kolom ketiga. Topik tersebut mengandung empat belas subtopik. Subtopik Yang dicari berada pada urutan kedua belas, di halaman 498, kolom ketiga. Data Yang tercantum dalam subtopik tersebut adalah sebagai berikut :

413

414

415 Dengan memahami kembali maksud lambang-lambang yang telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa maksud data di atas ialah:

416 Setelah data diperoleh, maka hadis yang dicari, yakni dalam hal ini hadis yang membahas pemenuhan nazar diperiksa pada kelima kitab hadis di atas. Judul-judul kitab (dalam arti bagian) yang ditunjuk dalam data di atas dapat diperiksa pada daftar nama kitab (dalam arti bagian) yang termuat pada Bab IV tulisan ini untuk masing-masing kitab hadis yang bersangkutan.

417 Apabila yang dicari, misalnya berbagai hadis Nabi tentang tata cara salat malam yang dilakukan Nabi pada bulan Ramadan, maka topik yang dicari dalam kamus adalah topik Ramadan. Topik tersebut ada di halaman 211, kolom ketiga. Subtopik untuk Ramadan ada dua puluh satu macam. Subtopik yang dicari berada pada urutan subtopik keenam dan terletak di halaman 212, kolom kedua (tengah). Data yang dikemukakan adalah :

418

419 Dengan memeriksa lambing-lambang yang telah dikemukanan dalam pembahasan terlebih dahulu, maka data tersebut dapat dipahami maksudnya. Sesudah itu lalu diperiksa hadis-hadis yang termuat dalam keenam kitab hadis tersebut, yakni dalam Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan At-Turmuzi, Sunan Abu Daud, Sunan An-Nasai dan Musnad Ahmad.

420 Sekiranya topik yang dikaji berkaitan dengan nama orang, misalnya Abu Jahal, maka nama tersebut ditelusuri dalam kamus. Nama Abu Jahal ternyata terletak di halaman l5 kolom kedua, subtopiknya ada empat macam. Data untuk subtopik yang pertama, misalnya berbunyi sebagai berikut

421

422 (Keburukan tingkah laku Abu Jahal terhadap Nabi SAW.

423

424 Dengan demikian untuk mengetahui keburukan tingkah laku AbuJahal kepada Nabi Muhamad, dapat diperiksa hadis-hadis yang termuat dalam:

425 Berhujjah Dengan Hadits Dla'if

426             Salah satu fenomena yang marak dilakukan adalah pengamalan hadits Dla’if secara serampangan tanpa pilah dan pilih terlebih dahulu, padahal implikasinya amat berbahaya sekali. Oleh karena itu, perlu kiranya diketahui kapan berhujjah dan mengamalkan hadits Dla’if itu dibenarkan dan apa pula persyaratannya? Untuk itu, disini kita akan membahas sedikit tentang hukum berhujjah dengannya dan persyaratannya. Berhujjah dengan hadits Dla’if dan mengamalkannya perlu ada perinciannya:

427

428


Download ppt "ANASIR HADIS."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google