Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS Amir Lukum, MSA.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS Amir Lukum, MSA."— Transcript presentasi:

1 DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS Amir Lukum, MSA

2 Belanja Pemerintah Pusat Belanja Pemerintah Pusat JENIS BELANJA NEGARA DALAM APBN Belanja Pegawai Belanja Pegawai Belanja Untuk Daerah Belanja Untuk Daerah Belanja Barang Belanja Barang Belanja Modal Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang Pembayaran Bunga Utang Subsidi Subsidi Belanja Hibah Belanja Hibah Bantuan Sosial Bantuan Sosial Belanja Lainnya Belanja Lainnya Dana Perimbangan Dana Perimbangan Dana Otonomi Khusus Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian Dana Penyesuaian APBDAPBD APBNAPBN A P B N

3 Pemerintah Desentralisasi Dekonsentrasi Tugas Pembantuan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dana Perimbangan Pendapatan Lainnya Pengeluaran Surplus/Defisit Pembiayaan Kebijakan Fiskal Nasional APBD Dana Bagi Hasil (Revenue Sharing) DAU / General Allocation Fund (DBH) DAK / Specific Allocation Fund (DBH) APBN Penggunaan SILPA Dana Cadangan Daerah Dari penjualan aset2 daerah Pinjaman Daerah Implementasi Otoritas otoritas Sumber Pendanaan

4 Sentralisasi vs Desentralisasi Aspek Perencanaan: Dominannya pemerintah pusat Aspek Pelaksanaan: harus tunduk pada juklak/ Juknis dari pemerintah pusat Aspek Pengawasan: banyaknya institusi Pengawasan  sering tumpang tindih Masalah UU 32/2004 UU 25/1999 UU 23/2014 UU 33/2004 OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI FISKAL Pengalihan Kewenangan Penataan Dan Perimbangan Keuangan Daerah revisi mengatur diikuti

5 Pengertian dan Konsep Desentralisasi Desentralisasi: alat mencapai tujuan bernegara dalam rangka memberikan pelayanan umum yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis Desentralisasi: penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI ASPEK KEBIJAKAN DESENTRALISASI POLITIK ADMINISTRATIF FISKAL EKONOMI MONEY FOLLOWS FUNCTION

6 Tujuan Kebijakan Desentralisasi Hilangnya kesenjangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Terciptanya demokratisasi Meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat Terciptanya efek penyebaran/ perembesan antar daerah (interjurisdictional spillover effect) VERTIKAL HORIZONTAL

7 Belanja Pemerintah Pusat Belanja Pemerintah Pusat ALUR APBN KE DAERAH (MONEY FOLLOWS FUNCTION) ALUR APBN KE DAERAH (MONEY FOLLOWS FUNCTION) 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal 4. Pembayaran Bunga Utang 5. Subsidi 6. Belanja Hibah 7. Bantuan Sosial 8. Belanja Lain-lain Belanja Untuk Daerah Belanja Pusat di Pusat Belanja Pusat di Pusat Belanja Pusat di Daerah Belanja Pusat di Daerah 6 Urusan Mutlak Di luar 6 Urusan Kanwil di Daerah Dikerjakan sendiri Melalui UPT Dilimpahkan ke Gubernur Ditugaskan ke Gub/Bupati/ Walikota APBNAPBN PUSATPUSATDAERAHDAERAH Dana Dekonsentrasi Dana Tugas Pembantuan APBD Hibah Dana Darurat 1. Dana Perimbangan 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus 2. Dana Otonomi Khusus 3. Dana Penyesuaian 3. Dana Penyesuaian Dana Desentralisasi Dana Sektoral di Daerah

8 DAK DAK DBH DBH DAU DAU 1. DANA PERIMBANGAN 1. DANA PERIMBANGAN 2. DANA OTONOMI KHUSUS 3. DANA PENYESUAIAN BELANJA UNTUK DAERAH Pajak Pajak SDA SDA PPh WPOPDN dan PPh Ps 21 Pajak Bumi dan Bangunan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Pertambangan Minyak Bumi Pertambangan Gas Bumi Pertambangan Umum Kehutanan Perikanan Dana Reboisasi *) Dana Reboisasi *) Non Dana Reboisasi Non Dana Reboisasi Pertambangan Panas Bumi *) DAK Dana Reboisasi (DR) mulai TA 2006 masuk sebagai Dana Bagi Hasil Kehutanan

9 Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi Dana Bagi Hasil

10  Dana Bagi Hasil Pajak  Dana Bagi Hasil SDA

11 Diagram Bagi Hasil Pajak Sumber: UU no.33 tahun 2004

12 DANA BAGI HASIL PAJAK adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan :  Pajak Penghasilan (PPh) WPOPDN dan PPh Pasal 21  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),

13 Dasar Hukum DBH Pajak : Dasar Hukum DBH Pajak : Undang-undang Nomor Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor Nomor 17 Tahun 2000. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

14 Penerimaan negara dari PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagi dengan rincian sebagai berikut : Bagian Pemerintah Daerah sebesar 20% dibagi dengan rincian sebagai berikut : a. 8% untuk provinsi yang bersangkutan b.12% untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan. Bagian Kabupaten/ kota sebesar 12% dibagi lagi dengan rincian sebagai berikut: a.8,4% untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar. b.3,6% untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar

15 DBH PBB PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB DIBAGI RATA SELURUH KAB/KOTA (65%) DIBAGI SEBAGAI INSENTIF PADA KAB/KOTA (35%) DAERAH PROVINSI (16,2%) KAB/KOTA BERSANGKUTAN (64,8%) BIAYA PUNGUT (9%) HASIL PENERIMAAN PBB PEMERINTAH DAERAH (90%) PEMERINTAH PUSAT (10%)

16 Penyaluran DBH Pajak DBH Pajak disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

17 DBH BPHTB PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB Hasil Penerimaan BPHTB Pemerintah Pusat (20%) Pemerintah Daerah (80%) Daerah Propinsi (16%) Daerah Kabupaten/Kota (64%)

18 Penetapan Alokasi DBH Pajak Alokasi DBH Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Alokasi DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 untuk masing-masing daerah terdiri atas: a. Alokasi Sementara yang ditetapkan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan berdasarkan atas rencana penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 ; dan b. Alokasi Definitif yang ditetapkan paling lambat pada bulan pertama triwulan keempat tahun anggaran berjalan didasarkan atas prognosa realisasi penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21. Alokasi DBH PBB dan DBH BPHTB, ditetapkan:  berdasarkan rencana penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran bersangkutan; dan  paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan.

19 Penyaluran DBH Pajak PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21  Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dilaksanakan berdasarkan prognosa realisasi penerimaan PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 tahun anggaran berjalan. Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dilaksanakan secara triwulanan, dengan perincian sebagai berikut:  penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga masing-masing sebesar 20% (dua puluh persen) dari alokasi sementara  penyaluran triwulan keempat didasarkan pada selisih antara Pembagian Definitif dengan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga. Dalam hal terjadi kelebihan penyaluran karena penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga yang didasarkan atas pembagian sementara lebih besar daripada pembagian definitif maka kelebihan dimaksud diperhitungkan dalam penyaluran tahun anggaran berikutnya.

20 Penyaluran DBH Pajak PBB dan BPHTB Penyaluran DBH PBB dan BPHTB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran berjalan. Penyaluran DBH PBB dan BPHTB dilaksanakan secara mingguan. Penyaluran PBB dan BPHTB bagian Pemerintah pusat sebesar 6,5% yang dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan. Penyaluran PBB bagian Pemerintah sebagai insentif sebesar 3,5% dilaksanakan dalam bulan Nopember tahun anggaran berjalan.

21 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam :  Kehutanan  Pertambangan Umum  Perikanan  Pertambangan Minyak dan Gas Bumi  Pertambangan Panas Bumi

22 DBH SDA Kehutanan Penerimaan Negara dari SDA Kehutanan yang dibagi hasilkan kepada Pemerintah Daerah adalah : a.Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH) b. Provisi Sumber Daya Hutan; (PSDH) c. Dana Reboisasi; Penerimaan Negara dari IIUPH dan PSDH dalam bentuk dana bagi hasil yang dialokasikan kepada Pemerintah Daerah sebesar 80%, sedangkan bagian pemerintah Pusat sebesar 20 %. Dana Reboisasi dialokasikan kepada kabupaten/kota penghasil sebesar 40% untuk mendanai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

23 DBH SDA Pertambangan Umum Penerimaan Negara dari SDA Pertambangan Umum yang dibagi hasilkan kepada Pemerintah Daerah adalah: a. Iuran Tetap (Landrent); b. Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi (royalty); Penerimaan Negara dari Iuran Tetap (Landrent) dan Iuran Eksplorasi/Eksploitasi (Royalti) dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada Pemerintah Daerah sebesar 80% dan kepada pemerintah Pusat sebesar 20%.

24 DBH SDA Perikanan Penerimaan Negara dari SDA Perikanan yang dibagi hasilkan kepada Pemerintah daerah meliputi : a.Pungutan Pengusahaan Perikanan; b. Pungutan Hasil Perikanan ; Penerimaan Negara dari Pungutan Perikanan dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada Pemerintah Daerah sebesar 80% dan kepada pemerintah Pusat sebesar 20%. Bagian Daerah sebesar 80% dialokasikan secara merata kepada Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.

25 DBH SDA Pertambangan Minyak Bumi Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada Pemerintah Daerah sebesar 15,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya serta bagian pemerintah Pusat sebesar 84,5%.  DBH SDA Pertambangan minyak bumi sebesar 15% dialokasikan dengan perhitungan: a. Bagian Propinsi yang bersangkutan sebesar 3% b. Bagian Kabupaten/Kota Penghasil sebesar 6% C. Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan sebesar 6%  DBH SDA Pertambangan minyak bumi sebesar 0,5% dialokasikan dengan perhitungan: a. Bagian Propinsi yang bersangkutan sebesar 0,1% b. Bagian Kabupaten/Kota Penghasil sebesar 0,2% C. Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan sebesar 0,2%

26 DBH SDA Pertambangan Gas Bumi Penerimaan Negara dari pertambangan gas bumi dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada Pemerintah Daerah sebesar 30,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya serta bagian pemerintah Pusat sebesar 69,5%.  DBH SDA Pertambangan gas bumi sebesar 30% dialokasikan dengan perhitungan: a. Bagian Propinsi yang bersangkutan sebesar 6% b. Bagian Kabupaten/Kota Penghasil sebesar 12% C. Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan sebesar 12%  DBH SDA Pertambangan gas bumi sebesar 0,5% dialokasikan dengan perhitungan: a. Bagian Propinsi yang bersangkutan sebesar 0,1% b. Bagian Kabupaten/Kota Penghasil sebesar 0,2% C. Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan sebesar 0,2%

27 DBH SDA Pertambangan Panas Bumi Penerimaan Negara dari SDA Pertambangan Panas Bumi yang dibagi hasilkan kepada Pemerintah Daerah adalah a.Setoran Bagian Pemerintah; atau b. Iuran Tetap dan Iuran Produksi; Penerimaan Negara SDA Pertambangan Panas Bumi dari Setoran Bagian Pemerintah atau Iuran Tetap dan Iuran Produksi dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada Pemerintah Daerah sebesar 80% dan kepada pemerintah Pusat sebesar 20%.

28 Diagram 2. Bagi Hasil Sumber Daya Alam (BHSDA) Sumber: UU no.33 tahun 2004

29 Penetapan Alokasi DBH SDA Alokasi DBH SDA ditetapkan oleh Menteri Keuangan Perkiraan Alokasi DBH SDA untuk masing-masing provinsi, kabupaten dan kota dihitung berdasarkan rencana penerimaan negara bukan pajak dari masing-masing jenis sumber penerimaan

30 Tahap Penetapan DBH SDA Menteri teknis menetapkan daerah penghasil dan dasar penghitungan DBH Sumber Daya Alam paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri dan disampaikan kepada Menteri Keuangan. Dalam hal sumber daya alam berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu daerah, Menteri Dalam Negeri menetapkan daerah penghasil sumber daya alam berdasarkan pertimbangan menteri teknis terkait paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis. Ketetapan Menteri Dalam Negeri sebagaimana disebutkan dalam butir 2 diatas menjadi dasar penghitungan DBH sumber daya alam oleh menteri teknis. Menteri Keuangan menetapkan perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam untuk masing-masing daerah paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya ketetapan dari menteri teknis. Perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk masing-masing Daerah ditetapkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima ketetapan dari menteri teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perkiraan bagian Pemerintah, dan perkiraan unsur-unsur pengurang lainnya.

31 Penyaluran DBH SDA Penyaluran DBH SDA dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan sumber daya alam tahun anggaran berjalan dan dilaksanakan secara triwulanan. Penyaluran DBH Sumber Daya Alam dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

32 Dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi Merupakan instrumen transfer yang bertujuan untuk meminimumkan ketimpangan fiskal antardaerah, sekaligus memeratakan kemampuan antardaerah (equalization grant). Tolok ukur keberhasilan alokasi DAU adalah tercapainya pemerataan total penerimaan daerah per kapita secara optimal. Penggunaan ditetapkan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah (block grant)

33 Formula DAU Diagram Skema Kebijakan Pemerintah tentang Dana Alokasi Umum

34 Formula DAU Diagram Skema Kebijakan Pemerintah tentang Alokasi DAU Provinsi

35 Formula DAU Diagram Skema Kebijakan Pemerintah tentang Alokasi DAU Kabupaten/Kota

36 Pagu DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25,5% dari Penerimaan Dalam Negeri (PDN) Neto (sampai Tahun 2007). dan mulai tahun 2008 ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN DAU dihitung berdasarkan formula dengan konsep Alokasi Dasar dan Celah Fiskal Konsep celah fiskal (fiscal gap), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal Lanjutan ……….DAU

37 Alokasi DAU per daerah ditetapkan oleh Presiden. Penyaluran DAU dilakukan oleh Menteri Keuangan setiap bulan sebesar 1/12 dari plafon DAU. Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan daerah untuk menjalankan fungsi pelayanan dasar publik, terutama: pelayanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Þ Ukuran (proxy): jumlah penduduk, luas wilayah, indeks pembangunan manusia, indeks kemahalan konstruksi, dan PDRB perkapita. Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Lanjutan ……….DAU

38 TAHAPAN AKADEMIS Tim Universitas merumuskan Formula DAU Berdasarkan rumusan yang ditetapkan dalam UU 33 Tahun 2004 TAHAPAN AKADEMIS Tim Universitas merumuskan Formula DAU Berdasarkan rumusan yang ditetapkan dalam UU 33 Tahun 2004 TAHAPAN ADMINISTRATIF Departemen Keuangan melakukan perhitungan DAU berdasarkan formula DAU hasil rekomendasi pihak akademis dan dengan memperhatikan pertimbangan DPOD. Rekonsiliasi data dasar DAU yang bersumber dari BPS, Depdagri, dan instansi terkait lainnya. TAHAPAN ADMINISTRATIF Departemen Keuangan melakukan perhitungan DAU berdasarkan formula DAU hasil rekomendasi pihak akademis dan dengan memperhatikan pertimbangan DPOD. Rekonsiliasi data dasar DAU yang bersumber dari BPS, Depdagri, dan instansi terkait lainnya. TAHAPAN POLITIS Pemerintah bersama dengan Panja Belanja Daerah-Panitia Anggaran DPR-RI membahas formula dan simulasi perhitungan DAU serta melakukan cross check data dasar yang bersumber dari BPS, Depdagri dan Instansi terkait lainnya. TAHAPAN POLITIS Pemerintah bersama dengan Panja Belanja Daerah-Panitia Anggaran DPR-RI membahas formula dan simulasi perhitungan DAU serta melakukan cross check data dasar yang bersumber dari BPS, Depdagri dan Instansi terkait lainnya. PENETAPAN ALOKASI DAU Hasil Kesepakatan dalam Panja Panitia Anggaran DPR-RI tentang penetapan alokasi DAU ditetapkan dalam Peraturan Presiden PENETAPAN ALOKASI DAU Hasil Kesepakatan dalam Panja Panitia Anggaran DPR-RI tentang penetapan alokasi DAU ditetapkan dalam Peraturan Presiden

39 Dimana: DAU:Dana Alokasi Umum AD (Alokasi Dasar): Gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah CF (Celah Fiskal):Kebutuhan Fiskal (KbF) – Kapasitas Fiskal (KpF) DAU = AD + CF

40 Data yang digunakan dalam penghitungan DAU diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Apabila data sebagaimana tersebut di atas tidak tersedia, maka penghitungan DAU akan menggunakan data penghitungan DAU tahun sebelumnya. DATA PENGHITUNGAN DAU

41 Kebutuhan fiskal : Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Indeks Pembangunan Manusia, dan PDRB per Kapita VARIABEL DAU

42 Kapasitas Fiskal : Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil SDA, dan Dana Bagi Hasil Pajak. Lanjutan … Lanjutan …

43 Penghitungan Alokasi Dasar Penghitungan kebutuhan Alokasi Dasar menggunakan : realisasi gaji pegawai negeri sipil daerah bersumber dari laporan masing-masing daerah saat mengajukan SPP DAU ke KPPN, Ditjen Perbendaharaan, Departemen Keuangan telah direkonsiliasi dengan : Data realisasi jumlah pegawai dan gaji PNSD yang diterima dari Daerah yang dikompilasi oleh Ditjen BAKD Depdagri; Data pegawai daerah per Desember tahun lalu ditambah realisasi formasi tahun lalu dan diangkat pada tahun sekarang dari Badan Kepegawaian Negara. Data Kebutuhan Gaji Pegawai yang digunakan dalam perhitungan DAU tahun sekarang.

44 Jumlah Penduduk Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap. Data jumlah penduduk untuk perhitungan DAU merupakan hasil rekonsiliasi antara BPS dengan Ditjen Minduk, Depdagri Basis Jumlah penduduk menggunakan data proyeksi yang berbasiskan pada data Sensus Penduduk. Kebutuhan Fiskal Daerah

45 PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB perkapita (PDRB/cap) merupakan hasil pembagian antara total PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Data PDRB yang digunakan dalam perhitungan DAU tahun sekarang berdasarkan PDRB harga berlaku tahun kemarin yang bersumber dari BPS PDRB/Cap

46 Data IPM tahun kemarin yang bersumber dari BPS IPM merupakan indeks yang menggambarkan tingkat mutu manusia. Nilai indeks tertinggi berdasarkan standar internasional adalah 100. Semakin tinggi IPM daerah, maka semakin kecil kebutuhan yang diperlukan untuk meningkatkan nilai mutu manusia di daerah tersebut. Oleh karena itu, maka dalam penghitungan kebutuhan fiskal daerah digunakan metode pembalikan ( inverse ) dengan menghitung selisih antara IPM daerah dengan nilai IPM standar pencapaian tertinggi. Rumusan metode invers IPM yang digunakan sbb : Invers IPM Daerah i = 100 – IPM Daerah i Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

47 Data bersumber dari BPS Data IKK telah dimutakhirkan ( update ) sesuai dengan konfirmasi ke daerah IKK yang digunakan adalah dengan basis 125 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)

48 Data yang digunakan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 18 Tahun 2005 Luas Wilayah yang diperhitungkan adalah luas wilayah daratan. Luas Wilayah

49 Total Belanja Rata-Rata (TBR) TBR merupakan total belanja APBD Perhitungan dari seluruh daerah dibagi dengan jumlah daerah yang ada (TBR daerah provinsi dipisahkan dengan TBR Kabupaten/Kota) Agar hasil perhitungan tidak terlalu bias, untuk daerah yang merupakan data outlier (pencilan) karena terlalu tinggi, seperti DKI Jakarta dikeluarkan dari perhitungan tersebut.

50 Dana Bagi Hasil (DBH)  Basis data yang digunakan dalam rekonsiliasi adalah data realisasi penerimaan dana bagi hasil pajak maupun dana bagi hasil sumber daya alam untuk masing-masing daerah tahun 2004.  Untuk daerah-daerah yang belum terdapat data realisasinya, yakni daerah yang baru terbentuk dan mendapatkan DAU tahun tersebut, digunakan data angka prognosa penerimaan dana bagi hasil tahun itu juga.  Khusus untuk Provinsi baru yang belum mempunyai data bagi hasil sendiri, maka data dana bagi hasilnya akan dihitung dengan pembagian/ split dari daerah induknya. Kapasitas Fiskal Daerah

51 KEBUTUHAN FISKAL (K b F) Keterangan : TBR:Total Belanja Rata-rata APBD; IP:Indeks Jumlah Penduduk; IW:Indeks Luas Wilayah; IKK:Indeks Kemahalan Konstruksi; IPM:Indeks Pembangunan Manusia; PRDB/cap:Indeks PDRB per kapita  :Bobot Indeks. Catatan: Bobot  1,  2,  3,  4, dan  5, ditentukan dengan mempergunakan pertimbangan pembobotan secara proporsional utk mencapai tingkat pemerataan fiskal antar daerah terbaik, dengan menggunakan indikator Coef of Variation dan Index Williamson K b F= TBR (  1 IP +  2 IW +  3 IKK +  4 IPM +  5 IPDRB)

52 Keterangan : PAD: Pendapatan Asli Daerah PAD: Pendapatan Asli Daerah PBB : Pajak Bumi dan Bangunan BPHTB: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan PPh: PPh Pasal 21 dan PPh WPODPN SDA: Sumber Daya Alam KAPASITAS FISKAL (K p F) KAPASITAS FISKAL (K p F) KpF= PAD + DBH SDA + DBH Pajak

53 DAU PROVINSI DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi Bobot DProp i = Celah Fiskal DProp i Total Celah Fiskal Sel Drh Prop Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi DAU DProp i = Bobot DProp i x DAU Prop

54 54 DAU KABUPATEN/KOTA DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kab/kota dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kab/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kab/kota Bobot daerah kab/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kab/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kab/kota DAU DKab/Kota i = Bobot DKab/Kota i x DAU Kab/Kota Bobot DKab/Kota i = Celah Fiskal DKab/Kota i Total Celah Fiskal Seluruh Daerah Kab/Kota

55 Kebutuhan fiskal dihitung berdasarkan perkalian antara Total Belanja Rata-rata dengan penjumlahan dari pembobotan indeks jumlah penduduk, indeks luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, invers indeks pembangunan manusia, dan invers Produk Domestik Regional Bruto per kapita Total Belanja Rata-rata X α 1 indeks jumlah penduduk+ α 2 indeks luas wilayah + α 3 indeks kemahalan konstruksi + α 4 indeks pembangunan manusia + α 5 indeks PDRB per kapita KbF = Total Belanja Rata-rata Belanja Pegawai + Belanja Non Pegawai + Belanja Modal = Jumlah provinsi atau kabupaten/kota Lanjutan...

56 *Daerah yang memiliki CF lebih besar nol (>0) akan menerima alokasi DAU sebesar AD ditambah CF. *Daerah yang memiliki nilai CF sama dengan nol akan menerima DAU sebesar AD. *Daerah yang memiliki nilai CF negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari AD, menerima DAU sebesar AD setelah dikurangi nilai CF. *Daerah yang memiliki nilai CF negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari AD tidak menerima DAU. Hasil Penghitungan Berdasarkan Formula

57 Dana Alokasi Umum (DAU) Daerah yang memiliki  celah fiskal = 0  menerima DAU sebesar alokasi dasar  celah fiskal < 0, dan nilai negatifnya < alokasi dasar  menerima DAU sebesar alokasi dasar – celah fiskal  celah fiskal /= alokasi dasar  tidak menerima DAU Penghitungan DAU berdasarkan UU No.33/2004

58 DAU = CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR DAERAH YANG KAPASITAS FICALNYA KECIL, NAMUN KEBUTUHAN FISCALNYA BESAR AKAN MEMPEROLEH ALOKASI DAU RELATIF BESAR. DAU = CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR CONTOH 1: KEBUTUHAN FISKAL = RP 150 MILIAR KAPASITAS FISKAL = RP 100 MILIAR ALOKASI DASAR = RP 50 MILIAR MAKA : CELAH FISKAL = KEBUTUHAN FISKAL – KAPASITAS FISKAL = RP 150 MILIAR – RP 100 MILIAR = RP 50 MILIAR DAU= CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR = RP 50 MILIAR + RP 50 MILIAR = RP 100 MILIAR

59 DAU = CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR ALOKASI DAU BAGI DAERAH YANG POTENSI FISKALNYA BESAR, TETAPI KEBUTUHAN FISCALNYA KECIL AKAN MEMPEROLEH ALOKASI DAU RELATIF KECIL DAU = CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR CONTOH 2: KEBUTUHAN FISKAL = RP 100 MILIAR KAPASITAS FISKAL = RP 125 MILIAR ALOKASI DASAR = RP 50 MILIAR MAKA : CELAH FISKAL = KEBUTUHAN FISKAL – KAPASITAS FISKAL = RP 100 MILIAR – RP 125 MILIAR = (RP 25 MILIAR) DAU = CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR = (25 MILIAR) + RP 50 MILIAR = RP 25 MILIAR

60 Alokasi DAU untuk masing-masing daerah ditetapkan tidak lebih kecil dari Tahun sebelumnya. Daerah provinsi yang memperoleh DAU lebih kecil dari DAU Tahun sebelumnya (hold harmless) dialokasikan Dana Penyesuaian Murni yang besarnya sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Dana Penyesuaian

61 Penetapan DAU Daerah Otonom Baru DAU untuk daerah otonom baru dialokasikan setelah undang-undang pembentukannya disahkan. Penghitungan DAU secara nasional untuk daerah otonom baru dilakukan setelah tersedianya data dalam rangka penghitungan alokasi DAU. Apabila data tidak tersedia, penghitungan alokasi DAU daerah otonom baru dilakukan menyatu dengan daerah induknya.

62 Dana Alokasi Khusus  Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.  Daerah tertentu adalah daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan. Dengan demikian tidak semua daerah mendapatkan alokasi DAK.

63 Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan dibawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar yang sudah merupakan urusan daerah. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di wilayah pesisir dan kepulauan, perbatasan darat dengan negara lain, tertinggal/terpencil, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan. ARAH KEBIJAKAN DAK

64 LINGKUP PEMANFAATAN DAK 1. Pendidikan 2. Kesehatan 3. Infrastruktur : Jalan Irigasi Air Bersih 4. Kelautan dan Perikanan 5. Pertanian 6. Prasarana Pemerintahan Daerah 7. Lingkungan Hidup

65 Pendidikan Penggunaan: Untuk menunjang pelaksanaan wajib belajar (wajar) 9 (sembilan) tahun bagi masyarakat Kegiatan: Diarahkan untuk membiayai rehabilitasi ruang kelas SD/SDLB dan MI/ Salafiah termasuk sekolah-sekolah setara SD yang berbasis keagamaan termasuk sarana mebeulairnya. PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK

66 Kesehatan  Penggunaan: Untuk dapat meningkatkan jangkauan, dan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Kabupaten/Kota terutama kelompok Kabupaten/Kota dengan derajat kesehatan masyarakat yang belum optimal.  Kegiatan, diarahkan untuk: Pembangunan baru/ rehabilitasi Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), Puskesmas Keliling (Pusling), dan Pondok Bersalin Desa (Polindes); Peningkatan fisik Puskesmas menjadi Puskesmas rawat inap, Pustu menjadi Puskesmas; Pembangunan baru/ Rehabilitasi rumah dinas dokter, perawat, dan bidan Puskesmas dan jaringannya; PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

67 Kesehatan………… (lanjutan) Pengadaan fisik dan rehabilitasi Pusling perairan, Puskesmas terapung, Pusling roda 4 beserta peralatannya ; Pengadaan kendaraan roda 2 untuk petugas Puskesmas; Pengadaan alat kesehatan dan meubelair Puskesmas, Pustu dan Polindes.

68 Infrastruktur  Penggunaan: untuk meningkatkan tingkat pelayanan transportasi dan aksesibilitas, meningkatkan tingkat pelayanan jaringan irigasi untuk mendukung Program Ketahanan Pangan, dan meningkatkan pelayanan air bersih yang dikelola masyarakat.  Kegiatan, diarahkan untuk: Prasarana jalan yaitu untuk kegiatan pemeliharaan periodik/ berkala prasarana jalan (termasuk jembatan) yang menghubungkan antar kecamatan dan desa/kelurahan; Prasarana irigasi yaitu untuk kegiatan pemeliharaan dan/atau rehabilitasi jaringan irigasi kabupaten/kota dan bangunan pelengkapnya untuk menunjang produksi pertanian; Prasarana air bersih yaitu untuk rehabilitasi, optimalisasi dan/atau pembangunan baru sistem prasarana air bersih bagi masyarakat pada desa/kelurahan rawan air bersih dan kekeringan Prasarana air bersih yaitu untuk rehabilitasi, optimalisasi dan/atau pembangunan baru sistem prasarana air bersih bagi masyarakat pada desa/kelurahan rawan air bersih dan kekeringan. PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

69 Kelautan & Perikanan  Penggunaan: Untuk meningkatkan prasarana dasar di bidang perikanan khususnya dalam menunjang pengembangan perikanan tangkap dan budidaya di Daerah.  Kegiatan, diarahkan untuk: Penyediaan/Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Pendaratan Ikan; Penyediaan/Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Perikanan Budidaya termasuk mendorong penyediaan benih; Penyediaan Sarana Perikanan Tangkap; Penyediaan Sarana dan Prasarana Pengolahan Hasil Perikanan. Penyediaan Sarana dan Prasarana pemberdayaan di pesisir dan pualu-pulau kecil. PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

70  Penggunaan : Untuk meningkatkan sarana/prasarana pertanian guna mendukung ketahanan pangan dan agribisnis.  Kegiatan, diarahkan untuk : Sarana dan Prasarana Kelembagaan Perbenihan/Pembibitan; Sarana dan Prasarana untuk Penangkar Benih/Pembibitan; Sarana dan Prasarana Penyuluhan Pertanian; Infrastuktur lahan sawah untuk peningkatan produksi dan produktivitas pertanian; Infrastruktur lahan kering untuk peningkatan produksi dan produktivitas. Pertanian PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

71  Penggunaan: Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagai akibat dari pemekaran daerah.  Kegiatan, diarahkan untuk pembangunan/perluasan gedung kantor pemerintahan daerah. Prasarana Pemerintah Daerah PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

72  Penggunaan: Untuk mendukung kegiatan pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan hidup.  Kegiatan, diarahkan untuk kegiatan : a. perlindungan sumber daya air; b. pencegahan pencemaran; c. pemulihan kualitas air. Lingkungan Hidup PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

73 KRITERIA PENGALOKASIAN DAK 1.Kriteria Umum Ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. Kriteria umum dihitung untuk melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan dalam rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi belanja pegawai. Daerah yang memiliki kemampuan keuangan dibawah rata-rata nasional mendapatkan alokasi DAK.

74 KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai Daerah Penerimaan Umum = PAD+DAU+DBH Belanja Pegawai Daerah = Gaji PNSD KRITERIA PENGALOKASIAN ……….. (lanjutan)

75 2.Kriteria Khusus  Ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yaitu otonomi khusus NAD dan Papua.  Karakteristik Wilayah : daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, dan daerah yang masuk kategori ketahanan pangan.  Hasil Kesepakatan Pemerintah dan DPR menambah karakteristik wilayah yaitu : daerah rawan banjir/longsor, daerah penampung dan penerima pengungsi, daerah penerima transmigrasi, daerah pasca konflik, daerah rawan pangan/kekeringan, dan daerah yang memiliki pulau terluar.

76 3.Kriteria Teknis Ditetapkan oleh kementerian negara/departemen teknis, yang dicerminkan dengan indikator-indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi sarana/prasarana pada masing-masing bidang/kegiatan yang akan didanai oleh DAK. KRITERIA PENGALOKASIAN ……….. (lanjutan)

77 Pendidikan : Jumlah ruang kelas setara SD yang mengalami kerusakan berat; Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Kesehatan : Human Poverty Index (Indeks kemiskinan masyarakat); Jumlah Puskesmas (Perawatan dan Non Perawatan), Puskesmas Pembantu (Pustu), Pondok Bersalin Desa (Polindes), Puskesmas Keliling (Perairan dan Roda Empat), Rumah Dinas Dokter dan Paramedis; Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Kriteria Teknis....(lanjutan)

78  Infrastruktur :  Infrastruktur jalan : Panjang Prasarana Jalan (km); Panjang Prasarana Jalan dalam Kondisi Mantap (km); Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).  Infrastruktur Irigasi : Luas Daerah Irigasi Keseluruhan (ha); Luas Daerah Irigasi fungsional (ha); Kondisi Kerusakan Irigasi (ha) Produksi Padi (ton) Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).  Infrastruktur Air Bersih Perdesaan : Jumlah desa (Desa); Jumlah Desa Rawan Air Bersih (Desa); Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

79 Kriteria Teknis....(lanjutan) Kelautan dan Perikanan : Perikanan Luas Baku Usaha Budidaya (ha); Produksi Perikanan Budidaya (ton); Jumlah Balai Benih Ikan (unit); Produksi Perikanan Tangkap (ton); Jumlah Pangkalan Pendaratan Ikan (unit); Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

80 Kriteria Teknis....(lanjutan) Pertanian : Jumlah Balai Perbenihan/Pembibitan (unit); Populasi Ternak (ekor); Luas Lahan Pertanian (ha); Jumlah Kantor Penyuluh Pertanian (unit); Jumlah Penyuluh (orang); Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Prasarana Pemerintahan Daerah : mempertimbangkan kebutuhan minimum prasarana gedung kantor untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagai dampak Pemekaran Daerah.

81 BESARAN ALOKASI Besaran alokasi DAK suatu Daerah ditentukan berdasarkan perhitungan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

82 Daerah (Kriteria Umum) Kemampuan Keuangan (IFN < 1) Layak Ya (Kriteria Khusus) Otonomi Khusus Tidak Layak Ya ID = (1/IFW) (ID < 1) Tidak Layak Layak YaTidak Bobot DAK = (BD + BT)/2 (Kriteria Teknis) Bobot Teknis (BT) = IT * IKK Tidak (Kriteria Khusus) Karakteristik Wilayah (IKW) Indeks Fiskal dan Wilayah (IFW) = f (IFN, IKW) Indeks Fiskal dan Wilayah (IFW) = f (IFN, IKW) BAGAN PENGALOKASIAN DANA ALOKASI KHUSUS * Daerah Bobot Daerah (BD) = IFW * IKK Alokasi

83 Perhitungan Indeks Fiskal Netto (IFN) Pengalokasian DAK Non DR diprioritaskan untuk daerah-daerah yang mempunyai kemampuan fiskal dibawah rata-rata, yaitu dengan IFN < 1. Rumus perhitungan Indeks Fiskal Netto adalah rasio fiskal netto daerah dengan fiskal netto seluruh daerah dikalikan dengan jumlah daerah. Rumus matematisnya adalah : Dimana i = daerah ke - 1, 2, …, N IFN i = Indeks Fiskal Netto Daerah i FN i = Fiskal Netto Daerah i N = Jumlah Daerah PFi,t-2 = Potensi Fiskal (PAD+DBH+DAU+Lain yg Sah) Daerah i, pada waktu t-2 BPi, t-2 = Belanja Pegawai Daerah i, pada waktu t-2

84 Perhitungan Indeks Karakteristik Wilayah (IKW) Bagi Daerah yang kemampuan fiskal riil-nya diatas rata-rata (IFN>1), maka perlu dilihat dulu karakteristik wilayahnya. Perhitungan Indeks Karakteristik Wilayah : N = Jumlah Daerah IKW i = Indeks Karakteristik Wilayah Daerah i X 1 – X 7 = Bobot Karakteristik Wilayah X1 = Daerah Perbatasan Darat; X2 = Daerah Pesisir dan Kepulauan; X3 = Daerah Pasca Kerusuhan; X4 = Daerah Rawan Banjir dan longsor; X5 = Daerah ketahanan pangan; X6 = Daerah Tertinggal dan Terpencil; X7 = Daerah yang menampung program transmigrasi. X i = 1, jika daerah i termasuk karakteristik wilayah yang dipertimbangkan. X i = 0, jika daerah i tidak termasuk karakteristik wilayah yang dipertimbangkan.

85 Perhitungan Indeks Fiskal dan Wilayah Penentuan Indeks Fiskal Wilayah : IFW i =Indeks Gabungan Fiskal Netto dan Karakteristik Wilayah daerah i IFN i =Indeks Fiskal Netto daerah i IKW i =Indeks Karakteristik Wilayah daerah i Perlakuan Invers pada IFN adalah untuk menyamakan arah pengaruh dengan IKW terhadap IFW. Karena IFN adalah filter pertama maka a1=a2; a1=0,5 dan a2=0,5 ditentukan berdasarkan simulasi yang terbaik. IFWi = a1 (IFNi) -1 + a2 (IKWi)

86 Perhitungan Indeks Daerah Penentuan Indeks Daerah : ID i = Indeks Daerah i Daerah yang layak berdasarkan Indeks Daerahnya adalah daerah yang kondisi fiskal netto dan karakteristik wilayahnya dikategorikan belum mampu menjamin kebutuhan dasar publik yaitu daerah yang mempunyai ID < 1 (ID dibawah rata-rata). ID i = (IFW i ) -1

87 PERHITUNGAN BOBOT DAK Bobot DAK Daerah i Bidang k : Bobot DAK ik = (BD i + BT ik )/2 BD i = IFW i * IKK i BT ik = IT ik * IKK i Keterangan :BDi =Bobot Daerah i yang mencirikan kemampuan fiskal dan karakteristik wilayah. BTik =Bobot Teknis Daerah i bidang k

88 RUMUS UMUM ALOKASI DAK DAK ik = (Bobot DAK) ik * Pagu DAK Bidang k  (Bobot DAK) ik DAK ik = Besaran Alokasi DAK Daerah i Bidang k

89 Perhitungan Indeks Teknis Pengumpulan dan Perhitungan Data Teknis Dilakukan Oleh Departemen Teknis Terkait. Hasil perhitungan Data Teknis dapat berupa Indeks Teknis (IT) atau Bobot Teknis (BT) dengan mempertimbangkan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) setiap daerah. PendidikanKesehatanJalanIrigasi Air BersihPerikananPertanian Lingkungan Hidup Praspem

90 IT i = Indikator Teknis Daerah i x N iJ Total Indikator Teknis Seluruh Daerah N iJ = Jumlah Seluruh Daerah Penerima BT i = IT i x IKK i BT i = Bobot Teknis Daerah I IKK i = Indeks Kemahalan Konstruksi Daerah i RUMUS UMUM PERHITUNGAN INDEKS DAN BOBOT TEKNIS

91 CONTOH PERHITUNGAN INDEKS DAN BOBOT TEKNIS DAK PERTANIAN Indeks  Balai Benih i =  Balai Benih i rerata  Balai Benih Indeks  Populasi Ternak Besar i =  Populasi Ternak Besar i rerata Populasi Ternak Besar Indeks Luas Lahan Pertanian i =  Luas Lahan Pertanian i rerata Luas Lahan Pertanian Indeks  Penyuluh i =  Penyuluh i rerata  Penyuluh Indeks  Kantor BPP i =  Kantor BPP i rerata  Kantor BPP i

92 CONTOH PERHITUNGAN INDEKS (LANJUTAN)………. Rata-rata Indeks = (Indeks  Balai Benih i + Indeks Populasi Ternak Besar i + Indeks Luas Lahan Pertanian i + Indeks  Penyuluh i + Indeks  Kantor BPP i ) : 5 BOBOT TEKNIS PERTANIAN i = IT i x IKK i

93 DANA PENDAMPING Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping dalam APBD sekurang- kurangnya 10 % (sepuluh persen) dari alokasi DAK.

94 Kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari DAK yaitu : Administrasi kegiatan; Penyiapan kegiatan fisik; Penelitian; Pelatihan; dan Perjalanan pegawai daerah.

95 Pemantauan dan Pengawasan Menteri Teknis melakukan pemantauan dari segi teknis terhadap penyelenggaraan kegiatan di daerah yang didanai dari DAK sesuai dengan kewenangan masing- masing. Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi pengelolaan keuangan DAK. Daerah melalui Tim Koordinasi melakukan evaluasi terhadap manfaat pelaksanaan DAK yang melibatkan pihak terkait setempat

96 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang digunakan untuk mendanai urusan daerah dialihkan secara bertahap menjadi DAK.

97 Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Bentuk hubungan masih didominasi oleh Pemerintah Pusat Pemerintah Pusat ikut campur tangan langsung atas penggunaannya. Hubungan bisa dikatakan sebagai “joint venture” antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

98 Dekonsentrasi Merupakan pelimpahan wewenang Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di Propinsi Penugasan Pemerintah Pusat yang dilimpahkan melalui dekonsentrasi antara lain:  Fasilitasi kerjasama dan penyelesaian perselisihan antar Daerah dalam wilayah kerjanya  Penciptaan dan Pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum  Pembinaan penyelenggaraan tugas-tugas umum Pemda Kab/Kota

99 Tugas Pembantuan Bentuk hubungan mirip dengan dekonsentrasi, hanya sasarannya adalah Pemerintah Daerah dan desa serta sifatnya bukan pelimpahan wewenang tapi penugasan Tugas pembantuan diamanatkan dalam PP 106/2000

100 Evaluasi 1.Jelaskan penerapan pengalokasian DAU! 2.Jelaskan tata cara penyaluran! 3.Jelaskan bagamana pelaporan dalam penggunaan DAU! 4.Berikan contoh perhitungan dalam pengalokasian DAU! 4.Jelaskan bentuk dana alokasi khusus! 5.Jelaskan bagaimana penggunaan dana alokasi khusus! 6.Jelaskan bagaimana penyaluran dana alokasi khusus! 7. Berikan contoh perhitungan dalam pengalokasian DAK!

101 TERIMA KASIH


Download ppt "DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS Amir Lukum, MSA."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google