Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

DINAMIKA REGULASI TENTANG DESENTRALISASI. LANDASAN FILOSOFIS Pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah bukan hanya karena amandemen Tetapi Konsekuensi.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "DINAMIKA REGULASI TENTANG DESENTRALISASI. LANDASAN FILOSOFIS Pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah bukan hanya karena amandemen Tetapi Konsekuensi."— Transcript presentasi:

1 DINAMIKA REGULASI TENTANG DESENTRALISASI

2 LANDASAN FILOSOFIS Pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah bukan hanya karena amandemen Tetapi Konsekuensi Sebagai Negara kesatuan Sri Soemantri, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara. Rajawali, Jakarta. 1981.

3 LANDASAN TEORI Pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat ke Pemerintahan Daerah terjadi karena:  Geoffry Duedly dan Jeremy Ricadson Four I yaitu : (ide-ide), interest (kepentingan-kepentingan), institutions (lembaga-lembaga) dan individu-individu (individu-individu) terjadi dalam Pemerintahan daerah di Indonesia,  Stefaan Walgrave Perubahan kebijakan merupakan bentuk agenda-setting terkait masalah perhatian politik Pemerintah

4 RUMUSAN MASALAH 1.Bagaimana Pengaturan Pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah sebelum dan setelah amandemen UUD 1945? 2.Bagaimana pola Pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah di Indonesia?

5 Pengaturan Pememerintahan Daerah dalam Konstitusi NKRI Sebelum Amandemen UUD 1945 Bab VI Pemerintahan Daerah Pasal 18 Pembagian Daerah atas Daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sidang Pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat Istimewa Setelah Amandemen UUD 1945 BAB VI Pemerintahan Daerah Pasal 18 1)Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. 2)Pemda provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

6 Lanjutan Pengaturan...(1) - 3)Pemda provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota- anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. 4)Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis

7 Lanjutan Pengaturan...(2) -5)Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas- luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang- undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. 6)Pemda berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan- peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 7)Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemda diatur dalam undang-undang.

8 Lanjutan Pengaturan...(3) - - Pasal 18 a 1)Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan Pemerintahan Daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang- undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. 2)Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan Pemda diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

9 Lanjutan Pengaturan...(4) - - Pasal 18 B (1)Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemda yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang. (2)Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

10 PENGATURAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM PER-UU-AN SEBELUM DAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Sebelum Amandemen UUD 1945 1)UU NO 5 Tahun 1974 Setelah Amandemen UUD 1945 1)UU NO 32 Tahun 2004 2)PERPU NO 3 Tahun 2005 3)UU 23 Tahun 2014 TTG PEMERINTAHAN DAERAH 4)PERPU NO 2 Tahun 2014 5)UU NO 9 Tahun 2015 PERUBAHAN KEDUA ATAS UU 23 Tahun 2014 TTG PEMERINTAHAN DAERAH

11 PERBANDINGAN UMUM REGULASI SEBELUM DAN SETELAH PASCA AMANDEMEN UUD 1945 (Exceptional UU 22 Tahun 1999) UU Nomor 5 Tahun 1974 Memiliki pola ultra vires doctrine karena kewenangan yang diberikan kepada daerah dirinci satu persatu.’ Sistem pembagian kekuasaan yang didesentralisasikan ke daerah secara simetris (biasa) All + UU NO 22 Tahun 1999 (Reformasi) Bersifat residual power atau open and arrangemet atau general competence karena semua kewenangan diberikan kepada daerah kecuali urusan yang ditangani oleh pemerintah pusat, yakni moneter dan fiskal nasional, pertahanan, keamanan, urusan luar negeri, peradilan, dan agama Sistem pembagian kekuasaan yang didesentralisasikan ke daerah desentralisasi a simteris ex : Otsus Aceh dan Papua

12 KARATERISTIK PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UU NOMOR 5 TAHUN 1974 1.Wilayah negara dibagi ke dalam Daerah besar dan kecil yang bersifat otonom atau administratif saja. 2.Pemda diselenggarakan bertingkat, yaitu Daerah Tingkat I, Daerah tingkat II sebagai Daerah Otonom, dan kemudian wilayah administrative berupa provinsi, kabupaten/kotamadya, dan kecamatan. 3.DPRD Tingkat I maupun Tingkat II dan kotamadya merupakan bagian dari Pemerintahan Daerah. 4.Peranan Menteri Dalam Negeri dalam penyelenggaraan Pemda sangat eksesif (berlebihan) yang diwujudkan dengan melakukan pembinaan langsung terhadap daerah. 5.Memberikan tempat terhormat dan sangat kuat kepada Kepala Wilayah ketimbang kepada Kepala Daerah. 6.Keuangan Daerah sebagaimana umumnya dengan undang-undang terdahulu diatur secara umum saja.

13 KARATERISTIK PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UU NOMOR 22 TAHUN 1999 1.Demokrasi dan Demokratisasi. 2.Mendekatkan Pemerintah Dengan Rakyat. Titik berat otonomi daerah difokuskan kepada Daerah Kabupaten dan Kota, bukan kepada Daerah Propinsi. 3.Sistem Otonomi Luas dan Nyata. 4.Tidak Menggunakan Sistem Otonomi Bertingkat. Daerah otonomi tidak menganut sistem bertingkat dan hanya mengenal 2 (dua) daerah otonomi, yaitu Provinsi dan Kabupaten/ kota dirumuskan : 1)Wilayah Negara Republik Indonesia dibagi dalam Daerah Provinsi, kabupaten, dan kota yang bersifat otonomi. 2)Daerah-daerah ini masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki (pasal 4 UU Nomor 22 Tahun 1999). 3)Daerah Provinsi berkedudukan juga sebagai Daerah Administratif

14 LANJUT KARATERISTIK PRINSIP...(1) 5.Dalam sistem ini, Pejabat Pemda yang lebih tinggi juga sekaligus merupakan atasan dari pejabat yang ada di daerah otonom yang lebih rendah. No Mandate Without Funding. Penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah harus dibiayai dari dana APBN (Pasal 78 ayat 2), dan “Penyerahan atau pelimpahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Gubernur atau penyerahan kewenangan atau penugasan Pemerintahan Pusat kepada Bupati/Walikota diikuti dengan pembiayaannya dengan kewenangan itu maka Daerah akan menggunakannya untuk menggali sumber dana keuangan yang sebesar-besarnya sepanjang bersifat legal dan diterima oleh lapisan masyarakat.

15 KARATERISTIK PRINSIP...(2) 6.Penguatan Rakyat Melalui DPRD. Pusat Memberikan Kewenangan Pada Daerah Sebagai Konsekuensi Dari Menurun Daya Kemampuan Pusat Untuk Mengendalikan Daerah Terjadi Perubahan Pengelolaan Pemerintah Daerah. DPRD Diberi Peran Dominan Vis-à-vis Kepala Daerah Di Pemerintahan Daerah. DPRD Sebagai Wakil Masyarakat Lokal Dan Sebagai Lembaga Yang berwewenang Untuk Menahan Kepala Daerah Bertanggung Jawab Atas Kinerja Mereka 7.Antara UU 32 tahun 2004 dengan UU No 22 tahunn 1999 sebenarnya tidak berbeda prinsip dalam kebijakan pengelolaan pemerintahan daerah. Sama- sama menerapkan prinsip residual power atau open arrangement karena Pemerintah pusat masih mengurus 6 urusan konkruent. Pemerintahan Daerah berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.

16 KARATERISTIK PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UU 32 TAHUN 2004 1.UU No.32 tahun 2004 mengatur hal-hal tentang; Pembentukan daerah dan kawasan khusus, Pembagian urusan pemerintahan, Penyelenggaraan pemerintahan, Kepegawaian daerah, Perda dan peraturan kepala daerah, Perencanaan pembangunan daerah, Keuangan daerah, Kerja sama dan penyelesaian perselisihan, Kawasan perkotaan, Desa, pembinaan dan pengawasan, pertimbangan dalam kebijakan otonomi daerah.

17 KARATERISTIK PRINSIP...(1) 2.Menurut UU No. 32 tahun 2004 negara mengakui dan menghormati satuan- satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus dan istimewa. Karena itu adanya beberapa bentuk pemerintahan yang lain, seperti DKI Jakarta, DI Aceh, DI Yogyakarta, dan provinsi-provinsi di Papua. Bagi daerah-daerah ini secara prinsip tetap diberlakukan sama dengan daerah-daerah lain. Hanya saja dengan pertimbangan tertentu, kepada daerah-daerah tersebut, dapat diberikan wewenang khusus yang diatur dengan undang-undang.

18 KARATERISTIK PRINSIP...(2) Berbeda kontras UU No. 22 Th 1999, UU No. 32 Th 2004 mensejajarkan kepala derah dan DPRD yaitu kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat karenanya DPRD hanya berwenang meminta laporan keterangan pertanggung jawaban dari kepala daerah (Pasal..) Di daerah perkotaan, bentuk pemerintahan terendah disebut “kelurahan”. Desa yang ada di Kabupaten/Kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah desa, bersama Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan perda (tidak seketika berubah) dengan adanya pembentukan kota, begitu pula desa yang berada di perkotaan dalam pemerintahan kabupaten. (Pasal..)

19 KARATERISTIK PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UU NO. 23 2014 Pada UU NO. 23 2014, masih menerapkan pola residual power atau open arrangement, urusan pemerintah dibagi menjadi urusan pemerintah absolut, urusan pemerintah konkruen dan urusan pemerintahan umum (pasal 9) urusan pemerintah absolut adalah urusan pemerintah yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat (politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, dan agama) urusan pemerintah konkruen adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Dalam UU 23 Tahun 2014 DPRD masih sama kedudukannya dengan UU No 23 Tahun 2004 yakni sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan daerah (Pasal..)

20 PERUBAHAN UU 23 2014 DENGAN UU NO. 9 TAHUN 2015 terjadi perubahan klasifikasi urusan pemerintahan tadinya 2 urusan yakni urusan absolute dan urusan konkuren menjadi 3 urusan yaitu urusan absolute, urusan konkuren dan urusan pemerintahan umum. (Pasal..) Perubahan pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kab/Kota tercantum dalam lampiran UU 23 Tahun 2014, dan perubahan klarifikasi urusan konkuren meliputi urusan pemerintahan wajib dan pilihan. Hal tersebut, membawa konsekuensi kewajiban bagi Pemerintahan Daerah untuk; melaksanakan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi dasar pelaksanaan otoda yang terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan dengan melakukan pemetaan urusan pemerintahan Wajib dan Pilihan yang diprioritaskan oleh setiap daerah bersama Kementrian atau lembaga; dan melaksanakan serah terima personel, pendanaan, sarana dan prasarana serta dokumen sebagai akibat pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah Pusat, daerah Propinsi dan daerah Kab/Kota. (Pasal..)

21 KONSEKUENSI UU 9 TAHUN 2015 1.Perubahan urusan pemerintahan akibat berlakunya UU no. 23/2014 membawa konsekuensi serah terima P3D meliputi: pengelolaan pendidikan menengah; pengelolaan terminal penumpang tipe A dan tipe B; melaksanakan rehabilitasi di luar kawasan hutan Negara; melaksanakan perlindungan hutan di hutan lindung dan hutan produktif; pemberdayaan masyarakat di bidang kehutanan; melaksanakan penyuluhan kehutanan propinsi; melaksanakan metrology legal berupa tera, tera ulang dan pengawasan; pengelolaan tenaga penuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB); pengelolaan tenaga pengawasan ketenagakerjaan

22 KONSEKUENSI...(1) serta 17 bidang lain lagi yang menjadi urusan sambil menunggu hasil pemetaan urusan lain oleh Kemendagri dan kementerian/ Lembaga lainnya. Proses inventarisasi P3D harus selesai pada tgl 31 Maret 2016 ternyata sampai sekarang belum selesai 2.mempersiapkan penataan ulang kewenangan yang menjadi urusannya sesuai dengan UU 23/2014; 3.mempersiapkan RKPD, KUA PPAS dan RAPBD Tahun Anggaran 2017 berdasarkan hasil inventarisasi P3D; dan yang adalah membantu proses validasi serta mempersiapkan pelaksanaan serah terima P3D. Rakor dan Sinkronisasi P3D se Jatim yang dilaksanakan sehari ini diikuti 108 orang peserta terdiri dari Sekda Kab/Kota, Kabag Pemerintahan dan Koordinatar Inventarissasi se Jatim.

23 KONSEKUENSI...(2) Terdapat Persoalan Filosofis dalam urusan pemerintah pusat dan daerah seperti diatas diatur dalam UU 23 Tahun 2014 berupa Perbedaan Yuridis tertuang dalam pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam UU sebelumnya. tidak ada pasal-pasal yang mengatur tentang penyelenggaraan Pilkada. Perihal pemilihan daerah UU No 22 tahun 2014 sudah dibatalkan dengan Perpu No 1 Tahun 2014 tentang Pilkada. Dipisahkannya UU Pemda dengan UU Pilkada agar kedua UU tersebut dapat berjalan maksimal. Selain itu, pemisahan penyelenggaraan Pemda dan pilkada dimaksudkan untuk mempertegas posisi dan perbedaan Gubernur dan Walikota/Bupati karena Gubernur yang dipilih melalui mekanisme pemilihan langsung. Namun Gubernur juga sebagai wakil Pemerintah Pusat. Kewewenangan Gubernur “terkebiri” karena status ganda tsb. Berbeda dengan Walikota dan Bupati yang sama-sama dipilih oleh rakyat tapi statusnya sebagai daerah otonom yang mengedepankan prinsip atau azas desentralisasi. Disinilah urgensi pemisahan penyelenggaraan Pemda dan pemilihan pilkada menjadi dua UU yang berbeda.

24 SURAT EDARAN MENDAGRI NOMOR 120/253/SJ TANGGAL 16 JANUARI 2015 DIATUR 5 HAL BERMASALAH : 1)Inventarisasi P3D dilaksanakan selambat-lambatnya pada tgl 31 maret 2016; 2)memperhatikan pasal 404 UU No 23 tahun 2014, maka serah terima P3D dilaksanakan paling lama 2 (dua) tahun sejak UU diundangkan atau pada tanggal 2 Oktober 2016. 3)urusan pemerintahan umum dilaksanakan oleh badan/Kontor kesbangpol dan/atau Biro/Bagian pada secretariat daerah yang membidangi pemerintahan sebelum terbentuknya instansi vertical yang membantu gubernur dan bupati/walikota untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum. 4)pelaksanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat dibantu oleh SKPD propinsi sampai dengan dibentuknya perangkat gubernur sebagai wakil pemerintah pusat 5)penataan/perubahan perangkat daerah untuk melaksanakan urusan konkuren hanya dapat dilakukan setelah ditetapkannya hasil pemetaan urusan pemerintahan sesuai UU 23 tahun 2014.

25 ISI SURAT EDARAN MENDAGRI NOMOR 120/5935/SJ tanggal 16 Oktober 2015 : 1)Inventarisasi P3D paling lambat 31 Maret 2016, serah terima personel, sarana dan prasarana serta dokumen paling lambat 2 Oktober 2016, serah terima pendanaan paling lambat 31 Desember 2016. 2)Tidak diperkenankan melakukan mutasi/perpindahan personil yang beralih urusannya di internal propinsi dan kab/kota dan pengalihan barang milik daerah baik antar pengguna barang dan / atau kuasa pengguna barang sebelum adanya penyerahan barang milik daerah. 3)Terkait pendanaan Yakni gaji, tunjangan dan biaya operasional kantor serta biaya perawatan agar disiapkan alokasi anggaran untuk urusan pemerintahan yang terjadi peralihan paling lambat 31 Desember 2016.

26 LANJUTAN ISI SURAT EDARAN (1) 4)terkait dokumen untuk urusan yang terjadi peralihan untuk segera dilaksanakan serah terima; 5)bagi urusan pemerintahan lain yang terjadi peralihan urusan sebagai akibat perubahan pembagian urusan berdasarkan UU 23/ 2014 namun belum diatur dalam SE Mendapri No. 120/253/ SJ tanggal 16 Januari 2015, agar segera dilaksanakan serah terima P3D.

27 KESIMPULAN 1.Secara Filosofis pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah (desentralisasi) terjadi bukan karena diatur dalam konstitusi negara kesatuan Tetapi sebagai Konsekuensi bentuk Negara kesatuan terlihat dari UU Nomor 22 Tahun 1999 yang terbit sebelum Amandemen UUD 1945 (2001) ternyata memulai era otonomi daerah sesuai pendapat Sri Soemantri dalam Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara. Rajawali, Jakarta. 1981 dan Secara Teoritis terbukti Dinamika perubahan UU Pemda di Indonesia terjadi karena 4 faktor I sesuai teori Geoffry Duedly dan Jeremy Ricadson 2.Dinamika Perubahan kebijakan otonomi secara luas dan bertanggung jawab kepada daerah baik dengan UU No. 22 Tahun 1999, UU 32 Tahun 2004, UU 23 Tahun 2014 tidak bisa dilepaskan agenda reformasi. maka pemerintah akan terus melakukan perubahan kebijakan pengelolaan hubungan pusat dan daerah yang melahirkan berbagai perubahan UU Pemerintahan Daerah sesuai teori Stefaan Walgrave maka UU Pemda akan terus berubah sesuai situasi dan kondisi yang dialami negara hal mana tidak baik untuk kepastian hukum.

28 DAFTAR PUSTAKA 1)Sri Soemantri, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara. Rajawali, Jakarta. 1981. 2)Geoffry Duedly dan Jeremy Ricadson, Simultaneously published in the US and Canada by Routledge 29 West 35th Street, New York. 3)Stevaan Walgrave, Governance: an International Journal of Policy, Administration, and Institutions, Vol 21, No 3 july 2008


Download ppt "DINAMIKA REGULASI TENTANG DESENTRALISASI. LANDASAN FILOSOFIS Pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah bukan hanya karena amandemen Tetapi Konsekuensi."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google