Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehYuliani Oesman Telah diubah "5 tahun yang lalu
1
Mengemas Ulang Informasi Sejarah dalam Fiksi Sejarah
Yudhi Herwibowo
2
Yang dimaksud dengan kemas ulang informasi adalah mengemas kembali informasi, atau mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk lainnya. Pengertian ini bisa memiliki banyak makna seperti saat menuliskan ucapan, nyanyian, doa, dsb. Obyek juga bisa diubah dalam bentuk lainnya, misalnya: grafik, gambar, puisi, dsb. Selain itu, medianya pun dapat diubah ke media lain, misalnya: kertas, digital, pita magnetik, mikrofis, DVD, dsb. Dalam dunia literasi, kemas ulang informasi bisa berupa perubahan bahasa satu ke bahasa lain, seperti saat menerjemahkan dan mengintepretasi, bisa juga berupa perubahan fungsi seperti revisi, ringkasan, analisis, risalah, bahkan anotasi.
3
Di dunia literasi sudah terjadi sejak lama
Di dunia literasi sudah terjadi sejak lama. Kita ingat bagaimana meledaknya novel Lupus, yang kemudian dikemas uang sebagai komik, film dan sinetron. Kita juga ingat betapa meledaknya komik Tintin, hingga kemudian semua serinya dibuat film animasinya, juga dibuat film layar lebar, bahkan dalam versi 3D. Tak hanya itu, setiap tokohnya dikembangkan menjadi satu buku khusus, dsb. Yang mungkin lebih spektakuler adalah meledaknya film Frozen. Naskah film ini tak cuma dikemas ulang sebagai naskah novel, buku bergambar, buku naskah film, buku biografi setiap tokoh, dll. Proses kemas ulang Frozen bahkan lebih luas lagi. Karena ide-ide kecil dari naskah asli dikembangkan menjadi buku-buku sendiri, baik novel, buku bergambar, bahkan buku memasak.
4
Novel Film Sinetron Komik Komik Novel DVD Buku Per Karakter Film
5
Komik dengan cerita baru Film di luar karakter utama
Novel Buku Stiker Komik asli Buku Lagu Nove Komik dengan cerita baru Film di luar karakter utama Film
6
Sejak kapan sejarah ditulis dalam fiksi?
Novel Sitti Nurbaya karya Marah Roesli (Balai Pustaka, 1922) Novel Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo (Masman & Stroink, 1919) Novel Thjit Liap Seng (Bintang Tujuh) karya Lie Kim Hok (Lie Kim Hok, 1886) Ketiga novel pertama ini ternyata mengandung unsur sejarah yang kuat
7
Contoh lainnya Asmaraman S. Kho Ping Hoo dikenal dengan cersilnya, juga melakukan riset dari buku-buku sejarah China. Ini sama seperti yang dilakukannya, saat ia menggarap cersil berlatar nusantara, seperti: Perawan Lembah Wilis, Darah Mengalir di Borobudur, Badai Laut Selatan, dsb. Pramudya Ananta Toer juga menjadi panutan penulis fiksi sejarah. Hampir semua novelnya berkaitan dengan sajarah bangsa. Tetralogi Bumi Manusia, Bukan Pasar Malam, Panggil Aku Kartini Saja, dsb. Bahkan novel Mangir dan Arok Dedes mengambil setting jauh sebelum kemerdekaan.
8
Di tahun 2010-an, novel sejarah sempat mengalami booming besar
Di tahun 2010-an, novel sejarah sempat mengalami booming besar. Ini ditandai dengan larisnya novel Gajah Mada karya Langit Kresna Hariadi (Tiga Serangkai, 2004). Ini membuat banyak penerbit berbondong-bondong menerbitkan novel sejarah lainnya. Puncak dari booming ini adalah diadakannya acara Musyawarah Agung Penulis Cerita Silat tahun 2012 di kaki Borobudur. Acara pertama yang diadakan Borobudur Writers and Cultural Festival ini konon menghadirkan lebih dari 200 penulis cerita sejarah dan sejarah.
9
Di era kekinian, novel sejarah dapat dikatakan memiliki kebiasaan baru dengan kerapnya menerbitkan novel biografi dari tokoh-tokoh bangsa. Tentu di masa lalu, hal ini juga terjadi, tercatat ada Surapati dan Robert, Anak Surapati karya Abdul Moeis (Balai Pustaka 1956), Namaku Wage karya Umar Nur Zain (Sinar Harapan, 1983), dsb.
10
Trend novel biografi tokoh bangsa begitu terasa
Trend novel biografi tokoh bangsa begitu terasa. Ini diawali dengan suksesnya buku Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabhicara (Nourabooks, 2012). Tokoh-tokoh bangsa yang kemudian ditulis di antaranya: - Moh. Hatta dalam Aku Datang karena Sejarah (Sergius Sutanto, Qanita, 2014), - Tan Malaka dalam Tan dan Tan: Gerilya Bawah Tanah (Hendri Teja, Javanica 2016, 2017), - Jenderal Soedirman dalam Kupilih Jalan Gerilya (Enang Rokajat Asura, Imania, 2015), - Gus Dur dalam Peci Miring (Aguk Irawan, Imania, 2015), - Joko Widodo dalam Jokowi Si Tukang Kayu (Gatotkoco Suroso, Gramedia, 2014), - Jend. Polisi Hoegeng dalam Halaman Terakhir (Yudhi Herwibowo, Nourabooks, 2016), - W.R. Supratman dalam Sang Penggesek Biola (Yudhi Herwibowo. Imania, 2018), dsb
11
Ini membuat tokoh-tokoh lainnya dalam berbagai bidang juga tak mau ketinggalan untuk diekplorasi sebagai novel. Tercatat ada - Chairil Anwar dalam Kali ini Tak Ada yang Mencari Cinta (Sergius Sutanto, Qanita, 2017), - Ibunda dari Jusuf Kalla dalam Athirah (Alberthiene Endah, Nourabooks, 2016), - Y.B. Mangunwijaya dalam Mangun (Sergius Sutanto, Elex Media Kumputindo, 2016), dsb.
12
Novel sejarah yang terbit di kisaran tahun
13
Novel sejarah yang terbit di kisaran tahun
14
Dari beberapa novel di atas, ada kecenderungan memiliki sumber-sumber informasi yang hampir sama: - kisah-kisah verbal orang yang mengenal sang tokoh, - buku-buku-buku yang terbit sebelumnya (entah itu biografi atau otobiografi atau buku lainnya), - artikel-artikel di koran dan majalah, - rekaman video, dsb. Informasi-informasi ini awalnya berdiri sendiri, namun saat proses penulisan naskah, semuanya diolah menjadi satu. Imajinasi penulis yang ditambahkan, membuat semuanya berkelindan sempurna menjadi fiksi sejarah.
15
Mengapa Penulis Menulis Fiksi Sejarah?
Saya membaca buku biografi pahlawan nasional sejak kecil. Saya juga membaca novel-novel berlatar sejarah,. Selain itu, saya juga suka menonton film dokumenter di televisi, baik tentang sejarah nasional maupun tentang penulis-penulis dunia seperti: Agatha Christie, Oscar Wilde, dll. Bahkan ketika beberapa dari mereka diangkat ke layar lebar, saya juga berusaha menonton biopic mereka. Novel (berlatar) Sejarah Buku Sejarah Film Dokumenter Film Biasa (film biopic)
16
Perbedaan yang saya rasakan: buku-buku non fiksi dan film-film dokumenter tak cukup mampu membuat perasaan saya berkecamuk. Anehnya ini berbeda saat saya membaca novel-novel tentang sejarah dan menonton film-film biopic. Sisi fiksi yang berkelindan dengan fakta sejarah tentang kisah hidup tokoh-tokoh tersebut, mampu membuat perasaan sedih, gembira, bahkan sampai pula menangis.
17
Di situ saya merasa: fiksi sejarah bisa mempunyai peran yang besar untuk menggiring emosi pembaca. Fiksi sejarah punya nilai lebih menjadi perayu pembacanya, agar pembaca mengikuti apa yang diinginkan penulis.
18
Dari cerita-cerita di atas, saya simpulkan beberapa alasan seorang penulis menulis fiksi sejarah, di antaranya: 1. Menuliskan ulang pengalaman yang penulis alami.
19
2. Mengisahkan ulang kisah-kisah yang pernah didengar/dibacanya. 3
2. Mengisahkan ulang kisah-kisah yang pernah didengar/dibacanya Sekadar membuat cerita sejarah menjadi lebih ringan
20
4. Menyuarakan suara yang tak terdengar 5
4. Menyuarakan suara yang tak terdengar Ingin membuat perspektif lain dari yang selama ini beredar di masyarakat.
21
6. Membuat upaya persuasif pada pembaca 7
6. Membuat upaya persuasif pada pembaca Karena terbatasnya data sejarah yang ada
22
Apa yang menjadi patokan dalam menulis fiksi Sejarah?
Semua penulis fiksi sejarah punya pakem yang berbeda-beda dalam menulis sejarah. Ada penulis yang suka secara langsung mengambil tokoh besar untuk menceritakan kisahnya, namun ada yang lebih suka mengambil tokoh kecil dan hanya menjadikan peristwa sejarah sebagai latarnya. Tentu dua hal ini dapat dikombinasikan sesuai keinginan penulis. Prosentasi kadar sejarah pun tak memiliki patokan yang pasti.
23
Novel Pandaya Sriwijaya (Bentang Pustaka, 2009) mengambil kisah 5 tokoh kecil di awal kebangkitan Sriwijaya. Seorang dapunta (penguasa kota), seorang bajak laut, seorang putri dapunta yang keluarganya baru dibinasakan, dan seorang bocah yang tanpa sengaja memenangi gelar pendekar Pandaya Sriwijaya. Alur keempat kisah tokoh ini tentu saja fiksi. Pertemuan, kisah cinta, dendam, pembalasan dendam, semua fiksi. Sriwijaya menjadi latar. Beberapa prasasti (Prasasti Kedukan Bukit, Telaga Batu, dsb.) saya kutip sebagai penujang kisah. Kisah Dapunta Hyang Balaputradewa ditulis sesuai beberapa catatan penting sejarah.
24
Novel Pandaya Sriwijaya
Informasi tentang Sriwijaya abad VII-IX Prasasti Telaga Batu, Kedukan Bukit, dsb. Pengembangan tokoh sebenarnya menjadi tokoh fiksi Novel Pandaya Sriwijaya Catatan Sejarah Abad VII-IX Alur Fiksi Tokoh Fiksi Kejadian-kejadian besar Sriwijaya Setting Fiksi
25
Dalam novel Sang Penggesek Biola (Imania, 2018). Kisah tentang W. R
Dalam novel Sang Penggesek Biola (Imania, 2018). Kisah tentang W.R. Supratman sudah cukup diketahui publik, karena sudah ada novel sebelumnya tentang WR. Supratman (Namaku Wage) dan juga film berjudul Wage (2018). Buku biografi tentang WR. Supratman pun sudah ada. Hanya saja, kadang terlalu sedikit menghubungkan WR. Supratman dengan kongres pemuda I & II. Padahal peran WR. Supratman cukup besar. Dua nama perempuan dalam hidup WR. Supratman –Mujenah dan Salamah- hanya dibahas seadanya. Juga tentang tempat kerja WR. Supratman yang punya peran dalam pengembangan karir WR. Supratman.
26
Novel Sang Penggesek Biola
Makassar 1910-an Batavia 1920-an Surabaya 1930-an Biografi W.R. Supratman Lirik-lirik Lagu Ciptaan WR. Supratman Novel Sang Penggesek Biola Buku tentang Kongres Pemuda I & II Pengembangan tokoh Sebenarnya Menjadi tokoh fiksi Tokoh Fiksi Tokoh-tokoh Kongres Pemuda I & II Dramatisasi kisah
27
Dari dua contoh di atas, bisa terlihat pakem yang saya pegang dalam menulis fiksi sejarah adalah tidak mengubah data-data mayor, yang meliputi: - waktu kelahiran - waktu kematian - moment-moment penting dalam kehidupan tokoh yang sedang ditulis - moment-moment penting latar. - pandangannya terhadap sesuatu (hal-hal besar) - pertemuan dan perbincangan penting, dsb.
28
Namun yang bisa saya ubah adalah: - emosi tokoh - dialog tokoh - pandangannya terhadap sesuatu (hal-hal kecil) - tokoh-tokoh lain di sekeliling tokoh utama, dsb. Ini yang saya sebut sebagai perspektif sejarah.
29
Tentang Perspektif Sejarah
Nassirun Purwokartun mencoba membuat perspektif lain dalam novel Penangsang (Tiga Serangkai, 2011). Premis awalnya ada 2 hal. Yang pertama, ia tak yakin kalau Penangsang yang merupakan murid Sunan Kudus merupakan sosok yang berangasan. Yang kedua, ia tak yakin dengan kebaikan raja-raja Jawa. Selama ini tokoh Penangsang selalu diceritakan sebagai tokoh hitam, musuh dari Hadiwijaya, Raja Pajang, dan Sutawijaya, yang kelak menjadi pendiri Kerajaan Mataram. Ia kemudian membuat tokoh Penangsang dengan perspektif baru. Orang-orang menyebutnya tokoh hitam yang diputihkan.
30
Saat pameran lukisan Raden Saleh tahun 2012, beberapa orang diliputi perasan bangga terhadap pelukis Raden Saleh. Saat itu saya menulis cerpen Lukisan Sejarah, di Koran Tempo (2012). Cerpen itu berkisah saat Raden Saleh melukis lukisan legendarisnya berjudul A Historisches Tableau, die Gefangennahmen des Javanischen Hauptling Diepo Negoro. Buku Raden Saleh: Anak Belanda, Mooi Indie & Nasionalisme (Harsja W. Bachtiar, Onghokham, Peter B.R. Carey, Komunitas Bambu, 2011) ada pembahasan tentang nasionalisme Raden Saleh. Itulah yang saya eksplorasi. Sehingga saat Raden Saleh melukis lukisan itu: belum ada rasa kebangsaan, karena pada masa itu memang belum ada konsep kebangsaab. Raden Saleh masih bangga menjadi Juru gambar dari Sri Paduka Kanjeng Raja Wolanda.
31
Keberanian Lainnya Misalnya dalam novel biografi tentang Pearl S. Buck, Pearl in China karya Anchee Min (Qanita, 2011). Dalam catatan di belakang novel itu, penulis terang-terangan menulis: Ada dua peristiwa yang saya ubah jejak sejarahnya adalah tanggal ayah Pearl S. Buck, Absallon Syndenstricker wafat (1931), dan tanggal Peristiwa Nanking, yang terjadi beberapa tahun lebih awal ketimbang yang diceritakan di dalam novel. Kedua perubahan itu dilakukan demi keindahan cerita.
32
Dalam film Shin Saimdang (2018), seorang pelukis kenamaan Korea, yang menjadi perempuan pertama di uang kertas Korea, beberapa data sejarah yang meliputi tokoh Shin Saimdang diubah. Misalnya: ia sebenarnya memiliki 8 anak, dalam film hanya 4 saja, suaminya seorang pejabat berprestasi, namun dalam film dibuat sebagai seorang pecundang dan tak bertanggung jawab.
33
Dapat dikatakan, ini adalah upaya-upaya penulis fiksi membuat naskah mereka lebih menarik. Tentu hal-hal ini akan selalu jadi perdebatan. Di Indonesia, dengan minat baca yang masih rendah, kadang beberapa orang merasa terkejut dengan kisah yang berbeda dari yang selama ini diketahui. Upaya-upaya mendiskusikan fiksi sejarah dengan multi perspektif, perlu terus dilakukan, sehingga tak perlu ada lagi yang marah bila membaca perbedaan-perbedaan itu, karena bila yang dicari hanya sekadar kebenaran fakta sejarah, tentulah yang perlu ia buka adalah buku sejarah, bukan novel sejarah. Sesederhana itu.
34
Daftar Pustaka Dorleans, Bernard Orang Indonesia dan Orang Prancis. Jakarta KPG Min, Anchee Pearl in China. Bandung: Qanita Herwibowo, Yudhi Untung Surapati. Solo: Tiga Serangkai Herwibowo, Yudhi Pandaya Sriwijaya. Yogyakarta: Bentang Pustaka Bachtiar, Harsja W. dkk Raden Saleh: Anak Belanda, Mooi Indie & Nasionalisme. Jakarta: Komunitas Bambu De Graff, H.J Terbunuhnya Kapten Tack. Jakarta: Grafitti Press
35
Sumber Gambar
36
Sekian dan terima kasih
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.