Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG tinjauan aspek regulasi Jalan Pattimura No. 20 Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 Oleh : Ir. Dedy Permadi, CES Pejabat Fungsional Tata Bangunan dan Perumahan Madya, (021) Disampaikan pada acara : Seminar Permasalahan Bangunan Gedung, Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya, Provinsi Jawa Timur Surabaya, April 2018
2
BIODATA NARASUMBER Yogyakarta , 16 Mei 1961
Sarjana Arsitektur UGM, 1984, CES Science de l’habitat ENTPE, France, 1989 Karyawan Kementerian PUPR ( IV C), sejak tahun 1985 Pendidikan/kursus singkat non gelar : kursus PIL AMDAL Dep.PU (1991), Penataran Manajemen Proyek Pembangunan Bid. Cipta Karya (1993), Pelatihan Manajemen Perkotaan (Medan, 1995), TOT Persyaratan Teknis Bangunan Gedung (1999), Training Programme for Overseas Professionals on Urban Infrastructure, planning and Management (New Delhi, India, 2001), Training ’Inner City Revitalization’ (Rotterdam, Belanda, 2003) dan TOT Bidang Perkotaan dan Perdesaan (2004). Diklat penjenjangan : diklat ADUM (1999), SPAMA (2001), diklat PIM 2 (2010), dan Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LIII Lemhannas RI, tahun 2015. Riwayat jabatan : Eselon IV ( ), eselon III ( ), Direktur Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah I, Ditjen Penataan Ruang ( ) dan Direktur Perencanaan Penyediaan Perumahan, Ditjen Penyediaan Perumahan ( ),pejabat fungsional Tata Bangunan dan Perumahan Madya (2016-sekarang), Advisor pada Kementerian PUTK, RDTL (2017), Kepala PIU-National Affordable Housing Program (2018-sekarang) Penghargaan : Satyalancana Karya Satya 10, 20 dan 30 tahun, Satyalencana Kebaktian Sosial (2005), dan Satyalancana Wira Karya (2010). BIODATA NARASUMBER Ir. Dedy Permadi, CES
3
Outline Paparan : Ketentuan Umum Persyaratan Bangunan Gedung
Tata cara penyelenggaraan Bangunan Gedung
4
1. KETENTUAN UMUM Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, tujuan : 1. fungsional serta serasi dan selaras dengan lingkungannya; 2. tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan; kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung (UU NO. 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG)
5
Fungsi bangunan gedung dapat dikelompokkan dalam fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya, dan fungsi khusus. Fungsi bangunan gedung diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan/atau kepemilikan (PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 29/PRT/M/2006 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG)
6
Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran Pemanfaatan bangunan gedung adalah kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar selalu laik fungsi. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi. Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan keandalan seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya dalam tenggang waktu tertentu guna menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung (UU NO. 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG)
7
2. PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
8
persyaratan tata bangunan
Setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melebihi ketentuan maksimal kepadatan dan ketinggian Persyaratan kepadatan ditetapkan dalam bentuk Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal. Persyaratan ketinggian maksimal ditetapkan dalam bentuk Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan/atau jumlah lantai maksimal. Ketentuan jarak bebas bangunan gedung ditetapkan dalam bentuk: garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi; dan b. jarak antara bangunan gedung dengan batas batas persil, jarak antar bangunan gedung, dan jarak antara as jalan dengan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan, yang diberlakukan per kaveling, per persil, dan/atau per kawasan. (PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG)
9
Persyaratan keandalan bangunan gedung, meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Struktur Bangunan Gedung struktur harus kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/ kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan, pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan pedoman/ petunjuk teknis yang berlaku. (PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 29/PRT/M/2006 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG)
10
2. TATA CARA PENYELENGGARAAN
Tahapan penyelenggaraan bangunan gedung meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui tahapan perencanaan dan pelaksanaan beserta pengawasannya 2. Penyelenggara Penyelenggara bangunan gedung terdiri atas pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, dan pengguna bangunan gedung. .
11
Lingkup pelayanan jasa perencanaan teknis bangunan gedung meliputi:
Perencanaan teknis dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan bangunan gedung yang memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lingkup pelayanan jasa perencanaan teknis bangunan gedung meliputi: penyusunan konsep perencanaan; prarencana; pengembangan rencana; rencana detail; pembuatan dokumen pelaksanaan konstruksi; pemberian penjelasan dan evaluasi pengadaan jasa pelaksanaan; pengawasan berkala pelaksanaan konstruksi bangunan gedung; dan penyusunan petunjuk pemanfaatan bangunan gedung. (PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG)
12
Kegiatan pengawasan konstruksi terdiri atas:
Memeriksa dan mempelajari dokumen untuk pelaksanaan konstruksi Mengawasi pemakaian bahan, peralatan dan metode pelaksanaan, serta mengawasi ketepatan waktu, dan biaya pekerjaan konstruksi; Mengawasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dari segi kualitas, kuantitas, dan laju pencapaian volume/realisasi fisik; Mengumpulkan data dan informasi di lapangan untuk memecahkan persoalan yang terjadi selama pelaksanaan konstruksi; Menyelenggarakan rapat-rapat lapangan secara berkala, membuat laporan mingguan dan bulanan pekerjaan pengawasan, dengan masukan hasil rapat-rapat lapangan, laporan harian, mingguan dan bulanan pekerjaan konstruksi yang dibuat oleh pelaksana konstruksi; Meneliti gambar-gambar untuk pelaksanaan (shop drawings); Meneliti gambar-gambar yang sesuai dengan pelaksanaan di lapangan (As Built Drawings) sebelum serah terima I; Menyusun daftar cacat/kerusakan sebelum serah terima I, mengawasi perbaikannya pada masa pemeliharaan, dan menyusun laporan akhir pekerjaan pengawasan; Menyusun berita acara persetujuan kemajuan pekerjaan, berita acara pemeliharaan pekerjaan, dan serah terima pertama dan kedua pelaksanaan konstruksi sebagai kelengkapan untuk pembayaran angsuran pekerjaan konstruksi; Bersama-sama penyedia jasa perencanaan menyusun petunjuk pemeliharaan dan penggu-naan bangunan gedung; Membantu pengelola kegiatan dalam menyusun Dokumen Pendaftaran; Membantu pengelola kegiatan dalam penyiapan kelengkapan dokumen Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat (PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA)
13
Kegiatan konstruksi fisik terdiri atas:
Melakukan pemeriksaan dan penilaian dokumen untuk pelaksanaan konstruksi fisik, baik dari segi kelengkapan maupun segi kebenarannya; Menyusun program kerja yang meliputi jadwal waktu pelaksanaan, jadwal pengadaan bahan, jadwal penggunaan tenaga kerja, dan jadwal penggunaan peralatan berat; Melaksanakan persiapan di lapangan sesuai dengan pedoman pelaksanaan; Menyusun gambar pelaksanaan (shop drawings) untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukannya; Melaksanakan pekerjaan konstruksi fisik di lapangan sesuai dengan dokumen pelaksanaan; Melaksanakan pelaporan pelaksanaan konstruksi fisik, melalui rapat-rapat lapangan, laporan harian, laporan mingguan, laporan bulanan, laporan kemajuan pekerjaan, laporan persoalan yang timbul/dihadapi, dan surat-menyurat; Membuat gambar-gambar yang sesuai dengan pelaksanaan di lapangan (as built drawings) yang selesai sebelum serah terima I (pertama), setelah disetujui oleh konsultan manajemen konstruksi atau konsultan pengawas konstruksi dan diketahui oleh konsultan perencana konstruksi; Melaksanakan perbaikan kerusakan-kerusakan yang terjadi di masa pemeliharaan konstruksi; (PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA)
14
Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:
a. para pihak,; b. rumusan pekerjaan,; masa pertanggungan, hak dan kewajiban yang setara,; e. penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat; f. cara pembayaran,; g. wanprestasi,; h. penyelesaian perselisihan,; i. pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi,; j. keadaan memaksa,; k. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan; Kegagalan Bangunan adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/ atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil Jasa Konstruksi. (UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI)
15
Tenaga kerja konstruksi yang memberikan layanan Jasa Konstruksi harus bertanggung jawab secara profesional terhadap hasil Pekerjaannya. (UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI)
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.