Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSurya Pranata Telah diubah "5 tahun yang lalu
1
PEMBERIAN REMISI BAGI TERPIDANA KASUS KORUPSI
Assalamu’alaikum wr.wb Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua, yang terhormat dekan fakultas hukum universitas muria kudus, yang terhormat bapak & ibu dosen fakultas hukum universitas muria kudus, dan juga rekan-rekan mahasiswa yang saya cintai. Pada siang hari ini, saya mengajak seluruh yang hadir di dalam ruangan ini untuk memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayah serta inayah kepada kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul di dalam acara seminar “Pemberian Remisi Bagi Terpidana Kasus Korupsi” tanpa kurang suatu apapun. Shalawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Terima kasih kepada fakultas Terima kasih kepada BEM FH karena telah memberikan kesempatan bagi saya, seorang mahasiswa untuk memaparkan materi pada seminar kali ini. (lanjutkan apresiasi pada BEM FH UMK)
2
Materi Pembahasan KORUPSI REMISI
3
KORUPSI Pengertian Korupsi : Black’s Law Dictionary : Korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan yang tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari pihak lain, yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di dalam memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain. Prof. Andi Hamzah dalam bukunya Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional menyebutkan Korupsi ialah subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma, tugas dan kesejahteraan umum yang dilakukan dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan akan akibat yang diderita oleh rakyat.
4
Ciri-ciri Korupsi Berdasarkan Penafsiran secara grammaticale interpretatie melalui ketentuan yang ada di dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka di dapatkan ciri suatu perbuatan korupsi yaitu : Subjek Perseorangan/korporasi Subjek memiliki kewenangan/kuasa Bunyi Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan kouangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah).” jika ditafsirkan secara gramatical akan memberikan ciri perbuatan korupsi. Hal ini dilakukan mengingat baik UU 31/1999 maupun UU 21/2001 tidak memberikan definisi korupsi secara implisit. Merugikan Kas Negara
5
REMISI Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan-perundangan. (Pasal 1 ayat (6) Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.) Remisi diberikan oleh Menkumham setelah mendapat pertimbangan dariDirektur Jendral Pemasyarakatan. Pemberian remisi ditetapkan dengan keputusan menteri. Demikian ketentuan pasal 34A PP Nomor 28 Tahun 2006 tentang perubahan PP Nomor 32 tahun 1999 dan pasal 1 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi. Pihak yang memperoleh remisi adalah narapidana dan anak pidana sesuai ketentuan yang tertera pada pasal 14 ayat (1) huruf i dan pasal 22 ayat (1) UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Kemudian narapidana dan anak pidana yang tengah mengajukan permohonan grasi sambil menjalankan pidananya serta Narapidana dan anak Pidana Asing, hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertera pada pasal 11 Keputusan presiden no. 174 Tahun 1999 tentang remisi.
6
Syarat mendapatkan Remisi
Pasal 34 PP Nomor 99 Tahun 2012 Syarat narapidana dan anak pidana mendapat remisi ialah Berkelakuan baik dan Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan. karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa, maka untuk mendapatkan remisi juga ditambah persyaratannya yaitu: (sesuai ketentuan pasal 34A ayat (1) PP Nomor 99 tahun 2012) Telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa menjalani pidana Bersedia bekerjasama secara substansial dengan pemerintah untuk membongkar kejahatan korupsi yang dilakukannya Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. Penjelasan mengenai berkelakuan baik disini memiliki indikator yang telah dijabarkan melalui PP Nomor 99 tahun 2012 yakni tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal pemberian Remisi; dan telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh LAPAS dengan predikat baik. Bentuk penjelasan dari bekerjasama secara substansial ialah dengan memberikan bantuan kepada penegak hukum untuk memberikan nama-nama dan modus yang digunakan untuk melakukan tindak pidana korupsi, sebagai catatan, yang masuk dalam kategori ini disebut sebagai Justice collaborator yang artinya orang yang turut melakukan kejahatan dan turut membantu membongkar kejahatan yang dilakukannya. Untuk mendapatkan remisi, seorang justice collaborator ini haruslah bukan pelaku utama melainkan perannya dalam kejahatan hanya peran sampingan. Sebab, jika perannya merupakan peran utamadalam tindak kejahatan korupsi, hal ini tidak dapat dijadikan alasan mendapatkan remisi sesuai dengan ketentuan Peraturan bersama antara menteri hukum dan ham, kapolri, ketua LPSK, dan jaksa agung tentang kesepahaman bersama antara justice collaborator dan whistle blower.
7
Jenis Remisi 1. Remisi Umum
Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi serta Pasal 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HN-01.PK Tahun 2010 tentang Remisi Susulan 2. Remisi Umum Susulan 3. Remisi Khusus 4. Remisi Khusus Susulan 5. Remisi Tambahan Remisi umum : diberikan pada hari peringatan Kemerdekaan RI, 17 Agustus. Remisi Umum Susulan : remisi umum yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang pada tanggal 17 agustus telah menjalani masa penahanan paling singkat 6 bulan dan belum menerima putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Remisi Khusu : diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh narapidana dan anak pidana yang bersangkutan. Jika terdapat lebih dari satu macam hari besar keagamaan dalam setahun untuk suatu agama tertentu, maka akan dipilih hari besar yang paling di muliakan oleh penganut agama yang bersangkutan. Remisi khusu susulan : remisi khusus yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang pada hari besar keagamaan sesuai dengan agama yang dianutnya dan telah menjalani masa penahanan paling singkat 6 bulan dan belum menerima putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. remisi tambahan: kedua remisi diatas dapat ditambah apabila narapidana atau anak pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana berbuat jasa kepada negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan, dan melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.
8
Prosedur pengajuan Remisi
Remisi Umum Usul remisi diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara melalui Kepala Kantor Depkumham. Keputusan Menkumham tentang remisi diberitahukan kepada narapidana dan anak pidana pada hari Kemerdekaan RI atau hari besar agama Jika terdapat keraguan tentang Hari Besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana atau Anak Pidana, Menkumham mengkonsultasikan dengan Menteri Agama. Dasar hukum Pasal 13 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi
9
Prosedur pengajuan Remisi
B. Remisi Susulan Remisi susulan hanya diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang belum pernah menerima remisi Pengusulan remisi susulan dilakukan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rutan, atau Kepala Cabang Rumah Tahanan Negara. Dasar hukum Pasal 6 s.d Pasal 9 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-01.PK Tahun 2010 tentang Remisi Susulan. Pengusulan remisi khusus dilakukan dengan mengisi formulir Remisi Umum Susulan sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menkumham RI No. M.HH-01.PK Tahun 2010 tentang Remisi Susulan. Usulan remisi susulan tersebut kemudian dibuatkan keputusan oleh kepala kantor wilayah (Kanwil) Kemenkumham kemudian keputusan Kanwil tersebut dilaporkan kepada Direktur Jendral Pemasyarakatan dan remisi susulan ditetapkan oleh Menkumham.
10
Sudut Pandang PRO REMISI KORUPTOR KONTRA REMISI KORUPTOR
Narapidana memiliki Hak untuk mendapatkan remisi, sekalipun seorang Narapidana Koruptor. (Pasal 14 ayat (1) huruf i UU No. 12 Tahun 1995) Karena korupsi adalah EOC, maka syarat mendapatkan remsi diperberat. (Pasal 34A dan 34B PP no. 99 Tahun 2012) Pemberian remisi dikuatkan oleh UU No. 12 Tahun 1995, PP. No. 99 Tahun 2012, SEMA no, 4 Tahun 2011, konvensi PBB Anti-Korupsi tahun 2003 serta Peraturan bersama menteri hukum dan HAM, ketua LPSK, Jaksa Agung dan ketua KPK tentang kesepahaman konsepjustice collaborator dan whistle blower. TAP MPR Nomor VIII/MPR/2001 ditegaskan bahwa korupsi, kolusi dan nepotisme yang melanda bangsa Indonesia sudah sangat serius dan merupakan kejahatan luar biasa Konsideran menimbang huruf a PP no. 99 Tahun 2012 Remisi bukanlah hak yang tidak dapat dihilangkan berdasarkan pasal 28I UUDNRI 1945 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam pasal 18 ayat (1) point d disebutkan “pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana. PRO : Barda Nawawi Arief:1998 mengutip pendapat dari Wolf Middendorf : tidak ada hubungan logis antara kejahatan dengan lamanya pidana. Kita tidak dapat mengetahui hubungan sesungguhnya antara sebab akibat. Orang melakukan kejahatan dan mungkin mengulanginya lagi tanpa hubungan dengan ada atau tidaknya UU atau pidana yang dijatuhkan. Sarana kontrol sosial lainnya seperti, kekuasaan orang tua, kebiassaan-kebiasaan atau agama mungkin dapat mencegah perbuatan, yang sama efektifnya dengan ketakutan orang pada pidana. Kontra : “bahwa tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan luar biasa karena mengakibatkan kerugian yang besar bagi negara atau masyarakat atau korban yang banyak atau menimbulkan kepanikan, kecemasan, atau ketakutan yang luar biasa kepada masyarakat”. Atas dasar kejahatan luar biasa tersebut mengakibatkan kerugian yang besar bagi negara atau masyarakat atau korban yang banyak atau menimbulkan kepanikan, kecemasan, atau ketakutan yang luar biasa kepada masyarakat maka, diperlukannya suatu langkah untuk membatasi ruang gerak para narapidana tersebut yang mampu mewakili rasa keadilan masyarakat salah satunya adalah dengan melakukan penghapusan remisi bagi para pelaku kejahatan luar biasa. Wujud dari extra ordinary measure di sini, dilakukan melalui dipisahkannya delik kejahatan yang telah diatur di dalam KUHP dan dijadikan undang-undang terpisah yakni UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mekanisme dalam menegakkan hukum disini merupakan letak daripada suatu usaha luar biasa, dan kami sepakat bahwa upaya pemberantasan dan penegakan hukum yang dilakukan secara luar biasa tersebut tidak hanya berhenti pada fase vonis saja melainkan berlanjut pada tahapan penologi yakni terkait pemasyarakatan dari koruptor. Artinya konsep pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya berhenti pada tataran vonis saja melainkan UU Tipikor tetap mengatur tentang pencabutan Hak-hak yang dimungkinkan timbul dan menguntungkan terpidana korupsi dalam tatanan penologi atau pemasyarakatan di Lapas. Sehingga dengan berlandaskan kesepakatan awal yang menyatakan bahwa remisi adalah hak, maka dengan kekhususan tindak pidana korupsi di dalam UU Tipikor pasal 18 ayat (1) poin d dimungkinkan untuk tidak diberikan hak untuk mendapatkan remisi.
11
“Allah selalu membentangkan tangan-Nya pada siang hari agar orang-orang yang berbuat dosa pada malam hari bertaubat dan Allah membentangkan tangan-Nya pada malam hari agar orang-orang yang berbuat dosa pada siang hari bertaubat hingga nanti ketika matahari terbit dari arah barat (kiamat).” Sabda Rasullulah
12
Terima Kasih
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.