Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

1 “EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEKTOR LOGISTIK DAN INVESTASI DI DAERAH” INDONESIA 10 Agustus 2017 FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) EDY.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "1 “EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEKTOR LOGISTIK DAN INVESTASI DI DAERAH” INDONESIA 10 Agustus 2017 FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) EDY."— Transcript presentasi:

1 1 “EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEKTOR LOGISTIK DAN INVESTASI DI DAERAH” INDONESIA 10 Agustus 2017 FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) EDY PUTRA IRAWADY Deputi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Perniagaan & Industri

2 2 KEBIJAKAN PERCEPATAN INVESTASI I. Perlunya Terobosan Pelayanan Investasi 1.RENDAHNYA REALISASI INVESTASI DIBANDINGKAN DENGAN PENGAJUAN/KOMITMEN INVESTASI (RATA-RATA 2010-2016, PMA 27,5% DAN PMDN 31,8%) 2.TARGET RASIO INVESTASI PMDN 2019 BERDASARKAN RPJMN SEBESAR 38,9% BARU TERCAPAI RATA-RATA PER TAHUN (2012-2016) SEBESAR 32,7%. Sumber: BKPM 201220132014201520162017*20182019 Target Investasi (Rp Triliun)283,5390,3456,6519,5594,8678,8792,5933 Realisasi Investasi (Rp Triliun)313,2398,6463,1545,4612,8165,8-- Target Rasio PMDN (%)27,0530,1635,1033,83536,337,638,9 Realisasi Rasio PMDN (%)29,4432,1633,7132,9135,2841,5-- Keterangan: data tahun 2017 s.d. kuartal 1, Sumber: RPJMN 2015-2019, BKPM, & Renstra BKPM 2010-2014 Rasio perbandingan rata-rata realisasi dan komitmen investasi pada 2010 s.d. 2016, untuk PMA sebesar 27,5% (USD 25 Milyar dari USD 91,4 Milyar) dan PMDN sebesar 31,8% (Rp 129,8 T dari Rp 405,7 T) Rata-rata 32,7%

3 3 KEBIJAKAN PERCEPATAN INVESTASI 1. Perlunya Terobosan Pelayanan Investasi 3.MASIH KECILNYA PEMANFAATAN INDONESIA (1,97%) TERHADAP INVESTASI DUNIA YANG RATA-RATA PER TAHUN (2012-2016) SEBESAR USD 1.417,58 MILYAR. 4.TIDAK SEIMBANGNYA WILAYAH INVESTASI ANTARA JAWA (DIATAS 50%) DAN LUAR JAWA. Sumber: World Investment Report 2017 dan BKPM Rata-rata world investment outflow pada tahun 2012 s.d. 2016 mencapai USD 1.417,58 milyar dan yang masuk ke Indonesia sebesar USD 27,99 milyar atau hanya 1,97%. REALISASI INVESTASI PMA 2012 S.D. 2016 BERDASARKAN LOKASI (USD RIBU) 20122013201420152016 RATA-RATAPRESENTASE Jawa 13.659.916 17.326.351 15.436.694 15.432.956 14.772.617 15.325.70754,75 % Luar Jawa 10.904.754 11.291.155 13.093.005 13.842.985 14.191.458 12.664.67145,25 % Total 24.564.670 28.617.506 28.529.699 29.275.941 28.964.075 27.990.378100 % REALISASI INVESTASI PMDN 2012 S.D. 2016 BERDASARKAN LOKASI (RP JUTA) 20122013201420152016 RATA-RATA PRESENTASE Jawa 52.692.942 66.495.877 97.057.091 103.758.365 126.353.977 89.271.65057,81 % Luar Jawa 39.489.072 61.654.908 59.069.066 75.707.502 89.876.566 65.159.42342,19 % Total 92.182.014 128.150.785 156.126.157 179.465.867 216.230.543 154.431.073100 %

4 4 KEBIJAKAN PERCEPATAN INVESTASI 1. Perlunya Terobosan Pelayanan Investasi 5.TIDAK SEDIKITNYA KASUS-KASUS HAMBATAN PELAKSANAAN INVESTASI. 6.BESARNYA PELUANG INVESTASI DARI SWASTA DARI KETERBUKAAN DNI DAN CADANGAN/KEMITRAAN DENGAN UMKM, PROYEK-PROYEK INVESTASI DENGAN BUMN, DAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL (PSN). Misalnya: 1.Permasalahan feed in tariff pembangunan Pembangkit Listrik Bio Massa (PLTBm) PT Del Creco Energy di Kalimantan Tengah, terkait perbedaan persepsi mengenai pemahaman post establishment pada perizinan PLTBm dengan Kementerian/Lembaga terkait. 2.Permasalahan Izin Usaha Perkebunan kelapas sawit PT Fass Forest Development di Kalimantan Selatan, dimana terdapat permasalahan administrasi terkait pelepasan kawasan hutan yang menyebabkan direktur utama dan korporasi PT Fass Forest Development sebagai tersangka. 3.Permasalahan Pendirian Bioskop di Kota Denpasar, karena adanya Peraturan Walikota Denpasar Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pengaturan Pendirian Bioskop yang mengatur kewajiban memenuhi kriteria jarak minimal pendirian bangunan bioskop dengan bioskop yang sudah ada yaitu 5 km bertentangan dengan Perpres Nomor 44 Tahun 2016 dimana bioskop (pertunjukan film) tidak lagi diatur dalam DNI. 1.Daftar Negatif Investasi (Investasi Swasta) Ketentuan dalam revisi DNI saat ini (Perpres Nomor 44 Tahun 2016): (i) lebih terbuka untuk PMA mencakup 141 bidang usaha; serta (ii) dicadangkan untuk UMKMK mencakup 95 bidang usaha dan kemitraan 50 bidang usaha. 2.Proyek Strategis Nasional Berdasarkan Perpres 58/2017, Proyek Strategis Nasional (PSN) meliputi 245 proyek + 2 Program dengan kebutuhan investasi Rp 4.197 Trilyun. Investasi swasta diharapkan berkontribusi sebesar 58% terhadap total biaya yang diperlukan. 3.Investasi BUMN Terdapat peluang investasi pada proyek BUMN strategis yang dapat ditawarkan kepada investor swasta sebesar Rp 331,5 T dengan nilai proyek Rp 720 T. 4.Investasi Public Private Partnership Untuk tahun 2017, terdapat total proyek PPP sebanyak 22 yang terdiri dari 1 proyek ready to offer dan 21 proyek under preparation dengan perkiraan biaya USD 8,4 Milyar.

5 5 PROGRAM/KEBIJAKAN PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA A.Satgas Pendampingan Investasi (Investment Task Force) Struktur: Satgas Nasional yang melibatkan POLRI, TNI, & Jaksa; Satgas Sektor (Leading Sector dan Pendukung); dan Satgas Pemda (Provinsi dan Kabupaten/Kota) Tugas Satgas: mendampingi investor mendapatkan secara end to end yang meliputi persetujuan investasi, menyelesaikan perizinan usaha (konstruksi, produksi, & distribusi), mendapatkan insentif, serta membantu penyelesaian permasalahan. 1 2 B.Sertifikat Sementara Investasi (Indicative Investment Certificate) Merupakan persetujuan kepada investor untuk segera melakukan investasi dengan komitmen untuk menyelesaikan semua perizinan investasi yang dipersyaratkan (check list) dalam waktu tertentu. Berfungsi sebagai sertifikat investasi sementara mendahului perizinan-non perizinan pelaksanaan penanaman modal (seperti: Izin Lokasi, IMB, Izin Lingkungan, dsb). Untuk sementara Indicative Investment Certificate dapat dikeluarkan BKPM kepada investor yang berinvestasi di Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Industri, dan Kawasan Pariwisata. 1 2 II.Kebijakan Utama Percepatan Eksekusi Investasi

6 6 PROGRAM/KEBIJAKAN PERCEPATAN EKSEKUSI INVESTASI Kewenangan PTSP Pusat:  PMA  Lintas Provinsi  Peraturan Perundang-undangan menetapkan menjadi kewenangan Pemerintah  Proyek strategis  Pertahanan Keamanan INVESTOR KEMENTERIAN/LEMBAGA PTSP SINGLE SUBMISSION Permohonan dan Upload Dokumen Respon, Permohonan Pemeriksaan, Persetujuan Database Single Submission PTSP KABUPATEN/KOTA LOKASI INVESTASI PTSP PROVINSI PTSP PUSAT  Izin Prinsip Penanaman Modal  Izin Lokasi  IMB  Izin Lingkungan  TDP  Izin Prinsip lintas kabupaten  Pertambangan  Kelautan dan Perikanan  Kehutanan  Izin Prinsip  API-P & API-U  Keputusan Fasilitas  MD  HAKI  SNI  Halal Interkoneksi Integrasi Database PTSP Lokasi Database PTSP Provinsi Database PTSP Pusat Konsep pengurusan perizinan yang tersebar dari PTSP pusat hingga daerah dibutuhkan percepatan layanan secara online dimana antara satu PTSP dengan PTSP lain terkomunikasi secara sistem membentuk suatu layanan online dengan konsep single submission, yang memungkinkan pengaju permohonan tidak perlu dating ke counter counter PTSP saat mengajukan perizinan investasi Pelayanan pengurusan perizinan investasi dapat dilakukan secara tuntas hanya di PTSP dimana lokasi investasi tersebut berada, dan sistem integrasi single submission lah yang akan mengkoordinasikan secara elektronik ke PTSP terkait lainnya, atau ke PTSP Pusat, sehingga investor tidak harus mondar mandir mengurus perizinan investasi dari satu PTSP ke PTSP lainnya termasuk PTSP Pusat. Konsep sistem ini sudah diterapkan di sistem INSW dimana eksportir atau importir dapat mengurus perizinan beserta deklarasi kepabeanan di 15 K/L atau 18 Unit Perizinan yang memiliki sistem internal berbeda beda, dengan sistem 1 (satu) kali pengajuan permohonan (single submission dan single sign on). 1 2 3 II.Kebijakan Utama Percepatan Eksekusi Investasi … Lanjutan A. PENETAPAN SATUAN TUGAS A. PENETAPAN SATUAN TUGAS C. PENGAWASAN DAN PENILAIAN KINERJA PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA C. PENGAWASAN DAN PENILAIAN KINERJA PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA B. PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA: PERCEPATAN PERIZINAN, REFORMASI PERATURAN PERIZINAN BERUSAHA, & SINGLE SUBMISSION D. SANKSI ADMINISTRATIF D. SANKSI ADMINISTRATIF D.Perlunya Peraturan Presiden yang memuat ketentuan: C.Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Single Submission

7 7 Untuk meningkatkan daya saing industri, daya beli masyarakat, investasi, logistik, ekspor, wisata, dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan... PAKET III, 7 Oct ’15 PERLUASAN AKSES PEMBIAYAAN DAN PENGURANGAN BIAYA PRODUKSI: Perluasan cakupan KUR, Fasilitasi jasa keuangan, pembiayaan ekspor, fasilitas pertanahan, dan insentif listrik, BBM, Gas bagi industri PAKET IV, 15 Oct ‘15 JAMINAN SISTIM PENGUPAHAN DAN PENGAMANAN PHK: Sistem pengupahan yang adil, sederhana dan terproyeksi serta Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih murah dan luas. PAKET V, 22 Oct ‘15 REVALUASI ASET DAN AKSES PEMBIAYAAN SYARIAH: Insentif pajak bagi perusahaan yang merevaluasi aset, dan insentif dana investasi real estate, serta kemudahan pembiayaan syariah PAKET VI, 6 Nov ‘15 MENGGERAKKAN EKONOMI DI WILAYAH PINGGIRAN DAN KELANCARAN BAHAN BAKU OBAT: Insentif KEK, pengairan, dan sistim eletronik (INSW) pengadaan bahan baku obat PAKET VII, 7 Dec ‘15 INSENTIF PAJAK INDUSTRI PADAT KARYA DAN SERTIFIKASI TANAH: Mendorong daya saing industri padat karya melalui insentif PPh Pasal 21 dan kemudahan sertifikasi tanah PAKET IX, 27 Jan ‘16 INFRASTRUKTUR LISTRIK DAN LOGISTIK: Pemenuhan listrik rakyat, stabilisasi pasokan daging, dan agregator ekspor UKM untuk pengembangan logistik desa ke pasar global PAKET X, 11 Feb ‘16 KETERBUKAAN INVESTASI: Perubahan kebijakan daftar negatif investasi yang menjamin efektivitas pelaksanaan investasi, meningkatkan perlindungan dan pengembangan UMKM dan koperasi, serta mendorong investasi teknologi tinggi, padat modal, dan wisata PAKET I, 9 Sept ‘15 MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI: Mengurangi dan menyederhanakan regulasi serta mempermudah birokrasi PAKET II, 29 Sept ‘15 PROMOSI INVESTASI DAN DEVISA: Kemudahan perizinan investasi (izin 3 jam), dan insentif devisa hasil ekspor PAKET XI, 29 Mar ‘16 AKSES PEMBIAYAAN, DWELLING TIME, DAN INDUSTRI FARMASI/ALKES: Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Ekspor, insentif BPHTB bagi DIRE, manajemen resiko untuk kelancaran arus barang (INSW), dan pengembangan industri farmasi/alkes PAKET XII, 28 Apr ‘16 PENINGKATAN PERINGKAT EASE of DOING BUSINESS (EoDB): Memangkas Izin, Prosedur, Waktu, dan Biaya untuk Kemudahan Berusaha di Indonesia HARMONIZING REGULATIONS SIMPLIFYING BUREAUCRATIC PROCESS ENSURING LAW ENFORCEABILITY PAKET XIII, 25 Aug ‘16 PERUMAHAN UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH (MBR): Penyederhanaan izin dan prosedur dari 33 perizinan menjadi 11 perizinan, dan percepatan waktu dari rata-rata 769 – 981 hari menjadi 44 hari. PAKET XIV, 10 Nov ‘16 PENETAPAN PETA JALAN E-COMMERCE : membangun pranata dan ekosistem kegiatan perdagangan masyarakat secara elektronik untuk mendorong perluasan dan efisiensi bisnis, dengan fokus kebijakan pada aspek pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan SDM, logistik, infrastruktur komunikasi, keamanan, dan manajemen pelaksanaan program. PAKET VIII, 21 Dec ‘15 KEPASTIAN USAHA DAN INVESTASI JASA PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG (MRO) DAN MINYAK: One map policy yang mempermudah penyelesaian konflik lahan, upaya meningkatkan produksi minyak nasional, dan mendorong jasa MRO PAKET XV, 15 Jun ‘17 PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL : melalui pengembangn usaha jasa pelayaran nasional, kemudahan berusaha dan pengurangan beban biaya bagi usaha penyedia jasa logistik nasional, penguatan dan kelembagaan dan kewenangan INSW PAKET KEBIJAKAN EKONOMI I-XV

8 8 NOBENTUK KEBIJAKAN PAKET I 1 Pusat Logistik Berikat (PLB), bertujuan untuk memudahkan mendapatkan Supply Bahan Baku Industri dan etalase produk ekspor. 2Single Identity Importir (API satu-satunya tanda pengenal importir), bertujuan untuk mengurangi proses birokrasi dalam pengurusan impor barang, terutama bahan baku. 3 Simplifikasi Perizinan Ekspor-Impor, bertujuan untuk menurunkan LARTAS dari 51% (September 2015) menjadi 32% (Mei 2016). 4 Fasilitas Tidak Dipungut PPN alat transportasi dan jasa transportasi laut serta pelabuhan, bertujuan untuk menurunkan biaya produksi galangan kapal DN (di luar Batam) 10%, dan meningkatkan daya saing galangan kapal DN dan kepelabuhanan. PAKET VIII 5 Mengembangkan industri Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) dengan cara memberikan insentif bea masuk 0% untuk 21 pos tarif suku cadang dan komponen pesawat terbang, yang bertujuan untuk menarik perawatan pesawat ke dalam negeri, yang selama ini sebesar 70% dirawat di luar negeri. PAKET IX 6Penyatuan Pembayaran Jasa-jasa Kepelabuhanan secara Elektronik (Single Billing), bertujuan untuk mengurangi biaya kepelabuhanan dan menurunkan lead time. 7 Relaksasi penetapan tarif pos komersial yang sebelumnya tarif Pos Komersial mesti di atas tarif Pos Universal, bertujuan untuk meningkatkan kegiatan usaha jasa pengirman swasta. 8 Sinergi BUMN Membangun Agregator/Konsolidator Ekspor Produk UKM, Geographical Indications, dan Ekonomi Kreatif, bertujuan untuk memperluas sumber ekspor baru terutama produk-produk UMKM dari wilayah timur Indonesia. 9 Integrasi Inaportnet system ke dalam INSW system, bertujuan untuk mengurangi jedah waktu antara pengurusan dokumen ekspor/impor dan arus barang. PAKET XI 10 Indonesian Single Risk Management, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan dan efektivitas pengawasan di seluruh proses layanan impor- ekspor, dwelling time di seluruh pelabuhan. PAKET I, VIII, IX, XI: Fokus memberikan fasilitas, insentif, dan menghilangkan regulasi, birokrasi dan biaya yang tidak relevan, untuk mendorong kelancaran arus barang dan efisiensi jasa logistik PERBAIKAN SISTEM LOGISTIK NASIONAL DIDALAM PAKET KEBIJAKAN EKONOMI NASIONAL I s.d XIV Tujuan: Meningkatkan daya saing industri, logistik, ekspor, investasi, wisata, dan pangan

9 9 1.Memberikan Peluang Bagi Usaha Pelayaran, Ocean Insurance, dan Galangan Kapal Nasional; 2.Meningkatkan Daya Saing Perusahaan Penyedia Jasa Logistik; 3.Memperkuat Kelembagaan Indonesia National Single Window (INSW) 4.Mempermudah dan mempercepat arus barang di Pelabuhan 1.Memberikan Peluang Bagi Usaha Pelayaran, Ocean Insurance, dan Galangan Kapal Nasional; 2.Meningkatkan Daya Saing Perusahaan Penyedia Jasa Logistik; 3.Memperkuat Kelembagaan Indonesia National Single Window (INSW) 4.Mempermudah dan mempercepat arus barang di Pelabuhan Pengembangan Usaha dan Daya Saing Penyedia Jasa Logistik Nasional TUJUAN FOKUS PKE XV

10 10 1.Menerbitkan Permendag tentang Penggunaan Perusahaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional dalam Kegiatan Ekspor dan Impor Barang Tertentu 2.Revitalisasi Industri Galangan Kapal, Peralatan Kepelabuhanan & Pelayaran Nasional 3.Peningkatan Keamanan dan Efisiensi Pengiriman Kargo dan Pos Udara (Regulated Agent) 4.Penyederhanaan Perizinan Angkutan Barang 5.Menghilangkan Ketentuan Pembatasan Wilayah Kerja Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Asing 6.Rasionalisasi Persyaratan Modal Izin Angkutan Laut dan Izin Usaha Kepelabuhanan 7.Rasionalisasi Persyaratan Modal Usaha dalam Memperoleh Izin Usaha Keagenan Kapal 8.Rasionalisasi Persyaratan Modal Usaha dalam Memperoleh Izin Usaha Penyelenggaraan Pelabuhan Laut 9.Rasionalisasi Persyaratan Modal Usaha dalam Memperoleh Izin Usaha Bongkar Muat Barang 10.Penyederhanaan Perizinan Penyelenggaraan Pos 11.Penguatan Peran Otoritas Pelabuhan (OP) 12.Peningkatan Efisiensi Biaya Kepelabuhanan dengan Mengurangi Biaya Pemindahan Barang (double handling) di Terminal 13.Standarisasi Dokumen Pergerakan Arus Barang Dalam Negeri (Manifes Domestik) Berbasis Elektronik 14.Fasilitas Pengadaan Kapal Bekas Tertentu di atas Usia 15 Tahun 15.Pengembangan SISLOGDA sebagai kelembagaan yang mendukung kebijakan SISLOGNAS dan program TPID untuk Efisiensi Rantai Pasok dan pengendalian inflasi dari Komoditi Pokok. 16.Pedoman Pengurangan Risiko Kerusakan Peti Kemas I. BERI PELUANG PASAR BAGI PERUSAHAAN PELAYARAN, MARINE INSURANCE, DAN GALANGAN KAPAL NASIONAL. II. MENINGKATKAN DAYA SAING PERUSAHAAN PENYEDIA JASA LOGISTIK CAKUPAN PKE XV 17.Penguatan Kelembagaan dan Kewenangan Indonesia National Single Window (INSW) untuk meningkatkan efisiensi logistik 18.Penyederhanaan Peraturan Tata Niaga (Ekspor-Impor) III.MENINGKATKAN DAYA SAING PERUSAHAAN PENYEDIA JASA LOGISTIK IV.MEMPERMUDAH DAN MEMPERCEPAT ARUS BARANG DI PELABUHAN

11 11 Pengawalan Pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi Melalui Pembentukan Satgas sesuai Inpres 12/2015 tentang Peningkatan Daya Saing Industri, Kemandirian Industri, dan Kepastian Usaha melalui Paket Kebijakan Ekonomi OPERASIONALISASI PAKET KEBIJAKAN MELALUI PEMBENTUKAN SATGAS

12 12  Total Regulasi yang dideregulasi pada Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I – XV sebanyak 233 regulasi.  Total Regulasi yang dikeluarkan dari proses deregulasi pada Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I – XV sebanyak 11 regulasi sehingga total regulasi yang efektif di deregulasi menjadi 222 regulasi.  Total Regulasi yang telah selesai dideregulasi (sampai dengan 3 Juli 2017) sebanyak 215 regulasi (97%).  Total Regulasi yang masih dalam tahap pembahasan (sampai dengan 3 Juli 2017) sebanyak 7 regulasi (3%). 215 SELESAI 97%97% 233 TOTAL REGULASI SEMULA I–XV 7 DALAM PEMBAHASAN 3%3% 1 222 DIKELUARKAN 170 165 KEMENTERIAN/LEMBAGA 97% TOTAL REGULASI 47 TOTAL 42 SELESAI PRESIDENTIAL 52 TOTAL 50 SELESAI PRESIDENSIAL 96 % UPDATE: 5 Juli 2017 RESUME PERKEMBANGAN PENYELESAIAN REGULASI PAKET KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP I-XV

13 13 Mengukur Efektivitas Implementasi Paket Kebijakan Ekonomi, dengan Fokus pada Sektor Investasi dan Sektor Logistik di Daerah terhadap Regulasi Spesifik meliputi : Paket Kebijakan Ekonomi terkait Logistik (Paket I dan VI) meliputi: a.PP No. 85/2015 tentang Tempat Penimbunan Berikat (PLB); b.Perka BPOM No 13/2015 tentang Pengawasan Pemasukan Obat, Bahan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia; c.Permenhub No 153/2015 tentang Pengamanan Kargo dan Pos serta Rantai Pasok (Supply Chain) Kargo dan Pos yang diangkut dengan Pesawat; d.PP No. 74/2015 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Kepelabuhanan Tertentu Kepada Perusahaan Angkutan Laut yang Melakukan Kegiatan Angkutan Luar Negeri; e.PP No. 69/2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak pertambahan Nilai. Paket Kebijakan Ekonomi terkait Logistik (Paket I dan VI) meliputi: a.PP No. 85/2015 tentang Tempat Penimbunan Berikat (PLB); b.Perka BPOM No 13/2015 tentang Pengawasan Pemasukan Obat, Bahan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia; c.Permenhub No 153/2015 tentang Pengamanan Kargo dan Pos serta Rantai Pasok (Supply Chain) Kargo dan Pos yang diangkut dengan Pesawat; d.PP No. 74/2015 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Kepelabuhanan Tertentu Kepada Perusahaan Angkutan Laut yang Melakukan Kegiatan Angkutan Luar Negeri; e.PP No. 69/2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak pertambahan Nilai. Paket Kebijakan Ekonomi terkait Investasi (Paket I, X, dan XII) meliputi: a.Perpres No. 44/2016 ttg Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (DNI); b.PP No 7/2016 ttg Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas; c.Permen PUPR No. 05/PRT/M/2016 ttg Izin Mendirikan Bangunan Gedung; d.Permendag No. 14/M-DAG/PER/3/2016 ttg Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan dan Tanda Daftar Peusahaan Secara Simultan Bagi Perusahaan Perdagangan; e.PerMen Dalam Negeri No. 22/2016 ttg Pedoman Izin Gangguan di Daerah; f.PerMen ESDM No. 8/2016 ttg Tingkat Mutu Pelayanan & Biaya yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh PT. PLN; g.Permen Koperasi dan UKM No. 10/2015 ttg Kelembagaan Koperasi. Paket Kebijakan Ekonomi terkait Investasi (Paket I, X, dan XII) meliputi: a.Perpres No. 44/2016 ttg Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (DNI); b.PP No 7/2016 ttg Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas; c.Permen PUPR No. 05/PRT/M/2016 ttg Izin Mendirikan Bangunan Gedung; d.Permendag No. 14/M-DAG/PER/3/2016 ttg Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan dan Tanda Daftar Peusahaan Secara Simultan Bagi Perusahaan Perdagangan; e.PerMen Dalam Negeri No. 22/2016 ttg Pedoman Izin Gangguan di Daerah; f.PerMen ESDM No. 8/2016 ttg Tingkat Mutu Pelayanan & Biaya yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh PT. PLN; g.Permen Koperasi dan UKM No. 10/2015 ttg Kelembagaan Koperasi. PENELITIAN PUSTRAL UGM DAN BANK DUNIA YANG DIDUKUNG KEMENKO PEREKONOMIAN

14 14 MEMBANGUN KONEKTIVITAS EKONOMI DESA, KOTA, DAN PASAR GLOBAL

15 15 PERPRES NO.26 TAHUN 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional VISI “Terwujudnya Sistem Logistik yang Terintegrasi secara Lokal, Terhubung secara Global untuk Meningkatkan Daya Saing Nasional dan Kesejahteraan Rakyat” Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional berlaku pada tanggal 5 Maret 2012 MEMBANGUN KONEKTIVITAS EKONOMI DESA, KOTA, DAN PASAR GLOBAL Azas Cabotage (UU.17/2008) INPRES NO.5/2005

16 16 TARGET: Turunnya biaya logistik terhadap PDB 5% dari tahun berjalan, misal: 2014 (24,6%) maka 2015 (23,37%), 2016 (22,2%), 2017 (21,09%), 2018 (20,03%), 2019 (19,03%) sampai 2025 (13,98%). Berkembangnya konektivitas ekonomi desa, kota, pasar global, dengan semakin meratanya suplai produk antar daerah. Berkembangnya Usaha dan Daya Saing Penyedia Jasa Logistik Nasional Meningkatnya SDM Indonesia yang memiliki Sertifikasi Kompetensi di bidang logistik. Visi Logistik Indonesia 2025 6 Kunci Penggerak Utama Pengembangan SISLOGNAS Regulasi, Peraturan & Perundangan Infrastruktur Transportasi Manajemen Sumber Daya Manusia Teknologi Informasi dan Komunikasi Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik Komoditas Penggerak Utama 1.Memperlancar arus barang yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan meningkatnya daya saing produk nasional. 2.Membangun simpul-simpul logistik nasional dan konektivitasnya mulai dari pedesaan, perkotaan, antar wilayah dan antar pulau sampai ke pasar ekspor. Terwujudnya Sistem Logistik yang Terintegrasi secara Lokal, dan Terhubung secara Global untuk Meningkatkan Daya Saing Nasional dan Kesejahteraan Rakyat MISI VISI SKEMA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM LOGISTIK NASIONAL (Perpres No.26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional)

17 17 KESIMPULAN  Implementasi Regulasi/Kebijakan dari Paket-Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) yang telah dikeluarkan Pemerintah, diyakini dapat memberikan manfaat positif bagi peningkatan peluang dan daya saing Dunia Usaha;  Pada tataran Daerah (lokal) diperlukan dukungan dan peran dari Pemerintah Daerah baik Provinsi, maupun Kabupaten/Kota, agar Implementasi Regulasi/kebijakan tersebut dapat berjalan efektif;  Pentingnya Sinergi antar KL di tingkat Pusat (secara horizontal) dan antar Pusat dan Daerah (secara vertikal), sehingga Implementasi dari Regulasi/Kebijakan tersebut dapat berjalan baik dan memberikan kepastian dan kenyamanan bagi Dunia Usaha Nasional untuk memperluas investasi dan mengembangkan usahanya.  Perlunya setiap Pemerintah Daerah (minimal tingkat Provinsi) untuk membangun Sistem Logistik Daerah (SISLOGDA) sesuai dengan karakteristik dan keungulan daerah masing-masing.

18 18 “TERIMA KASIH” INDONESIA 10 Agustus 2017 EDY PUTRA IRAWADY Deputi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Perniagaan & Industri


Download ppt "1 “EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEKTOR LOGISTIK DAN INVESTASI DI DAERAH” INDONESIA 10 Agustus 2017 FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) EDY."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google