Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
CHAIRANISA ANWAR, SST., MKM
MOLAHIDATIDOSA CHAIRANISA ANWAR, SST., MKM
2
Referensi Cunningham, F.G., Leveno, K. J., Bloom, S.L., et al. (2010) William’s obstetrics. 23rd Edition, McGraw-Hill Medical, New York,
3
Definisi Suatu kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung yang menyerupai anggur, biasanya terletak di rongga uterus, namun kadang-kadang MH terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium (Cunningham FG, 2010).
4
Epidemiologi Indonesia 993 per 100.000 kehamilan.
MH cenderung lebih sering terjadi pada wanita dengan usia reproduksi yang ekstrim. penemuan baru-baru ini dalam insiden MH di bagian Asia, faktor sosioekonomi yang menjadi penyebab.
6
Etiologi Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam, tetapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang faktor resiko menjadi penting agar dapat menghindari terjadinya MH, seperti tidak hamil di usia ekstrim dan memperbaiki gizi.
8
Teori Penyebab MH Hertig et al, mengatakan bahwa pada MH terjadi insufisiensi peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion), sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim vili dan terbentuklah kista-kista kecil yang makin lama makin besar, sampai pada akhirnya terbentuklah gelembung mola. Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus tadi.
9
Teori Penyebab MH Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasia, displasi maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal, dimana terjadi absorbsi cairan yang berlebihan ke vili. Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian embrio.
10
Teori Penyebab MH Reynolds mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke 13 dan 21, mengalami kekurangan asam folat dan histidine, akan mengalami gangguan pembentukan thymidine, yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan menimbulkan perubahan hidrofik.
11
Faktor Risiko Usia ibu, berhubungan dengan keadaan patologis ovum premature dan postmature . Status Gizi, Studi kasus kontrol dari Italia dan Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa asupan makanan rendah karoten dapat dikaitkan dengan peningkatan resiko kehamilan MH. Usia Ibu a. usia reproduksi yang ekstrim (terlalu muda dan terlalu tua), hal ini berhubungan dengan keadaan patologis ovum premature dan postmature (Kruger TF, 2007). Ovum patologis terjadi karena gangguan pada proses meiosis, sehingga ovum tidak memiliki inti sel (Martaadisoebrata, 2005). Menurut Berek, ovum dari wanita yang lebih tua lebih rentan terhadap pembuahan yang abnormal. Dalam sebuah penelitian, resiko untuk MHK meningkat 2,0 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 35 tahun dan 7,5 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 40 tahun (Berek, 2007). 2. Status gizi Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya (Saleh, 2005). Studi kasus kontrol dari Italia dan Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa asupan makanan rendah karoten dapat dikaitkan dengan peningkatan resiko kehamilan MHK. Daerah dengan tingginya insiden kehamilan mola juga memiliki frekuensi tinggi kekurangan vitamin A. Faktor diet, karena itu, sebagian dapat menjelaskan variasi regional dalam insiden MHK (Berek, 2007). Berkowitz et al menyatakan bahwa kekurangan prekusor vitamin A, karoten, atau lemak hewan sebagai faktor penyerapan vitamin A, yang mungkin menjadi faktor penyebab MH. Kekurangan vitamin A menyebabkan penyusutan janin dan kegagalan pembangunan epitel pada hewan betina dan degenerasi epitel semineferous dengan penurunan perkembangan gamet yang pada hewan jantan (Berek, 2009).
12
Faktor Risiko Riwayat Obstetri, resiko untuk MH meningkat pada wanita dengan riwayat aborsi spontan sebelumnya. MH pada kehamilan sebelumnya juga merupakan faktor resiko yang kuat. Genetik, pada wanita dengan kelainan sitogenetik, lebih banyak mengalami gangguan proses meiosis berupa nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau intinya tidak aktif. 3. Riwayat obstetri Resiko untuk MHK dan MHP meningkat pada wanita dengan riwayat aborsi spontan sebelumnya (Brinton LA, 2005). Sebuah MH sebelumnya juga merupakan faktor resiko yang kuat (Berek, 2009). Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik (Saleh, 2005). 4. Genetik Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil penelitian sitogenetik Kajii et al dan Lawler et al, menunjukkan bahwa pada kasus MH lebih banyak ditemukan kelainan Balance translocation dibandingkan dengan populasi normal (4,6% dan 0,6%). Ada kemungkinan, pada wanita dengan kelainan sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami gangguan proses meiosis berupa nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau intinya tidak aktif (Martaadisoebrata, 2005).
13
Faktor Risiko Kontrasepsi oral dan perdarahan irreguler, peningkatan resiko MH dengan lamanya penggunaan. Sepuluh tahun atau lebih meningkatkan resiko lebih dari 2x lipat. Golongan darah, Ibu dengan golongan darah A dan ayah dengan golongan darah A atau O memiliki resiko meningkat dibandingkan dengan semua kombinasi golongan darah lain. Merokok, konsumsi alkohol, infeksi 5. Kontrasepsi oral dan perdarahan irreguler Resiko untuk mola parsial dihubungkan dengan penggunaan kontrasepsi oral dan riwayat perdarahan irregular (Berek, 2007). Kontrasepsi oral, peningkatan resiko MH dengan lamanya penggunaan. Sepuluh tahun atau lebih meningkatkan resiko lebih dari 2 kali lipat (Berek, 2009). Pada salah satu penelitian efek ini terbatas pada pengguna estrogen dosis tinggi, meskipun pada penelitian yang lain menyebutkan pil tidak berefek pada komplikasi pascaMH (Hoskins WJ, 2005). 6. Golongan darah Ibu dengan golongan darah A dan ayah dengan golongan darah A atau O memiliki resiko meningkat dibandingkan dengan semua kombinasi golongan darah lain . Penemuan ini mendukung faktor genetik atau faktor imunologik berkaitan dengan histokompatibilitas ibu dan jaringan trofoblas. (Hoskins WJ, 2005) 7. Merokok, konsumsi alkohol, infeksi Merokok dilaporkan meningkatkan resiko GTD. Resiko relatif wanita yang merokok lebih dari 15 batang per hari adalah 2,6 dibandingkan 2,2 pada wanita yang merokok kurang dari 15 batang per hari. Lama waktu merokok berhubungan dengan insiden GTD. Peran alkohol dan infeksi (Human Papilloma virus, Adenovirus, dan Tuberkulosis) juga telah dipertimbangkan (Berek, 2009). Meskipun peran genetik di dalam perkembangan MH adalah pasti, sedikit diketahui tentang genotip yang menjadi faktor predisposisi MH atau faktor lingkungan yang meningkatkan resiko patologis ovum. (Hoskins WJ, 2005).
14
Manifestasi Klinis Perdarahan, mungkin terjadi sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering terjadi secara intermitten selama beberapa minggu sampai bahkan bulan. Ukuran Uterus, membesar lebih cepat daripada ukuran biasanya. Aktivitas Janin, uterus cukup membesar sehingga mencapai jauh di atas simfisis, bunyi jantung janin biasanya tidak terdeteksi. 2. Ukuran Uterus Uterus sering membesar lebih cepat daripada biasanya. Ini adalah kelainan yang etrsering dijumpai, dan pada sekitar separuh kasus, ukuran uterus jelas melebihi yangyang diharapkan berdasarka usia gestasi. Uterus mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara, karena konsistensiny yang lunak di bawah dinding abdomen yang kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat kista-kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar (Cunningham FG, 2005) 3. Aktivitas janin Walaupun uterus cukup membesar sehingga mencapai jauh di atas simfisis, bunyi jantung janin biasanya tidak terdeteksi. Walaupun jarang, mungkin terdapat plaseta kembar dengan perkembangan kehamilan MHK pada salah satunya, sementara plasenta lain dan janinya tampak normal (gambar 2.12). demikian juga, walaupun sangat jarang, plasenta mungkin mengalami perubahan mola yang luas tetapi disertai janin hidup (Cunningham FG, 2005).
15
Manifestasi Klinis Hiperemesis Gravidarum, jumlah hormon estrogen dan gonadotropin korionik terlalu tinggi dan menyebabkan hiperemesis gravidarum. Preeklampsia, preeklamsia jarang dijumpai sebelum 24 minggu, preeklamsia yang terjadi sebelum ini mengisyaratkan MH. 4. Hiperemesis Gravidarum Hiperemesis gravidarum yang ditandai dengan mual dan muntah yang berat. Keluhan hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24 minggu dan keluhan mual muntah terdapat pada MH dengan tinggi fundus uteri lebih dari 24 minggu. Pada kehamilan MH, jumlah hormon estrogen dan gonadotropin korionik terlalu tinggi dan menyebabkan hiperemesis gravidarum (Manuaba, 2008). 5. Tanda toksemia/ pre-eklampsia pada kehamilan trimester I Preeklamsia pada MHK tidak berbeda dengan kehamilan biasa, bisa ringan, berat, bahkan sampai eklamsia. Hanya saja pada MHK terjadinya lebih dini. Hal yang paling penting adalah keterkaitan MH dengan preeklamsia yang menetap hingga ke trimester kedua. Memang, karena preeklamsia jarang dijumpai sebelum 24 minggu, preeklamsia yang terjadi sebelum ini mengisyaratkan MH (Leveno KJ, 2004).
16
Diagnosis Emesis gravidarum – hiperemesis gravidarum
Hipertensi – preeklamsia (10-15%) Anemia akibat perdarahan Pemeriksaan palpasi; Lebih besar dari usia kehamilan. Tidak teraba bagian janin Pemeriksaan USG ; Tidak terdapat janin & tampak sebagian plasenta normal dan kemungkinan dapat tampak janin
17
Penatalaksanaan Memperbaiki keadaan umum ; koreksi dehidrasi, transfusi darah bila anemia berat, bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan protokol. Pengeluaran jaringan mola; kuretase (dilakukan setelah k/u diperbaiki dan setelah pemeriksaan-persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar β hCG serta foto thoraks), kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan. Histerektomi, dilakukan pada wanita usia > 35 tahun dan anak hidup > 3 orang
18
Terapi profilaksis dengan sitostatika, diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan misalnya pada usia tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Penatalaksanaan pasca evakuasi, follow up dalam 3 bulan pertama pascaevakuasi, penderita diminta datang untuk kontrol setiap dua minggu. Kemudian, tiga bulan berikutnya, setiap satu bulan. Selanjutnya dalam enam bulan trakhir, tiap dua bulan.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.